cover
Contact Name
Taufiq Effendy Wijatmoko
Contact Email
jurnalwicarana@gmail.com
Phone
+62274 378431
Journal Mail Official
jurnalwicarana@gmail.com
Editorial Address
Jl. Gedongkuning No. 146 Rejowinangun, Kotagede, , Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, 55171
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Wicarana
ISSN : 28290356     EISSN : 28290291     DOI : https://doi.org/10.57123/wicarana.v1i1
Core Subject : Humanities, Social,
Redaksi Jurnal Wicarana menerima naskah karya tulis ilmiah berupa: artikel hasil Penelitian; dan artikel konseptual berupa hasil kajian, ulasan (review), dan pemikiran sistematis, di bidang hukum dan hak asasi manusia. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia, belum pernah dimuat atau sedang diajukan untuk dimuat dalam media lain. Naskah yang dikirimkan akan dibahas oleh Dewan Redaksi bersama para pakar sesuai bidang keilmuan untuk menentukan kelayakan untuk dimuat.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 25 Documents
INTERPRETASI MENGENAI KETENTUAN PIDANA DALAM PERATURAN DAERAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Wisnu Indaryanto
WICARANA Vol 1 No 1 (2022): Maret
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (869.285 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i1.3

Abstract

Ketentuan pidana dalam peraturan perundang-undangan hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Problematika yang menarik untuk dianalisis terkait hukum pidana dalam Peraturan Daerah, yaitu mengenai kata “dapat” dalam ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011. Problematika tersebut menarik perhatian penulis untuk menganalisis tentang Interpretasi mengenai Ketentuan Pidana dalam Peraturan Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal tersebut dianggap perlu untuk menjawab permasalahan interpretasi dan formulasi ketentuan pidana dalam Peraturan Daerah selama ini. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa pembentuk Peraturan Daerah dalam hal merumuskan ketentuan Pidana kurang memahami regulasi dan doktrin dalam hukum pidana. Hal ini terlihat dari pandangan punitif yang berpandangan harus memasukan ketentuan pidana dalam perumusan Peraturan Daerah. Sedangkan saran yang diberikan penulis adalah: pembentuk Peraturan Daerah perlu berhati-hati dalam merumuskan ketentuan pidana karena sifat ultimum remedium-nya; dan dalam formulasi penetapan sanksi pidana Peraturan Daerah, selain pemahaman mengenai regulasi dan doktrin dalam hukum pidana, sebaiknya perlu meningkatkan proses harmonisasi peraturan perundang-undangan, baik vertikal maupun horizontal.
KOLABORASI KELOMPOK MASYARAKAT PEDULI PEMASYARAKATAN DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN DI BALAI PEMASYARAKATAN KELAS II WONOSARI Indiah Respati
WICARANA Vol 1 No 1 (2022): Maret
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (643.405 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i1.6

Abstract

Dalam mewujudkan keadilan restoratif dan mewujudkan tujuan pemasyarakatan harus disikapi dengan kesiapan yang baik oleh seluruh lapisan masyarakat baik aparatur penegak hukum maupun masyarakat agar memiliki persepsi yang sama menyadari serta mampu menjalankan peran dan tanggungjawab masing-masing dalam proses menuju pemulihan Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat kembali di lingkungan masyarakat dan dapat berperan aktif dalam pembangunan, hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Dalam hal ini Bapas Kelas II Wonosari melakukan kolaborasi dengan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan dalam melakukan pembimbingan Klien Pemasyarakatan yang meliputi POKMAS dibidang kepribadian, kemandirian, Hukum dan Kemasyarakatan. Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana peranan POKMAS LIPAS dalam keberhasilan pelaksanaan pembimbingan klien pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Kelas II Wonosari. Penelitian bersifat yuridis empiris dan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan data SDP, SIMONAS dan laporan perkembangan pembimbing kemasyarakatan menunjukkan penurunan tingkat pengulangan tindak pidana dan diterimanya klien pemasyarakatan di masyarakat dengan baik. Untuk keberhasilan dalam melakukan pembimbingan klien pemasyarakatan dapat melibatkan seluruh lapisan masyarakat dengan berkolaborasi menjalin hubungan yang baik dengan terbentuknya sinergitas pemerintah, pihak swasta dan lembaga Swadaya Masyarakat dalam mewujudkan Reintegrasi Sosial. Kata Kunci: POKMAS, Klien Pemasyarakatan, Pembimbingan.
PERBANDINGAN PP NOMOR 46 TAHUN 2011 DAN PP NOMOR 30 TAHUN 2019: TINJAUAN SUBSTANSI DAN IMPLEMENTASI PENILAIAN KINERJA PNS Muhamad Arif Rohman
WICARANA Vol 1 No 1 (2022): Maret
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (755.705 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i1.7

Abstract

Penilaian kinerja PNS memiliki peranan sangat penting dalam melihat sejauh mana PNS memberikan kinerja terhadap organisasi, menentukan dalam pengembangan kompetensi dan jenjang karier. Dalam pelaksanaannya, penilaian kinerja PNS masih sering terdapat bias yang mengakibatkan penilaian hanya sebatas formalitas belaka. Menarik untuk dikaji lebih jauh bagaimana perbandingan antara PP 46/2011 dengan PP 30/2019 ditinjau dari segi substansi dan implementasi terkait penilaian kinerja pegawai. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Diharapkan dengan tulisan ini, setiap pegawai dapat lebih memahami terkait prosedur penilaian kinerja PNS, mulai dari menyusun sasaran kinerja, pelaksanaan, sampai dengan penilaian kinerja. Penilaian terhadap kerja PNS telah mengalami transformasi dari mulai diberlakukannya DP3 melalui PP 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS, kemudian diganti dengan PP 46/2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS, dan yang terakhir dengan terbitnya PP 30/2019 tentang Penilaian Kinerja PNS. Dalam dua regulasi terakhir terdapat beberapa perbedaan baik dari segi substansi maupun implementasinya. Penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Penilaian kinerja PNS dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Dari segi substansi, antara PP 46/2011 dan PP 30/2019 memiliki beberapa perbedaan yang harus diperhatikan dalam penyusunan sasaran kinerja yang akan menjadi dasar untuk pencapaian target.
KEBIJAKAN VISA DAN IJIN TINGGAL KEIMIGRASIAN BAGI PENANAM MODAL ASING DALAM DIMENSI PERTUMBUHAN EKONOMI DI D.I YOGYAKARTA Andry Indrady; Agung Sampurno; Dwi Retno Widati; Okky Chahyo Nugroho
WICARANA Vol 1 No 1 (2022): Maret
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1090.077 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i1.8

Abstract

Kebijakan visa dan izin tinggal keimigrasian bagi penanam modal asing dalam dimensi pertumbuhan ekonomi di D.I. Yogyakarta adalah untuk mendeskripsikan gambaran realitas permasalahan penanaman modal asing dan pertumbuhan ekonomi, serta bentuk kemudahan dan fasilitas keimigrasian yang sesuai dengan kebutuhan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di D.I. Yogyakarta. Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan dengan menggunakan perspektif helicopter view. Kesimpulan dari penulisan ini bahwa investasi asing akan mendorong pertumbuhan ekonomi di D.I. Yogyakarta dan jumlah investor asing terus bertambah jumlahnya untuk berinvestasi D.I. Yogyakarta. Lebih lanjut, kebijakan keimigrasian khususnya izin tinggal keimigrasian dapat menjadi stimulus kebijakan dalam rangka peningkatan penanaman modal asing. Sebagai kontribusi akademis, kajian ini telah memberikan lesson learnt bagi Indonesia yang diambil melalui metode Perbandingan dengan beberapa negara yang menjadi role model pengembangan kebijakan keimigrasian di tataran internasional dalam rangka perbaikan kualitas kebijakan keimigrasian, khususnya bagi investor asing di Indonesia. Pada bagian akhir, penulisan ini juga memberikan rekomendasi untuk dilakukan redesain kebijakan keimigrasian dalam rangka menciptakan kebijakan yang sesuai dengan dinamika masyarakat dan perkembangan situasi di tataran global.
PENGAKUAN HAK MILIK ATAS TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN Heru Purnomo
WICARANA Vol 1 No 1 (2022): Maret
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (967.886 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i1.17

Abstract

Tanah Kasultanan atau yang lebih dikenal dengan istilah Sultanaat Grond (SG) dan tanah Kadipaten atau yang lebih dikenal dengan istilah Pakualamanaat Grond (PAG) sebelum sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta secara hukum administrasi pertanahan untuk pendaftaran tidak dapat dilakukan karena belum adanya kepastian hukum terhadap pelaksanaan pendaftaran tanahnya. Kajian terhadap pengakuan hak atas tanah milik Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan hak atas tanah milik Kadipaten Pakualaman diberikan oleh Negara melalui Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012, yang penjabarannya diikuti dengan pengaturan mengenai pengelolaan dan pemanfaatan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Hal ini secara jelas diatur dalam Pasal 32 ayat (5) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang menyatakan bahwa “Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat”. Pengakuan negara atas kepemilikan tanah Kasultanan dan kepemilikan tanah Kadipaten tidak terlepas didasari dari sejarah bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman telah memiliki wilayah (bumi) kekuasaan sebagai negeri yang dijalankan oleh kerajaannya secara sendiri-sendiri sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Kekuasaan atas wilayah (bumi) kekuasaan tersebut diselenggarakan oleh Sultan Hamengku Buwono terhadap wilayah (bumi) kekuasaan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Adipati Paku Alam terhadap wilayah (bumi) kekuasaan Kadipaten Pakualaman dan rekognisi Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII, yang secara politik memutuskan untuk menjadi bagian dari Republik Indonesia.
REKOGNISI SEBAGAI HAK ISTIMEWA DESA HERU PURNOMO
WICARANA Vol 1 No 2 (2022): September
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (931.054 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i2.19

Abstract

Keberadaan desa mengalami tumbuh kembangnya selama ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu. Desa merupakan daerah otonom yang paling tua, dimana desa lahir sebelum lahirnya daerah otonom yang lebih besar, hal dapat ditelusur melalui berbagai pranata hukum yang mengatur mengenai desa, mulai dari masa kekuasaan Raffles sebagai Letnan Gubernur Hindia Belanda, Pemerintahan Kolonial Belanda, masa pendudukan militer Jepang hingga saat ini dengan diundangkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Namun dalam implementasinya, UU Nomor 6 Tahun 2014 belum dijalankan secara murni, khusus masalah penyelenggaraan kewenangan desa yang berdasarkan hak asal usul (rekognisi). Dalam pembahasan makalah ini dibahas yang pada pokoknya penyelenggaraan kewenangan desa oleh pemerintahan desa pada hakikatnya menjalankan fungsi pemerintahan secara riil dilapangan. Pembahasan mengenai penyelenggaraan kewenangan desa, khususnya yang berdasarkan hak asal usul (rekognisi) didasarkan melalui studi pustaka dengan menelaah data sekunder, berupa literatur primer, yang berupa laporan penelitian dari berbagai pakar, buku-buku serta Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan langsung penyelenggaraan kewenangan desa guna dapat menjadi referensi untuk memahami penyelenggaraan pemerintahan desa yang berdasarkan hak asal usul (rekognisi). Simpulan dari kajian ini, bahwa rekognisi sebagai hak istimewa desa sebagai pengungkit potensi desa, oleh karenanya diperlukan pengambilan politik hukum lokal di daerah.
KOMPARASI PEMBINAAN KETERAMPILAN KERJA NARAPIDANA TIPIKOR DENGAN PIDANA UMUM DI LAPAS KELAS IIA YOGYAKARTA Dimas Ilham Nur Wicaksana
WICARANA Vol 1 No 2 (2022): September
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (836.487 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i2.20

Abstract

Pembinaan keterampilan kerja bagi narapidana menjadi salah satu bagian menuju reintegrasi sosial sesuai dengan tujuan pemasyarakatan. Pemberian pembinaan keterampilan kerja diyakini dapat memfasilitasi narapidana untuk dapat hidup mandiri kelak saat telah bebas. Sebuah pertanyaan yang menarik ketika membahas urgensi narapidana korupsi untuk mendapatkan pembinaan keterampilan kerja. Korupsi yang notabene sebagai extraordinary crime seolah telah membuat sebuah clusterisasi berdasarkan tingkat ekonomi pelakunya yaitu mayoritas kaum elite sesuai jenjangnya. Di sisi lain, kondisi kemajemukan tingkat ekonomi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan mengharuskan petugas melakukan pembinaan keterampilan kerja dengan selektif dan menyesuaikan sarpras. Fakta ini mendorong penulis untuk melihat bagaimana komparasi pembinaan keterampilan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta antara narapidana kasus korupsi dengan pidana umum seperti pencurian, penipuan, penganiayaan, dan perlindungan anak yang mayoritas dari kalangan menengah ke bawah. Penelitian ini dilakukan dengan metode yuridis empiris dan pendekatan kualitatif dengan wawancara dengan para praktisi di lapangan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pembinaan keterampilan kerja di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Yogyakarta dilaksanakan dengan melibatkan narapidana kasus korupsi dan tindak pidana umum. Porgram pembinaan keterampilan kerja dengan melibatkan narapidana kasus korupsi tidak menyalahi aturan mengingat pada tahapan itu semua narapidana diperlakukan sama. Perbedaan perlakuan hanya pada saat masa asimilasi. Saran untuk peningkatan kualitas pembinaan keterampilan kerja adalah penambahan jumlah sarana dan prasarana sehingga dapat melibatkan jumlah narapidana lebih besar.
PENGATURAN DISIPLIN PNS DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 94 TAHUN 2021 TENTANG DISIPLIN PNS SERAFINA SHINTA DEWI
WICARANA Vol 1 No 2 (2022): September
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (662.493 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i2.22

Abstract

Penerapan disiplin Pegawai Negeri Sipil sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas dan efektivitas kinerja seorang PNS. Permasalahan mengenai pelaksanaan ketentuan Disiplin Pegawai Negeri Sipil banyak ditemui dalam tugas kedinasan di setiap instansi Pemerintah. Peraturan terkait Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, maka dapat diketahui secara jelas gambaran mengenai pengaturan Disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil, dimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil disusun dengan lebih lengkap, tegas dan terperinci dibandingan peraturan disiplin Pegawai Negeri Sipil sebelumnya.
OTONOMI, PERDA SYARIAH, DAN LIVING LAW DI NEGARA HUKUM PANCASILA Enggar Wijayanto
WICARANA Vol 1 No 2 (2022): September
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (858.318 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i2.24

Abstract

Eksistensi Perda Syariah di Indonesia masih menjadi kajian strategis yang terus bergulir hingga saat ini. Adanya Otonomi menjadi jalan baru untuk mengembangkan berbagai potensi sesuai kearifan di masing-masing daerah. Namun praktiknya menunjukan aspek dilematis. Kewenangan membentuk peraturan daerah sering kali memunculkan polemik diantaranya peraturan daerah berbasis syariah yang dianggap berpotensi terjadinya diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia.  Tulisan ini berusaha menganalisis bagaimana pengaruh otonomi daerah dan living law terhadap pembentukan peraturan daerah syariah di negara hukum berlandaskan Pancasila. Menggunakan pendekatan kualitatif, tulisan ini memaparkan argumentasi berdasarkan data-data kepustakaan untuk menjadi kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya perda syariah di masyarakat tidak terlepas dari pengaruh living law atau hukum yang hidup di masyarakat yang selanjutnya di positivisasi melalui pintu legislasi. Selain itu, faktor politik kepentingan menjadi aspek lain yang berpengaruh terhadap kelahiran perda syariah tersebut. Perlunya memperhatikan kebutuhan hukum di masyarakat menjadi hal utama agar suatu kebijakan membawa kemaslahatan atau kebaikan secara umum, serta tidak hanya berlandaskan motif politik kepentingan.
OPTIMALISASI PENARIKAN DAN PENDISTRIBUSIAN ROYALTI HAK CIPTA OLEH LEMBAGA MANAJEMEN KOLEKTIF NASIONAL Wahyu Jati Pramanto, S.H., M.H.
WICARANA Vol 1 No 2 (2022): September
Publisher : Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1057.802 KB) | DOI: 10.57123/wicarana.v1i2.25

Abstract

Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan Pemilik Hak Terkait memiliki hak untuk mendapatkan imbalan yang layak dari hasil penggunaan Ciptaan atau produk Hak Terkait untuk kepentingan yang bersifat komersial. Berdasarkan ketentuan Pasal 89 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pengelolaan hak cipta khususnya dibidang musik dan/atau lagu dilakukan oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). LMKN memiliki kewenangan untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan kembali Royalti yang didapat dari pengguna kepada para pemegang hak, yakni para pencipta, pemegang hak cipta dan pemilik hak terkait yang sudah mengkuasakan haknya kepada Lembaga Manajemen Kolektif yang memiliki izin operasional sebagai bagian dari LMKN itu sendiri. Namun dalam prakteknya masih saja ada kelemahan mendasar yang terjadi. Dibeberapa tempat dapat kita lihat adanya penolakan dari users untuk melakukan pembayaran royalti. Disisi lain masih terdapat kebingungan di masyarakat ataupun users kemana pembayaran royalti ini harus dilakukan karena adanya penagihan ganda, baik yang dilakukan oleh LMKN ataupun oleh oknum LMK yang seharusnya tidak mempunyai hak lagi untuk melakukan penarikan royalti. Hal lainnya adalah adanya pembayaran royalti yang tidak sesuai tarif yang ditetapkan akibat adanya penawaran pembayaran royalti yang dilakukan oleh users kepada LMKN. Hal ini tentu saja merugikan Pencipta, Pemegang Hak Cipta dan Pemilik Hak Terkait karena mengurangi pendapatan yang seharusnya mereka terima. Tujuan penulisan ini untuk mengetahui optimalisasi penarikan dan pendistribusian royalti hak cipta oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis yuridis kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Pada bagian akhir, penulisan ini juga memberikan rekomendasi agar pengelolaan royalti bisa berjalan dengan optimal, perlu ditunjang dengan sarana teknologi informasi dan komunikasi yang akuntabel, transparan dan aplikatif yakni berupa pusat data lagu dan/atau musik yang dikelola oleh Negara dan sistem informasi yang digunakan dalam penarikan dan pendistribusian royalti lagu yang dikelola oleh LMKN. Pusat data lagu sebagai himpunan data lagu dan/atau musik menjadi dasar baik bagi LMKN dalam pengelolaan royalti, juga bagi pihak-pihak yang menggunakan ciptaan untuk mendapatkan informasi dari lagu dan/atau musik yang akan digunakan secara komersial.

Page 1 of 3 | Total Record : 25