cover
Contact Name
Agustinus Dwi Nugroho
Contact Email
dwinugr1990@gmail.com
Phone
+6285643909853
Journal Mail Official
jurnalsense@isi.ac.id
Editorial Address
Program Studi Film dan Televisi Institut Seni Indonesia Yogyakarta Jl. Parangtritis No.KM.6, RW.5, Glondong, Panggungharjo, Kec. Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55188
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Sense : Journal of Film and Television Studies
ISSN : 26557916     EISSN : 27152359     DOI : https://doi.org/10.24821/sense
Sense: Journal of Film and Television Studies is published twice a year (Juni and December) issued by the Faculty of Art and Record Media, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Sense provides open access to the public to read abstracts and complete papers. Sense focuses on Television and Film studies. Each edition, Sense receives a manuscript that focuses on the following issues with an interdisciplinary and multidisciplinary approach, which are: 1. Television Studies 2. Film Studies 3. Communication Strategies in the Field of Television and Film 4. Communication Models Used in the Field of Television and Film 5. The Study of Media Texts in Television Program and Film 6. Marketing Studies on Television and Film 7. Management Studies on Television and Film
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 1 (2018): SENSE" : 6 Documents clear
Penyutradaraan Film Drama Komedi “Undian” Menggunakan Punchline Sebagai Penguat Humor Fitriana Lestari; Dyah Arum Retnowati; Deddy Setyawan
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.949 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3317

Abstract

Punchline biasanya digunakan untuk menulis materi stand up comedy. Biasanya dihadirkan monolog sebagai aksi panggung pertunjukan. Skripsi karya seni berjudul “Penyutradaraan Film Drama Komedi “Undian” Menggunakan Punchline Sebagai Penguat Humor” ini justru bertujuan untuk mengahadirkan punchline sebagai bentuk audio visual yaitu film.Objek penciptaan karya seni ini adalah film fiksi drama komedi “Undian” yang menceritakan tentang konflik rumah tangga antara Uus dan Warsih. Uus sangat gemar mengikuti berbagi undian berhadiah, sedangkan Warsih tidak menyukai hal tersebut dan memilih untuk mengkredit sebuah barang yang bisa dipergunakan. Pebedaan pendapat antara suami istri ini menjadi konflik rumah tangga yang harus diselesaikan dikemas menggunakan punchline sehingga menimbulkan humor dari aksi para tokoh.Penciptaan karya film drama komedi ini ditekankan pada konsep penyutradaraan menggunakan punchline dengan memilih beberapa scene pada skenario. Punchline biasanya hadir di babak ketiga dalam sebuah cerita. Sehingga harus memilih beberapa scene pada skenario yang telah dibuat kemudian membentuk Punchline melalui adegan dari aksi tokoh, shot, hinggga teknik editing. Hal ini dilakukan demi terwujudnya humor yang ingin dihadirkan sehingga menimbulkan aksi tawa dari peonton. Penciptaan Film Drama Komedi “Undian” merupakan film fiksi berdurasi 25 menit untuk segementasi masyarakat kalangan menengah kebawah.
Komparasi Kostum dan Tata Rias dalam Membangun 3 Dimensi Tokoh – Tokoh pada Film “CINDERELLA” Versi Live Action Tahun 2015 dengan Film Versi Animasi Tahun 1950 Elzha Noer Oktaviani; Nanang Rakhmad Hidayat; Agnes Widyasmoro
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.696 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3285

Abstract

Kostum dan tata rias menjadi alat komunikasi terhadap kepribadian tokoh pada film melalui peradaban kehidupan dan budaya manusia untuk memberikan ciri khas pada masing-masing tokoh. Keberadaan kostum dan tata rias dalam membangun 3 dimensi tokoh pada industri perfilman melalui genre bertajuk film fantasi menggunakan fenomena kultural sebagai inspirasi dalam menghasilkan prestasi dan apresiasi di tingkat Internasional. Salah satu keberhasilan tersebut terlihat pada Film “Cinderella” versi live action tahun 2015 yang diproduksi oleh Walt Disney. Film “Cinderella” versi live action tahun 2015 merupakan hasil remake film versi animasi pada tahun 1950 yang sama-sama diproduksi oleh Walt Disney, sebagai film adaptasi dari dongeng “Cinderella” karya penulis terkenal dari Perancis bernama Charles Perrault. Film “Cinderella” versi live action tahun 2015 dengan film versi animasi tahun 1950 mampu memberikan gambaran secara umum terhadap setting (waktu dan tempat) sebagai dunia imajinasi dan rekaan terinspirasi melalui tren gaya masyarakat Eropa.Penelitian ini merupakan penelitian komparatif menggunakan metode kualitatif dengan pemaparan secara deskriptif. Analisis data kostum meliputi gaya dari bagian-bagian kostum disesuaikan dengan pakaian dasar, pakaian tubuh, asesoris, pakaian kepala, pakaian kaki, warna kostum untuk melihat tiga dimensi tokoh setiap karakternya dan tata rias sebagai pendukung dari gambaran masing-masing tokoh. Penelitian ini bertujuan untuk melihat persamaan dan perbedaan yang terjadi pada dua objek, ditinjau melalui implemetasi gaya dan warna kostum, serta jenis tata rias yang digunakan dalam membangun 3 dimensi pada tokoh “Cinderella”, Ibu Tiri, Anastasia, Drizella, Pangeran.Alasan terjadinya persamaan terinspirasi dari peristiwa sejarah masyarakat Eropa dengan melakukan mix up pada gaya kostum melalui dekorasi ornamen serta asesoris yang digunakan untuk mendukung masing- masing tokoh sesuai dengan kebutuhan tokohnya. Perbedaan terletak pada media yang berbeda terjadi pada tampilan kostum dan tata rias film versi animasi “Cinderella” tahun 1950 dalam bentuk animasi 2D, sedangkan film “Cinderella” tahun 2015 dalam bentuk live action.
Analisis Efektivitas Montage Sequence untuk Menunjukkan Pemadatan Waktu pada Film “Hot Fuzz” Raden Harsono Budiprasetya; Lucia Ratnaningdyah; Arif Sulistiyono
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (961.386 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3485

Abstract

Sebuah film umumnya menggunakan teknik editing yang dinamakan ellipsis (pemadatan waktu), ellipsis adalah teknik yang menghilangkan beberapa porsi dari suatu adegan yang dianggap tidak mempengaruhi naratif secara signifikan untuk menghemat waktu. Terdapat salah satu cara untuk membentuk ellipsis yang dinamakan montage sequence. Montage sequence adalah serangkaian shot yang menunjukkan suatu rangkaian proses dari sebuah adegan yang terbilang lama menjadi lebih pendek.Film “Hot Fuzz” adalah salah satu film yang cukup banyak menggunakan montage sequence dalam membentuk ellipsis. Umumnya penggunaan montage sequence dalam satu film tidaklah banyak dan dalam rentang yang cukup berjauhan. Namun pada film “Hot Fuzz” karya sutradara Edgar Wright ini justru terlihat dominan menggunakan banyak montage sequence dalam rentang yang berdekatan. Karena alasan tersebut film ini dipilih sebagai objek penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif yang akan mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas semua montage sequence yang ada dalam film tersebut.Penelitian ini melakukan analisis terhadap keefektifan montage sequence dengan cara mengamati esensi adegan dan unsur pembentuk montage sequence. Berdasarkan analisa yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa montage sequence yang muncul dalam film “Hot Fuzz” dapat secara efektif memadatkan waktu. Durasinya cepat dan dapat mempertahankan inti esensi dari adegan yang dipadatkan. Montage sequence pun turut membantu dalam hal seperti pendukung kesan komedi dan pembentuk suasana.
Analisis Peran Konflik Tokoh Utama dalam Membangun Suspense pada Film “AMORES PERROS” Lisdia Rahma Delimayanti; Endang Mulyaningsih; Lilik Kustanto
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.642 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3314

Abstract

Penelitian berjudul “Analisis Peran Konflik Tokoh Utama dalam Membangun Suspense pada Film “Amores Perros” bertujuan untuk mengetahui bentuk konflik yang terjadi pada tokoh-tokoh utama dan penerapannya dalam membangun/menimbulkan suspense. Metode penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan pendekatan deskriptif, bertujuan untuk memaparkan dan menjelaskan tentang fenomena terhadap objek penelitian hingga mendapatkan hasil dan kesimpulan. Langkah penelitian dimulai dengan menonton video film “Amores Perros”, kemudian mencatat kehadiran tokoh utama yang terdapat konflik di dalamnya, mengetahui bentuk konflik serta menemukan hambatan, resiko dan foreshadowing melalui tahapan tangga dramatik sebagai pembangun suspense.Hasil penelitian menunjukan bahwa konflik tokoh utama pada film “Amores Perros” sangat kompleks dan memiliki beraneka ragam bentuk konflik. Diantaranya konflik relasional (personal), konflik batin, konflik situasional dan konflik sosial. Konflik utama pada cerita pertama Octavio dan Susana adalah ingin membawa pergi Susana. Masalah yang dihadapi tokoh Octavio dilatarbelakangi oleh motif cinta. Konflik utama pada cerita kedua Valeria dan Daniel adalah ambisi Valeria menemukan Richie. Sedangkan konflik utama El Chivo adalah bertemu dengan anaknya Maru. Kesimpulan konflik utama secara garis besar yang terjadi pada seluruh tokoh utama adalah konflik yang dihadapi sebelum kecelakaan, sedang, dan sesudah kecelakaan. Sedangkan ketegangan/suspense yang ditimbulkan berpusat pada peristiwa kecelakaan dan setelah kecelakaan yang merubah kehidupan para tokoh utama dan menimbulkan berbagai konflik baru baik yang berfungsi sebagai konflik utama maupun konflik tambahan. Informasi tokoh utama ditahan di awal cerita untuk menjaga kadar ketegangan/suspense hingga akhir cerita. Letak ketegangan tertinggi berada pada peristiwa kecelakaan dan konflik utama yang timbul di antara tokoh utama setelah kecelakaan.
Penciptaan Skenario Film Televisi “GUNARDI” Adaptasi Kisah Nyata Gun Jack Menggunakan Sudut Pandang Orang Pertama bukan Sebagai Tokoh Utama Fanni Mardhotillah; Endang Mulyaningsih; Agnes Karina Pritha Atmani
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.589 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3315

Abstract

Banyak media dapat digunakan untuk menceritakan kisah nyata, salah satunya skenario film televisi. Skenario adalah karya dalam bentuk tulisan yang menjadi acuan dalam proses pembuatan film.Karya tugas akhir penciptaan skenario ini akan berkisah tentang seorang anak perempuan yang mencari tahu identitas ayahnya. Ayah yang ternyata seorang preman dan juga anggota Badan Intelijen Negara.Memiliki ayah seorang preman terkenal di Yogyakarta pada tahun 2000an menjadi suatu pengalaman menarik sekaligus cobaan berat. Kisah ini dikemas dalam karya tugas akhir yang berjudul Penciptaan Skenario Film Televisi “Gunardi” Adaptasi Kisah Nyata Gun Jack Menggunakan Sudut Pandang Orang Pertama Bukan Sebagai Tokoh Utama. Pendekatan adaptasi yang digunakan yaitu loose atau longgar. Adapasi longgar ini meliputi transfer ide, situasi dan karakter kemudian diubah menjadi skenario “GUNARDI”.Proses penceritaan menggunakan sudut pandang orang pertama bukan sebagai tokoh utama. Tokoh tersebut akan menjadi saksi kisah yang diceritakannya. Penerapan konsep akan digambarkan melalui flashback dan voiceover dalam skenario “GUNARDI”
Puncak Ritual Kematian Suku Dayak Tonyooi Benuaq dalam Dokumenter Etnografi “Malas Budi Basaq” Valenci Kalista; Alexandri Luthfi Rahman
Sense: Journal of Film and Television Studies Vol 1, No 1 (2018): SENSE
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.821 KB) | DOI: 10.24821/sense.v1i1.3316

Abstract

Penciptaan karya dokumenter ini adalah puncak ritual kematian dalam suku Dayak Tonyooi Benuaq, yaitu kuangkai. Kuangkai dilaksanakan bertahun-tahun setelah seseorang meninggal, yakni saat tengkorak sudah bisa dipisahkan darai badan. Kuangkai merupakan bentuk balas budi yang dilakukan oleh pihak keluarga. Masyarakat adat yakin, apabila seseorang meninggal, roh mereka harus dijemput oleh leluhur agar dapat sampai ke surga. Sebelum ritual kuangkai, ada tahap parapm api dan kenyau yang dilakukan bertahun-tahun sebelumnya, ketika seseorang baru meninggal.Dokumenter “Malas Budi Basaq” menggunakan metode etnografi agar penonton mengetahui pentingnya kuangkai berdasarkan sudut pandang masyarakat Tonyooi Benuaq. Pendekatan melalui metode ini membuat makna-makna yang terkandung dalam ritual kuangkai dapat disajikan dengan maksimal. Gaya ekspositori digunakan agar segala informasi mengenai kuangkai yang masih asing bagi sebagian besar penonton dapat tersampaikan dengan baik. Struktur kronologis dipilih untuk memaparkan tahapan ritual kuangkai yang berlangsung selama kurang lebih 14 hari.Hasil karya seni ini menunjukkan bagaimana kedudukan kuangkai sebagai puncak ritual kematian bagi masyarakat Dayak Tonyooi Benuaq. Kuangkai tetap menjadi sebuah ritual yang sakral dan akan terus mereka laksanakan sebagai bukti penghormatan dan balas budi kepada roh-roh leluhur.

Page 1 of 1 | Total Record : 6