cover
Contact Name
Erikson Saragih
Contact Email
erikson.saragih@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
nurenzia.yannuar.fs@um.ac.id
Editorial Address
Gedung E8 lantai 1 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Jalan Semarang No 5 Malang
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya
ISSN : 08548277     EISSN : 25500635     DOI : https://dx.doi.org/10.17977
Core Subject : Education,
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya is a double-blind peer-reviewed international journal published twice a year in February and August (ISSN 0854-8277) (E-ISSN 2550-0635). This journal publishes scientific articles on language, literature, art, as well as their relation to teaching. lt publishes empirical and theoretical studies in the form of original research, case studies, research or book reviews, and innovation in teaching and learning with various perspectives. Articles can be written in English, Indonesian, or other foreign languages.
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 51, No 1 (2023)" : 11 Documents clear
Teachers' self-efficacy in dealing with students' online learning difficulties: A study of psychopragmatics in Indonesian language learning Muhammad Rohmadi; Memet Sudaryanto
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p13

Abstract

Efficacy is teachers’ ability to strengthen their self-motivation to help solve learning problems faced by their students. In the learning process, psychopragmatic mastery is expected to strengthen the psychological condition of teachers and students through informative, manipulative, and persuasive sentences so that each student can optimize learning tools to help them achieve learning goals. During the pandemic, it is important to examine teachers’ self-efficacy and psychopragmatics mastery to support students in addressing their online learning difficulties. A qualitative study to investigate these issues was therefore conducted. Participants of this study were teachers from all over Indonesia, consisting of 350 middle and high school teachers. Data were collected through (1) a survey of teacher efficacy during online learning, (2) observations of the forms of efficacy built by the teachers during learning activities and outside the classroom, (3) interviews with the teachers to identify forms of efficacy used to shape students' learning fundamentals. It was found that the teachers tended to increase their efficacy through strong lesson planning. In addition, they often modified learning tools so that the multimedia used could foster enthusiasm and learning motivation for both themselves and the students. The teacher's efficacy in teaching is the key to analysis in psychopragmatic studies because data in the form of snippets of teacher speech can influence student motivation. Psychopragmatics in the teaching and learning process is not only considered the psychology of language that is practiced in learning the Indonesian language, but teachers also have internalized psychological reinforcement in the learning activity that has been planned, implemented, and assessed.Keywords: efficacy, learning difficulties, psychopragmatics, online classEfikasi diri guru dalam menghadapi kesulitan pembelajaran daring siswa: Sebuah studi psikopragmatik dalam pembelajaran bahasa IndonesiaEfikasi adalah kemampuan guru untuk memperteguh motivasi diri sendiri dalam mem­bantu memecahkan masalah belajar yang dihadapi siswanya. Dalam proses pembel­ajaran, penguasaan psikopragmatik diharapkan dapat memperkuat kondisi psikologis guru dan siswa melalui kalimat-kalimat yang informatif, manipulatif, dan persuasif sehingga setiap siswa dapat mengoptimalkan perangkat pembelajaran untuk membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran. Di masa pandemi, penting untuk mengkaji efikasi diri guru dan penguasaan psikopragmatik untuk mendukung siswa dalam mengatasi kesulitan belajar daring mereka. Oleh karena itu, sebuah studi kualitatif untuk menyeli­diki masalah ini dilakukan. Partisipan penelitian ini adalah para guru yang tersebar di seluruh Indonesia, terdiri atas 350 guru SMP dan SMA. Pengumpulan data dilakukan melalui (1) survei efikasi guru selama pembelajaran daring, (2) observasi terhadap bentuk efikasi yang dibangun oleh guru selama kegiatan pembelajaran dan di luar kelas, (3) wawancara dengan guru untuk mengetahui bentuk efikasi yang digunakan. untuk mem­bentuk dasar belajar siswa. Berdasarkan data ditemukan bahwa guru cenderung mening­katkan keefektifannya melalui perencanaan pembelajaran yang kuat. Selain itu, mereka sering memodifikasi perangkat pembelajaran agar multimedia yang digunakan dapat me­numbuhkan semangat dan motivasi belajar baik bagi diri sendiri maupun bagi siswa. Efikasi guru dalam mengajar menjadi kunci analisis dalam kajian psikopragmatik karena data berupa potongan tuturan guru dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Psiko­pragmatik dalam proses belajar mengajar tidak hanya mempertimbangkan psikologi ba­hasa yang dipraktikkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, tetapi keterampilan guru dalam menginternalisasi penguatan psikologis pada kegiatan pembelajaran yang telah direncanakan, dilaksanakan, dan dinilai.Kata Kunci: efikasi, kesulitan pembelajar, psikopragmatik, kelas daring
Pottery craft development: Upgrading the traditional combustion management patterns for product quality and aesthetics in Pagelaran Village, Malang Desti Nur Aini; Agung Winarno; Arsadi Arsadi; Norlida Hanim Mohd Salleh
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p1

Abstract

This study examines the process of improving the quality of pottery products from Pagelaran village in Malang mainly by improving the traditional combustion process. The traditional pottery craftsmen in this area have faced issues with both the aesthetic values and quality standard of their products, even having defective products due to poor processes. Despite these challenges, pottery craft in Pagelaran is considered a cultural heritage that has contributed to the welfare of craftsmen and the local community, as well as the preservation of local wisdom. To improve the quality of their products, the craftsmen in Pagelaran have focused on the way they use tools and materials, the technical production process by linking technology and the environment, the method used, and the effect on future environmental changes. This study employs a descriptive qualitative and action research, which involves the craftsmen community in Kampung Edukasi Wisata. Data is collected through observation and in-depth interviews and analyzed using the 6P simultaneous stages technique proposed by Winarno and Robfiah (2020). The findings of the study show that while the tools and materials used in the pottery production are still traditional, the pottery of Pagelaran is leading to innovative aesthetic products. Pottery production activities have an impact on the physical environment, requiring technology, methods, and cultural impact in the exploitation of the environment under the cultural ecology perspective. Despite the traditional production process, it has been integrated with user demands so that the quality of the product is improved through the standardization of the combustion process, product decoration, and additional touches of aesthetic values on the products. Overall, this study provides insights into how traditional craftsmen can improve their product quality through a focus on both the technical production process and cultural impact.Keywords: aesthetic innovation, combustion process, pottery, PagelaranPengembangan kerajinan gerabah: Peningkatan pola pengelolaan pembakaran tradisional untuk mutu dan estetika produk di Desa Pagelaran, MalangPenelitian ini mengkaji proses peningkatan kualitas produk gerabah di desa Pagelaran Malang terutama dengan perbaikan proses pembakaran tradisional. Pengrajin gerabah tradisional di daerah ini menghadapi kendala baik dari segi nilai estetika maupun standar kualitas produknya, bahkan produknya seringkali cacat karena proses yang kurang baik. Terlepas dari tantangan tersebut, kerajinan gerabah di Pagelaran dianggap sebagai warisan budaya yang berkontribusi terhadap kesejahteraan pengrajin dan masyarakat setempat, serta pelestarian kearifan lokal. Untuk meningkatkan kualitas produknya, para pengrajin di Pagelaran menitikberatkan pada cara penggunaan alat dan bahan, teknis proses produksi dengan menghubungkan teknologi dan lingkungan, metode yang digunakan, dan pengaruh terhadap perubahan lingkungan di masa depan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan action research yang melibatkan komunitas pengrajin di Kampung Edukasi Wisata. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara mendalam serta dianalisis menggunakan teknik tahapan simultan 6P yang dikemukakan oleh Winarno dan Robfiah (2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan gerabah masih tradisional, namun gerabah Pagelaran mengarah pada produk estetika yang inovatif. Kegiatan produksi gerabah berdampak pada lingkungan fisik, membutuhkan teknologi, metode, dan dampak budaya dalam pemanfaatan lingkungan dalam perspektif ekologi budaya. Meskipun proses produksinya tradisional, namun telah terintegrasi dengan kebutuhan pengguna sehingga kualitas produk ditingkatkan melalui standarisasi proses pembakaran, dekorasi produk, dan tambahan sentuhan nilai estetika pada produk. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan wawasan tentang bagaimana pengrajin tradisional dapat meningkatkan kualitas produk mereka melalui fokus pada proses produksi teknis dan dampak budaya.Kata Kunci: estetika, inovasi, proses pembakaran, gerabah, Pagelaran
Reimagining Singapore in verse: A critical discourse analysis of contemporary poetry and its role in emerging national identity Benjamin Baguio Mangila
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p27

Abstract

This paper critically examines how contemporary Singaporean writers use language in verse, that is poetry, to make vivid representations of Singapore as a nation and discursively construct the social notion of the country's national identity. Utilizing Wodak's (2001) Discourse-Historical framework, this paper reveals how the two authors use some common discursive strategies, mainly representational and predicational, in making explicit representations of Singapore and creating a strong sense of national identity. In their poetry, authors frequently utilize referential linguistic devices such as first personal pronouns to attach specific human traits that help personify Singapore and express an in-group identity that functions as a unifying mechanism that connects Singapore, including its people, together. Lexical repetitions and rhetorical figures are also used to convey more emphasis and reveal the authors' intended meanings or messages. The authors employ various descriptive words to create better and more accurate imageries of Singapore as a varied community and as a nation. Furthermore, the authors' discursive techniques perform both the "constructing" and "preserving" macro-functions by discursively constructing Singapore's national identity as well as making an urgent call to all Singaporeans to safeguard their collective identity.Keywords: contemporary poetry; critical discourse analysis; discursive strat-egies; national identity; Wodak’s (2001) Discourse-Historical Ap-proach Penggambaran Singapura di dalam sajak: Analisa wacana kritis pada puisi kontemporer dan peranannya dalam perkembangan identitas nasionalPenelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara kritis bagaimana penulis Singapura kontemporer menggunakan bahasa dalam sajak, yaitu puisi, utamanya pada puisi, untuk membuat representasi yang jelas  tentang Singapura sebagai sebuah negara. Selain itu penelitian ini secara diskursif membangun gagasan sosial tentang identitas nasional negara tersebut. Dengan menggunakan kerangka wacana-sejarah dari Wodak (2001), hasil penelitian menunjukkan bahwa dua penulis menggunakan dua strategi diskursif yang telah banyak digunakan, yaitu secara representasional dan predikatif, dalam membuat representasi eksplisit dan identitas nasional Singapura yang kuat. Pada puisi mereka, para penulis sering menggunakan perangkat linguistik referensial, seperti kata ganti orang pertama, dalam mencantumkan karakteristik khusus yang dapat menggambarkan warga Singapura dan identitas kelompok yang dapat mempersatukan Singapura, termasuk warga negaranya. Selain itu, pengulangan leksikal dan figur retoris juga digunakan untuk memberikan penekanan dan menunjukkan makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Para penulis juga banyak menggunakan kata-kata deskriptif untuk menggambarkan citra Singapura sebagai komunitas yang beragam dan sebagai sebuah negara, secara lebih baik dan akurat. Lebih lanjut, penulis dengan teknik diskursif juga melakukan fungsi makro ‘membangun’ dan ‘melestarikan’ untuk membentuk identitas nasional Singapura, serta menyerukan bagi seluruh warga Singapura agar mereka senantiasa menjaga identitas kolektif mereka.Kata kunci: puisi kontemporer, analisis wacana kritis, strategi diskursif, identitas nasional, kerangka wacana-sejarah dari Wodak (2001) 
Lexical semantic fields on textbook for reading course in Universitas Negeri Malang Nurhidayati Nurhidayati; Kholisin Kholisin; Irhamni Irhamni; Mohd Azidan bin Abdul Jabar; Dzulfikri Dzulfikri
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p44

Abstract

This study aims to describe the lexical semantic fields of reading textbooks in Universitas Negeri Malang, specifically in categories being, cosmic, energetic, substantial, terrestrial, objective, living, animate, and human. It used a descriptive qualitative method with a semantic analysis approach. The semantic approach was selected since we intended to comprehend the semantic phenomenon from the lexical-semantic field aspect of a specific textbook course. In detail, we started the research by describing the lexical-semantic field in the textbook and classified the words and phrases. Further, we identified the rational understanding of those words and phrases as a complete understanding of a word requires comprehending the connection with the surrounding words, known as the semantic field. The interconnection of words’ meanings is caused by their specific meaning in particular social situation and condition. Our analysis results suggested that the lexical-semantic field in the reading course textbook (Al-Arabiyah Baina Yadaika chapter 1) from Universitas Negeri Malang is dominated by the being and human semantic fields. Accordingly, the lecturers are suggested to complete the reading textbook with more contextual materials with different semantic fields following students’ interests.Keywords: semantic field, lexical, learning material, readingMedan makna leksikal dalam bahan ajar matakuliah membaca di Universitas Negeri MalangTujuan dari penelitian adalah untuk mendeskripsikan medan makna leksikal dalam  bahan ajar matakuliah membaca di Universitas Negeri Malang pada kategori being, cosmic, energetic, substancial, terrestrial, objective, living, animate, dan human. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif  dengan menggunakan pendekatan analisis semantik. Pendekatan semantik digunakan karena kami berupaya memahami fenomena semantik dari sisi medan makna leksikal yang terdapat pada bahan ajar matakuliah tertentu. Secara rinci, kami memulai penelitian dengan mendeskripsikan bidang leksikal-semantik dalam buku teks dan mengklasifikasikan kata dan frasa. Selanjutnya, kami mengidentifikasi pemahaman rasional dari kata-kata dan frase tersebut karena pemahaman yang lengkap dari sebuah kata memerlukan pemahaman hubungan dengan kata-kata sekitarnya, yang dikenal sebagai bidang semantik. Keterkaitan makna kata-kata disebabkan oleh maknanya yang spesifik dalam situasi dan kondisi sosial tertentu. Hasil analisis kami menunjukkan bahwa bidang leksikal-semantik dalam buku teks mata kuliah membaca (Al-Arabiyah Baina Yadaika bab 1) dari Universitas Negeri Malang didominasi oleh bidang semantik makhluk (being) dan manusia (human). Oleh karena itu, disarankan kepada dosen untuk melengkapi buku teks bacaan dengan materi yang lebih kontekstual dengan bidang semantik yang bervariasi medan maknanya sesuai dengan minat mahasiswa.Kata kunci: medan makna, leksikal, materi pembelajaran, membaca
Understanding the roles of images and intermodal relationships for optimized use of visual and verbal resources in Vietnam’s textbooks for lower secondary levels Yusnita Febrianti; Thao Vu
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p54

Abstract

The study investigates the roles of images and intermodal relationships of both language and images in two English textbooks used in Vietnamese lower secondary schools, namely Tieng Anh and Solutions textbooks to gain insights on the ways to optimise the use of both language and images as resources in teaching and learning activities. Kress and Van Leeuwen’s (1996, 2006) framework on the grammar of visual design is used to analyse the images, looking at the types of image representations and the compositional meanings. The language-image relationships in the books, on the other hand, are analysed using the framework of Intermodal Identification (Unsworth & Cleirigh, 2014). Intermodal identification is built on the notion that language complements the meaning of the image and vice versa. Language identifies image by glossing the image participants which are not encoded in the language elements. Image identifies language in three aspects: intensive to visualise quality such as shape, colour, or texture, possessive to visualise additional participants which are not explicitly addressed in the language and circumstantial to visualise the elements of locations in the language.  While image in textbooks has always been considered essential as a source of teaching and learning materials as well as helping students to learn, this study suggests that the role of image is augmented when juxtaposed with the accompanying language. The study implies the need for further investigation, for example in the classroom action research on how language and image resources can be utilised in teaching and learning activities.  Also, the result of the study may be replicated to analyse language-image relationship in different samples of textbooks.Keywords: images, language,English textbooks, language-image relationship/interactionMemahami peran gambar dan hubungan intermodal untuk optimalisasi penggunaan sumber visual dan verbal dalam buku teks bahasa Inggris untuk siswa sekolah menengah di VietnamPenelitian ini menyelidiki peran gambar dan hubungan antar moda dari kedua bahasa dan gambar dalam dua buku teks bahasa Inggris yang digunakan di sekolah menengah pertama Vietnam, yaitu buku teks Tieng Anh dan Solutions untuk mendapatkan wawasan tentang cara mengoptimalkan penggunaan bahasa dan gambar sebagai sumber daya di kegiatan belajar mengajar. Kerangka kerja dari Kress dan Van Leeuwen (1996, 2006) tentang tata bahasa desain visual digunakan untuk menganalisis gambar, melihat jenis representasi gambar dan makna komposisi. Kemudian, hubungan bahasa-gambar dalam buku dianalisis menggunakan kerangka Identifikasi Intermodal (Unsworth & Cleirigh, 2014). Identifikasi intermodal dibangun di atas gagasan bahwa bahasa melengkapi makna gambar dan sebaliknya. Bahasa mengidentifikasi gambar dengan mengilapkan peserta gambar yang tidak dikodekan dalam elemen bahasa. Gambar mengidentifikasi bahasa dalam tiga aspek: intensif untuk memvisualisasikan kualitas seperti bentuk, warna, atau tekstur, posesif untuk memvisualisasikan peserta tambahan yang tidak secara eksplisit dibahas dalam bahasa dan sirkumstansial untuk memvisualisasikan elemen lokasi dalam bahasa. Sementara gambar dalam buku teks selalu dianggap penting sebagai sumber bahan ajar dan pembelajaran serta membantu siswa untuk belajar, penelitian ini menunjukkan bahwa peran gambar bertambah ketika disandingkan dengan bahasa yang menyertainya. Penelitian ini menunjukkan pentingnya penelitian lanjutan, misalnya dalam bentuk penelitian tindakan kelas untuk mengetahui bagaimana bahasa dan gambar dapat dimanfaatkan dalam kegiatan belajar mengajar. Juga, hasil penelitian ini dapat direplika untuk menganalisis hubungan bahasa-gambar dalam sampel buku teks yang berbeda.Kata kunci: bahasa, gambar, buku teks, bahasa Inggris, hubungan/interaksi bahasa-gambar
Exploring Batik Semarangan as a medium to develop intercultural communication awareness and global competence Ekawati Marhaenny Dukut
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p73

Abstract

People doing work from home are mostly depending on what the internet has to offer for communication. Because people want to make good use of the Internet for communication, such information is available in English as a global language. One of the advantages of having ready information in English is that local cultural products can now have better chances to compete globally with products from other cultures. One of those products is Indonesia’s Batik Semarangan, which is produced in Semarang, the capital city of Central Java. Through studying the motifs found in Batik Semarangan, an intercultural communication awareness of rich hybrid culture can be achieved. To ensure awareness, a group of English Department’s literature students was trained to do library and field research on Batik Semarangan. By applying Roland Barthes’ semiotics, students were encouraged to explore the hidden reasons for the unique choice of Batik Semarangan motifs. By doing this activity, not only were the students equipped to be more critical in researching local products but the lecturer has also helped preserve and elevate Batik as a traditional heritage that has global potentiality. Keywords: Batik Semarang; cultural hybrid; traditional heritage; global competence; intercultural communication awarenessMenggali Batik Semarangan sebagai media untuk membentuk pengetahuan komunikasi antar budaya dan kompetensi globalKebanyakan orang yang melakukan pekerjaan mereka dari rumah mengandalkan media komunikasi mereka dengan apa yang ditawarkan oleh internet. Karena orang ingin memanfaatkan internet dengan baik untuk komunikasi, maka banyak informasi tersedia dalam bahasa Inggris sebagai bahasa global. Salah satu keuntungan memiliki informasi dalam bahasa Inggris adalah produk budaya lokal sekarang dapat memiliki peluang yang lebih baik untuk bersaing secara global dengan produk dari budaya lain. Salah satunya adalah Batik Semarangan Indonesia yang diproduksi di Semarang, ibu kota Jawa Tengah. Melalui mempelajari motif yang ditemukan di Batik Semarangan, kesadaran komunikasi antarbudaya akan budaya hibrida yang kaya dapat dicapai. Untuk memastikan kesadaran tersebut, sekelompok mahasiswa Sastra Inggris dilatih untuk melakukan penelitian kepustakaan dan lapangan tentang Batik Semarangan. Dengan menerapkan semiotika Roland Barthes, mahasiswa didorong untuk mengeksplorasi alasan-alasan tersembunyi dari pemilihan motif batik Semarangan yang unik. Dengan melakukan kegiatan ini, siswa tidak hanya dibekali untuk lebih kritis dalam meneliti produk lokal tetapi dosen juga turut melestarikan dan mengangkat Batik sebagai warisan tradisional yang memiliki potensi global.Kata kunci: Batik Semarangan; hibrida budaya; warisan tradisional; kompetensi global kesadaran komunikasi antarbudaya
Developing a learning management system for critical literacy course: A need analysis Tara Mustikaning Palupi
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p91

Abstract

In preparing the students to have the ability to interpret texts using critical lenses, to challenge the power relations within the messages and communicate actively in multimodal context, there is a need and urgency of the hybrid learning process to take place. As part of multi-years’ research and development which aims to develop digital module and learning management systems (LMS) for the students, this preliminary needs-based research focuses on the students’ and lecturers’ perceptions regarding the need for developing LMS in the Critical Literacy course in Bachelor of English Language Education, Universitas Negeri Jakarta. The research participants were thirty-two students, and a lecturer who responded to questionnaires, interviews to lecturer, and focus group discussions. The research data was the students’ needs based on Hutchinson and Water’s theory which could be divided into target needs (necessities, lacks and wants) and learning needs.  The study was conducted with the qualitative approach with the Successive Approximation Model (SAM) which focuses on Preparation Phase research design. Throughout the information gathering and the Savvy Start, the phase rotated through needs analysis and library study. The results demonstrate that there is a gap between the expected outcomes of the Critical Literacy course and students' ability to understand various texts, especially in understanding the interpretation of data in the form of graphs, tables, and numbers. Also, students need exposure to various texts such as news items, critical analysis of texts, and current issues in education. While the difficulty experienced by lecturers when teaching is that students' language skills (especially reading) are very varied. Also, the lecturer and students want Critical Literacy material that makes students think critically about topics related to critical literacy theory, strategy, and its practice. The preferred activities in this course include debates, discussions, criticizing social campaigns, advertisements and short films, and topics on digital literacy. By this, developing a ready-to-use digital English learning materials that correspond to the students’ and lecturer’s is exigent.Ketwords: needs analysis; critical literacy course; The successive approximation model (SAM)Mengembangkan learning management system pada mata kuliah critical literacy: Sebuah analisa kebutuhanDalam rangka mempersiapkan mahasiswa untuk memiliki kemampuan menginterpretasi­kan teks dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis, menantang relasi kuasa dalam pesan dan berkomunikasi secara aktif dalam konteks multimodal, terdapat kebutuhan dan urgensi agar proses pembelajaran hybrid dapat berlangsung. Sebagai bagian dari penelitian dan pengembangan berkelanjutan yang bertujuan untuk mengembangkan modul digital dan learning management system (LMS) bagi mahasiswa, penelitian tahun pertama berbasis kebutuhan ini berfokus pada perspective mahasiswa dan dosen berkaitan dengan kebutuhan pengembangan LMS pada mata kuliah Critical Literacy di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Jakarta. Tiga puluh dua orang mahasiswa, dan seorang dosen mengisi angket, melakukan focus group discussion dan wawancara dengan dosen. Data penelitian adalah kebutuhan siswa berdasarkan teori Hutchinson and Water yang dapat dibagi menjadi kebutuhan target (necessities, lacks and wants) dan kebutuhan belajar. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif menggunakan Successive Approximation Model (SAM) yang menitikberatkan pada desain Preparation Phase. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan informasi dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara hasil yang diharapkan dari mata kuliah Critical Literacy dengan kemampuan siswa dalam memahami berbagai teks, terutama dalam memahami interpretasi data dalam bentuk grafik, tabel, dan angka. Selain itu, siswa membutuhkan banyak paparan berbagai teks seperti news item, analisis kritis teks, dan isu-isu terkini dalam pendidikan. Sedangkan kesulitan yang dialami dosen saat mengajar adalah kemampuan berbahasa mahasiswa (khususnya membaca) yang sangat bervariasi. Selain itu, dosen dan mahasiswa menginginkan materi Critical Literacy yang mampu membuat mahasiswa berpikir kritis dengan topik-topik yang berkaitan dengan teori, strategi, dan praktik literasi kritis. Kegiatan yang disukai dalam mata kuliah ini antara lain debat, diskusi, kritik kampanye sosial, iklan dan film pendek, serta topik mengenai literasi digital. Oleh karena itu, pengembangan materi pembelajaran bahasa Inggris digital yang siap pakai yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen menjadi sangat mendesak untuk dibuat.Kata kunci: analisis kebutuhan; mata kuliah critical literacy; The successive approximation model (SAM)
The application of natural dyes from rambutan skin for eco-printing on tanned leather RA. Ataswarin Oetopo; Ririn Despriliani; Fariz Al Hazmi
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p107

Abstract

The use of natural materials is a creative and innovative process to increase the potential of the surrounding environment, such as the use of natural dyes. As rambutan skin has been rarely used and reported as a natural dye, this study explores its usage on leather. In this study, we applied rambutan skin as a natural dye to tanned leather from goat crust skin using the creative eco-printing method. We used an experimental method with a pre-experiment one-shot case study design. Each sample was dyed at different times using distinct solutions during the mordant process. The solution was made from rambutan skin and different solvents, such as alum (AI2(SO4)3), calcium oxide (Ca(OH)2), and ferrous sulfate (FeSO4). The results show that crust-tanned leather from goat skin can be successfully colored with natural dye from rambutan skin. The more amount of dyes used results in a darker color. In addition, the type of mordant used produces a different color. In the eco-printing process, the background color is influenced by the type of mordant used on the blanket, which serves as a cover for the eco-print process. Meanwhile,  the leaves stop the mordant from penetrating the leather and become the source of the motive.Keywords: natural dyes; rambutan skin; eco-printing; tanned leatherPenerapan pewarna alami dari kulit rambutan dalam kreasi eco printing pada kulit tersamakMemanfaatkan bahan alam sebagai proses berkreasi adalah salah satu upaya dalam mela­kukan inovasi untuk meningkatkan potensi lingkungan sekitar, salah satunya melalui penggunaan pewarna alami. Pemanfaatan kulit rambutan sebagai pewarna alami masih terbatas pada media yang digunakan sehingga perlu adanya eksplorasi terhadap bahan lain seperti bahan kulit. Tujuan penelitian ini adalah untuk menerapkan kulit rambutan sebagai pewarna alami yang diterapkan pada bahan kulit kambing tersamak jenis crust dan penerapan pada proses berkreasi eco printing. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan bentuk pre-eksperimen jenis one-shot case study. Setiap sampel dicelup dengan jumlah pencelupan yang berbeda lalu dilakukan proses mordant dengan larutan yang berbeda yaitu tawas (AI2(SO4)3), kapur (Ca(OH)2), dan tunjung (FeSO4). Hasil menunjukkan bahwa kulit kambing tersamak jenis crust dapat diberi warna dengan larutan pewarna alami kulit rambutan. Semakin banyak jumlah pence­lupan, maka warna yang dihasilkan semakin pekat dan jenis mordant yang digunakan menghasilkan warna yang berbeda. Dalam proses eco printing, warna pada latar di­penga­ruhi oleh jenis mordant yang digunakan pada blanket sebagai penutup proses eco­print dan motif yang dihasilkan berasal dari daun yang merintangi zat mordant masuk ke dalam kulit.Kata kunci: pewarna alami; kulit rambutan; eco printing; kulit tersamak
Factors that affect speaking skills of students from ethnic minorities in English language learning Nisrina Nisrina
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p120

Abstract

The idea of speaking skills is interconnected with the environment and social context of students poses new challenges by students from ethnic minorities in English language learning. These factors encompass the hindrances and the success of ethnic minority students in adjusting themselves in speaking classes. From 95 first-year students in English Language Teaching program, 18 of them have different minor ethnicities. This study adopted a qualitative study by using semi-structured interviews as an instrument of research. The data then transcribed, coded, and analyzed into different themes that are in line with the research objectives. The results of this study show that the difficulties experienced by students from ethnic minorities in adjusting themselves in speaking classes are the lack of confidence, shyness, and anxiety, speaking opportunities and vocabulary masteries, feeling isolated, and additive bilingualism from peers. However, these hindrances can be solved by various factors: teachers’ decision in designing discussed topics and speaking activities in classroom setting.Keywords: ethnic minority students; speaking class; hindrances; encouragementFaktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara siswa etnis minoritas dalam pembelajaran bahasa InggrisPemikiran bahwa kemampuan berbicara sangat erat berkaitan dengan lingkungan dan konteks sosial siswa menjadikan tantangan tersendiri bagi siswa etnis minoritas dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Faktor-faktor ini mencakup kendala dan keberhasilan siswa ethis minoritas dalam menyesuaikan diri di kelas berbicara. Dari 95 siswa yang berada di semester pertama program Pendidikan Bahasa Inggris, 18 diantaranya berasal dari etnis minoritas yang beragam. Penelitian ini mengadopsi desain kualitatif dengan menggunakan wawancara semi terstruktur sebagai instrumen. Data ditranskrip, dikodekan dan dianalisis kedalam beberapa tema sesuai dengan fokus penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan yang dialami siswa etnis minoritas dalam beradaptasi di kelas berbicara diantaranya rasa percaya diri, malu dan cemas, pengalaman berbicara dan perbendaharaan kata, perasaan terisolasi dan aditif bilingualism dari teman. Namun, kendala tersebut berangsur-angsur dapat diatasi karena faktor: pilihan dosen terhadap topik yang didiskusikan dan kegiatan aktifitas pada kelas berbicara.Kata kunci: siswa etnis minoritas; kelas berbicara; kendala; pendukung
Gouw Peng Liang's Lo Fen Koei text (1903) as a cultural practice of the Chinese peranakan community: A new historicism study Dwi Susanto
Bahasa dan Seni: Jurnal Bahasa, Sastra, Seni, dan Pengajarannya Vol 51, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um015v51i12023p133

Abstract

Lo Fen Koei text (1903) by Gouw Peng Liang has been neglected in the history of Indonesian literature due to the numerous discourses on power and social, political, and ideological issues that flourished at the time. The objective of this study is to discover about the text's active response to social, political, and other discourses that exist outside of its existence. The issues addressed in this study are (1) the historical context and author's stance, (2) the meaning of Lo Fen Koei's (1903) text, and (3) the texts and discourse around Lo Fen Koei's (1903) text. The study uses a New Historicism persfective. The Loe Fen Koei text (1903) as a material object and the text's cultural practices as a formal object are the objects of this study. The study data include contents and ideas of Lo Fen Koei text (1903), the social setting in which the text is situated, non-literary texts that are present at the same time, and diverse information related to the topic. Data interpretation techniques were used to prove the paratext corresponding to the Lo Fen Koei text (1903) by following procedures presented in New Historicism studies such as reading the meaning of the text, linking the meaning of the text or the presence of the text with the social situation and discourse that developed at the time. The results of this paper reveal that Lo Fen Koei text (1903) by Gouw Peng Liang has relevance to cultural practices within Chinese society in responding to diverse prevalent discourses. Meanwhile, the vision and objective of the Tiong Hua Hwee Kuan (THHK) cultural organization, the recinanization movement or Khong Hucu, and opposing to colonial policies exist as evidence of cultural practice. This text was a proponent of cultural nationalism and the restoration of noble teachings. Through the concepts of liberalism and westernization, the work also addressed on the practice of colonialism in the colonial time.Keywords: Lo Fen Koei, New Historicism, Indonesian Chinese community.Teks Lo Fen Koei (1903) karya Gouw Peng Liang sebagai praktik kebudayaan masyarakat peranakan Tionghoa: Kajian New HistoricismTeks Lo Fen Koei (1903) karya Gouw Peng Liang merupakan teks yang tersingkirkan dalam sejarah kesastraan Indonesia karena berbagai wacana kuasa dan kekuatan sosial, politik, dan ideologi pada masanya. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui respon aktif teks tersebut terhadap kekuatan sosial, politik, dan berbagai wacana di luar keberadaannya. Masalah yang dibahas dalam tulisan ini adalah  (1) latar historis dan posisi pengarang, (2) makna teks Lo Fen Koei (1903) karya Lo Fen Koei, dan  (3)  para teks dan wacana yang melingkupi teks Lo Fen Koei (1903). Kajian ini mengunakan prespektif New Historicism. Objek kajiannya adalah teks Loe Fen Koei (1903) sebagai objek material dan praktik kebudayaan dari teks tersebut sebagai objek formal. Data penelitian ini adalah isi dan gagasan karya teks Lo Fen Koei (1903), situasi sosial ketika teks hadir, teks nonsastra yang hadir sezaman, dan berbagai informasi yang sesuai dengan topik. Teknik interpretasi data dilakukan dengan mengikuti prosedur yang dikenalkan dalam kajian New Historicism seperti pembacaan makna teks, merelasikan makna teks atau kehadiran teks dengan situasi sosial dan wacana yang berkembang pada masa itu hingga membukti parateks dengan teks Lo Fen Koei (1903). Hasil tulisan ini menunjukkan bahwa teks Lo Fen Koei (1903) karya Gouw Peng Liang memiliki relevansi dengan praktik kebudayaan di dalam msayarakat Tionghoa dalam merespon berbagai wacana  yang hadir. Sementara itu, parateks yang hadir sebagai bukti praktik kebudayaaan adalah visi misi organisasi kultural  Tiong Hua Hwee Kuan (THHK), gerakan recinanisasi atau Khong Hucu, dan resistensi atas kebijakan kolonial. Teks ini hadir sebagai komentator yang mendukung gagasan nasionalisme kebudayaan dan gerakan kembali pada ajaran luluhur. Teks ini juga menjadi komentator yang melawan praktik kolonialisme melalui wacana liberalisme dan pembaratan era kolonial.Kata kunci: Lo Fen Koei, New Historicism, masyarakat Tionghoa Indonesia. 

Page 1 of 2 | Total Record : 11