cover
Contact Name
Indirani Wauran
Contact Email
refleksihukum.fh@adm.uksw.edu
Phone
+628157797192
Journal Mail Official
refleksihukum.fh@adm.uksw.edu
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711 INDONESIA
Location
Kota salatiga,
Jawa tengah
INDONESIA
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
ISSN : 25414984     EISSN : 25415417     DOI : https://doi.org/10.24246/jrh.2021.v6.i1
Core Subject : Social,
REFLEKSI HUKUM is a peer-review scholarly Law Journal issued by Faculty of Law Satya Wacana Christian University which is purported to be an instrument in disseminating ideas or thoughts generated through academic activities in the development of legal science (jurisprudence). REFLEKSI HUKUM accepts submissions of scholarly articles to be published that cover original academic thoughts in Legal Dogmatics, Legal Theory, Legal Philosophy and Comparative Law.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 136 Documents
PELAKSANAAN PENGAWASAN FUNGSIONAL MENUJU OPTIMALISASI KINERJA INSPEKTORAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Matius Ngadi Oli
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (327.598 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i1.p25-36

Abstract

AbstrakPenelitian ini membahas tentang pelaksanaan pengawasan fungsional dalam rangka optimalisasi kinerja di Inspektorat Provinsi NTT serta tindak lanjut dari hasil pengawasan fungsional tersebut sepanjang tahun 2010-2012. Inspektorat  Provinsi NTT sebagai sub-sistem pemerintahan mempunyai andil besar dalam terselenggaranya kepemerintahan yang baik dan bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Good Governance and Clean Governance). Inspektorat Provinsi NTT sebagai aparat pengawasan fungsional dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal pemerintah telah mampu merespon secara signifikan berbagai macam permasalahan dan perubahan yang terjadi, baik politik, ekonomi maupun sosial melalui suatu program dan kegiatan yang ditetapkan dalam suatu kebijakan pengawasan yang menyeluruh. AbstractSupervision has an important role to undergo many planned programs well. Supervision is consisted of three steps which are standard determination, measurement of resulted standard, and necessary correction of supervision result. This article talks about a functional supervision implementation to optimalize work of Nusa Tenggara Timur Inspectorat and its supervision follow-up. According to research and analysis results that have been conducted, they show that Nusa Tenggara Timur Inspectorat, as a functional supervision apparatus which supervises government internally, has responsed to various problems and changes significantly through programs and events on comprehensive supervision policy.
STAKEHOLDER THEORY DAN KARYA KESELAMATAN SCHINDLER Edward Nicodemus Lontah
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.321 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i1.p37-50

Abstract

AbstrakPenelitian Donalson dan Peterson menunjukkan bahwa stakeholder theory memiliki dasar yang lebih kuat dibandingkan epistemology dari shareholder theory untuk menganalisis mengenai performa etika bisnis dan kewajiban moral suatu perusahaan. Artikel ini akan menganalisis aktivitas bisnis Oskar Schindler menggunakan pendekatan stakeholder theory dalam CSR. Pembahasan akan difokuskan pada tanggung jawab moral Schindler sebagai direksi. Dalam aktivitas perusahaan yang dipimpinnya, tanggung jawab moril maupun ekonomis yang dijalankan Schindler akan saling berkelindan dengan tanggung jawab hukum yang seharusnya diemban oleh perusahaan. Pada akhirnya artikel ini sampai pada kesimpulan bahwa keputusan-keputusan manajerial etis yang diterapkan oleh direksi dan manajemen suatu perusahaan adalah suatu tanggung jawab moral yang seringkali bertabrakan dengan tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab hukum yang seharusnya dijalankan oleh suatu perusahaan.AbstractDonaldson and Peterson studies have shown that stakeholder theory has a more solid foundation than the epistemology of shareholder theory to analyze the performance of business ethics and moral duty of a company. This article discussed the business activities of Oskar Schindler, an industrialist war-profiteer during World War II. Schindler's business which was originally run by the government under the Nazi regime, eventually opposed the mission of economic and legal liability imposed by the regime. Schindler's transformation of vision and business mission in this article demonstrate the characteristics and connection of layers in descriptive, instrumental and normative stakeholder theory in the concept of "normative, instrumental and descriptive stakeholder theory" according to Donaldson and Peterson.
PERBANDINGAN KARAKTERISTIK SEWA MENYEWA KONVENSIONAL DAN SEWA MENYEWA JARINGAN TELEKOMUNIKASI Caesar Fortunus Wauran
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.785 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i1.p51-64

Abstract

AbstrakUU Telekomunikasi mengisyaratkan bahwa hubungan hukum yang terjadi antara penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi adalah sewa menyewa. Namun, sewa-menyewa yang dimaksud mempunyai perbedaan karakteristik dengan sewa menyewa secara konvensional. Tulisan ini berusaha membandingkan kedua perjanjian tersebut dilihat dari hakikat, para pihak, lahirnya hubungan hukum, bentuk, objek sewa, hak dan kewajiban para pihak, dan berakhirnya hubungan hukum.AbstractThe Indonesian Telecommunication Act indicates that the legal relationship existing between the network provider and the telecommuication service operator is basically a leasing. However, the leasing relationship between those two parties is somewhat different from the conventional one. This paper compares this particular leasing with its conventional counterpart in terms of its nature, parties, form, object, the rights and duties of respective parties and the termination of the legal relationship.
ANALISIS TEORI KEADILAN DALAM KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DAN ASPEK PENYELESAIAN SENGKETANYA Mariske Myeke Tampi
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (127.27 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i1.p65-76

Abstract

AbstrakKontrak jasa konstruksi disusun oleh penyedia jasa konstruksi dan pengguna jasa konstruksi (sektor swasta atau pemerintah). Seringkali persiapan kontrak kerja konstruksi dilakukan secara tidak seimbang karena kontrak disiapkan oleh salah satu pihak, yaitu penyedia jasa konstruksi. Oleh karena itu, kontrak kerja konstruksi yang dikaitkan dengan teori keadilan oleh John Rawls menjadi issue yang menarik. Dalam artikel ini, penulis akan menelaah keseimbangan yang seharusnya ada dalam kontrak kerja kontruksi yang seharusnya diwujudkan oleh kedua pihak dalam menyusun kontrak kerja kontruksi.Selanjutnya juga akan dianalisis mengenai penyelesaian sengketa dari sudut pandang hukum perdata. Penyelesaian berdasar hukum perdata merupakan sesuatu yang masuk akal mengingat pada dasarnya, issue yang diselesaikan adalah wanprestasi. AbstractConstruction service contracts are concluded by and between the service provider (providers of construction services) and the service user (private or government). Frequently, the preparation of construction contracts are unequal because the contract has already been prepared by one party (service user). Therefore, it is an interesting issue to associate unequal construction contracts with the theory of justice promoted by John Rawls. In this article, the author will examine the balance that should exist in the construction contract that should be realized by both parties in the contract. Later on, the resolution of the dispute emerging from construction contract will also be analyzed from the civil law perspective. Dispute settlement based on civil law is basically appropriate considering that at the last resort, the relevant issue is breach of contract.
AKTIVITAS BANCASSURANCE DALAM DUNIA PERBANKAN: ADAKAH PRAKTIK BUNDLING YANG MELANGGAR HUKUM PERSAINGAN USAHA? Indirani Wauran-Wicaksono
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.918 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i1.p77-90

Abstract

AbstrakPerusahaan asuransi mengembangkan strategi pemasaran yang disebut dengan bancassurance. Penamaan ini sesungguhnya terkait dengan strategi penggabungan kerjasama antara produk bank dan asuransi. Berdasarkan SE BI No.12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010, aktivitas bancassurance terdiri dari beberapa kategori; dari kategori tersebut terdapat jenis bancassurance yang termasuk dalam pure product bundling atau yang serig disebut tying. Jenis budling yang seperti ini berada dibawah pengaturan mengenai exclusive dealing yang pada dasarnya dilarang oleh UU Anti Monopoli walaupun dengan menggunakan pendekatan rule of reason. Mempertimbangkan kondisi penguasaan pasar asuransi (market share) oleh perusahaan asuransi pada saat ini, dapat dikatakan bahwa pure product bundling atau tying yang terjadi pada aktivitas bancassurance tidak melanggar UU Persaingan Usaha. Namun demikian, ada kemungkinan kecil dapat menciptakan situasi monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sehingga melanggar UU Persaingan Usaha.AbstractInsurance companies develop marketing strategies to promote their product called bancassurance. According to the SE BI No. 12/35/DPNP dated December 23, 2010, bancassurance had some category. Furthermore, it is known that there is a kind of bancassurance that included in the category of pure product bundling or often referred as tying. This bundling categories fall under exclusive dealing provision that basically prohibited by the Competition Act, with rule of reason approach. By considering the current condition of the insurance company’s market share, it could be said that pure product bundling or tying in bancassurance is not infringe competition law however have a very small potential to creates monopolistic practices and unfair business competition, therefore violating Competition Law.
FILSAFAT HUKUM DALAM PUTUSAN PENGADILAN/HAKIM Marihot Janpieter Hutajulu
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.501 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i1.p91-100

Abstract

AbstrakPutusan pengadilan merupakan produk hukum yang dihasilkan oleh hakim berdasarkan suatu pertimbangan mendalam atas fakta-fakta hukum yang diajukan kepadanya untuk diputuskan berdasarkan hukum dan keadilan. Oleh karena itu, hakim dalam memutuskan perkara yang diperiksanya, selain harus mendasarkan diri kepada hukum positif, ia juga perlu menggali rasa keadilan yang berkembang di dalam masyarakat. Tulisan ini mencoba untuk menganalisis pengaruh filsafat hukum khususnya yang menyangkut masalah keadilan dalam putusan hakim. Hal ini disebabkan putusan hakim selalu dipandang sebagai sebuah upaya menghadirkan hukum yang kontekstual bagi para pencari keadilan. Hakim oleh karenanya harus dapat menemukan hukum yang bersandar kepada nilainilai yang hidup di dalam masyarakat, khususnya konteks sosial dari perkara sedang yang diperiksanya. Untuk menemukan hukum seperti itu, hakim harus berani keluar dari paradigma legal-positivistik dalam melakukan penafsiran hukum, terutama dalam isi pertimbangan hukum putusannya. AbstractThe court ruling is a legal product that is generated by a judge based on a deep consideration of the legal facts submitted to him/her to be decided based on law and justice. Therefore, in addition to relying on positive law, in deciding cases it is also necessary for the judge to discover the developing sense of justice in the society. This paper attempts to analyze the influence of the philosophy of law, especially concerning the issue of justice in the judge's decision. This is relevant due to the assumption that a judge's decision is an effort to bring the law in context for those seeking justice. The judge must therefore be able to find the law based on the living values of the society, especially in the light of the social context of the particular case being examined. To find such law, the judge had to venture out of the legal-positivistic paradigm on its interpretation of law, particularly in the content of the legal consideration of his/her ruling.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP Dalinama Telaumbanua
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 1 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.54 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i1.p101-112

Abstract

Abstrak Artikel ini mengangkat topic mengenai kasus lumpur lapindo yang ditinjau dari kacamata tanggung jawab pidana korporasi terkait hukum lingkungan. Topik ini menarik untuk dibahas untuk memberikan pemahaman mengenai tanggung jawab pidana korporasi akibat dari tindakan perusahaan (corporate actions). Perusahaan sebagai entitas hukum terdiri dari banyak pihak, diantaranya adalah pemilik dan direksi, sehingga penentuan mengenai pihak yang bertanggung jawab dalam kejahatan yang terkait lingkungan hidup menjadi kompleks. Namun demikian, situasi seperti inilah yang menjadikan issue pertanggungjawaban pidana korporasi atas tindakan korporasi yang berdampak pada lingkungan ], menjadi menarik untuk dilakukan. Terkait dengan kasus lumpur lapindo, Lapindo Brantas Inc harus bertanggungjawab secara pidana dan membayar ganti kerugian akibat aktivitas lumpur lapindo tersebut. Abstract This article discussed the Lapindo volcanic mud case viewed from the perspectives of corporate criminal liability related to environmental law. This topic is of particular interest in terms of providing a better understanding of corporate criminal liability as a result of the actions of the company (corporate actions). Being a legal entity made up of many parties, including the owners and directors, determining responsibility for environmental crimes in a corporation becomes more complex. However, such situation makes the issue of corporate criminal liability for corporate actions that affect the environment interesting to be discussed. With regard to the case of Lapindo mud incident, Lapindo Brantas Inc should be criminally liable and pay damages resulting from the Lapindo mud incident.
KRIMINALISASI DITINJAU DARI PERSPEKTIF TEORI HUKUM PIDANA (CRIMINAL LAW THEORY) Marthen H. Toelle
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 8 No 2 (2014): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.863 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2014.v8.i2.p115-132

Abstract

AbstrakTulisan ini mengkritisi kriminalisasi oleh legislator ditinjau dari perspektif Teori Hukum Pidana. Keputusan legislator untuk mengkriminalkan suatu tindakan melalui undangundang perlu dibatasi karena sangat mempengaruhi kebebasan individu. Di negara berdasarkan pada asas the Rule of Law (negara hukum), pembatasan kekuasaan legislator bersifat niscaya. Khusus terkait dengan keputusan legislator dalam melakukankriminalisasi, bentuk pembatasan tersebut dapat dilakukan salah satunya dengan jalan membedakan antara kriminalisasi yang legitimate dengan kriminalisasi yang tidak legitimate. Melakukan pembedaan tersebut merupakan salah satu bidang kajian dari Teori Hukum Pidana dengan tujuan supaya undang-undang pidana yang dihasilkan dalam proses kriminalisasi mengandung kebenaran.                                                                                                                                                                                                AbstractThis article tries to criticize the legistature’s decision to criminalize from the Criminal Law Theory perspective. The legislatures decision to criminalize needs to be limited because it has great impacts over civil liberties. According to the Rule of Law principle, the limitation over legislative power is inescapable. Specifically related to the legislature’s decision to criminalize, the forms of limitation can be undertaken by differentiate between the legitimate criminalization and the illegitimate criminalization. Doing this differentiation is analytically one of the main concerns of the Criminal Law Theory in order to satisfy that the criminal law resulted from the criminalization process is really needed.
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMEGANG SAHAM DAN DIREKSI TERHADAP KORPORASI YANG DIPIDANAKAN Heffinur Heffinur
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 8 No 2 (2014): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.072 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2014.v8.i2.p133-152

Abstract

AbstrakKejahatan korporasi merupakan  salah satu tindak pidana yang timbul seiring dengan perkembangan perekonomian dan teknologi. Persoalan yang mengemuka yaitu bagaimana tanggung jawab perusahaan sebagai badan hukum, sementara dalam kaidah Hukum Pidana belum sepenuhnya menjangkau tindak pidana tersebut. Tulisan ini bermaksud menguraikan pertanggungjawaban pidana korporasi, utamanya pemegang saham dan direksi manakala ada tindak pidana yang dilakukan.AbstractCorporate crime is a category of crimes that emerge along with the economic and technological development. The issue raised in this article is how is the criminal responsibility for the company as a legal entity. This is crucial since the rules of the Criminal Law has not fully reach the criminal act performed by corporations. This paper intends to outline the criminal liability of corporations, particularly their main shareholders and directors when there is a criminal offense committed.
TANGGUNG JAWAB EMITEN DAN PROFESI PENUNJANG PASAR MODAL ATAS ISI PROSPEKTUS YANG TIDAK BENAR DALAM PENAWARAN UMUM REKSA DANA Indirani Wauran-Wicaksono
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 8 No 2 (2014): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.941 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2014.v8.i2.p153-168

Abstract

AbstrakImplementasi prinsip keterbukaan penuh harus sudah mulai sejak sebuah perusahaan hendak menawarkan sahamnya kepada publik. Keterbukaan penuh pada saat perusahaan hendak menawarkan sahamnya harus diakomodir oleh dokumen yang disebut prospektus.Artikel ini membahas tentang pihak atau pihak-pihak yang harus bertanggung jawab jika prospektus tidak disiapkan dengan baik atau mengandung informasi tidak akurat. Berkenaan dengan isu tersebut, tulisan ini berargumen bahwa pelaku utama dalam kegiatan di pasar modal harus bertanggung jawab mutlak. Meskipun UU Pasar Modal menentukan bahwa ada banyak pihak yang terlibat dalam penyusunan isi prospektus, namun penerbit prospektus yang dianggap sebagai pemilik prospektus yang harus bertanggung jawab. Dengan pengertian lain, pihak lain yang terlibat dalam penyusunan rancangan prospektus hanya memiliki tanggung jawab yang terbatas atas dasar hubungan kerja dengan penerbit prospektus.AbstractThe implementation of full disclosure principle should have started since a company wants to go public by offering investment in the form of equity. Full disclosure at the beginning of the public offering is accommodated in a document called prospectus. This article will discuss about which party or parties should be responsible if a prospectus is not well prepared or contains inaccurate information. Related to this issue, it is argued that the issuer as the main actors in the capital market should have absolute liability. Although the Capital Market Law says that there are many people who take responsibility for the content of the prospectus, the issuer must be regarded as the owner of a prospectus which is consequently responsible for his possessions. In other words, any nother party involved in prospectus drafting has only limited liability since his/her actions are based on the working agreement relationship with the issuer.

Page 2 of 14 | Total Record : 136