cover
Contact Name
Indirani Wauran
Contact Email
refleksihukum.fh@adm.uksw.edu
Phone
+628157797192
Journal Mail Official
refleksihukum.fh@adm.uksw.edu
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711 INDONESIA
Location
Kota salatiga,
Jawa tengah
INDONESIA
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 25414984     EISSN : 25415417     DOI : https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v6.i1
Core Subject : Social,
REFLEKSI HUKUM is a peer-review scholarly Law Journal issued by Faculty of Law Satya Wacana Christian University which is purported to be an instrument in disseminating ideas or thoughts generated through academic activities in the development of legal science (jurisprudence). REFLEKSI HUKUM accepts submissions of scholarly articles to be published that cover original academic thoughts in Legal Dogmatics, Legal Theory, Legal Philosophy and Comparative Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum" : 7 Documents clear
TERIKATNYA NEGARA DALAM PERJANJIAN INTERNASIONAL Danel Aditia Situngkir
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.885 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p167-180

Abstract

This paper discusses the issue of the binding of the state in international agreements. The more complex the relations between international legal subjects making international customs can no longer be used to resolve the various problems that arise. In modern international relations, the existence of international treaties is mandatory. The issues discussed in this paper are the role of the state in international treaties and how the state is bound in international treaties. Both of these issues are examined with normative juridical approaches based on legal theory, legal principles, international law sources and international agreements. From the discussion it was concluded that the role of the state in international agreements will influence the actions of the state against international agreements. The binding of the state in international agreements is caused by the actions of the state and the contents of international agreements. a third country may be bound by the contents of an international treaty if the norm set forth therein is part of the jus cogens.
KEMAJEMUKAN VISI NEGARA HUKUM PANCASILA DALAM MISI HUKUM NEGARA INDONESIA Sarip Sarip; Abdul Wahid
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (188.747 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p109-124

Abstract

Kemajemukan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kemajemukan merupakan hasil catatan sejarah negara hukum Indonesia. Negara hukum Indonesia yang bertumpu pada Pancasila sebagai falsafah negara bangsa merupakan visi negara. Teori negara hukum Arsitoteles walaupun sederhana, sampai perkembangan konsepsi negara hukum Pancasila merupakan sarana yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan negara hukum dalam hukum negara itu sendiri. Hasilnya negara hukum dapat dikatakan sebagai visi negara Indonesia sedangkan hukum negara dapat dikatakan sebagai misi yang digunakan untuk mencapai visi negara hukum Pancasila. Visi negara hukum mesti diurai dengan hukum negara harus melibatkan nilai-nilai Pancasila dalam menggapai negara hukum Pancasila.
ASAS PRESUMPTIO IUSTAE CAUSA DALAM KTUN: PENUNDAAN PELAKSNAAN KTUN OLEH HAKIM PERADILAN UMUM Vincent Suriadinata
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (197.573 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p139-152

Abstract

Salah satu prinsip penting dalam hukum administrasi negara adalah asas Presumptio Iustae Causa yang menyatakan bahwa setiap keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum. Secara tegas dinyatakan bahwa pihak yang berwenang untuk menyatakan penundaan pelaksanaan atau sah tidaknya suatu KTUN adalah hakim administrasi. Menjadi sebuah persoalan hukum manakala dalam putusan perkara nomor 53/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2017/PN Jkt.Pst dinyatakan bahwa SK Menkumham yang menjadi legal standing penggugat harus diuji keabsahannya terlebih dahulu sehingga mengakibatkan gugatan tidak dapat diterima. Hakim dalam perkara ini telah melampaui kewenangannya karena hakim pada peradilan umum tidak memiliki kewenangan untuk menilai sah tidaknya sebuah KTUN.
RESTORATIVE JUSTICE HAKIM TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI PENGADILAN NEGERI TOBELO Ernest Sengi
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.19 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p153-166

Abstract

Restorative Justice terhadap anak yang berhadapan dengan hukum oleh Hakim di Pengadilan Negeri dewasa ini hampir jarang ditemukan. Padahal Restorative Justice merupakan amanat yang digariskan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Banyak perkara tindak pidana anak yang diperiksa pengadilan, sanksi penjara lebih banyak dijatuhkan daripada sanksi tindakan; hal tersebut menandahkan bahwa banyak hakim yang memeriksa perkara anak masih memiliki pemikiran positivistik. Tahun 2015-2018 Pengadilan Negeri Tobelo merupakan salah satu Pengadilan yang banyak menjatuhkan sanksi penjara terhadap anak; sehingga apakah nilai Restorative Justice masih diterapkan, kajian ini akan menganalisis bagaimana penerapan Restorative Justice oleh Hakim di Pengadilan Negeri Tobelo. Seterusnya, untuk menjawab isu hukum tersebut, digunakan pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian membuktikan ternyata dalam 4 (empat) tahun terakhir hakim Pengadilan Negeri Tobelo lebih banyak memilih sanksi perampasan kemerdekaan. Sehingga, nilai Restoratif Justice yang mekanismenya melalui diversi gagal diterapkan.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM UPAYA MENANGGULANGI LGBT (LESBIAN, GAY, BISEKSUAL, DAN TRANSGENDER) BERBASIS NILAI-NILAI PANCASILA Nila Arzaqi
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.896 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p181-192

Abstract

Ada sementara pandangan bahwa keberadaan kelompok LGBT di Indonesia telah mengganggu nilai-nilai Pancasila, terutama nilai ke-Tuhanan serta nilai moral dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kebijakan hukum pidana dapat menjadi salah satu upaya dalam merespons keberadaan kelompok LGBT ini, dengan membuat serta merumuskan peraturan baik dalam KUHP, Undang-Undang Pornografi maupun peraturan perundangan yang lain. Kebijakan hukum pidana dalam upaya merespons keberadaan kelompok LGBT ini juga dapat dilihat sebagai upaya pembaharuan hukum pidana terkait dengan tindakan-tindakan yang dianggap melanggar Pancasila. Namun, upaya tersebut perlu dibarengi dengan kajian perbandingan hukum agar dapat dirumuskan peraturan perundang-undangan yang baik dalam merespons keberadaan LGBT.
PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL: PERBANDINGAN PRAKTIK NEGARA INDONESIA, INGGRIS, DAN AFRIKA SELATAN Ninon Melatyugra; Titon Slamet Kurnia
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.881 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p193-206

Abstract

Artikel ini hendak mendiskusikan isu tentang daya keberlakuan perjanjian internasional dalam hukum nasional. Pembahasan atas isu tersebut dilakukan dengan jalan perbandingan hukum (comparative law) praktik negara Indonesia, Inggris, dan Afrika Selatan. Titik tolak substansial dalam melakukan perbandingan hukum tersebut adalah tidak atau kurang memadainya respons terhadap perjanjian internasional menyangkut isu keberlakuan atau aplikabilitasnya di depan forum pengadilan domestik. Isu ini muncul dikarenakan perbedaan pandangan tajam di Indonesia menyangkut mazhab dalam hubungan antara hukum nasional dan internasional. Dengan perbandingan sistem konstitusional di tiga negara tersebut, akan dihasilkan suatu deskripsi tentang sistem penerimaan perjanjian internasional dan suatu preskripsi bagi Indonesia untuk menyelesaikan isu problematik terkait aplikabilitas perjanjian internasional di depan forum pengadilan nasional.
JAMINAN KEPASTIAN KEPEMILIKAN BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENDAFTARAN TANAH MENURUT UUPA Christina Tri Budhayati
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.548 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p125-138

Abstract

Tulisan ini hendak membahas tentang jaminan kepastian hukum bagi pemegang hak atas tanah yang namanya telah tertera dalam sertifikat. Tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemilik hak atas tanah baik kepastian mengenai subyek, obyek maupun hukumnya. Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 telah memberikan jaminan kepastian tersebut kepada pemegang hak atas tanah, yakni dengan adanya lembaga Rechtsverwerking. Bahwa terhadap pemegang hak atas tanah yang sertifikatnya telah diterbitkan 5 (lima) tahun atau lebih, tidak dapat diganggu gugat lagi oleh pihak lain yang merasa memilikinya. Pada faktanya ada beberapa gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dalam putusannya menyatakan sertifikat batal atau tidak sah, sekalipun usia sertifikat sudah lebih dari 5 (lima) tahun, karena bertentangan dengan undang undang atau salah dalam prosedur penerbitannya. Putusan tersebut tentu akan meberikan rasa “was-was” kepada pihak yang namanya tercantum dalam sertifikat karena setiap saat dapat dilakukan pembatalan sertifikat.

Page 1 of 1 | Total Record : 7