cover
Contact Name
Samgar Setia Budhi
Contact Email
samgar.budhi@gmail.com
Phone
+6281349436165
Journal Mail Official
huperetes@sttkalimantan.ac.id
Editorial Address
Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan (STT Kalimantan) Jalan Gajah Mada No. 50 Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
ISSN : 27164314     EISSN : 27160688     DOI : https://doi.org/10.46817/huperetes
Core Subject : Religion, Education,
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen merupakan wadah publikasi penelitian dalam bidang Teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2716-0688 (online) dan 2716-4314 (print) yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan dengan lingkup penelitian meliputi: Teologi Biblika, Teologi Sistematika, Pastoral, Misiologi, dan Pendidikan Agama Kristen.
Articles 54 Documents
Makna Pengurapan Menurut 1 Yohanes 2:20, 27 Triyono Surahmiyoto
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 1, No 1 (2019): Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v1i1.15

Abstract

The study is entitled The Meaning of Anointing According to 1 John 2:20, 27. The background of this study is the obscurity found in the usage of the term anointing among Christians, whether in casual conversation or in prayer in which the purpose is uncertain. The obscurity and ambiguity in the understanding of anointment tend to result in unrighteous behavior in Christian life. Based on that issue the writer undertook to research the usage of the term concerned especially in the New Testament. The writer has found the usage of the term in 1 John 2:20. By using the inductive interpretation method: literal, grammatical, contextual, historical, and theological and also do observations through multiple interpretations comparison, the writer has found that the anointment is referred to be used connotatively to depict the help from the Holy Spirit in every believer’s life. This anointment is closely related to teaching and the righteousness of teaching. The anointment happens once and permanent in a believer’s only life. This is identical to sealing and the Holy Spirit that resided in the believers. The anointing in 1 John 2:20 is chrism. Chrism is a noun that refers to the oil that is used in an anointing event.  John states that a believer is already and receiving the chrism – the anointing oil – in the believer’s running life. Believers need to believe that God’s anointing has been done, is happening, resides to be with every believer in righteous life as a person who believes that Jesus is God.Judul bahasan adalah Makna Pengurapan Menurut 1 Yohanes 2:20, 27. Latar belakang pembahasan adalah adanya kesamaran penggunan istilah pengurapan dalam kehidupan masyarakat Kristen baik dalam percakapan maupun dalam doa- doa yang diucapkan secara samar. Kesamaran dan kerancuan dalam pemahaman tentang pengurapan cenderung menimbulkan perilaku yang tidak diharapkan dalam kehidupan masyarakat Kristen. Penyimpangan dan penyesatan bahkan perpecahan, perpindahan serta kecurigaan antar sesama orang percaya dapat terjadi dalam kehidupan masyarakat Kristen. Bertolak dengan hal tersebut maka penulis berusaha menelusuri penggunaan istilah pengurapan tersebut khususnya dalam Perjanjian Baru. Penulis menemukan istilah pengurapan dalam 1 Yohanes 2:20. Dengan menggunakan metode penafsiran induktif: literal, gramatikal, kontekstual, historikal, dan teologi serta memperhatikan pandangan beberapa penafsir penulis menemukan bahwa pengurapan yang dimaksud ternyata digunakan secara konotatif untuk menggambarkan pertolongan Roh Kudus dalam hidup setiap orang percaya. Pengurapan erat berhubungan dengan pengajaran dan kebenaran ajaran. Pengurapan sekali terjadi dan bersifat permanen dalam sepanjang hidup orang yang percaya. Pengurapan ini identik dengan pemeteraian dan pendiaman Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya. Pengurapan dalam 1 Yohanes 2:20 adalah krisma. Krisma ini adalah kata benda dan menunjuk kepada minyak yang digunakan dalam peristiwa pengurapan. Yohanes menyatakan bahwa orang percaya sudah dan sedang menerima krisma yaitu minyak urapan dalam rentang kehidupannya. Dengan demikian sebenarnya orang percaya tidak perlu berulang-ulang meminta dan mengharapkan terjadinya pengurapan dalam kehidupannya. Orang percaya perlu mengimani bahwa pengurapan Allah sudah dan sedang terjadi serta menuntun setiap orang percaya dalam kehidupan yang benar sebagai orang yang sudah percaya bahwa Yesus itu Tuhan.
Pneumatologi Lukas: Karya Roh Kudus dan Implikasinya untuk Orang Percaya Era Postmodern Anggi Maringan Hasiholan; Daniel Sihotang
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 1 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v3i1.87

Abstract

Luke gives the highest portion related to the theme of the Holy Spirit. The Holy Spirit is the person who begins, works, and ends God's work in this world. The results of this work will impact the congregation's life, which grows both in quality and quantity. Nevertheless, the Holy Spirit is widely seen as an external power that makes one's ministry successful. The purpose of this research is to reveal the work of the Holy Spirit in the lives of believers as the person and body of Christ again. The research method used is descriptive qualitative. The results show that Luke's pneumatology directs every believer today to manifest the work and love of the Holy Spirit for everyone. By doing this, the relativity of the world in understanding God's love can be seen in the way of life of believers who maintain the harmonization of all creation.Lukas memberikan porsi tertinggi terkait dengan tema Roh Kudus. ­ Oleh karena itu, pembahasan mengenai pneumatology. Lukas harus diarahkan kepada apa yang sudah, sedang, dan akan dikerjakan atas gereja dan seluruh orang percaya yang adalah tubuh Kristus. Hasil dari karya itu akan berdampak kepada kehidupan jemaat yang bertumbuh secara kualitas dan kuantitas. Namun dewasa ini, Roh Kudus banyak dipandang sebagai kuasa dari luar yang membuat pelayanan seseorang berhasil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap kembali karya Roh Kudus dalam hidup orang percaya sebagai pribadi dan tubuh Kristus. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pneumatologi Lukas mengarahkan setiap orang percaya masa kini dapat memanifestasikan karya dan kasih Roh Kudus bagi setiap orang. Dengan mengerjakan ini, maka relativitas dunia dalam memahami kasih Tuhan dapat terlihat jelas dalam cara hidup orang percaya yang menjaga harmonisasi seluruh ciptaan.
Implikasi Teori Pendidikan Spiritualitas menurut Parker J. Palmer bagi Spiritualitas Pendidik Kristen di Gereja Merensiana Hale
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 1 (2020): Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i1.37

Abstract

Spirituality education is a necessity in the church. This becomes very important to note because, in the educational process, there is a tendency for educators to only maximize cognitively and ignore the spirituality of students. This paper aims to build the spirituality of educators in the church. This goal helps educators carry out spirituality education in the church. The method used to achieve the goal is descriptive qualitative. The result is that educators need to build and maintain Christian spirituality as the basis for educating educators in the church.Pendidikan spiritualitas merupakan kebutuhan dalam gereja. Hal ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan sebab dalam proses mendidik ada kecenderungan bahwa pendidik hanya memaksimalkan kognitif dan mengabaikan spiritualitas nara didik. Tulisan ini bertujuan membangun spiritualitas pendidik dalam gereja. Tujuan ini menolong para pendidik dalam melakukan pendidikan spiritualitas di gereja. Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah kualitatif deskriptif. Hasilnya pendidik perlu membangun dan merawat spiritualitas Kristen sebagai dasar dalam mendidik naradidik di gereja. 
Manfaat Studi Kitab-kitab Intertestament dalam Studi Biblika dan Revelansinya bagi Gereja Masa Kini Jefri Andri Saputra; Gres Intani
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 4, No 1 (2022): Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v4i1.137

Abstract

This study departs from the author's interest in several texts written during the intertestamental period. Non-canonical books in the Christian and Catholic traditions were written by them there. However, it turns out that this text has a significant influence in the next era, namely the New Testament era. Several letters or books in the New Testament indicate that these texts were used and quoted. Some of the quotations are in the letter of Jude, and theology is in the letters of Paul. This condition encourages the writer to examine the existence of these texts and the historical context behind them. The author collects data through a literature study. The author assumes that the intertestamental texts are still relevant to the church today. The author finds that the intertestamental texts are still relevant to the contemporary church, considering that these books are theological references for understanding the New Testament; as reflective material in contextual theological construction, as well as a model of theological paradigm that is tolerant amidst a plurality of theological views.Penelitian ini berangkat dari ketertarikan penulis terhadap beberapa teks yang ditulis dalam periode masa intertestament. Beberapa kitab non-kanonik dalam tradisi Kristen dan Katolik ditulis pada masa ini. Akan tetapi, ternyata teks ini memiliki pengaruh yang signifikan dalam zaman selanjutnya, yakni zaman Perjanjian Baru. Beberapa surat atau kitab dalam Perjanjian Baru menunjukkan bahwa teks-teks itu digunakan dan dikutip. Beberapa pengutipannya adalah di surat Yudas, dan teologi dalam surat-surat Paulus. Kondisi inilah yang mendorong penulis mengkaji keberadaan teks-teks ini serta konteks historis yang melatarbelakanginya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan deskriptif. Penulis mengumpulkan data melalui studi pustaka. Penulis berasumsi bahwa teks-teks intertestament masih relevan dengan gereja saat ini. Penulis menemukan bahwa teks-teks intertestament tetap relevan dengan gereja masa kini, dengan mempertimbangkan bahwa kitab-kitab ini merupakan referensi teologis untuk memahami Perjanjian Baru; sebagai bahan reflektif dalam konstruksi teologi yang kontekstual, serta model paradigma berteologi yang toleran di tengah kemajemukan pandangan teologi.
Desain Pemberitaan Injil Berbasis Pengenalan Budaya Suku Jawa (Studi Kasus Keluarga Suk di Surakarta) Soleman Kawangmani
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 1 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v3i1.72

Abstract

The preaching of the gospel is always dealing with the culture of the listener. The introduction of culture and its use as a communication bridge will make the preaching of the gospel more effectively. On the other hand, cultural neglect can lead to rejection or acceptance and a syncretic living of the gospel. The purpose of this study is to find a design for preaching the gospel based on the introduction of Javanese family culture. This research uses a qualitative approach with a case study method. Collecting data through in-depth interviews and observations of the Javanese Suk family in Surakarta and literature study. The researcher found the worldview of the Suk family as the core of culture, namely animism. To reach Javanese families with animistic religious orientation with the Bible, the researcher proposes a “Gospel Preaching Design-6P”, consisting of six components, namely preparation of evangelists; 'desire for salvation, happy and peaceful life as a point of contact with the Gospel and culture, phasing out the contents of the gospel message, carrying out the preaching of the gospel, the importance of love motivation, prayer and the help of the Holy Spirit, as well as corrective discipleship as the basis for continued ministry. These six design components must be integrated into their implementation.Pemberitaan Injil selalu berhadapan dengan budaya pendengar. Pengenalan budaya dan pemanfaatannya sebagai jembatan komunikasi akan mengefektifkan pemberitaan Injil.  Sebaliknya, pengabaian budaya dapat mengakibatkan penolakan atau penerimaan dan penghayatan Injil yang sinkretis. Tujuan penelitian ini yaitu menemukan suatu desain pemberitaan Injil berbasis pengenalan budaya rumpun keluarga bersuku Jawa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan pengataman kepada keluarga Suk yang bersuku Jawa di Surakarta dan studi pustaka. Peneliti menemukan worldview keluarga Suk sebagai inti budaya yaitu animisme. Untuk menjangkau keluarga suku Jawa berorientasi keagamaan animisme dengan Injil, peneliti mengusulkan suatu “Desain Pemberitaan Injil-6P”, terdiri dari enam komponen yaitu persiapan penginjil; ‘dambaan keselamatan,  hidup bahagia dan tenteram’ sebagai point of contact Injil dan budaya,  pentahapan isi berita Injil, pelaksanaan pemberitaan Injil, pentingnya motivasi kasih, doa dan pertolongan Roh Kudus, serta pemuridan korektif sebagai basis pelayanan lanjutan. Keenam komponen desain ini harus diintegrasikan dalam pelaksanaannya.
Konsep Pengampunan Menurut Matius 18:21-35 dan Implikasinya bagi Gereja Masa Kini Herry Jeuke Nofrie Korengkeng
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 1, No 2 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v1i2.23

Abstract

Forgiveness is a crucial problem for human safety. Because divine forgiveness is a very fundamental part of the salvation of humanity. Therefore a true understanding of God's forgiveness is needed. In Matthew 18: 21-35 Jesus teaches forgiveness without limits through a parable. Through qualitative methods with the type of textual research or pure literary research found that understanding that forgiving without limits is God's demand for every believer. Forgiveness given by God in Jesus Christ is based on God's grace without demanding compensation. God forgives without conditions, without demands, no hidden feelings. Every human being who violates all the commands of God must confront God himself, as the indebted servant is demanded to pay off his debt. By the king's gift, the indebted servant was freed. This illustrates to the believer that God's grace can deliver man completely from all his sins, no matter how heavy and the magnitude of the sin. God demands that believers forgive the guilty just as Christ has forgiven. His whole life is an example, model or lifestyle of every believer. This is the attitude the modern church needs to take to show the nature of Christ's forgiveness as a follower of Christ.Pengampunan merupakan masalah yang sangat menentukan bagi keselamatan manusia. Sebab pengampunan secara ilahi merupakan bagian yang  sangat fundamental bagi keselamatan umat manusia. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman yang benar tentang pengampunan Allah. Dalam Matius  18:21-35 Yesus mengajarkan pengampunan tanpa batas melalui suatu perumpamaan. Melalui metode kualitatif dengan jenis penelitian tekstual atau penelitian literatur murni ditemukan pemahaman bahwa mengampuni tanpa batas merupakan tuntutan Allah bagi setiap orang percaya. Pengampunan yang diberikan Allah di dalam Yesus Kristus didasarkan pada anugerah Allah tanpa menuntut ganti rugi. Allah mengampuni tanpa syarat, tanpa tuntutan, tidak ada rasa yang terpendam. Setiap manusia yang melanggar segala perintah Tuhan pasti berhadapan langsung dengan Allah sendiri, sebagaimana hamba yang berhutang itu dituntut  agar melunasi hutangnya. Oleh anugerah raja itu, hamba yang berhutang banyak itu dibebaskan. Hal ini menggambarkan kepada orang percaya bahwa anugerah Tuhan itu dapat membebaskan manusia dengan sempurna dari segala dosanya, bagaimanapun berat dan besarnya dosa itu. Allah menuntut supaya orang percaya mengampuni orang yang bersalah sama seperti Kristus telah mengampuni. Keseluruhan hidup-Nya adalah contoh, model atau gaya hidup setiap orang percaya. Inilah sikap yang perlu diambil oleh gereja masa kini yakni menunjukkan sifat pengampunan Kristus sebagai pengikut Kristus.
Makna Teologis Kekudusan Allah Pada Peristiwa Kematian Uza Menurut 2 Samuel 6:6-7 Mandin Weya; Benaya Setia Adhi
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 2 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v3i2.121

Abstract

The doctrine of the holiness of God in the Old Testament is a theological teaching that is difficult for Christians today to understand. The concept of God's holiness is carried out so rigidly that it ignores the human element. In fact, not a few Bible scholars consider that the concept of God's holiness in the Old Testament is contrary to God's love. One of the narratives that record this event is the death of Uza. Uzzah's death in 2 Samuel 6:6-7 is a controversial death. Not many scholars highlight the event according to Old Testament theology as a whole. In fact, some interpreters ignore the unity of the narrative of the Old Testament historical books so that only ethical interpretations are formed. Narrative recording of Uza's death is recorded with the special motives of the narrator. This study uses a literature study, namely by conducting a study of the literature relevant to the research topic. In addition, this study also considers the large structure and theological motifs used by the narrator. The writer of the book of Samuel noticed an important aspect in Leviticus concerning the holiness of God. The incident of Uza's death cannot be studied with an ethical approach, but must look at the intertextual relationship with the book of Leviticus. Finally, the reader can understand that the theology of God's holiness is emphasized more than ethics in the event of Uzzah's death.Doktrin tentang kekudusan Allah dalam Perjanjian Lama merupakan ajaran teologis yang sulit dimengerti oleh orang Kristen masa kini. Konsep kekudusan Allah dijalankan dengan sangat kaku sehingga mengabaikan unsur kemanusiaan. Bahkan, tidak sedikit para sarjana Alkitab menilai bahwa konsep kekudusan Allah dalam Perjanjian Lama bertentangan dengan kasih Allah. Salah satu narasi yang mencatatkan peristiwa itu adalah kematian Uza. Kematian Uza dalam kitab 2 Samuel 6:6-7 merupakan kematian yang kontroversial. Tidak banyak sarjana yang menyoroti peristiwa itu sesuai dengan teologi Perjanjian Lama secara keseluruhan. Bahkan, beberapa penafsir mengabaikan kesatuan narasi kitab sejarah Perjanjian Lama sehingga hanya terbentuk tafsiran yang bersifat etis. Pencatatan narasi tentang kematian Uza dicatatkan dengan motif khusus dari naratornya. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan melakukan studi terhadap literatur yang relevan dengan topik penelitian. Selain itu, penelitian ini juga mempertimbangkan struktur besar dan motif teologis yang dipakai oleh narrator. Penulis kitab Samuel memperhatikan aspek penting dalam kitab Imamat tentang kekudusan Allah. Peristiwa kematian Uza tidak dapat dikaji dengan pendekatan etis, melainkan harus melihat hubungan intertekstual dengan kitab Imamat. Akhirnya, pembaca dapat memahami bahwa teologi kekudusan Allah lebih ditonjolkan dari pada etika dalam peristiwa kematian Uza.
Keterlibatan Guru PAK SMU Negeri Se-Kota Kupang dalam Pelayanan Gereja Daud Saleh Luji; Indriani Lopo; Ana V. Soinbala
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.54

Abstract

The purpose of writing this article is to determine the involvement and activeness of Christian Religious Education Teachers at Public Middle Schools in Kupang City in the ministry of clerical affairs as presbyters and as categorical servants, especially in the category of children and adolescents or what is often called Sunday school. The method used in this study is a qualitative method by interviewing 41 Christian Religious Education Teachers spread across 12 State Public Middle Schools in the city of Kupang, East Nusa Tenggara. From the results of the study, it was found that although this Christian Religious Education teacher had a correct understanding of the background of his attendance at school, namely Christian Religious Education teachers were church servants sent to serve congregations in schools, but most Christian Religious Education teachers did not have a relationship with the church. or not yet involved in the church ministry where he is a member, either as a presbyter or as a minister of children and youth (Sunday school). This conclusion was stated based on the informant's admission during the interview that 1) They did not have free time to be involved in church services, 2) Church services had many people taking care of it so they did not need to be involved, 3) Christian religious education teachers were paid by the state, not church so that they focus more on taking care of teaching in schools than in church.Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui keterlibatan dan keaktifan Guru-guru PAK yang ada di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri se-Kota Kupang dalam pelayanan bidang kemajelisan gereja sebagai presbiter dan sebagai pelayan kategorial khususnya kategorial anak dan remaja atau yang sering disebut sekolah minggu. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mewawancarai 41 Guru PAK yang tersebar di 12 SMU Negeri yang ada di wilayah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa walaupun Guru PAK ini memiliki pemahaman yang benar tentang latarbelakang kehadirannya di sekolah yaitu guru PAK adalah pelayan gereja yang diutus untuk melayani jemaat di sekolah-sekolah, namun sebagian besar guru PAK belum memiliki hubungan dengan gereja atau belum terlibat dalam pelayanan gereja, dimana ia sebagai anggotanya, baik sebagai presbiter maupun sebagai pelayan anak dan remaja (sekolah minggu).  Kesimpulan tersebut dikemukakan berdasarkan pengakuan informan pada saat wawancara bahwa 1) Mereka tidak punya waktu luang untuk terlibat dalam pelayanan di gereja, 2) Pelayanan gereja sudah banyak orang yang mengurusnya karena itu mereka tidak perlu terlibat, 3) Guru PAK digaji oleh negara bukan gereja sehingga mereka lebih fokus mengurus pengajaran di sekolah dari pada di gereja.
Penerapan Spiritualitas Keugaharian Melalui Pembelajaran Sekolah Minggu Udin Firman Hidayat
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 4, No 2 (2023): Juni 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v4i2.153

Abstract

In this digital era, the digital generation is being confronted with the problem of the spread of a culture of consumerism and hedonism among young people. The culture of consumerism and hedonism leads to a feeling of dissatisfaction and greed. By using a qualitative research method with a literature study approach, the researcher proposes the application of the model of frugality spirituality in Sunday school learning to answer this problem. The results of this study indicate that the application of the frugality spirituality model can be carried out by adopting appropriate church policies, exemplary Sunday school teachers, teaching materials, and learning methods that are relevant to the spirit of being sufficient.Di era digital ini, generasi digital sedang diperhadapkan pada persoalan merebaknya budaya konsumerisme dan hedonisme di kalangan anak-anak muda. Budaya konsumerisme dan hedonisme bermuara pada sikap hati yang selalu merasa tidak puas dan keserakahan. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan study kepustakaan peneliti mengusulkan penerapan model spiritualitas keugaharian dalam pembelajaran Sekolah Minggu untuk menjawab persoalan ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model spiritualitas keugaharian dapat dilakukan dengan pengambilan kebijakan gereja yang sesuai, keteladanan guru Sekolah Minggu, materi bahan ajar dan metode pembelajaran yang relevan bagi semangat berkecukupan.
Pemahaman Umat Islam Tentang Kata Kalimah Dalam Hubungan Dengan Isa Almasih Daniel Horatius Herman
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 1, No 1 (2019): Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v1i1.18

Abstract

Christian witness in Indonesia, in an encounter with Islam, experienced rejection. The message about Jesus Christ (or Isa Al Masih) is acknowledged exist in Islam’s scripture, Al Qur'an, but has several different parts and even contrary to the New Testament. Some teachings about Jesus in the Qur'an are interpreted differently: 'Isa is the Kalimatullah (a word from God),' Isa is mercy, 'Isa will come again,' Isa is a justice Judge at the end of time and others, all that is different from the New Testament’s teachings. Christians, in their testimonies, tried to interpret and used the same terms. This gives rise to debate and is of course contrary to the ethics of faith, where religious teachings cannot be explained by the perspective of other religions. This study aims to obtain an objective view of Jesus Christ from the Islamic view to form an initial understanding for the preaching of the Christian faith, but this study is not intended to seek justification (or verification) of the Christian faith. This study only seeks an explanation of the Islamic version of Jesus Christ.Kesaksian Kristen di Indonesia, dalam perjumpaan dengan Islam, mengalami penolakan-penolakan.  Berita tentang Yesus Kristus (atau Isa Almasih) diakui ada dalam kitab suci Islam, Al Qur’an, tetapi pada beberapa bagian berbeda dan bahkan bertolak belakang dengan Perjanjian Baru. Beberapa ajaran tentang Yesus dalam Al Qur’an dimaknai secara berbeda: Isa adalah Kalimatullah (firman Allah), Isa adalah rahmat, Isa akan datang kembali, Isa adalah hakim yang adil di akhir zaman dan lain-lain, semua berbeda dengan ajaran Perjanjian Baru.  Orang Kristen, dalam kesaksian, mencoba menafsirkan dan menggunakan kesamaan terminologi-terminologi tersebut.  Hal ini menimbulkan perdebatan dan tentu saja bertentangan dengan etika iman, dimana ajaran sebuah agama tidak dapat dijelaskan dari perspektif agama lain. Penelitian ini bertujuan memperoleh pandangan obyektif tentang Yesus Kristus dari pandangan Islam untuk pembentukan pemahaman awal untuk pemberitaan iman Kristen, tetapi penelitian tidak dimaksudkan untuk mencari pembenaran (verifikasi) terhadap iman Kristen. Penelitian ini hanya mencari penjelasan dari versi Islam tentang Yesus Kristus.