cover
Contact Name
Saiful Mustofa
Contact Email
episteme@uinsatu.ac.id
Phone
+62335321513
Journal Mail Official
episteme@uinsatu.ac.id
Editorial Address
Jl. Mayor Sujadi No.46, Kudusan, Plosokandang, Kec. Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur 66221
Location
Kab. tulungagung,
Jawa timur
INDONESIA
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman
FOCUS Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman aims to strengthen transdisciplinary perspective on issues related to Islam and Muslim societies. The journal is committed to publishing scholarly articles dealing with multiple facets of Islam and Muslim societies with a special aim to expand and to deepen a transdisciplinary approach in the study of Islam as tradition, culture, and practice. It focuses on topical issues which include scholarship on classical and contemporary studies on Islam and Muslim societies and takes a transdisciplinary approach that benefits from a cross-cultural perspective. SCOPE Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman specializes in the study of Islam and Muslim societies and aims to strengthen transdisciplinary studies on Islam and Muslim societies. The published articles will explore the discussions on classical and contemporary Islamic studies from different socio-scientific approaches, such as anthropology, sociology, politics, international relations, ethnomusicology, arts, film studies, economics, human rights, law, diaspora, minority studies, demography, ethics, communication, education, economics, philosophy, and philology. Studies grounded in empirical research and comparison of relevance to the understanding of broader intellectual, social, legal, and political developments in contemporary Muslim societies reserve as the crucial scope of the journal.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 186 Documents
MODEL PEMBACAAN BARU KONSEP MAKIYYAH-MADANIYYAH Abad Badruzaman
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.53-76

Abstract

Dakwah Nabi Saw melewati dua periode: Mekkah dan Madinah. Pada tiap periode, ayat-ayat turun memantau, memandu dan merespon apa yang terjadi di ranah realitas. Ayat yang turun pada periode Mekkah dikenal dengan ayat makiyyah, sedangkan yang turun pada periode Madinah disebut ayat madaniyyah. Ayat makiyyah memiliki karakteristik sendiri yang membedakannya dari ayat-ayat madaniyyah. Pun sebaliknya. Karakteristik ini menegaskan satu hal: al-Qur`an memperhatikan dan pada tingkatan tertentu, mengakomodir kekhasan masyarakat yang menjadi objek khithâb-nya. Kajian makiyyah-madaniyyah dari masa ke masa dapat dikatakan tidak menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam hal pendekatan atau sekup pengembangan wawasannya. Pembahasan makiyyah-madaniyyah dalam kajian ulum al-Qur’an pada umumnya masih berkutat di tataran normatif. Padahal sejatinya konsep makiyyah-madaniyyah memberi peluang sangat lebar bagi pengembangan dan pendekatan-pendekatan lainnya seperti pendekatan sosiologis dan historis. Religious proselytizing of Prophet Saw passed two periods: Mecca and Medina. In each period, the verses down monitor, guide and respond to what is happening in the reality. The verse that fell in the period Mecca is makiyyah, while the verse feel in the period Medina is madaniyyah. The verse makiyyah has characteristics that distinguish with the verses madaniyah. This characteristic confirms one thing: al-Qur’an attention and to a certain extent, to accommodate the peculiarities of the people who became the object of his khithâb. The study of makiyyah-madaniyyah from time to time it can be said not indicate any significant changes in term of approach or development insights. In other said, discussion about makiyyah-madaniyyah in the study of ulum al-Qur’an in general are still normative level. Whereas, essentially the concept of makiyyah-madaniyyah give opportunities for development and another approaches such as sociological and historical approach.
DARI NII KE ISIS: Transformasi Ideologi dan Gerakan dalam Islam Radikal di Indonesia Kontemporer M. Zaki Mubarak
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.77-98

Abstract

Serangkaian aksi teror dan tindak kekerasan oleh sekelompok organisasi Islam yang terjadi kurang lebih satu dasawarsa terakhir telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang mendapatkan kecaman dunia internasional. Akibatnya timbul semacam islamophobia dan memandang bahwa Indonesia adalah negara sarang teroris. Gerakan radikalisasi agama dalam wujud apa pun termasuk yang paling ekstrem teror bom sebetulnya sudah ada sejak era tahun 1950-an. Fase pertama dimulai dengan munculnya gerakan DI/ TII Kartosoewirjo. Fase kedua, munculnya gerakan Komando Jihad 1970-an hingga 1980-an yang beberapa aktor utamanya adalah mantan anggota DI/TII era Kartosoewirjo. Nama Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir, yang kemudian dikenal luas sebagai amir Jamaah Islamiyah (JI), telah mulai menyeruak pada masa itu. Fase ketiga, berbagai gerakan teror dan kekerasan yang terjadi saat dan pascareformasi, akhir 1990-an hingga saat ini. Dan fase keempat, ditandai dengan berkembangnya kelompok-kelompok Islam radikal baru, terutama dari kelompok muda, yang sebetulnya masih mempunyai keterkaitan dengan para tokoh generasi sebelumnya. Radikalisasi mereka lebih dipengaruhi oleh berbagai peristiwa global. salah satu contoh organisasi ini adalah ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria). Gerakan radikalisasi agama dalam alur sejarah perkembangannya sebenarnya bukanlah gerakan murni jihad atas nama agama, melainkan juga mengusung kepentingan politik dan ekonomi dalam kaitannya dengan konspirasi global. Dengan kata lain, paham keagamaan hanya dijadikan kedok untuk mewujudkan kepentingan pihak tertentu. A series of acts of terror and violence by Moslem organizations which occur approximately the last decade has made Indonesia as one of the countries that receive international condemnation. Consequently arise islamophobia and saw that Indonesia is a terrorist state. Movement of religious radicalization in whatever form, including the most extreme terrorist bombings have actually been around since the 1950 era. The first phase began with the emergence of DI/TII Kartosoewirjo. The second phase, the emergence of Komando Jihad movement of the 1970 until the 1980 that some of the main actor is a former member of DI/TII Kartosoewirjo era. The name Abdullah Sungkar and Abu Bakar Bashir, who came to be known widely as the amir of Jamaah Islamiyah (JI), have begun to burst at that time. The third phase, the various movements of terror and violence that occurred during and after the reformation, the late 1990 to the present. And the fourth phase, characterized by the development of radical Islamic groups, mainly from the younger groups, who actually still has a link with the previous generations of leaders. Radicalization they are more influenced by global events. One example of this organization is the ISIS (Islamic State of Iraq and Syria). Movement of religious radicalization in the course of history of its development is not actually pure movement jihad in the name of religion, but also carries political and economic interests in relation to the global conspiracy. In other word, religious sect is only used as a cover to realize the interests of certain parties.
PERSOALAN DILEMATIS MUSLIM MINORITAS DAN SOLUSINYA M Mubasirun
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.99-122

Abstract

Sikap inklusif para intelektual Muslim dalam menerima teori keilmuwan Barat ternyata juga berpengaruh pada keinginan mereka untuk kerja dan menetap di sana, baik sebagai tugas negara maupun individu. Mereka hidup sebagai umat minoritas di tengah-tengah kemayoritasan umat agama lain. Berbagai persoalan terkait dengan keislamannya senantiasa mereka temui. Salah satunya kontradiksi antara aspek sosial dan ritual. Konflik psikologis yang berkaitan dengan pangkal persoalan mereka adalah benturan antara adaptasi dengan tempat tingal dan menjaga konsistensi terhadap keislaman mereka. Persoalan-persoalan terkait hampir menyentuh semua aspek kehidupan, seperti ibadah, keluarga, muamalah, makanan, perkawinan dan lain sebagainya. Terkait dengan persoalan tersebut, diperlukan adanya solusi yang tepat. Berbagai teori dan pendekatan dicoba untuk diangkat ke permukaan untuk menemukan sebuah pencerahan dan solusi terhadap persoalan-persoalan di atas. Akhirnya ditemukan sebuah jalan tengah (tawasuth) yang moderat yang tidak memihak, dengan harapan hal ini dapat menjadi pencerah. Inclusive attitude of Mooslem intellectuals in the West accept the theory of science was also influential in their desire to work and settle there, both as a duty of the state and individuals. They live as a minority people in the another religions majority. Various problems related to his Islam they constantly encountered. One is the contradiction between the social aspects and rituals. Psychological conflicts related to the base of their problem is the clash between adaptation with a tingal and maintain consistency with their Islam. Issues related to almost touch all aspects of life, such as worship, family, muamalah, food, marriage and so forth. Related to these issues, is necessary to a proper solution. Various theories and attempted to approach brought to the surface to find an enlightened and solutions to the above problems. Finally found a middle road (tawasuth) moderate and impartial, with the hope it can be lightening.
KONSEPSI PENDIDIKAN SEKS UNTUK ANAK DALAM PANDANGAN ‘ABD ALLAH NASIH ‘ULWAN M. Khaliq Shalha
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.123-150

Abstract

Berbicara tentang seks, sama halnya berbicara tentang kehidupan sehingga seks merupakan sesuatu yang urgen sekaligus sensasi. Adanya potensi dan kecenderungan seksual dalam setiap diri manusia sejak masa anak-anak adalah fitrah, dan menyia-nyiakan fitrah sama halnya menyia-nyiakan amanah Tuhan. Islam sebagai agama yang sangat memperhatikan terhadap aspek manusiawi, mengakomodir potensi ini dengan memberikan tuntunan yang seharusnya dibuat pedoman oleh manusia sebagai makhluk yang paling mulia, agar tidak melakukan penyimpangan seksual dalam kehidupannya yang akan mengancam eksistensi dirinya sebagai manusia. Tuntunan agama tentang seks akan dapat diimplementasikan secara baik melalui pendidikan. Dari sinilah pendidikan seks perlu mendapat perhatian sejak dini. ‘Abd Alla>h Na>s}ih} ‘Ulwa>n menyajikan konsep jitu tentang esensi pendidikan seks untuk anak serta sistematika materinya sebagai upaya pengajaran, penyadaran, dan penerangan tentang masalah-masalah seksual sejak ia mulai mengerti tentang perkara-perkara yang berkenaan dengan naluri seksual dan perkawinan. Sehingga setelah ia tumbuh menjadi pemuda dapat memahami perkara-perkara kehidupan, mengetahui apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan, dan mampu menerapkan tingkah laku islami sebagai akhlak hidupnya, serta menutup segala kemungkinan yang mengarah pada hubungan seksual terlarang. Talking about sex, as well as talk about life so that sex is something that is urgent at the same sensation. Their potency and sexual inclination in every human being since childhood is the nature, and the wasting of nature as well as wasting the mandate of God. Islam as a religion that is very attentive to the human aspect, to accommodate this potential by providing guidance that should be made guidelines by humans as the most noble creature, in order not to commit sexual perversion in his life that would threaten the existence of himself as a man. Religious guidance about sex will be implemented either through education. From this, sex education need attention early on. ‘Abd Alla>h Na>s}ih} ‘Ulwa>n presents the concept of telling about the essence of sex education for children as well as a systematic teaching material, awareness, and information about sexual problems since he began to understand about the cases that regard with marriage and sexual instincts. So when he grows into a young man can understand the judge actions of life, to know what is permitted and what is forbidden, and being able to apply Islamic behavior as moral life, as well as closing all possibilities that lead to illicit sexual relations
REAKTUALISASI PENDIDIKAN ISLAM DALAM PENGEMBANGAN POLA ASUH ANAK SEBAGAI KONSEP REVOLUSI MENTAL Hayat dan Indriyati
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.151-174

Abstract

Kehidupan masyarakat sudah masuk dalam situasi yang mengkhawatirkan. Kriminalisasi, kejahatan, pertikaian, kesenjangan dan berbagai aspek kehidupan gelap (kemaksiatan) sudah merajalela. Baik di pedesaan, terutama di kehidupan perkotaan. Keberadaan ini ditentukan oleh masyarakat itu sendiri yang dibangun melalui individu masing-masing, terutama pola asuh hidup keluarga. Remaja masa kini menjadi penentu utama dalam regenerasi pola hidup masyarakat. Pemuda menjadi penentu masa depan bangsa dan masyarakat, remaja menjadi tumpuan utama dalam kehidupan bermasyarakat. Masa muda adalah masa dimana harapan bangsa, negara dan agama dipangkuannya. Menjadi masalah, ketika pola hidup remaja tidak sesuai dengan tuntutan adat, etika, estetika maupun karakter yang bersifat baik karena hal itu akan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Hal ini tidak terlepas dari pola asuh di dalam kehidupan keluarga. Anak sebagai aset penting dan berharga dalam keluarga, menjadi tumpuan utama dalam kebahagiaan keluarganya. Pola asuh yang salah terhadap anak, akan berdampak kepada mental dan karakter anak ketika sudah remaja kelak. Mindset dan paradigma pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak, akan membentuk pola hidup, mental dan karakternya. Untuk mencegah “kebrutalan” masa remaja dan mencegah menularnya “penyakit” mentalitas yang cenderung negatif maka dibutuhkan sebuah revolusi mental dalam pola asuh anak dalam kehidupan keluarga, yaitu dengan melakukan reaktualisasi pendidikan Islam sebagai pembentukan karakter. Society life has been in a situation that is worrying. Criminalization, crime, conflict, inequality, and the various aspects of disobedience have been rampant. Both in the countryside, especially in urban life. This existence is determined by the community itself, which was built by the individual, especially family life parenting. Teens today be a major determinant in the regeneration of the life style of the people. Youth determine the future of the nation and society, teenagers become the main focus of public life, youth is the period in which the hope of the nation, the state, and religion. Becomes a problem, when the pattern of teenage life with the demands of custom, ethics, aesthetics and character that is good, because it will have an impact on the surrounding environment. It is not independent of parenting in family life. Children as an important and valuable asset in the family became the main focus in the happiness of his family. Wrong up bringing of children, will have an impact on children’s mental and character as a teenager later. Mindset and paradigms of education provided to children’s parents will form a pattern of life, mental and character. To prevent the ”brutality” of adolescence and prevent the spread of the ”disease” mentality that tends to negative, then it takes a mental revolution in parenting a child in family life, by doing education renewal of Islam as the character buliding.
CHARACTER BUILDING MELALUI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM: Studi Kasus di MI Miftahul Huda Papungan 01 Blitar Arif Muzayin Shofwan
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.175-198

Abstract

Ada beragam cara untuk membentuk karakter anak didik di sekolah atau madrasah, salah satunya melalui Pendidikan Agama Islam (PAI). Tulisan ini bertujuan menganalisis sebuah pandangan, proses dan hasil dari character building melalui PAI di MI Miftahul Huda 01, Papungan, Kanigoro, Blitar. Pembentukan karakter melalui PAI yang didasarkan pada beberapa dalil agama Islam, seperti firman, “La Qod Kana lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah; Sungguh ada bagi kalian teladan yang baik pada diri Rasulullah” (al-Ahzab: 21) dan “Innama Bu’istu Li Utammima Makarima’l- Akhlaq; Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad & al-Bayhaqi) dirasakan mampu menjadikan anak didiknya menjadi manusia berkarakter. Pembentukan karakter melalui PAI di MI Miftahul Huda 01 dalam proses dan hasilnya: pertama, dapat membentuk anak didik bersikap inklusif, demokratis dan toleran. Kedua, memengaruhi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Ketiga, terintegrasi dengan mata pelajaran lain. There are many method to make the character of students in a school, one of them is through Islamic Education (PAI). This paper aims to analyze a view, process and outcome of character building through PAI in MI Miftahul Huda 01, Papungan, Kanigoro, Blitar. The formation of character through PAI is based on several arguments of the religion of Islam, as the word; ”La qod Kana lakum fi Rasulillahi Uswatun Hasanah; It’s there for you a good example in the Prophet himself ” (al-Ahzab: 21) and ”Innama Bu’istu Li Utammima Makarima ‘l-Akhlaq; I was sent only to enhance the morals” (HR. Ahmad and al-Bayhaqi) felt able to make their students into human character. The formation of character through the PAI in MI Miftahul Huda 01 in the process and outcome: firstly, can form a protégé being inclusive, democratic, and tolerant. Secondly, affect the intellectual, emotional intelligence and spiritual intelligence. Thirdly, integrated with other subjects.
ILMUWAN, ETIKA DAN STRATEGI PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DI INDONESIA M Maftukhin
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.199-226

Abstract

Tulisan ini membahas tentang strategi ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di Indonesia. Topik ini penting dibahas sebagai kerangka untuk membangun kemajuan di Indonesia. Aspek penting yang tidak bisa diabaikan untuk proses ini adalah etika. Etika penting sebagai landasan untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan peradaban secara lebih baik. Data dalam tulisan ini berasal dari telaah literatur pemikiran yang disusun sesuai dengan metode ilmiah. Penelitian ini menemukan bahwa ada tiga kata yang sering dipakai secara bergantian yaitu ilmuwan, intelektual dan cendekiawan. Seorang ilmuwan penting menjadikan etika dalam seluruh aktivitas keilmuwannya sehingga ilmu yang dikembangkannya bermanfaat untuk kemanusiaan. Strategi yang bisa ditempuh untuk pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia adalah membentuk masyarakat ilmiah, pengembangannya memperhatikan karakter bangsa Indonesia, memperhatikan relasi antarilmu tanpa mengorbankan otonomi antara masing-masing disiplin ilmu dan memperhatikan dimensi religius bangsa Indonesia. Tulisan ini diharapkan memberikan kontribusi dalam menyusun kerangka teori dan strategi praktis dalam pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. This paper discusses about strategies scientist in developing science in Indonesia. This topic important to discussed as a framework to build on the progress in Indonesia. An important aspect that can’t be ignored for this process is ethics. Ethics is important as a foundation for creating knowledge and better civilization. This article data taken from the literature review prepared in accordance with the thought that the scientific method. This study found that there are three words that are often used interchangeably, namely scientists, intellectuals and scholars. Making ethics an important scientist in all scientific activities so that science is useful for the development of humanity. The strategies that can be applied to the development of science in Indonesia is establish the scientific community, development attention to the character of the Indonesian nation, pay attention to the relation between science without compromising the autonomy of the individual disciplines and pay attention to the religious dimension of the Indonesian nation. This paper is expected to contribute in developing a theoretical framework and practical strategies in the development of science in Indonesia.
MINORITAS YANG TERLINDUNGI: Tantangan dan Kontinuitas GKJW Jemaat Mojowarno di Kota Santri Jombang Muhammad Ainun Najib
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 1 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.1.227-250

Abstract

Tulisan ini membahas perihal hak kebebasan beragama dan berkeyakinan GKJW Jemaat Mojowarno Jombang. Mojowarno pada mulanya adalah desa Kristen dan tidak mengizinkan umat non-Kristiani tinggal dan menetap di desa itu. Desa ini pula pernah menjadi pusat penyebaran Kristen Protestan di Jawa Timur. Pertumbuhan penduduk memaksa Mojowarno menjadi desa yang terbuka bagi pemeluk agama lain. Berdasarkan statistik tahun 2011, pemeluk agama Kristen Protestan di Jombang hanya sekitar 1,2%, termasuk GKJW Jemaat Mojowarno. Sebagai kelompok minoritas, Jemaat GKJW Mojowarno mempunyai kerentanan atas tindakan intoleransi dan pelanggaran hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Sekalipun berada di tengah-tengah mayoritas Islam, hak kebebasan beragama dan berkeyakinan GKJW Jemaat Mojowarno tetap terpelihara dan terjamin. Komitmen individu atau kelompok yang mendorong sikap dan perilaku mereka dalam mewujudkan kehidupan bersama secara harmonis dan rukun dalam masyarakat Mojowarno. Mereka larut dalam kehidupan sosial, tetapi tidak hanyut dalam agama dan keyakinan yang berbeda. This paper discusses about the right to freedom of religion and belief GKJW Church Mojowarno Jombang. Mojowarno in the beginning was a Christian village, and do not allow non-Christians to stay and settle in the village. The village was also to be center of the spread of Protestant Christians in East Java. Population growth forced the village Mojowarno be open to other faiths. Based on the statistics of 2011, Protestant faiths in Jombang only about 1.2%, including GKJW Mojowarno Church. As a minority group, the Church has a vulnerability GKJW Mojowarno on acts of intolerance and violations of the right to freedom of religion and belief. Even being in the middle of the Moslem majority, the right to freedom of religion and belief GKJW Mojowarno congregation to be maintained and guaranteed. The commitment of individual or groups that encourage their attitudes and behavior in realizing life together in harmony and harmonious society Mojowarno. They dissolve in social life, but it does not drift in different religion and belief.
ISLAM AND CHINESNESS: A Closer Look at Minority Moslems in Modern China Historiography Achmad Ubaedillah
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.251-272

Abstract

Artikel ini akan menyajikan pembahasan historiografi tentang bagaimana ilmuwan non-Cina (maksudnya Barat) menjelaskan keberadaan kaum minoritas Muslim Cina (Hui) dalam penulisan sejarah Cina modern. Empat karya ilmuwan Barat tentang Muslim Cina tersebut akan dibandingkan. Sekalipun kelompok Hui Muslim secara formal telah diakui sebagai bagian dari mayoritas Han, narasi sejarah tentang Hui masih kalah banyak dibandingkan dengan kelompok mayoritas. Karya-karya yang ada saat ini tentang Hui baik ditulis oleh ahli asli Cina maupun asing masih belum memadai, tetapi penting untuk disajikan. Terdapat dua pendekatan di kalangan akademisi yang dominan digunakan, yakni kesesuaian dan ketidaksesuaian Islam dan tradisi Cina dalam menjelaskan keberadaan Islam dan Cina yang diwakili masing-masing oleh kelompok Hui dan kelompok Han. Setelah membandingkan keempat karya akademisi non-Cina atas Hui, akan ditutup dengan usulan pentingnya menggunakan berbagai pendekatan dalam memahami sejarah lokal Hui, yang sepatutnya peranan mereka harus lebih ditonjolkan dalam konteks keterkaitan antara minoritas dengan sejarah mayoritas dan dunia Islam. This paper will address a historiographical review on how non-Chinese scholars, mostly those Western specialists, describe minority Moslem of Hui in the scholarly narration of modern China. Four scholarly works on China Moslems are comparativelly discussed. Although the Hui have formally been recognized as the minority group within the Han majority, Chinese historical materials on Hui are not significant. Recenlty, works on Hui either written by local or non-Chinese scholars remain artificial, but they are necessarily important to be explored. There has been dominantly known scholars consider two perspetives in dealing with Islam and Chinesness in China, the compatibility and incompatibility of Islam with the Chinese tradition and values, where both are respectivelly represnted by the minority Hui and the majority Han. Finally, in term of understanding Chinese Moslem in modern China, the paper will urge the importance of deploying mixed perspectives and of making Chinese-centered perspective the matter of writting local history while incorporating the minority within the wider historical narration of the majority of Han and the Islamic world.
PEMBACAAN BARU KONSEP TALAK: Studi Pemikiran Muhammad Sa‘id Al-‘Asymāwī Muhammad Fauzinuddin Faiz
Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman Vol 10 No 2 (2015)
Publisher : Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/epis.2015.10.2.273-290

Abstract

Artikel ini mengulas karakter pemikiran seorang tokoh Mesir kontemporer bernama Muhammad Sa’id al-’Asymāwī tentang seluk-beluk talak. Jika mengacu pada hukum Islam klasik dan pendapat para ahli, turunnya perceraian mutlak di tangan suami. Dengan perkembangan zaman dan pembaruan pemikiran hukum Islam, Muhammad Sa’id al-’Asymāwī mencoba untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi hukum tentang perceraian dengan berbagai pendekatan, baik gender, asbab nuzul dan pendekatan lain dari dimensi sosial dan analogi liberal. Hal ini penting mengingat banyak pemikir Muslim modern yang merumuskan pembaruan pernikahan dalam hukum Islam dan juga tentang perceraian. Dengan tujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam pernikahan sesuai dengan perkembangan zaman, termasuk reinterpretasi teks al-Qur’an dan hadis hukum keluarga; baik tentang hadis pernikahan, perceraian dan sebagainya. Dengan memahami permasalahan di atas, sekiranya kajian ini dapat menambah khazanah pemikiran Islam pada isu-isu khilafiyyah yang muncul di masyarakat, khususnya di Indonesia. This paper examines the thoughts of a character of contemporary Egyptian named Muhammad Sa‘īd al-‘Asymāwī dropped right on the permissibility of divorce for a wife. If referring to classical Islamic law and the opinion of jurists, dropped right in the hands of an absolute divorce her husband. With the development of the times and the renewal of Islamic legal thought, Muhammad Sa‘īd al-‘Asymāwī trying to deconstruction and reconstructing the laws regarding divorce with a variety of approaches, both the gender approach and equalized spouses in a marriage, an approach by looking asbab-nuzul and other approaches and the social dimension of liberal analogies. This is important, because it has many modern Moslem thinkers who formulate the renewal of marriage in Islamic law and also about divorce, it is done to achieve gender equality in marriage in accordance with the times, including the reinterpretation of the text of Qur’an and hadith family law, whether it is a hadis about marriage, divorce and so on. By understanding the problems above, assuming this study can add to the treasures of Islamic thought on issues that arise in the community khilafiyyah, specially in Indonesia.

Page 6 of 19 | Total Record : 186