cover
Contact Name
Putra Afriadi
Contact Email
putraafriadi12@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal_imaji@uny.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Imaji: Jurnal Seni dan Pendidikan Seni
ISSN : 16930479     EISSN : 25800175     DOI : -
IMAJI is a journal containing the results of research/non-research studies related to arts and arts education, including fine arts and performing arts (dance, music, puppetry, and karawitan). IMAJI is published twice a year in April and October by the Faculty of Languages and Arts of Universitas Negeri Yogyakarta in cooperation with AP2SENI (Asosiasi Program Studi Pendidikan Seni Drama, Tari, dan Musik se-Indonesia/Association of Drama, Dance, and Music Education Study Programs in Indonesia).
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI" : 9 Documents clear
PERSPEKTIF HISTORIS CAMPURSARI DAN CAMPURSARI ALA MANTHOU’S Joko Tri Laksono
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.708 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6654

Abstract

Campursari is an ensemble of a highly and aesthetically musical taste of various musical instruments, each of wich has distinctive characteristics and playing patterns. The problems arising from the difference in the system of notation and harmony can be overcome in so far each, musician is aware of the importance of togetherness needed in the musical performance. In history instrumentation of campursari cannot leave karawitan and music keroncong which represents beginning at first merger from bath the ensembles. Manthou’s as originators campursari tries to alli the instrumentation becames one fully unity especially about its tune. Kata kunci: musik campursari, perspektif historis
NILAI-NILAI TRADISI SEBAGAI INSPIRASI PENGEMBANGAN DESAIN KRIYA KONTEMPORER Martono -
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (155.596 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6655

Abstract

The development of modern skill design is continuously higher alongside with the development of science, technology, and human need. Long time ago, empu or male salesclerks made skill products which contained sacred values and other values. Now, they make skill products by considering more on their aspects of function, economic, and estetics. The shift of those values are caused by the development of science, the transition of human need, and the change of era demand. Global issue has created tension between tradition and modernity, global versus local, universal and individual, and preservation versus renewal. The condition of culture, which comes from the meet of two values of every single aspect, finally creates some tension between things which are considered spiritual and material by nature. Globalization has influenced the shift of art that is spiritual and symbolic by nature into art which is simply material by nature. The work of art is more oriented on the fulfillment of practical demand which is based on economical demand. The fast development of globalization process becomes a big problem for many skill designers, who are in one side have no willingness to relief beautiful and philosophical traditional art. Meanwhile, in another side, they realize that they can do nothing if they do not follow the global current in which the impact cannot be avoided. The development of tourism directly claims the skill designers to make some modern skill designs which have special context regarding the places where the designs are created and stereotype according to local culture of the places. Related to the development of tourism, there is a skill design that is especially dedicated to society; this skill design is known as art by destination. Additionally, a skill design for tourism society demand is called art of acculturation. Art which is created for the sake of tourism art demand is known as tourist art. The development of tourism has given a big chance toward the development of skill in Indonesia. It can be proven by a large number of skill design products which have spread locally and globally. Most of those skill products of various material and designs have come into export markets. It proves that skill and creativity of skill designers have been highly reliable and acceptable.
STUDI PERBANDINGAN DESAINER INTERIOR DAN DEKORATOR INTERIOR Dwi Retno Sri Ambarwati
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.859 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6650

Abstract

The terms “interior designer” and “interior decorator” are often used interchangeably, as if they were identical professions. Although both may have the ability and talent to create beautiful rooms, the two are not synonymous. Interior decorators are primarily concerned with surface decoration, generally refers to someone who deals with finishes, surfaces, furniture, and wall coverings and no government regulation regarding the work of an interior decorator. On the other hand, an interior designer is one who is trained to create a functional and quality interior environment, qualified through education, experience and examination, so a professional designer can identify and creatively resolve issues and lead to a healthy, safe and comfortable physical environment. Referring to that definition, interior design is the art and science of understanding people’s behavior in order to create functional spaces within the building structures, an in the other hand, an interior decoration is the art of decorating to beautify a space. Although an interior designer can also make aesthetic changes to an interior space, the interior designer is a professional licensed with a licensing authority who coordinates design projects with a holistic approach. This effort includes designing the interior architecture, in addition to beautifying the space. Keywords: interior design, interior decoration, comparative study.
DARI POHON HAYAT SAMPAI GUNUNGAN WAYANG KULIT PURWA (Sebuah Fenomena Transformasi Budaya) Muhajirin -
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.626 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6656

Abstract

Pohon hayat merupakan pohon yang mampu memberikan hayat atau kehidupan bagi umat manusia yang dipercaya memberikan pengayoman dan perlindungan serta mempertebal semangat dan keyakinan masyarakat. Sisa-sisa kepercayaan terhadap pohon ayat itu sampai sekarang. Pada jaman kebudayaan Jawa Islam, kepercayaan terhadap pohon hayat tetap berkembang, bahkan bentuk gunungan wayang yang juga disebut kekayon kemudian ditafsirkan berasal dari bahasa Arab khayyu (kehendak), dan setelah mendapat akhiran an menjadi khayyu-an, khayyun, dan kayon (kekayon). Perkataan kekayon ini berkaitan dengan kayu (pohon), dan gununggan wayang memang menggambarkan sebuah hutan yang lebat. Jadi bentuk gunungan (kekayon) wayang kulit purwa merupakan perkembangan lebih lanjut dari pohon Kalpataru yang sudah terkenal sejak jaman kebudayaan Hindu Jawa . Kata Kunci: Pohon Hayat, Gunungan Wayang Kulit Purwa, transformasi budaya
JENIS HIASAN TATAHAN BADE I Made Suparta
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (678.026 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6651

Abstract

Penelitian tentang Jenis Hiasan Tatahan Bade bertujuan untuk mengetahu: (1) jenis motif pepatran maupun kekarangan yang diterapkan untuk menghias bangunan bade, serta urut-urutannya pada setiap palih/embakan karang; (2) jenis teknik ukiran/tatahan yang dipakai pada setiap motif pepatran/ kekarangan; dan (3) persaman dan perbedaan hiasan maupun tatahan yang ada pada setiap daerah yang dapat dijadikan sebagai ciri khasnya. Motif hias yang beragam dan dijadikan motif bagian pada bangunan bade, tetap memiliki nilai sakral dan akan berlanjut semasih warna/kasta mentaati tradisi leluhurnya serta kewenangan yang diberikan oleh Dalem (raja). Dengan kata lain, semasih acara ngaben menggunkan sarana bade, motif hias dengan berbagai jenis dan bentuknya tetap diperlukan. Motif hias yang ada pada bangunan bade, memiliki hubungan hierarkis yang ganda sesuai dengan konsep desa kala patra. Penempatan motif hias yang ada pada bade adalah bentuk hubungan hirarkis horizontal di antara warna/kasta dalam agama Hindu terhadap Dalem (raja) atas penghargaan yang pernah diberikan. Kata kunci: motif hiasan, upacara ngaben, dan tradisi leluhur
REPRESENTASI INDHANG DALAM KESENIAN LENGGER DI BANYUMAS Wien Pudji Priyanto
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.832 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6658

Abstract

Kesenian Lengger merupakan salah satu bentuk kesenian khas Banyumas yang dilaksanakan berkaitan dengan upacara mulai menanam padi sampai dengan panen padi usai. Dalam pementasannya kesenian ini terbagi menjadi empat babak yaitu, (1) babak Gambyongan, (2) babak Badutan, (3) babak Ebeg-ebegan (Jathilan) dan, (4) babak Baladewan. Masyarakat meyakini bahwa penari Lengger atau Jathilan yang memiliki Indhang pasti dalam pementasannya memiliki kemampuan, ketrampilan, kekuatan yang lebih ibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki indhang. Indhang diperoleh dengan cara menjalankan Laku yaitu bersemadi/konsentrasi di tempat/makam yang dianggap keramat baik oleh kelompok kesenian maupun masyarakat setempat. Penari yang kerasukan Indhang akan memiliki daya tarik dan kekuatan tersendiri misalnya mampu menari berjam-jam tanpa lelah, memiliki aura atau pamor yang berbeda dengan aslinya, untuk indhang jathilan dapat merasuk ke penari dengan cara mendem/ndadi mereka akan berbuat sesuat diluar kemampuan dirinya. Di samping itu bagi yang mempercayai atau yakin penari lengger yang kerasukan indhang maka akan dapat mengobati anak atau seseorang yang sedang sakit dengan cara mencium/meniup kening atau memberikan air putih yang telah didoakan. Kata Kunci : Representasi, Indhang dan Kesenian Lengger
PENINGKATAN KUALITAS PEMBELAJARAN KERAJINAN BATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA INTERAKTIF BERBASIS KOMPUTER MULTIMEDIA Ismadi -
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.12 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6653

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran dan peningkatan hasil pembelajaran kerajinan batik dengan menggunakan media interaktif berbasis komputer multimedia. Subjek penelitian adalah mahasiswa semester III Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS UNY sebanyak 20 orang. Penelitian ini didesain sebagai Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan langkah penelitian mengacu pada model yang diterapkan oleh Kemmis dan Metaggart dan dilaksanakan 2 siklus. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data dianalisis secara deskriftif kualitatif. Hasil penelitian tindakan I menunjukkan bahwa pemahaman teori dasar-dasar membatik dengan tes pilihan ganda dengan 10 soal, mahasiswa mendapat nilai rata-rata 6,6. pelaksanaan tindakan I masih mengalami permasalahan dalam pembelajaran kerajinan batik, hal ini ditandai dengan nilai rata-rata mahasiswa yang masih kurang. Oleh karena itu perlu diadakan tindakan II. Tindakan II dilakukan setelah merevisi media pembelajaran interaktif yang dikembangkan oleh peneliti. Pelaksanaan tindakan II ini sudah menunjukkan ada peningkatan yang signifikan, yaitu rata-rata mahasiswa sudah mencapai nilai 7. oleh karena itu, dengan adanya peningkatan nilai pada tindakan II ini, maka dianggap sudah tidak perlu lagi dilakukan tindakan III. Analisis data menunjukkan bahwa media pembelajaran yang interaktif dapat mempengaruhi hasil pembelajaran yang cukup besar. Hal itu dibuktikan dengan nilai rata-rata hasil tes yang diperoleh mahasiswa pratindakan adalah 4,5, tindakan I adalah 6,6 dan tindakan II adalah 7. Kata kunci: kerajinan batik, pembelajaran, dan media interaktif
PERAN AKTOR DI BALIK SENI PERTUNJUKAN TAYUB DI MALANG Robby Hidajat
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.645 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6657

Abstract

Pada seni pertunjukan “ronggong” (Tandhak/Teledek) di Malang, terdapat fenomena persaingan yang disebabkan adanya “aktor” di balik panggung, yaitu “pelandang”, “Pengendang” atau “ketua Paguyuban”. Peran yang dijalankan oleh para “aktor” memilik dua aspek, bersifat positif dan negatif. Aspek positif berkaitan dengan pola penyajian, populeritas, dan perlindungan, sisi negatif berupa aspek yang mengancam profesi mereka. Para “aktor” di balik panggung dapat menghalangi bahkan dapat mematikan popularitas para ronggong; bahkan berdampak pada aspek gender yang melandasari semangat untuk tetap eksis. Tandhak selalu mendapat pemahaman yang bersifat negatif, pola moral-estetik yang diperoleh dari pendidikan non-formal membawa dampak yang sangat rentan terhadap hegemonitas; yaitu penekanan dan intimidasi “sinioritas”. Katakunci: Tari, Tayub, Ronggong, Aktor
MERAH BERPENDAR DI BRANG WETAN: Tegangan Politik 65 dan Implikasinya terhadap Industri Musik Banyuwangen Ikwan Setiawan
Imaji Vol 8, No 1 (2010): IMAJI FEBRUARI
Publisher : FBS UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.193 KB) | DOI: 10.21831/imaji.v8i1.6652

Abstract

This article discusses (1) creativities and complicated-tragic problems of Banyuwangen musicians, especially they who involved in Lekra (People Cultural Institution, the cultural organization of Indonesian Communist Party), during 1965 and some years later and (2) the development of Banyuwangen music industries after the bloody 1965. In Orla (Old Order), most of Banyuwangen musicians joined, culturally and ideologically, Lekra that had ideal promises to strengthen and empower people arts and cultures as the base for Indonesian culture. At post-1965, they experienced tragic life caused by regime’s surveillance mechanism towards cultural activities that were re assumed having relationship to communism. Fortunately, their friends from another cultural institutions helped and saved their life by arguing the government that they are cultural assets and very important for New Order regime. After 1965, the government to ensure disappearance of Leftist ideology guided Banyuwangen music industries. This development led to private music industries that produced and published Banyuwangen music in Melayu and kendang kempul instrument as the base of the recent development of Banyuwangen music industries. Key words: Lekra, communism, Banyuwangen music, recording industries

Page 1 of 1 | Total Record : 9