cover
Contact Name
Teresia Noiman Derung
Contact Email
teresiaderung@gmail.com
Phone
+6282143778367
Journal Mail Official
sapa@stp-ipi.ac.id
Editorial Address
Jln. Seruni No 6 MALANG 65141, Jawa Timur
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Sapa: Jurnal Kateketik dan Pastoral
ISSN : 25035150     EISSN : 26543214     DOI : https://doi.org/10.53544/sapa
Core Subject : Religion, Education,
SAPA merupakan jurnal yang dikelola oleh STP-IPI Malang. Nama SAPA, bukan sebuah nama kebetulan dan juga bukan singkatan. Melainkan memiliki makna yang amat mendalam. Sapa tidak hanya sekedar menyapa para pembaca melainkan mengajak para pembaca untuk semakin mendalami karya pastoral dan katekese, sehingga juga menjadi terlibat dalam kegiatan pastoral dan katekese di manapun berada
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 133 Documents
MASALAH DISABILITAS DAN SOSIAL KEMASYARAKATAN: Laporan Hasil Penelitian Survey Kuantitatif bersama Pilar Analisa Indonesia Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Researcher conducted a survey with Pilar Analisa Indonesia, intending to explore the opinion of the disabled and/or their parents about the problems faced by persons with disabilities from their own perspective in the realm of daily life. The study also explores the understanding of persons with disabilities of some important terms that become standard terminology in discussions of solving rehabilitation issues. This research was conducted in Malang Raya by using Primary Sampling Unit method (Multi-stage Random Sampling). Respondents engaged in research using interviews as a method of data collection were 318 persons. The survey illustrated that persons with disabilities see the four most important issues around their dwellings, i.e expensive cost of goods, difficulty finding employment, health problems and educational issues. Other problems are limitations of physical, communication difficulties, alienated, mental and physical limitations, lack of attention from the government and need of mentoring. The understanding of persons with disabilities to the term of “penyandang disabilitas” is 54.09%, the knowledge of the rights of persons with disabilities reaches 95.00%, the inclusion term is understood only by 16.25%. Persons with disabilities who do not understand law and regulation related to the protection and empowerment of persons with disabilities reached 95.42%.
MEDIA DAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN DALAM PENGAJARAN AGAMA KATOLIK Emmeria Tarihoran
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengaruh Globalisasi tidak dapat dihindari oleh siapapun karena telah memasuki seluruh sendi-sendi kehidupan manusia. Era globalisasi ditandai dengan perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan. Secara khusus, pada bidang pendidikan sangat terasa pengaruhnya dalam proses menyesuaikan pengajaran yang menuntut penggunaan teknologi. Pendayagunaan teknologi sangat dirasakan baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam evaluasi. Hal ini sangat terlihat dalam kerangka kurikulum pendidikan tahun 2013, seorang guru dituntut untuk mampu menyesuaikan pengajarannya berdasarkan situasi dan perkembangan zaman.Dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 perlu didukung oleh guru yang profesional. Guru yang merupakan garda terdepan dan ujung tombak implementasi kurikulum dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dalam rangka melaksanakan tugas profesinya.Salah satu masalah yang dihadapi oleh guru pada umumnya adalah mengubah mindset tentang proses pembelajaran yang berpusat pada guru bergeser menjadi berpusat dan berorientasi pada siswa. Secara khusus dalam hal ini penulis ingin mengangkat persoalan tentang peran media dan teknologi dalam pembelajaran khususnya dalam pengajaran agama katolik dalam rangka memaksimalkan dan mengefektifkan pembelajaran dalam menwujudkan empat (4) pilar pendidikan yakni Learning to do (belajar untuk menguasai keterampilan), Learning to know (belajar untuk menguasai pengetahuan), Learning to be (belajar untuk mengembangkan diri), dan Learning to live together (belajar untuk hidup bermasyarakat).
MAKSIMALISASI HIDUP BERIMAN UMAT MELALUI PENINGKATAN KUALITAS STRATEGI BERKATEKESE: MENEROBOS ANCAMAN DIGITALISASI Katarina Leba
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisis permasalahan-permasalahan tentang bagaimana mengajar dan mengkomunikasikan sabda Tuhan di era digitalisasi. Dengan penelitian kualitatif, penulis memahami permasalahan individu, sosial dan organisasi gerejani seperti fundamentalisme, individualisme dan liberalisme menginspirasikan pengikut Tuhan di dalam mengaktualisasikan iman akan Tuhan melalui data yang dianalisis. Perspektif teoritis dan analitis problem yang dilakukan menunjukkan bahwa permasalahan-permasalahan tersebut dapat diminimalisir atau diatasi dengan cara internalisasi nilai-nilai ke-Allah- an dalam sikap moral, dengan menggunakan media digital. Umat Allah harus meningkatkan dialog yang baik dengan yang lain. Pendidikan adalah sesuatu yang penting, tidak hanya dalam hal aplikasi digital tetapi memberikan informasi yang baik untuk keselamatan dunia.
REFLECTIVEE PRACTICE Martinus Irwan Yulius CM
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebuah aktivitas pastoral tentu memiliki langkah-langkah yang tersusun yang memberikan pedoman bagaimana suatu kegiatan pastoral dapat dikerjakan dengan baik. Artikel ini bukanlah hendak memberikan sebuah langkah pastoral yang baru; namun, artikel ini ingin meyodorkan sebuah instrumen pastoral yang seringkali diabaikan ketika seorang pekerja pastoral sudah terjun langsung dalam dunia pelayanan. Instrumen itu adalah Reflektive Practice;sebuah cara yang membantu seorang pekerja pastoral untuk melihat kerangka kerja pastoral bukan hanya sekedar sebuah aktivitas yang dikerjakan namun juga sebuah hidup yang harus direfleksikan. Reflektive Practice membantu pekerja pastoral untuk bukan hanya mengevaluasi proses aktivitas pastoral melainkan juga mencari makna/nilai bagi hidup pekerja pastoral sendiri. Melakukan sesuatu tanpa mengenal maknanya justru akan menjerumuskan orang pada aktivisme belaka.
INTERAKSIONISME SIMBOLIK DALAM KEHIDUPAN BERMASYARAKAT Teresia Noiman Derung
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Teori interaksi simbolik diperkenalkan oleh beberapa sosiolog, yaitu John Dewey, Chales Horton Cooley, George Hebert Mead dan Hebert Blumer. Keempat tokoh ini melihat interaksi simbolik dari perspektif sosial. Dasar dari teori interaksionisme simbolik adalah teori behaviorisme sosial, yang memusatkan diri pada interaksi alami yang terjadi antara individu dalam masyarakat dan masyarakat dengan individu. Interaksi antar individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan. Simbol- simbol ini meliputi gerak tubuh antara lain; suara atau vokal, gerakan fisik, ekspresi tubuh atau bahasa tubuh, yang dilakukan dengan sadar. Ketika individu melakukan interaksi dengan individu lain secara sadar, maka interaksi ini disebut interaksi simbolik. Di dalam simbol-simbol yang dihasilkan oleh masyarakat (society) mengadung makna yang bisa dimengerti oleh orang lain. Herber menyebut gerak tubuh sebagai simbol signifikan. Gerak tubuh mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna. Makna ditanggapi oleh orang lain dan memantulkannya lagi sehingga terjadi interaksi. Interaksi yang terjadi antara aktor bersifat dinamis baik dari segi peran maupun makna yang dapat ditangkap. Terkadang, aktor yang sama dapat berperan sebagai subyek yang memulai interaksi, dan dalam kesempatan itu juga ia dapat berperan sebagai obyek yang menanggapi interaksi tersebut. Gerak tubuh yang dimaksud bersifat verbal yaitu menggunakan bahasa lisan, tetapi bisa juga berupa gerak tubuh non verbal. Ketika gerak tubuh mengandung makna, maka gerak tubuh menjadi nilai dari simbol-simbol yang signifikan. Oleh karena itu, masyarakat terdiri atas sebuah jaringan interaksi sosial dimana anggota- anggotanya menempatkan makna bagi tindakan mereka dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol-simbol.
EDITORIAL JURNAL SAPA VOL. 2 NO. 1 Tim Editor
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

EDITORIAL JURNAL SAPA VOL. 2 NO. 2 Tim Editor
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

REVISI PERJANJIAN LAMA TERJEMAHAN BARU Paskalis Edwin I Nyoman Paska
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Revisi Kitab Suci Perjanjian Lama Terjemahan Baru (PLTB1) sudah hampir selesai dan sudah mulai disosialisasikan. Beragam reaksi muncul dari kalangan umat beriman kristiani. Kebanyakan menyambutnya dengan sikap positif, namun ada beberapa orang yang justru keberatan PLTB1 ini direvisi. Alasan utamanya ialah Sabda Tuhan jangan diubah-ubah. “Bukankah satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi”, demikian antara lain argumen dasar mereka. Tulisan ini menunjukkan apa sebetulnya yang dilakukan dalam karya merevisi terjemahan Alkitab dan mengapa karya itu perlu dilakukan. Perkembangan bahasa Indonesia, perkembangan penelitian teks Masoretik dan Septuaginta, serta perkembangan ilmu tafsir merupakan tiga alasan pokok mengapa perlu dibuat revisi PLTB1. Bahasa itu sangat dinamis, berkembang dari tahun ke tahun, sehingga apa yang dahulu wajar kini bisa dianggap janggal. Demikian pula term-term dalam Kitab Suci. Dalam setiap revisi pasti ada perubahan, namun yang diubah bukanlah Sabda Tuhan melainkan pemahaman orang akan Sabda Tuhan. Revisi PLTB1 memuat perubahan kata-kata yang sudah tidak lazim lagi dalam bahasa Indonesia, ejaan, dan tanda baca, serta perubahan dalam penafsiran bahasa sumber aslinya (TM dan LXX). Dengan lebih mendalami bahasa sumber aslinya dan perkembangan ilmu tafsir dan bahasa Indonesia, team revisi menyajikan kembali makna atau pesan Tuhan yang tertulis dalam PLTB1 secara lebih tepat, jelas, dan wajar. Contoh-contoh revisi yang disajikan menegaskan bahwa revisi tidak mengubah Sabda Tuhan melainkan memperjelas maknanya. Oleh karena itu, revisi ini perlu disambut dengan sukacita bukan skeptis dan sinis, apalagi rasa takut.
PENGAMPUNAN MENURUT KITAB SUCI PERJANJIAN BARU Yohanes Sukendar
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini bermaksud menganalisa paham “pengampunan” menurut Kitab Suci Perjanjian Baru. Melalui analisa teks-teks dalam Kitab Suci mencoba menemukan makna dari pengampunan. Menurut Kitab Suci pengampunan yang berarti pembebasan atau pelepasan dari dosa atau kesalahan. Iman kristiani mewartakan bahwa Allah adalah Bapa yang baik hati yang suka mengampuni. Allah adalah Bapa yang baik hati yang suka mengampuni. Kebaikan Allah ini ditampakkan dalam hidup dan karya Yesus. Kita sebagai manusia diundang untuk bertobat dan memperoleh pengampunan dosa. Namun demikian ada konsekuensinya yaitu kitapun harus bersedia mengampuni orang lain yang bersalah kepada kita. Pengampunan selalu erat kaitannya dengan Kristus yang telah wafat di kayu salib yang mencurahkan darah-Nya untuk pengampunan dosa. Seperti Allah yang selalu mengampuni, demikian pula kita juga harus mengampuni sesama kita tanpa batas. Yesus memberi kuasa kepada para murid-Nya untuk mengampuni dosa. Menurut Gereja Katolik, kuasa itu dilanjutkan oleh para pengganti para Rasul yaitu para Uskup dan rekan kerjanya yaitu para imam. Uskup dan imam dalam Gereja Katolik memiliki kuasa mengampuni dosa berkat sakramen Tahbisan yang diterimanya.
PERCEPTION OF COMMUNITY VOLUNTEERS TOWARD THE FULFILLMENT OF RIGHTS OF PERSONS WITH DISABILITIES Yohanes Subasno
SAPA - Jurnal Kateketik dan Pastoral Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Descriptive research on the perception of community volunteers towards the fulfillment of the rights of persons with disability is a research of public opinion survey, based on the existence of Law No. 8 Year 2016 concerning Persons with Disabilities, and the community praxis associated with the concept of disability inclusive development. The objective of the study is to obtain a description of the community perspective towards the fulfillment of rights of persons with disabilities consisting of components: health, education, livelihood, empowerment and social. The other objective to be achieved is to get information on factors that support positive perspectives and vice versa. The methodology applied to process and analyze research data is combines quantitative and qualitative approaches. Data collection techniques were conducted with questionnaires and interviews. The research was conducted in Kedungkandang Sub Distric of Malang City in 12 urban villages. The sampling method is purposive sampling. A total of 36 community volunteers (community leaders and religious leaders) participated in this research. The results of this research recorded the highest public perception is on the social component with the perception of "good" reached 62.50%. While polarization of positive perception noted that education component place the highest position with the achievement of 76,38%. Factors influencing positive perceptions of the community include government assistance, pro social family attitudes, beliefs, capacity building programs for communities, parent support group of children with disabilities, and the fact that persons with disabilities are able to work. While the factors that contribute to the negative perception of the community are the lack of physical accessibility, incomplete inclusive education implementation, charity attitude of community, and the overprotective attitude of some families that have an impact on dependency.

Page 3 of 14 | Total Record : 133