cover
Contact Name
I Gede Yoga Permana
Contact Email
ejurnalwidyasastra@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
ejurnalwidyasastra@gmail.com
Editorial Address
Jalan Pulau Timor Nomor 24 Banyuning, Buleleng, Bali
Location
Kab. buleleng,
Bali
INDONESIA
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu
ISSN : 19079559     EISSN : 26567466     DOI : https://doi.org/10.36663/
Fokus dari Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu adalah penelitian dalam lingkup 1. Pendidikan Agama Hindu 2. Pendidikan Kebudayaan berbasis Agama Hindu 3. Pendidikan Agama Hindu berbasis Teknologi
Articles 56 Documents
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CATUR PARIKSA DIPADUKAN DENGAN DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR I Nengah Dwi Endra Suanthara; Ni Made Ayu Arini
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (104.195 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i1.23

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar pendidikan Agama Hindu siswa kelas XI IPB 4 SMA Karya Wisata Singaraja. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dengan empat tahapan meliputi: perencanaan, pelaksanaan, observasi/evaluasi dan refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPB 4 SMA Karya Wisata Singaraja berjumlah 33 orang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 16 perempuan. Metode pengumpulan yang digunakan: observasi, wawancara, dan tes prestasi belajar. Analisis data yang digunakanadalah deskriptif-kualitatif. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa terdapat peningkatan aktivitas belajar siswa pada siklus I sebesar 37% meningkat pada siklus II menjadi 84%, demikian juga halnya pada prestasi belajar siswa terdapat peningakatan pada siklus Iditemukan; rata-rata kelas (Mean) sebesar 73.70, daya serap (DS) sebesar 73,70%, dan ketuntasan belajar (KB) sebesar 56%, meningkat pada siklus II menjadi rata-rata kelas (Mean) sebesar 84,44, daya serap (DS) sebesar 84,44%, dan ketuntasan belajar sebesar 100%. Hasil tersebut sudah melampaui dari target yang diharapkan yaitu target rata-rata kelas (M) sebesar 80, daya serap siswa (DS) sebesar 80% dan ketuntasan belajarnya (KB) sebesar 80%. Keberhasilan penelitian ini disebabkan oleh faktor penerapan model pembelajaran guru telah dilahsanakan dengan tepat dan benar sesuai setandar oprasional prosedur yang telah disusun. Direkomendasikan kepada para guru khususnya guru Agama Hindu untuk dapat menggunakan model pembelajaran ini untuk meningkatkan proses dan mutu luaran.
TRADISI NGAWAS DALAM UPACARA PIODALAN AGENG DI PURA DESA, DESA PAKRAMAN AMBENGAN Ni Nyoman Sariyani
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.502 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i1.24

Abstract

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui: 1) prosesi pelaksanaan tradisi ngawas, 2) fungsi tradisi ngawas, dan 3) nilai Pendidikan agama Hindu yang terkandung di dalam tradisi ngawas dalam rangkaian upacara piodalan ageng di pura desa Pakraman Ambengan Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Beberapa teori yang digunakan untuk mengkaji masalah yang diteliti antara lain; Teori Religi, Teori Fungsional Struktural, dan Teori Nilai. Penelitian ini dirancang dengan penelitian emperik jenis deskriptif kualitatif. Teknik Penentuan informan (Sampel) yang digunakan adalah purposive sampling dengan Teknik snowball. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Selanjutnya data dianalisis melalui langkah-langkah secara siklus yaitu mulai dari reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil sebagai berikut. Prosesi tradisi ngawas di Pura Desa Pakraman Ambengan yaitu diawali dengan: Pada Kegiatan Awal yaitu pencarian ambu, maboros dan menyiapkan bahan-bahan upacara. Pada Kegiatan Puncak Pelaksanaan yaitu menyemblih babi, diolah menjadi tujuh jenis makanan, dipersembahkan kepada Ida Bhatara, serta dinikmati bersama. Pada Kegiatan Penutup yaitu mendak Ida Bhatara, nganteb pengaturan, macorot, mapaci-paci, diakhiri dengan ngalungsur kawas , dan dinikmati secara bersama-sama. Fungsi tradisi ngawas di Pura Desa Ambengan terdiri dari (1) Fungsi Gotong Royong, (2) Fungsi Kekerabatan, (3) Fungsi Kesetaraan Klen, dan (4) Fungsi Sakral. Nilai Pendidikan yang terkandung dalam tradisi ngawas di Pura Desa Ambengan yakni: (1) Nilai Pendidikan Religius, (2) Nilai Pendidikan Tatwa, (3) Nilai Pendidikan Sradha, (4) Nilai Pendidikan Etika, dan (5) Nilai Pendidikan Upacara.
TINJAUAN FILOSOFIS, ETIKA DAN RITUAL DALAM UPACARA NGABEN MEKELIN (SWASTA BANGBANG) DI DESA BANYUSERI Ni Nyoman Suastini
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (202.897 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i1.44

Abstract

Upacara ini merupakan salah satu upacara yang unik, dan sangat sederhana baik dari pelaksanaan maupun sarana yang dipergunakan, sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat setempat. Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun masalah yang ingin diungkapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, yaitu: bagaimana filosofis, etika, dan ritual upacara Ngaben Mekelin di desa Banyuseri? Teori yang digunakan untuk membedah permasalahan ini adalah teori sistem religi dan teori simbol, sedangkan metode yang digunakan untuk mengungkap tujuan penelitian ini adalah penentuan informan, pengumpulan data dan analisis data. Filosofis Ngaben Mekelin diambil dari kisah Ramayana yang disertai dengan keyakinan penduduk desa Banyuseri sebagai penganut sekta Waisnawa sehingga pengabenan dilaksanakan secara dikubur dan menggunakan Muncuk Lalang dan Dapdap sebagai simbol orang yang meninggal apabila pada saat meninggal dulunya belum diabenkan. Etika Ngaben Mekelin dilaksanakan dengan dua cara, yaitu: ngaben dengan disertai Sawa dan ngaben yang menggunakan Pengawak. Adapun rangkaian upacara ngaben Mekelin yang ada jenazahnya yaitu: 1. Matur Piuning, 2. Nunas Tirta, 3. Mempersiapkan Bekal, 4. Ngoncang, 5. Pebersihan/ Memandikan Layon, 6. Penguburan/ Pengabenan, 7. Nutugang/ Nelokin, 8. Nyedekang, 9. Ngingkup, 10. Majar-ajar. Sedangkan apabila menggunakan pengawak, ngaben harus diawali dengan upacara Mungkah dan Ngreka, barulah diupacarai seperti upacara pengabenan yang ada jenazahnya. Ritual/ sarana yang digunakan sebagai bekal dalam pengabenan ini yaitu seekor babi jantan yang tidak boleh cacat dan bukan babi putih. Dalam pemakaiannya, babi ini dipotong sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan.
EKSISTENSI TRADISI PEMBUATAN GERABAH TRADISIONAL DALAM KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN UPACARA AGAMA HINDU DI DESA BANYUNING, KABUPATEN BULELENG Dewa Nyoman Sucita
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (156.826 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i1.45

Abstract

Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mengungkap keberadaan pembuatan gerabah tradisional di desa Banyuning, yang mana saat ini sudah banyak peralatan sejenis dibuat dari berbagai bahan dasar. Untuk merampungkan penelitian ini digunakan berbagai metode antara lain: penentuan informan digunakan snowballing sampling, pengumpulan data digunakan metode (1) observasi, (2) wawancara dan (3) pencatat dokumen. Menganalisis data menggunakan model Miler dan Heberman. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1) asal-usul berkembangnya pembuatan gerabah tradisional di Desa Banyuning sampai saat ini tidak diketahui secara pasti, sejak kapan berkembangnya pembuatan gerabah tersebut karena tidak didapatkan data tertulis sampai saat ini; (2) tradisi pembuatan gerabah tradisional di desa Banyuning terancam punah, karena merebaknya berbagai peralatan yang sejenis diciptakan manusia terbuat dari bahan lain dengan kualitas yang lebih unggul; (3) Para pekerja tidak dapat mempertahan kehidupan sehari-hari dari profesinya sebagai pengerajin gerabah tradisional, karena berbagai tantangan yang dialami dewasa ini, antara lain: sulitan pemasaran produk, sulitanya mencari bahan baku tanah, sumber daya manusia yang terbatas dan cuaca yang tidak menentu; dan (4) pemasaran terbatas pada pasar-pasar di lingkungan Kabupaten Buleleng.
UPACARA MEJRIMPEN PADA HARI RAYA GALUNGAN DI DESA PEDAWA KABUPATEN BULELENG Dewa Nyoman Sucita
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 2 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.96 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i2.51

Abstract

Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah dapat mengungkap hal ikhwal pelaksanaan upacara Mejripen di desa Pedawa, yang bersifat cukup unik karena hanya dilaksanakan oleh umat Hindu yang berada di desa Pedawa. Untuk menuntaskan penelitian ini digunakan beberada metode ilmiah antara lain: dalam menentukan informan digunakan purposive snowball sampling; untuk mendapat data digunakan metode observasi, wawancara dan pencatatan dokumen. Dan data yang terkumpul diolah dengan metode analisis data kualitatif. Adapun hasil yang diperoleh sebagai berikut: 1). Upacara mejrimpen adalah upacara manusa yadnya menggunakan banten jrimpen sebagai upakara pokok yang mengandung berbagai makna antara lain: sebagai upacara pembersihan diri, upacara sambutan (Telu Bulanan), upacara ngotonin dan upacara syukuran. 2). Tatacara pelaksanaan upacara Mejrimpen ada dua bagian besar, yaitu pertama, tatacara Mejrimpen Sibakan yang meliputi a). Pemotongan babi untuk bahan pembuatan sate banten Jrimpen dilaksanakan pada Penampahan Galungan, b). Babi yang dipotong dipakai separuhnya untuk pembuatan bahan sate Jrimpen, c). Tidak membuat banten segehan pada pintu gerbang pekarangan dan tidak membuat banten Karna untuk di Sanggah Kemulan Sakti, d) Setelah sate yang dibuat dihiyasi dengan berbagai pariasi dari kulit babi, lemak, hati, cabe dan kunir selanjutnya beberapa sate tersebut dipajang setinggi tiang bendera di atas atap rumah. Kedua, tatacara upacara Mejrimpen Nampah Ukudan meliputi: a). Pemotongan babi untuk bahan pembuatan sate banten Jrimpen dilaksanakan pada hari raya Galungan, b). Babi yang dipotong sepenuhnya untuk pembuatan sate Jrimpen, c). Membuat banten segehan yang diaturkan di pintu gerbang rumah dan banten karna untuk di Sanggah Kemulan Sakti, d). Tidak ada penunjukkan sate di atas atap rumah seperti pelaksanaan Mejrimpen Sibakan, e). Setelah sate dibuat langsung sate-sate itu ditata sedemikian rupa dalam sebuah wakul menjadi jrimpen sate dan saat itu pula dibuat jrimpen jaja. Setelah semuanya selesai kedua jrimpen itu ditata secara berjejer di atas bale-bale tempan pelaksanaan upacara Mejrimpen. Sore harinya dilanjutkan pelaksanaaan upacara Mejrimpen dan diakhiri dengan nunas tirta wayang dari ki dalang apabila upacara Mejrimpen yang dilaksanakan tingkat mewayang. 3). Ada dua jenis banten yang digunakan, yaitu: 1). Jenis-jenis banten yang digunakan pada upacara Mejrimpen Sibakan dan 2). Jenis-jenis banten yang digunakanpada upacara Mejrimpen Nampah Ukudan; sedangkan pada upacara Mejrimpen Mewayang, baik Mejrimpen Sibakan maupun Mejrimpen Nampah Ukudan masing-masing tingkatan ditambah dengan banten wayang.
NARASI THEOLOGIS DALAM KIDUNG PANCA YAJŇA Ni Nyoman Suastini
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 2 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (377.797 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i2.52

Abstract

Upacara yang berkualitas adalah upacara yang memenuhi tujuh syarat, yaitu: Sradha, Lascarya, Sastra, Daksina, Mantara dan Gita, Anasewa dan Naasmita. Dari ketujuh syarat tersebut salah satunya adalah Mantra dan Gita. Mantra adalah doa-doa yang dilafalkan oleh pemimpin (Manggala) upacara, sedangkan Gita (kidung) dilantunkan oleh seorang atau sekelompok orang yang terhimpun dalam organisasi (sekaa) Pesantian. Kidung (gita) yang dinyanyikan disesuaikan dengan jenis upacara, serta rangkaian (alur) upacara. Kidung Panca Yajnya (Gita) tersebut menguraiakan tentang berbagai manifestasi Tuhan (Hyang Widhi) yang diharapkan berkenan hadir dalam upacara yang diselenggarakan, serta berkenan menerima persembahan umatnya, serta berkenan pula menurunkan berkahnya. Sesuai dengan kitab suci Weda manifestasi Tuhan (Para Dewa) banyak jumlahnya sesuai dengan kemahakuasaan Tuhan. Secara vertikal para Dewa yang menguasai dan menjiwai alam semesta beserta isinya ini disebut Sang Hyang Tiga Sakti, dan secara horizontal yang menguasai Sembilan penjuru mata angin disebut Dewata Nawa Sanga yaitu penguasa sembilan penjuru mata angin yang diumpamakan sebagai ’Bunga Teraratai’ dengan sembilan kelopaknya dan menjadi areal stana Dewa masing masing sesuai dengan sembilan arah penjuru mata angin. Disamping itu juga secara khusus Dewa Siwa dinyatakan sebagai penguasa Tri Bhuwana.
PENGGUNAAN APLIKASI ZOOM MEETING PADA PEMBELAJARAN AGAMA HINDU DI MASA PANDEMI Ni Made Sri Mahayoni
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.284 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i1.67

Abstract

Dalam dunia pendidikan pada masa pandemi Covid 19, penerapan protokol kesehatan juga memberikan pengaruh yang signifikan pada dunia pendidikan terutama dalam proses belajar mengajar yang awalnya melalui tatap muka kini dituntut melalui dalam jaringan (Daring). Pembelajaran melalui daring menemui berbagai tantangan dalam proses belajar langsung antara siswa dan guru pembatalan penilaian belajar berdampak terhadap psikologis anak didik dan menurunnya kualitas keterampilan murid. Pada masa pandemi ini proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di Sekolah Dasar Jembatan Budaya dilaksanakan dengan sistem belajar online atau sistem dalam jaringan (daring). Sistem pembelajaran tersebut dilakukan tanpa tatap muka secara langsung, melainkan dilakukan dengan sistem pembelajaran jarak jauh. Dengan sistem pembelajaran jarak jauh, peserta didik tidak diharuskan atau diwajibkan untuk datang ke sekolah untuk melaksanakan pembelajaran. Sebagai jawaban atas permasalahan tersebut banyak sarana yang diterapkan oleh tenaga pendidik untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara jarak jauh. Sarana pembelajaran jarak jauh tersebut tidak dapat dihindari dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Sarana pembelajaran tersebut di antaranya aplikasi google meet, aplikasi zoom, google classroom, youtube, televisi, maupun media sosial whatsapp. Penggunaan media zoom meeting mempermudah pelaksanaan daring dimana peserta didik lebih mudah untuk mengakses dan mempergunakannyaa. Dengan penggunaan media ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa walaupun tanpa tatap muka. Namun masih dapat dilakukan tatatp muka melalui media zoom meeting. Peneliti menggunakan metode penelitian Kualitatif dengan pengumpulan data berupa observasi, wawancara dan angket. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas 5A SD Jembatan Budaya. Dari analisis yang dilakukan melalui penggunaan aplikasi zoom anak-anak lebih antusias dalam proses belajar mengajar selama masa pandemi ini.
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL WHATSAPP PADA PEMBELAJARAN AGAMA HINDU UNTUK DI MASA PANDEMI Ni Putu Sri Agustini Agustini
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.548 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i1.69

Abstract

Pembelajaran Daring dengan Whatsapp Group di kelas IV SD No.2 Mengwitani, berupa pemecahan masalah, mengkreasikan konten, menciptakan suatu karya, melakukan hobi, menanggapi dan menjawab siswa dan guru serta hal-hal yang mengasah keterampilan siswa. Dampak dari kegiatan tersebut untuk kelas IV SD No. 2 Mengwitani meliputi perilaku kreatif antara lain siswa menyatakan ide atau tanggapan yang dimilikinya kepada siswa lain, siswa bersikap terbuka dengan mendengarkan pendapat dari orang lain, dan siswa menghasilkan ide atau karya yang baru serta melakukan percobaan yang baru. Siswa juga mencoba memanfaatkan media sosial WhatsApp untuk saling mengingatkan kepada sesama teman agar mengerjakan tugas yang diberikan oleh Guru. Ada pula yang saling menyemangati satu sama lain melalui status WhatsApp dalam hal belajar agar motivasi untuk belajar terbentuk. Fitur WhatsApp juga dimanfaatkan oleh para pendidik, seperti fitur dokumen. Pendidik menggunakan fitur tersebut dengan mengirimkan bacaan yang bermanfaat atau materi pelajaran yang akan dipelajari maupun yang sudah dipelajari di dalam grup WhatsApp untuk kemudian dibaca dan dipelajari oleh siswa. WhatsApp dapat menjadi media pembelajaran yang baik serta untuk memotivasi belajar untuk para penggunanya, terutama untuk para siswa.
UPACARA PAWIWAHAN DALAM AGAMA HINDU Luh Sukma Ningsih; I Wayan Suwendra
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 2 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.887 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i2.74

Abstract

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui : pengertian, tujuan, sistem, dan rangkaian upacara pawiwahan dalam agama Hindu. Teori yang digunakan untuk mengkaji masalah pawiwahan adalah teori libido,teori gender dan teori makna. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penyajian ini yaitu pencatatan dokumen yang bersumber dari buku, surat-surat resmi dan situs-situs web. Metode penyajian data yang digunakan adalah deskriptif literer. Berdasarkan analisis data dapat diperoleh hasil sebagai berikut: pengertian upacara pawiwahan adalah upacara yang sakral dimana seorang laki-laki dan perempuan mengikatkan diri secara lahir bathin sebagai suami istri untuk membangun rumah tangga yang harmonis melalui suatu upacara pembersihan secara sekala dan niskala, tujuan upacara pawiwahan ada tiga yaitu dharmasampati, praja, dan rati, sistem pawiwahan dalam kitab Manava Dharmasastra disebutkan ada delapan yaitu Brahma Wiwaha, Daiwa Wiwaha, Arsa Wiwaha, Prajapati Wiwaha, Asura Wiwaha, Gandharva Wiwaha, Raksasa Wiwaha, Paisaca Wiwaha dan dalam adat bali ada empat sistem pawiwahan yaitu sistem memadik/meminang, sistem ngerorod/ngerangkat, sistem nyentana, dan sistem kejangkepan, rangkaian upacara pawiwahan adalah sebagai berikut: menentukan hari baik, ngekeb, penjemputan calon mempelai wanita, mungkah lawang, mesegeh agung, mekala-kalaan, mewidhi widana, dan mejauman.
STRATEGI PENERAPAN TRI HITA KARANA PADA SMP NEGERI 5 SINGARAJA I Nengah Dwi Endra Suanthara
Jurnal Widya Sastra Pendidikan Agama Hindu Vol 3 No 2 (2020)
Publisher : STKIP AGAMA HINDU SINGARAJA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (172.323 KB) | DOI: 10.36663/wspah.v3i2.81

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui strategi Implementasi Tri Hita Karana di SMP Negeri 5 Singaraja, (2) mengetahui faktor–faktor yang menghambat Implementasi Tri Hita Karana di SMP Negeri 5 Singaraja, (3) Untuk mengetahui dampak Implementasi Tri Hita Karana di SMP Negeri 5 Singaraja. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Objek Penelitian ini adalah Implementasi Tri Hita Karana yang melandasi SMP Negeri 5 Singara sesuai hak dan kewajiban masyarakat sekolah baik sebagai siswa, guru maupun penyelenggara administrasi pendidikan. Metode Pengumpulan datanya adalah metode wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan model analisis interaktif yang meliputi langkah-langkah (1) reduksi data (2) penyajian data (3) penyimpulan data atau verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Strategi Implementasi Tri Hita Karana di SMP Negeri 5 Singaraja telah dilaksanakan adalah: (a) Parhyangan, membangun Padmasana dan melaksanakan upacara keagamaan, dengan melakukan berbagai kegiatan diantaranya melaksanakan pembersihan pada bangunan-bangunan suci. (b) Pawongan, dilaksanakan rapat, menyusun kegiatan-kegiatan sekolah. (c) Palemahan, dilaksanakan pengeloalaan lingkungan sekolah seperti penanganan sampah pelastik dan penanaman pohon sebagai perindang sekolah pada lahan yang masih kosong. (2) Faktor-faktor yang menghambat Implementasi Tri Hita Karana di SMP Negeri 5 Singaraja adalah : (a) Kondisi Lingkungan Sekolah, (b) Keberadaan ruang kelas, (c) Kebutuhan dan harapan. (3) Dampaknya Implementasi Tri Hita Karana di SMP Negeri 5 Singaraja adalah : (a) Parhyangan, kondisi Padmasana cukup baik dan bersih, (b)Pawongan, adanya kecendrungan perubahan pada perilaku warga masyarakat sekolah, (c) Palemahan, Keadaan lingkungan yang asri, taman sekolah yang hijau, kesehatan siswa yang baik,serta prestasi-prestasi yang di capai menjadi lebih baik.