cover
Contact Name
Eka An Aqimuddin
Contact Email
uptpublikasi@unisba.ac.id
Phone
+6285294008040
Journal Mail Official
jrih@unisba.ac.id
Editorial Address
Gedung Rektorat Lantai 4, Jl. Tamansari No. 20 Bandung 40116
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Riset Ilmu Hukum
ISSN : 28083156     EISSN : 27986055     DOI : https://doi.org/10.29313/jrih.v1i2
Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH) adalah jurnal peer review dan dilakukan dengan double blind review yang mempublikasikan kajian hasil riset dan teoritik terhadap isu empirik dalam sub kajian ilmu hukum pidana dan perdata. JRIH ini dipublikasikan pertamanya 2021 dengan eISSN 2798-6055 yang diterbitkan oleh UPT Publikasi Ilmiah, Universitas Islam Bandung. Semua artikel diperiksa plagiasinya dengan perangkat lunak anti plagiarisme. Jurnal ini ter-indeks di Google Scholar, Garuda, Crossref, dan DOAJ. Terbit setiap Juli dan Desember.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 70 Documents
Penegakan Hukum terhadap Penyalahgunaan Narkotika oleh Anggota Kepolisian Ditinjau dari Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Andi Pancai Fitriani; Sholahuddin Harahap
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (465.43 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.56

Abstract

Abstract. Law enforcement against narcotics abuse has been widely carried out by law enforcement officials. This law enforcement is expected to be able as an antidote to the spread of narcotics trafficking. Although the Indonesian people already have laws on narcotics and psychotropics, in practice, law enforcement related to drug problems is still chaotic and ineffective. The ineffectiveness of the implementation of the law is due to the fact that the police who deal with narcotics problems are sometimes so low that they are often tempted to work with syndicates to get money. Law enforcement can be carried out using Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics Abuse and besides members of the Police who abuse narcotics can be charged with Article 114 paragraph (1) Subsider Article 112 paragraph (1), while Brigadier Devis will be charged under Article 131 of the Act Law No. 35 of 2009 concerning drug abuse. And members of the Police who commit crimes will be followed by a trial of the existing Police Professional Code of Ethics. Abstrak. Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkotika. Kendati bangsa Indonesia telah memiliki undang-undang tentang narkotika dan psikotropika, dalam praktiknya, penegakan hukum yang terkait dengan masalah narkoba masih carut marut dan tidak efektif. Tidak efektifnya pelaksanaan undang-undang tersebut disebabkan oleh aparat kepolisian yang menangani masalah narkoba terkadang rendah sehingga sering tergiur untuk bekerja sama dengan sindikat demi memperoleh uang. Penegakan hukum dapat dilakukan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika dan selain itu anggota Kepolisian yang menyalahgunakan narkotika dapat dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) Subsider Pasal 112 ayat (1), sedangkan Brigadir Devis akan dijerat dengan Pasal 131 Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang penyalahgunaan narkotika. Dan anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana akan diikuti dengan sidang Kode Etik Profesi Kepolisian yang ada.
Perlindungan Tahanan yang Tewas yang Dianiaya Hingga Tewas di Selpolres Subang Dikaitkan dengan Peraturan Kapolri Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perawatan Tahanan Dikaitan dengan Hak Asasi Manusia Moh. Ari Abdul Salam; Dini Dewi Heniarti
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (464.479 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.57

Abstract

Abstract. Indonesia is a country based on law which is obliged to respect, uphold and protect human rights guaranteed by the constitution with all the instruments of its state, including the police. The authority of the police that is vulnerable to human rights violations and acts of torture carried out by individual detainees who are in the cell or police officers who are mandated to guard. Now Perkap Number 4 Th 2105 on Nursing Care has provided a legal umbrella for police officers who emphasize to uphold human rights to protect detainees from acts of violence, there are two things namely prevention and protection, meaning that the police can minimize acts of violence that can occur whenever acts of violence with the rules that apply to the police as a prison guard in a detention house. Like the Case of Detainees killed in Subang Police Cells in 2108 perpetrators who were tortured by fellow detainees and left by police officers in which the police as having full authority over their responsibilities as guards prisoners who clearly violated Ham and neglected his duties. This researcher aims to find out the mechanism of Prisoner Care at Pekap No. 4 of 2015 on the Care of Prisoners and also to find out the Polri's Duties as authorities to protect Prisoners protected by Ham. The method used in this research is normative juridical, which is a method that studies and examines primary legal materials and secondary legal materials. By conducting a legal review through a literature study to obtain secondary data relating to legislation. With this research it is expected to be a material consideration regarding the Care of Prisoners in Indonesian criminal law. Abstrak. Indonesia merupakan negara yang berdasarkan hukum yang berkewajiban untuk menghormati, menjunjung tinggi dan melindungi Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh konstitusi dengan semua perangkat negara yang dimilikinya, termasuk kepolisian. Wewenang kepolisian yang rentan dengan pelanggaran HAM dan tindakan Penganiayaa yang dilakukan oleh oknum Tahanan yang berada di sel maupun oknum Polri yang diamanatkan untuk menjaga. Kini Perkap Nomor 4 Th 2105 tentang Perawatan Tahanan telah memberikan payung hukum bagi aparat kepolisian yang menekankan agar menjunjung tinggi HAM untuk melindungi Tahanan dari tindakan kekerasan , ada dua hal yaitu pencegahan dan perlindungan , artinya kepolisian dapat meminimalisir tindakan kekerasan yang dapat terjadi kapan saja tindakan kekerasan dengan aturan yang berlaku bagi Polisi sebagai penjaga tahanan di Rumah Tahanan.. Seperti halnya Kasus Tahanan yang tewas di dalam SelPolres Subang Pada Tahun 2108 pelaku yang dianiaya sesama Tahanan dan dibiarkan oleh oknum Polisi yang mana Polri sebagai memiliki wewenang penuh atas tangguang jawab nya sebagai penjaga tahanan yang jelas melanggar Ham dan melakukan kelalalian terhadap tugas nya. Penelitin ini bertujun untuk mengetahui mekanisme Perawatan Tahanan pada Pekap No 4 Th 2015 Tentang Perawatan Tahanan dan juga untuk mengetahui Tugas Polri sebagai berwenang melindungi Tahanan yang di lindungi Ham . Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah yuridis normatif, yaitu metode yang mempelajari dan meneliti bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder. Dengan melakukan penelaahan hukum melalui studi kepustakaan untuk memperoleh data sekunder yang berhubungan dengan perundang-undangan. Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan mengenai Perawatan Tahanan dalam hukum pidana indonesia.
Masuknya Syarat Kerja Baru di Luar yang diperjanjikan oleh Pengusuha di PT. X Padalarang Kabupaten Bandung Barat ditinjau dari Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hilman Fauzan M; Deddy Effendy
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.886 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.58

Abstract

Abstract. The work agreement stipulated in Article 1601 a Civil Code states the qualifications so that an agreement can be called an employment agreement. Qualifications in this case refer to the existence of work, under orders, a certain time and the existence of wages, while Article 1 number 14 of Law No. 13 of 2003, an employment agreement is an agreement between the worker or laborer with the employer or employer containing work conditions the rights and obligations of both parties. This research method uses the juridical-normative approach, which examines secondary data by conducting a literature study. Data collection techniques used are secondary data using primary, secondary, tertiary legal materials. Conclusions from the study The terms of the new work entered beyond those promised by the West Bandung Regency Company were entered by the Employer without the knowledge of the Company the terms of the new work were directly provided to the Workers without any involvement from the workers. Breaking the provisions in force in Act No. 13 of 2003 concerning Manpower. Abstrak. Perjanjian kerja yang di atur dalam Pasal 1601 a KUH Perdata menyebutkan kualifikasi agar suatu prjanjian dapat disebut perjanjian kerja. Kualifikasi yang di maksud adalah adanya pekerjaan, dibawah perintah, waktu tertentu dan adanya upah, sedangkan Pasal 1 angka 14 Undang –Undang Nomor 13 Tahun 2003, Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat–syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak. Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis-Normatif, yang meneliti data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, tersier. Simpulan dari kajian Syarat kerja baru masuk diluar yang diperjanjikan oleh Perusahaan Kabupaten Bandung Barat dimasukan oleh pihak Pengusaha tanpa sepengetahuan pihak Perusahaan syarat kerja baru itu langsung diberikan kepada para Pekerja tanpa adanya kepakatan dari pihak pekerja, tentu itu melangaggar ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Analisis Hambatan Pelaksanaan Eksekusi Pidana Mati pada Pelaku Tindak Pidana Peredaran Narkotika di Dalam Lembaga Pemasyarakatan Dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015 Kania Khairunisa; Dey Ravena
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.293 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.59

Abstract

Abstract. Narcotics crime is one of the crimes categorized as extraordinary crimes or also called extraordinary crimes. Even though there are special rules on narcotics crimes, they also cannot hold back the circulation of narcotics crimes up to the correctional institutions which can even be carried out by death row inmates who have not yet been executed. This study aims to determine and understand the implementation of law enforcement in Indonesia for prisoners who commit narcotics crime in prison and to analyze what are the factors that hinder the execution of capital punishment in the case of narcotics distribution in prison by convicted prisoners who have been convicted capital punishment is connected with the Constitutional Court Decision Number 107 / PUU-XIII / 2015. This study uses a normative juridical approach. The research specifications used are descriptive analysis. Sources and types of legal materials used are primary legal materials supported by secondary legal materials. The data in this study were obtained through literature study. The data obtained were then analyzed by qualitative analysis methods to obtain conclusions from the problems studied. Based on the results of this research and discussion, it can be concluded that first, the perpetrators of narcotics trafficking offenses carried out in prison can be given prison sanctions and administrative sanctions. Second, the factors that cause obstacles in the implementation of capital punishment include the factors of legislation (legal substance), law enforcement factors, facilities and facilities factors, and community factors. Abstrak. Tindak pidana narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang di kategorikan ke dalam kejahatan luar biasa atau disebut juga extraordinary crime. Meskipun telah aturan khusus terhadap tindak pidana narkotika tetapi juga tidak dapat menahan peredaran tindak pidana narkotika hingga di dalam lembaga pemasyarakatan yang bahkan masih bisa dilakukan oleh terpidana hukuman mati yang belum dieksekusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan penegakkan hukum di Indonesia terhadap narapidana yang melakukan tindak pidana peredaran narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan serta menganalisis apa sajakah faktor yang menghambat terlaksananya eksekusi hukuman atas pidana mati dalam hal peredaran narkotika di dalam lembaga pemasyarakatan oleh narapidana yang telah divonis hukuman mati dihubungkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 107/PUU-XIII/2015. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analisis. Sumber dan jenis bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer yang didukung bahan hukum sekunder. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif untuk memperoleh kesimpulan dari permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini dapat disimpulkan yaitu pertama, pelaku tindak pidana peredaran narkotika yang dilakukan di dalam lembaga pemasyarakatan dapat diberikan sanksi pidana penjara dan sanksi administrative. Kedua, faktor-faktor yang menjadi penyebab adanya hambatan dalam pelaksaan pidana mati di antaranya ialah faktor perundang - undangan (subtansi hukum), faktor penegakan hukum, faktor sarana dan fasilitas, serta faktor masyarakat.
Perlindungan Hukum terhadap Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Tingkat Penyidikan berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UUPKDRT) Karenina Aulery Putri Wardhani
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (812.107 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.70

Abstract

Abstract. Family is the smallest social unit in society that plays a role and has a huge influence on the social development and personality development of each family member. Tensions between husband and wife and parents with children are natural in a family or household, but it becomes unnatural to resolve the conflict using violence. Such behavior can be said in acts of domestic violence (DV). Indonesia also actually has regulations governing the matter in Law No. 23 of 2004 on the Elimination of Domestic Violence (EDV), but cases of domestic violence continue to increase every year, especially in Manado City. This thesis will discuss about how to Protect Women Victims of DV at the Investigative Level in Manado City Based on Law No. 23 of 2004 on the EDV. The writing of this thesis uses qualitative method as its research methodology. The data obtained is then analyzed qualitatively. The specifications used are descriptive analysis that describes comprehensively the Protection of Women Victims of DV at the Level of Investigation in Manado City Based on Law No. 23 of 2004 on the EDV. The conclusion of the study mentioned that the Female Individual Factor, domestic violence is very potentially greater if often quarrel with a partner. Couple Factor, DV is very potential if our partner or we have a relationship with another partner. Economic factors, can trigger the occurrence of no criminal violence against women in the family. In this case, the researchers noticed that one of the triggers was also but was not directly expressed by his wife by refusing to take money at the ATM for the next reason still taking care of the toddler. Socio-Cultural Factors, the occurrence of domestic violence is quite large but does not affect the decision of the victim to report the violence he received to the police. Verdict number 121/Pid.Sus/2020/PN.Mnd. Theform of protection received by the victim is from medical personnel as evidenced by Visum Et Repertum No.B/287/VIII//2019/Rs.Bhay which was made and signed by Doctor Jeane resulting in bruises. The police who conduct investigations and investigations to obtain preliminary evidence are not criminal and make arrests and arrests to suspects. The Court Judge who provides protection in the form of the implementation of the trial and adjudicating that the defendant has been proven legally and convincingly guilty of committing no "Domestic Physical Violence." Abstrak. Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan kepribadian setiap anggota keluarga. Ketegangan antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga, akan tetapi hal tersebut menjadi tidak wajar apabila menyelesaikannya menggunakan kekerasan. Perilaku seperti itu dapat dikatakan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Indonesiapun sebetulnya telah memiliki regulasi yang mengatur mengenai hal tersebut dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT, akan tetapi kasus megenai KDRT terus menigkat tiap tahunnya, khusunya di Kota Manado. Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana Perlindungan Hukuk Terhadap Perempuan Korban KDRT Pada Tingkat Penyidikan di Kota Manado Berdasarkan Undang – Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif sebagai metodologi penelitiannya. Spesifikasi penilitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu menggambarkan secara komperhensif mengenai Perlindungan Hukuk Terhadap Perempuan Korban KDRT Berdasarkan Undang – Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU-PKDRT). Kesimpulan menyebutkan bahwa Faktor Individu Perempuan, KDRT sangat berpotensi lebih besar terjadi apabila sering bertengkar dengan pasangan. Faktor Pasangan, KDRT sangat berpotensi terjadi apabila pasangan kita atau kita memiliki hubungan dengan pasangan lain. Faktor Ekonomi, dapat memicu terjadinya tidak pidana kekerasan terhadap perempuan dalam lingkungan keluarga. Dalam kasus ini bahwa salah satu pemicu tetapi tidak diekpresikan secara langsung oleh isterinya melaikan menolak untuk mengambil uang di ATM karena masih mengurusi anak yang masih balita. Faktor Sosial Budaya, terjadinya kekerasan dalam rumah tangga cukup besar namun tidak memengaruhi keputusan korban untuk melaporkan kekerasan yang diterimanya pada pihak kepolisian. Nomor putusan 121/Pid.Sus/2020/PN.Mnd. bentuk perlindungan yang diterima korban adalah dari tenaga medis dibuktikan dengan Visum Et Repertum No.B/287/VIII//2019/Rs.Bhay yang dibuat dan ditanda- tangani oleh Dokter Jeane Agu yang mengakibatkan luka memar. Pihak Kepolisian yang melakukan penyelidikan untuk memperoleh bukti awal tidak pidana dan melakukan penangkapan dan penahanan kepada tersangka. Pihak Hakim Pengadilan yang memberikan perlindungan berupa pelaksanaan penyidangan perkara dan mengadili bahwa terdakwa telah terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana “Kekerasan Fisik Dalam Rumah Tangga.”
Penerapan Kebijakan Anti-Dumping WTO sebagai Bentuk Tindakan Proteksi Rizmawati Darmawan; Irawati
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.361 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.177

Abstract

Abstract. Anti-dumping policy settings are clearly stated in the WTO - Agreement on Implementation of Article VI of The General Agreement on Tariffs and Trade 1994. The application of anti-dumping import duties as a protective measure is carried out by countries in order to protect their country’s economy. This policy can be applied when a country meets several criteria in the classification of proven dumping as stated in the Article VI GATT 1994. Therefore, this study aims to find out the implementation and provisions of anti-dumping policy based on Agreement on Implementation of Article VI of The General Agreement on Tariffs and Trade 1994. This research method uses normative juridical approach with two concepts of comparison approach and case approach. By using descriptive analysis research specifications and data collection techniques through literature study. The results of this study concluded that based on Article VI anti-dumping policy can be enforced if at the time of the investigation process indicated the existence of dumping, the existence of material losses experienced in the domestic industry that produces similar goods, and the existence of a causal relationship between dumping and damage Abstrak. Pengaturan kebijakan anti-dumping secara jelas tercantum dalam WTO - Agreement on Implementation of Article VI of The General Agreement on Tariffs and Trade 1994. Pemberlakuan bea masuk anti-dumping sebagai tindakan proteksi dilakukan oleh negara-negara guna melindungi perekonomian negaranya. Kebijakan ini dapat diberlakukan ketika suatu negara memenuhi beberapa kriteria dalam klasifikasi terbukti adanya dumping yang tercantum dalam Article VI GATT 1994. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implemtasi dan ketentuan kebijakan anti-dumping berdasarkan Agreement on Implementation of Article VI of The General Agreement on Tariffs and Trade 1994. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan dua konsep pendekatan perbandingan dan pendekatan kasus. Menggunakan spesifikasi penelitian deskriptif analisis dan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa berdasarkan Article VI kebijakan anti-dumping dapat diberlakukan apabila pada saat proses investigasi terindikasi adanya dumping, adanya kerugian material yang dialami pada industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis, dan adanya hubungan sebab akibat antara dumping dan kerusakan.
Tanggung Jawab Franchisor atas Kesalahan Branding Image ditinjau Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Yohanes Jordan
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.134 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.178

Abstract

Abstract. Brand image, is an association of all available information about the products, services and companies of the brand in question. Image of the brand, associated with attitudes in the form of beliefs and preferences towards the brand. Positive belief in a brand, allows consumers to make purchases of products with that brand. The higher the brand image of a product, the higher the prestige value obtained by consumers. Franchising is a system in the marketing of goods and services that involves two parties (the franchisor and the franchisee), this system is a way to expand the business by transmitting success. Thus, in this system there must be a successful business actor first where the success he gets will be disseminated to other parties. In running a franchise business, the franchisor may make mistakes in carrying out policies for business continuity. because of a mistake in branding, their products, which were initially liked by the community, began to be abandoned by the community or even avoided by the community. The mistake made the public no longer trust and began to avoid the product which would have an impact on the sale of the product, the franchisee who did not make a mistake was also affected by the avoidance of the product they sold which resulted in losses to them. The purpose of this study is to understand how the franchisor is responsible for branding image errors that cause losses in franchise business activities. The results obtained that the franchisor's responsibility for branding image errors needs to be seen that the act is liability based on fault or contractual liability. if what is done violates the contract, the franchisee can ask the franchisor to pay compensation based on 1243 KUH Perdata. However, if what is being done is against the law, the franchisee as the injured party must be able to prove the element of error committed by the franchisor that the act is indeed an unlawful act based 1865 KUH Perdata. Abstrak. Citra merek, merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Citra terhadap merek, berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan prefensi terhadap merek. Keyakinan yang positif terhadap suatu merek, memungkinkan konsumen untuk melakukan pembelian terhadap produk dengan merek tersebut. Semakin tinggi citra merek suatu produk maka semakin tinggi pula nilai prestis yang didapat oleh konsumen. Waralaba merupakan suatu sistem dalam pemasaran barang dan jasa yang melibatkan dua pihak ( Franchisor dan Franchisee), sistem ini merupakan suatu kiat untuk memperluas usaha dengan cara menularkan sukses. Dengan demikian dalam sistem ini harus terdapat pelaku bisnis yang sukses terlebih dahulu dimana kesuksesan yang diperolehnya tersebut akan disebarluaskan kepada pihak lain. Dalam pelaksanaan usaha waralaba bisa saja terjadi kesalahan dari franchisor dalam menjalankan usahanya, karena kesalahan melakukan branding, produk mereka yang mulanya disukai oleh masyarakat, mulai ditinggalkan oleh masyarakat atau bahkan dihindari oleh masyarakat. Kesalahan tersebut membuat masyarakat tidak lagi mempercayai dan mulai menghindari produk tersebut yang tentunya berdampak terhadap penjualan produk tersebut, pihak franchisee yang tidak melakukan kesalahan pun ikut terkena dampak dari dihindarinya produk yang mereka jual yang mengakibatkan kerugian terhadap mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana pertanggungjawaban dari pemberi waralaba atas kesalahan branding image yang menyebabkan kerugian dalam kegiatan usaha waralaba. Hasil penelitian yang diperoleh bahwa pertanggungjawaban yang dilakukan franchisor atas kesalahan branding image perlu dilihat bahwa perbuatan tersebut termasuk dalam perbuatan melawan hukum atau perbuatan wanprestasi, jika yang dilakukan merupakan suatu perbuatan wanprestasi maka pihak franchisee dapat meminta pihak franchisor untuk membayar ganti rugi berdasarkan pasal 1243 KUH Perdata. Namun jika yang dilakukan merupakan perbuatan melawan hukum pihak franchisee selaku pihak yang dirugikan harus bisa membuktikan unsur kesalahan yang dilakukan oleh pihak franchisor bahwa perbuatan tersebut memang perbuatan melawan hukum, dengan kata lain beban pembuktian ada pada pihak penggugat sebagaimana yang ditetapkan pada pasal 1865 KUH Perdata.
Tanggung Jawab Bank terhadap Simpanan Deposito Berjangka yang Tidak Tercatat dihubungkan dengan Perlindungan Hukum Nasabah menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Rosalia Alima Utami Rohaedi
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.323 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.179

Abstract

Abstract. Banking institutions have a role as supporting the economic life of a country and improve the living standards of the people and has the function of a financial intermediary (financial intermediary), which serves to raise and distribute funds to the community. Law No. 10 of 1998 on Banking there is a discussion about responsibility and legal protection of customers for deposits for the actions of bank employees. In raising these funds, customer trust Mega-Banks to deposit funds in the form of transaction deposits. In practice, YA as employees of a Mega Bank did not record such transactions to the banking system officially. As a result the customer can not dilute the deposit slip. Based on this, the problem in this research is formulated as follows: (1) How is the responsibility of the bank to the savings deposits of which are not recorded according to Law No. 10 of 1998 on Banking? (2) How legal protection for the customers of the savings deposits of which are not recorded according to Law No. 10 of 1998 on Banking?. Researchers using the method of approach used in this research is normative juridical, namely the methods of researching and studying the material-primary legal materials and secondary legal materials. As well as a descriptive analysis, which describes the laws and regulations that apply associated with the theories of law in the implementation of practices on the issue under study. The results of this study (1) the responsibility of the bank on transactions deposits time deposits which are not recorded that according to article 1365 of the civil Code, namely the employees of the bank have committed acts against the law and is obliged to replace the loss amounted to a loss of the customer arising out of his guilt. (2) The legal protection that can be received by the customer of the bank in terms of transaction deposits time deposits which are not recorded in the banking system is authorized by the employee of Bank Mega. Then the customer is entitled to get legal protection directly regulated in Article 29 paragraph (3) of the Banking Act that the bank is obliged to travel a ways that are not detrimental to the bank and the interests of the clients who entrust their funds to the bank. As well as the protection is not directly according to Article 29, paragraph 2 of Law No. 10 of 1998 on Banking which gives legal protection to depositors in the form of the implementation of the principle of prudence, as well as financial institutions are required to keep the security deposit. Abstrak. Lembaga perbankan mempunyai peran sebagai menunjang kehidupan ekonomi suatu negara serta meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mempunyai fungsi financial intermediary (lembaga perantara keuangan) yang berfungsi menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan terdapat pembahasan tentang tanggung jawab serta perlindungan hukum nasabah mengenai simpanan atas tindakan pegawai bank. Dalam melakukan penghimpunan dana tersebut, nasabah mempercayai Bank Mega untuk menyimpan dana dalam bentuk transaksi deposito berjangka. Pada praktiknya, YA selaku pegawai Bank Mega tidak melakukan pencatatan transaksi tersebut kepada sistem perbankan secara resmi. Akibatnya nasabah tidak dapat mencairkan bilyet deposito. Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana tanggung jawab bank terhadap simpanan deposito berjangka yang tidak tercatat menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan? (2) Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah terhadap simpanan deposito berjangka yang tidak tercatat menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan?. Peneliti menggunakan metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative, yaitu metode yang meneliti dan mempelajari bahan-bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Serta deskriptif analisis, yaitu menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam pelaksanaan praktik pada masalah yang diteliti. Hasil dari penelitian ini (1) Tanggung jawab bank atas transaksi simpanan deposito berjangka yang tidak tercatat yaitu menurut pasal 1365 KUHPerdata yaitu pegawai bank tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib untuk mengganti kerugian sebesar kerugian nasabah yang timbul dari kesalahannya. (2) Perlindungan hukum yang dapat diterima nasabah bank dalam hal transaksi simpanan deposito berjangka yang tidak tercatat dalam sistem perbankan secara resmi oleh pegawai Bank Mega. Maka nasabah berhak mendapatkan perlindungan hukum langsung yang diatur pada Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Perbankan bahwa bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank. Serta pelindungan tidak langsung menurut Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu memberikan perlindungan hukum pelaksanaan prinsip kehati-hatian, serta lembaga keuangan wajib menjaga keamanan simpanan.
Implementasi Penegakan Hukum Pidana terhadap Praktik Illegal Fishing di Kabupaten Raja Ampat berdasarkan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Ananda Nurafifah Angraeni
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.305 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.201

Abstract

Abstract. Raja Ampat is an archipelago which is estimated to be around 80% of the waters with fishery potential and its marine wealth makes Raja Ampat vulnerable to illegal fishing. Raja Ampat is an area with a high wealth of marine biological resources, it is estimated that there are 537 hard coral species, of which 9 are new species and 13 endemic species. This amount represents 75% of the world's corals (CI, TNCWWF). Throughout the Raja Ampat region, 1,104 species of fish were recorded, consisting of 91 families. And it is estimated that there are 1,346 species of fish throughout the Raja Ampat area, making this area the area with the highest species richness of reef fish in the world. In addition, in this area also found 699 types of soft animals (types of molluscs) consisting of 530 snails (gastropods), 159 shellfish (bivalves), 2 scaphoda, 5 squid (cephalopods), and 3 chitons. The purpose of this study is to find out what are the factors that cause illegal fishing practices that occur in the Raja Ampat waters and what efforts are made by the Raja Ampat Police Water Police Unit in tackling illegal fishing practices in Raja Ampat Regency. The method used is an empirical research method, which is a legal research method that functions to be able to see the law in a real sense and examine how the law works in a community environment. The data collection method used was by conducting interviews with one of the authorized legal officers, namely the Head of the Raja Ampat Water Police. Based on the results of interviews, it can be seen that the factors that cause illegal fishing in Raja Ampat are as follows: There is a deliberate factor of fishing fishermen to violate the provisions that have been set for various reasons. Then using chemicals both with potassium and explosive devices such as fish bombs is a factor to make it easier for fishermen to catch fish. The existence of a large conservation area so that the place for fishermen to catch fish becomes narrow which then causes unscrupulous fishermen to make arrests in prohibited zones, the assumption that law enforcement officers in the waters are few in number, the facilities and markets of the Raja Ampat Polar Unit are inadequate with a large area , lack of personnel is one of the causes of non-optimal supervision, the existence of unique marine biota factors that cannot be found elsewhere, and lack of coordination between law enforcement officers, namely the Navy, Marine and Fisheries Service, and the Water Police. To overcome this, the Raja Ampat Police Water Police Unit made preventive efforts such as providing education to coastal communities about what legal consequences would be received by violators. Not only that, the Raja Ampat Water Police Unit has also taken strict action against people who are proven to be doing illegal fishing. Based on the research conducted, the Raja Ampat Police Water Police Unit showed an increase in work, this can be seen that in 2020 there will be no illegal fishing in the Raja Ampat jurisdiction, but this is inseparable from shortcomings. For example, the Water Police Unit of the Raja Ampat Police can only patrol from waisai-piyanemo and find it difficult to patrol inland islands. Abstrak. Raja Ampat merupakan kepulauan yang diperkirakan sekitar 80% perairan dengan potensi perikanan dan kekayaan laut yang dimilikinya menjadikan Raja Ampat rentan terhadap tindak pidana illegal fishing. Raja Ampat merupakan wilayah dengan kekayaan sumber daya hayati laut yang tinggi, diperkirakan terdapat 537 jenis karang keras, dimana 9 diantaranya merupakan jenis baru dan 13 jenis endemik. Jumlah ini merupakan 75% karang dunia (CI, TNCWWF). Diseluruh wilayah Raja Ampat tercatat 1.104 jenis ikan, dimana terdiri dari 91 famili. Dan diperkirakan terdapat 1.346 jenis ikan di seluruh kawasan Raja Ampat, sehingga menjadikan kawasan ini sebagai kawasan dengan kekayaan jenis ikan karang tertinggi di dunia. Selain itu, di kawasan ini juga ditemukan 699 jenis hewan lunak (jenis molusca) yang terdiri atas 530 siputsiputan (gastropoda), 159 kekerangan (bivalva), 2 scaphoda, 5 cumi-cumian (cephalopoda), dan 3 chiton. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa faktor-faktor penyebab terjadinya praktik illegal fishing yang terjadi diwilayah perairan Raja Ampat dan upaya-upaya apa yang dilakukan Satuan Polisi Perairan Polres Raja Ampat dalam menanggulangi praktik illegal fishing di Kabupaten Raja Ampat. Metode yang digunakan adalah metode penelitian empiris yaitu suatu metode penelitian hukum yang berfungsi untuk dapat melihat hukum dalam artian nyata serta meneliti bagaimana bekerjanya hukum di suatu lingkungan masyarakat. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara kepada salah satu aparat hukum yang berwenang yaitu Kasat Polisi Perairan Raja Ampat. Berdasarkan hasil wawancara dapat dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya illegal fishing di Raja Ampat adalah sebagai berikut: Adanya faktor kesengajaan dari para nelayan penangkap ikan untuk melanggar ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan dengan berbagai alasan. Kemudian menggunakan bahan kimia baik dengan potasium maupun alat peledak seperti bom ikan menjadi faktor untuk memudahkan nelayan dalam menangkapan ikan. Adanya area konservasi yang luas sehingga tempat untuk nelayan menangkap ikan menjadi sempit kemudian menyebabkan oknum nelayan melakukan penangkapan pada zona-zona yang dilarang, anggapan bahwa aparat penegak hukum diperairan sedikit jumlahnya, sarana dan pasarana Satuan Polair Raja Ampat yang tidak memadai dengan luas wilayah yang besar, kekurangan personil menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya pengawasan, Adanya faktor biota laut khas yang tidak dapat ditemukan ditempat lain, dan Kurangnnya koordinasi diantara aparat hukum yaitu TNI AL, Dinas Kelautan dan Perikanan, dan Polisi Perairan. Untuk menanggulangi hal tersebut Satuan Polisi Perairan Polres Raja Ampat melakukan upaya-upaya pencegahan seperti memberikan edukasi kepada masyarakat pesisir pantai tentang konsekuensi hukum apa yang akan diterima oleh pelanggar. Tidak hanya itu, Satuan Polisi Perairan Raja Ampat juga melakukan penindakan tegas kepada masyarakat yang terbukti melakukan illegal fishing. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Satuan Polisi Perairan Polres Raja Ampat menunjukan peningkatan kerja hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2020 tidak terjadi illegal fishing diwilayah hukum Raja Ampat namun hal ini tidak terlepas oleh kekurangan-kekurangan. Contohnya seperti Satuan Polisi Peairan Polres Raja Ampat hanya dapat melakukan patroli dari waisai-piyanemo saja dan kesulitan untuk melakukan patroli di pulau-pulau pedalaman.
Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Anak dihubungkan dengan Hak Atas Pendidikan Studi Kasus di Provinsi Jawa Barat R. Nayra Nada Maulidna; Rini Irianti Sundary
Jurnal Riset Ilmu Hukum Volume 1, No. 1, Juli 2021, Jurnal Riset Ilmu Hukum (JRIH)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (451.997 KB) | DOI: 10.29313/jrih.v1i1.202

Abstract

Abstract. Child labor is one of the problems that occur in West Java. There are data showing that West Java Province ranks first in the case of child labor. This is the case of child labor that occurred in Cianjur Regency. So, if the child works, it will interfere with his education. Education is the main thing that must be carried out by children. This study uses a normative juridical method, with descriptive analytical research specifications and qualitative normative data analysis. This study aims to determine the legal protection of child labor in West Java related to the right to education and to find out how the supervision of the local government in West Java in enforcing the West Java Provincial Regulations regarding the implementation of labor. The results of the research analysis that there is a prohibition against employers if they employ children with Article 108 letter K. Children should not work because the main thing is education. So, if the parent/guardian violates the administrative sanctions. The form of local government supervision is the existence of rules in granting work permits for children in accordance with Article 72 paragraphs 2 and 3. The imposition of sanctions if employing children is in accordance with Article 111 paragraph 1 of the West Java Provincial Regulation concerning the implementation of employment. Abstrak. Pekerja anak merupakan salah satu permasalahan yang terjadi di Jawa Barat. Terdapat data yang menunjukan Provinsi Jawa Barat menduduki peringkat pertama dalam kasus pekerja anak. Hal ini terdapat kasus pekerja anak yang terjadi di Kabupaten Cianjur. Maka, jika anak bekerja maka akan mengganggu pendidikannya. Pendidikan merupakan hal utama yang harus dijalankan oleh anak. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis dan analisa data normatif kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Jawa Barat dihubungkan atas hak pendidikan dan untuk mengetahi bagaimana pengawasan pemerintah daerah di Jawa Barat dalam penegakan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan. Hasil analisis penelitian bahwa terdapat larangan terhadap pemberi kerja jika mempekerjakan anak dengan Pasal 108 huruf K. Anak tidak seharusnya bekerja karena yang utama adalah pendidikan. Maka, jika Orang tua/wali melanggar adanya sanksi administratif. Bentuk pengawasan pemerintah daaerah yaitu dengan adanya aturan dalam pemberian izin kerja bagi anak sesuai dengan Pasal 72 ayat 2 dan 3. Penjatuhan sanksi jika mempekerjakan anak sesuai dengan Pasal 111 ayat 1 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang penyelenggaraan ketenagakerjaan.