cover
Contact Name
Vida P.R. Kusmartono
Contact Email
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.naditirawidya@gmail.com
Editorial Address
Jalan Gotong Royong II, RT 03 RW 06, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Naditira Widya
ISSN : 14100932     EISSN : 25484125     DOI : https://doi.org/10.55981/nw
Naditira Widya aims to be a peer-reviewed platform and a reliable source of information. Scientific papers published consist of research, reviews, studies, and conceptual or theoretical thinking with regard to Indonesian and/or world archaeology and culture. All papers are double-blind reviewed by at least two peer reviewers. Naditira Widya is issued biannually and publishes articles on archaeology and cultural studies, including using anthropological, ethnographic, historical, language, geological, geographical, biological and other relevant approaches.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Arkeologi
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017" : 5 Documents clear
SISTEM SETTING OKUPASI MANUSIA KALA PLEISTOSEN - AWAL HOLOSEN DI KAWASAN GUNUNGKIDUL Indah Asikin Nurani
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kawasan Gunung Sewu tidak diragukan lagi menyimpan tinggalan budaya yang berkesinambungan utamanya masa prasejarah. Beberapa arkeolog menyebut kawasan Gunung Sewu sebagai metropolitan prasejarah. Hal tersebut didasarkan pada budaya sejak paleolitik sampai dengan neolitik – megalitik tersebar luas tanpa putus di kawasan ini. Gunungkidul sebagai salah satu kabupaten yang termasuk dalam kawasan Gunung Sewu juga menunjukkan potensi arkeologis yang tinggi dan berkesinambungan. Hal yang menjadi permasalahan adalah bagaimana setting okupasi yang berlangsung di Gunungkidul? Tulisan ini bertujuan untuk menjabarkan potensi arkeologis secara ruang dan waktu dalam sistem setting yang berlangsung khususnya kala Pleistosen ke awal Holosen. Penelitian ini juga mengidentifikasi daerah yang dimanfaatkan sebagai pusat aktivitas dan sebagai sumber bahan baku, pergeseran ruang dalam kurun waktu berikutnya, dan faktor yang menyebabkan terjadinya setting okupasi. Diharapkan tulisan ini akan memberikan kontribusi dalam pelestarian setting okupasi budaya kala Pleistosen-awal Holosen kawasan Gunungkidul. Metode yang digunakan adalah deskriptifanalitik, sehingga akan terjabarkan setting okupasi secara ruang dan secara holistik. Hasil penelusuran Sungai Oyo dan gua hunian di Gunungkidul memberikan informasi perkembangan budaya dari aspek ruang dan waktu. It is widely known that Gunung Sewu area has a high potential of cultural continuity during the prehistoric times. Based on its cultural remains that spread from the Palaeolithic to the Neolithic-Megalithic, Gunung Sewu, by some archaeologists, is called as the prehistoric metropolitan area. As a part of Gunung Sewu, Gunungkidul district shares the same traits regarding their potential and continuous culture from Palaeolithic to Neolithic. The holistic background of the human occupation in Gunungkidul during those periods, however, has not thoroughly researched yet. Therefore, theresearch problem for this study is to answer the following question: what is the setting system of human occupation in Gunungkidul? This study attempts to describe the archaeological potentcy by using the frame of space and time in thesetting system that took place during Pleistocene to Early Holocene. This study also identifies which area was used as center of activities or as sources of raw materials, to determine if there was a shift of function over time, and to describe the factorsbehind the setting system of human occupation. Moreover, this study is expected to give a good contribution to the preservation of Pleistocene - Early Holocene sites in Gunungkidul. The method for this study is descriptive analysis for givinga thorough explanation about the human occupation. In Gunungkidul, survey on the Oyo River and caves have revealed valuable information of cultural development in both, space and time frames.
ARTEFAK EMAS CANDI BUDDHA SINTONG: HUBUNGAN FUNGSI DAN KELETAKANNYA Eka Asih Putrina Taim
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Candi Sintong adalah candi yang terletak di wilayah muara Sungai Rokan, yang secara administratif termasuk wilayah Desa Sintong, Kecamatan Tanah putih, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau. Penelitian bersama antara Bidang Sejarah dan Purbakala Pemda TK I Provinsi Riau dan Pusat Arkeologi Nasional, melalui ekskavasi pada tahun 2007 dan 2010 menemukan seperangkat artefak berbahan emas. Temuan tersebut menarik, baik dari segi bentuk maupun keletakannya. Tulisan ini membahas temuan emas tersebut dari segi bentuk dan keletakannya, untuk mengetahui fungsi dan peranan temuan dalam kesejarahan situs Candi Sintong. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan analisis arkeologi ruang, baik dalam skala mikro maupun semi makro. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara keletakan temuan emas dengan fungsi, dan kedudukannya berdasarkan konsep ritual Buddha, seperti yang disebutkan dalam kitab suci agama Buddha. Sintong temple is located in the Rokan River estuary which is administratively included in Sintong Village, Tanah Putih Subdistrict, Rokan Hilir Regency, Riau Province. Joint research between History and Antiquities Affairs of Riau province and the National Archaeological Center has found a set of gold findings as results of excavations in 2007 and 2010. Gold is quite interesting in terms of both, form and position. This paper discusses the gold findings in order to recognize itsfunction and role in the history of Sintong temple.The method used is qualitatif with spatial archaeological analysis, in bothmicro and semi macro scales. The result shows correlation between location and function of the artifacts in ritual concepts,as it is said in the Buddhist holy book.
PENEMPATAN BANGUNAN CANDI TINGKIP, LESUNG BATU, DAN BINGIN JUNGUT PADA BENTANG LAHAN FLUVIAL MUSI RAWAS PROVINSI SUMATRA SELATAN Sondang M. Siregar; M. Edi Armanto; L.R. Retno Susanti
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keberadaan bangunan Candi Tingkip, Lesung Batu, dan Bingin Jungut menunjukkan adanya sisa peradabanHindu-Buddha di Daerah Musi Rawas. Daerah Musi Rawas memiliki bentang lahan fluvial dari hulu Sungai Musi sampaidengan hulu Sungai Rawas. Pada wilayah tersebut manusia berusaha berinteraksi dengan alam tidak hanya untuk bertahanhidup tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan ritualnya. Masyarakat pada masa lalu telah beradaptasi dengan lingkungan dengan mempertimbangkan lingkungan fisik dalam mendirikan bangunan candi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk adaptasi manusia pendukung bangunan candi, yaitu keletakan bangunan Candi Tingkip, Lesung Batu, dan Bingin Jungut pada bentang lahannya dan mengetahui hubungan penempatan bangunan candi dengan tanah dan batuan. Metode yang dipakai adalah metode kualitatif dengan analisis ruang sebaran bangunan candi dengan lingkungan fisiknya. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bentuk adaptasi manusia pendukung Candi Tingkip, Lesung Batu, dan Bingin Jungut adalah menempatkan bangunan candi pada lahan yang berdekatan dengan sumber air, mendirikan bangunan candi di atas tanahlempung dan memilih lokasi candi yang menyediakan material bangunan candi. The existence of Tingkip, Lesung Batu and Bingin Jungut temples show the remain of the Hinduism-Buddhism civilization in Musi Rawas region. The region has fluvial landscape from downstream to upstream Rawas River. Local people in the past had interacted with nature not only to survived but also perfomed religious activity. They had adapted how to build temples by considering the physical environment. This research purposes to know the form adaptation in the past, which arerelated to the landscape of temples location and the placement of temple building with soil and rock. The method used is qualitative with spatial analysis of physical environment of temples. The results show that adaptation form the past people in Tingkip, Lesung Batu and Bingin Jungut had placed the temples building on the land that near the water source on the clay soil, and choosed the locations that provided the materials.
PRASASTI RAJA SORITAON DAN LATAR BELAKANG PENULISANNYA Churmatin Nasoichah
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banyak prasasti di Indonesia, masih harus diteliti dengan seksama karena sekalipun sudah dibaca dan diterbitkan, tetapi masih dalam bentuk alih aksara dan alih bahasa, seperti Prasasti Raja Soritaon. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui Prasasti Raja Soritaon dan latar belakang penulisannya. Penelitian ini menggunakan penalaran induktif, dengan mengumpulkan fakta yang dianalisis dengan pendekatan kritik teks, hasilnya digunakan untuk membantu membuat interpretasidan kesimpulan. Prasasti Raja Soritaon berbahan batu, dibuat dengan cara dipahat, dan bentuknya pipih persegi. Prasasti ini dituliskan menggunakan aksara dan bahasa Batak Angkola. Inskripsi berada di makam Batak kuno, makam pendiri huta/kampung yang bernama Raja Soritaon, dan prasasti tersebut berfungsi sebagai penanda kubur. Isi prasasti menggambarkan Raja Soritaon sebagai sosok orang kaya, pendiri kampung Padang Bujur, orang yang dituakan dan dihormati, serta orang yang dapat memutuskan segala permasalahan tanpa bisa diganggu gugat. Many of inscriptions in Indonesia still need to be carefully examined, though many of it have been read and published, but still in the form of transcription and translation, such as Raja Soritaon inscription. This paper purposes todescribe Raja Soritaon inscription and its writing background. The study was done through inductive reasoning by fact collecting, then the data are analyzed by text-critical approach to sum up interpretation and conclusion. The inscription is from stone, made by chiseled, and has flat square shape. This inscription is written using Angkola Batak script and language, at the Bataknese ancient tomb of huta (village) founder, namely Raja Soritaon, and the inscription was served as a tomb marker. The inscription portrayed Raja Soritaon as a rich man, the founder of Padang Bujur village, respected elder person, and one who can decide all the problems without inviolable.
KARAKTERISTIK SITUS-SITUS ARKEOLOGI KALIMANTAN SELATAN BERDASARKAN LOKASI GEOGRAFIS Nia Marniati Etie Fajari
Naditira Widya Vol. 11 No. 1 (2017): Naditira Widya Volume 11 Nomor 1 April Tahun 2017
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Provinsi Kalimantan Selatan memiliki bentang lahan berupa wilayah Pegunungan Meratus, perbukitan karst Meratus, lahan basah pada daerah aliran sungai, serta wilayah pesisir dan kepulauan. Lingkungan di keempat satuan lahan tersebut menyediakan kekayaan hayati melimpah sehingga menjadi kawasan budaya yang dihuni oleh manusia sejak masa prasejarah sampai dengan saat ini. Penelitian arkeologi di Kalimantan Selatan menemukan situs-situs arkeologi yangtersebar pada tiap-tiap satuan lahan. Artikel ini mengangkat permasalahan mengenai bagaimana karakteristik situs arkeologi yang berada di Kalimantan Selatan berdasarkan kondisi geografisnya. Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data berdasarkan Laporan Penelitian Arkeologi di Balai Arkeologi Kalimantan Selatan dari tahun 1993-2015 di wilayah Kalimantan Selatan. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan klasifikasi situs berdasarkan lokasi geografis. Langkah selanjutnya adalah identifikasi situs berdasarkan parameter letak geografis dan kondisi lingkungan, karakteristik temuan, karakteristik budaya, dan kronologi waktu baik absolut ataupun relatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik situs pada setiap lokasi geografis yang berbeda. Hasil analisis menghasilkan kecenderungan karakteristik situs arkeologi di Kalimantan Selatan, yaitu adanya orientasi pemilihan lokasi hunian seiring dengan kronologi waktu, karakteristik situs dan data arkeologi dipengaruhi oleh kondisi geografisnya, dan usulan lokasi strategis yang dapat ditindaklanjuti oleh tim peneliti di Balai Arkeologi Kalimantan Selatan. South Kalimantan Province has a landscape in the form of Meratus Mountains, Meratus karst hills, wetlands in the Barito River Basin, coastal areas and islands. Environment at those landscapes provides abundant resources and become cultural areas that has been occupied since prehistory until recently. The archaeological research in KalimantanSelatan has found archaeological sites that spreads along each landscapes. This article discusses about characteristics of archaeological sites in Kalimantan Selatan based on geographical location. The sources of study are from some archaeologicalreports conducted by Balai Arkeologi Kalimantan Selatan during 1993 to 2015. The research method has been done byclassifying the archaeological sites based on geographical location. Then identyfication is conducted to develop the parameterconsisting of geography and environmental conditions, characteristic of data, cultural characteristics, and the chronology either absolute or relative to define the character of archaeological sites. This study aims to determine the characteristics of sites in each different geographic location. The result shows that there is a tendency of the characteristics such as orientation of residential location choice which is along with chronology, the characteristics and archaeological data are influenced by geographical conditions, and the proposed strategies of site location that can be followed up by researchers at Balai Arkeologi Kalimantan Selatan.

Page 1 of 1 | Total Record : 5