cover
Contact Name
Gusti Ayu Made Suartika
Contact Email
ayusuartika@unud.ac.id
Phone
+6289685501932
Journal Mail Official
ruang-space@unud.ac.id
Editorial Address
R. 1.24 LT.1, Gedung Pascasarjana, Universitas Udayana, Kampus Sudirman Denpasar Jalan P.B. Sudirman, Denpasar 80232, Bali (Indonesia).
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
RUANG: JURNAL LINGKUNGAN BINAAN (SPACE: JOURNAL OF THE BUILT ENVIRONMENT)
Published by Universitas Udayana
ISSN : 23555718     EISSN : 2355570X     DOI : -
Core Subject : Social, Engineering,
Jurnal RUANG-SPACE mempublikasikan artikel-artikel yang telah melalui proses review. Jurnal ini memfokuskan publikasinya dalam bidang lingkungan binaan yang melingkup beragam topik, termasuk pembangunan dan perencanaan spasial, permukiman, pelestarian lingkungan binaan, perancangan kota, dan lingkungan binaan etnik. Artikel-artikel yang dipublikasikan merupakan dokumentasi dari hasil aktivitas penelitian, pembangunan teori-teori baru, kajian terhadap teori-teori yang ada, atau penerapan dari eksisting teori maupun konsep berkenaan lingkungan terbangun. Ruang-Space dipublikasi dua kali dalam setahun, setiap bulan April dan Oktober, oleh Program Studi Studi Magister Arsitektur Universitas Udayana yang membawahi Program Keahlian Perencanaan dan Pembangunan Desa/Kota; Konservasi Lingkungan Binaan; dan Kajian Lingkungan Binaan Etnik.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016" : 7 Documents clear
PELESTARIAN POTENSI RUANG PUBLIK SEBAGAI ELEMEN PENTING DALAM PEMBANGUNAN DESA PAKRAMAN KENDRAN SEBAGAI DESA WISATA A A Gde Mahendra Giri
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.004 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2016.v03.i03.p07

Abstract

Public space is an important element in the development of tourism village. Likewise Desa Pakraman Kendran, preservation of public spaces that have been managed by communities aimed to improve the quality of tourism village. The potentiality of these public spaces include telajakan, square, and two riversides of Tukad Telagawaja and Tukad Petanu. The study aims to: 1) identify the potentiality for internal and external environment in Desa Pakraman Kendran; 2) determine the potential of public space in Desa Pakraman Kendran; and 3) identify the spatial pattern of public spaces in this customary village as a tourism village. The approach taken is to identify the environmental factors, both internal and external and analyze with the SWOT matrix. Results suggests that local government should be consistent to preserve the public spaces by involving local communities in a sustainable development. Keywords: public spaces; preservation; tourism villages; Desa Pakraman Kendran Abstrak Ruang publik merupakan elemen penting dalam pembangunan desa wisata. Demikian juga dengan Desa Pakraman Kendran, pelestarian ruang publik yang dikelola oleh masyarakat ditujukan untuk meningkatkan pariwisata perdesaan. Potensi ruang publik di desa ini meliputi telajakan, alun-alun desa, dan sempadan dua sungai yaitu Tukad Telagawaja dan Tukad Petanu. Studi ini bertujuan: 1) Mengetahui potensi lingkungan internal dan eksternal yang ada di Desa Pakraman Kendran; 2) Merumuskan potensi ruang publik di Desa Pakraman Kendran untuk sebagai desa wisata; dan 3) Mengetahui pola ruang publik di Desa Pakraman Kendran dalam mendukung potensi Desa Pakraman Kendran sebagai desa wisata. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan  mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan, baik internal dan eksternal dan menganalisanya dengan matriks SWOT. Hasil penelitian ini berupa rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Gianyar pada konsistensi untuk melestarikan ruang publik tersebut dengan melibatkan masyarakat setempat secara berkelanjutan.
PERAN DESA ADAT DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN DI DESA JATILUWIH, BALI Wahyudi Arimbawa
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.386 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2016.v03.i03.p02

Abstract

Jatiluwih has been included in Unesco's (United Nations) World Heritage List for sometime now. It has since has gone through dramatic changes in land use, from a sleepy village dominated by its paddy fields into a crowded tourist destination. The development of extensive tourist amenities has since become apparent. While this development has contributed to the local economy, investors, and government, it has raised concerns of the balance between economic development and social development as a whole. In this context the study of the potential played by the desa adat institution in controlling land utilization in Jatiluwih Village is examined. It uses a conceptual approach proposed by Chapin, Godschalk and Kaiser in 1957, in which land use control is systematically examined within a three tiered process. The first mechanism involves the identification of interests and their determining roles. The second mechanism is to recognize the rules that direct the game played by each interest; and the third is the management governing land use changes of Jatiluwih. The final objective of this study is to develop a system of land use management for this village. In order to embrace local interests, this system must incorporate the preservation of agricultural land and the tradition-based practices embedded within it, including the subak (the traditional irrigation system) and the implications it holds for change. Keywords: desa adat; land use control; Desa Jatiluwih Abstrak Sejak Jatiluwih telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia dari Unesco, terjadi perubahan pemanfataan lahan secara dramatik, dari lahan tidur yang didominasi oleh persawahan menjadi suatu daerah tujuan wisata yang padat. Pembangunan fasilitas pariwisata tampak jelas dan semakin bertambah. Ketika pembangunan ini telah berkontribusi kepada ekonomi lokal, investor, dan pemerintah, kondisi ini telah mengembangkan keseimbangan antara pembangunan  ekonomi dan sosial. Dalam konteks ini, kajian instusi dengan desa adat dalam mengontrol pemanfaatan lahan di Desa Jatiluwih perlu diuji. Dengan menggunakan pendekatan konsepsual Chapin, Godschalk dan Kaiser (1957), aspek pengendalian pemanfaatan lahan dikaji secara sistematis berdasarkan tiga tindakan substansial. Pertama, mengidentifikasikan berbagai kepentingan dan karakternya; Kedua, menentukan mekanisme permainan; Ketiga, manajemen yang mengatur perubahan tata guna lahan. Hasil akhir yang diperoleh adalah kesuksesan dalam manajemen pengendalian pemanfaatan lahan di Desa Jatiluwih. Studi ini secara kontekstual didasarkan pada tantangan untuk mempertahankan eksistensi lahan pertanian serta sistem religi didalamnya yaitu subak. Pada kondisi yang sama, kebutuhan untuk mengakomodasi perkembangan industri kepariwisataan juga merupakan sisi yang penting bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat.
PENGADAAN PERUMAHAN SKALA MENENGAH DI DENPASAR: STUDI BERDASARKAN STRATEGI PENGEMBANG Dewa Ngakan Made Juliastika; I Nyoman Widya Paramadhyaksa; Ciptadi Trimarianto
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (762.354 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2016.v03.i03.p08

Abstract

In Denpasar, demands for housing are increasing rapidly and creating a potential economic opportunity in housing development. Since housing is seldom provided by the state, its provision relies heavily on developers, who, to date, have successfully delivered various housing types as well as competitive marketing strategies to attract more consumers. But problems occur when developers focus more on generating profits than conforming to the housing development guidelines and policies that have been established. Taking this situation as a point of departure, this paper suggests seven sets of strategies implemented by various developers at seven different housing developments. Utilizing qualitative research methods, the study has identified three important strategies in the development of medium-scale housing by developers in Denpasar, including: (1) those used during pre-construction; (2) those implemented during  the construction phase; and those applied in the aftermath of sales post-construction. All three strategic groupings of strategies are the basis for developing the characteristics of medium-scale housing delivery in Denpasar. Keywords: housing delivery; strategy of housing development; developer Abstrak Pertambahan penduduk di kota Denpasar menyebabkan peningkatan permintaan akan kebutuhan perumahan,sehingga pihak swasta, khususnya developer, berupaya mengembangkan perumahan dengan berbagai tipe. Adanya persaingan antar pengembang dalam pengadaan perumahan memunculkan berbagai konsep strategi untuk menarik calon pembeli. Permasalahan yang sering terjadi adalah pihak pengembang kurang memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam mengembangkan perumahan yang sudah diatur pada kebijakan-kebijakan terkait pengadaan perumahan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif induktif. Lokasi penelitian terletak di Kota Denpasar dengan mengambil tujuh kasus yang mewakili masing-masing kecamatan. Hasil penelitian ini adalah: (1) Konsep pengadaan perumahan skala menengah pada tahap pra konstruksi dan juga tahap konstruksi; (2) Pengelolaan perumahan skala menengah pada tahap pasca konstruksi, yaitu pada tahap purna jual; dan (3) Karakteristik pengadaan perumahan skala menengah di Denpasar. Ketiga hasil penelitian ini ditinjau dari strategi yang dilakukan oleh pengembang. Dialog dilakukan meliputi dialog antar isu di lapangan, serta dialog antara isu di lapangan dengan pemahaman umum secara etik.
PELANGGARAN BHISAMA KESUCIAN PURA DI SEKITAR PURA DANG KAHYANGAN DI KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG A A Gde Sutrisna W P
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (636.284 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2016.v03.i03.p03

Abstract

Bali partially owes its reputation to the existence of the thousand temples it has scattered across its territory. Its unique culture evolves around the ritual and symbolic significances that each temple is believed to possess. The area surrounding each temple is recognized as a sacred zone whose scale varies from one temple to another depending on its importance. Bali's Provincial Regulation Number 16, year 2009 has clearly delineated this zone as an undeveloped area; a protected territory and to be measured in relation to a specific region, measured by taking a specific radius and circumference using the temple as the central pivot. This study evaluates how this regulation has been violated, especially in the case of Dang Kahyangan temples located in a touristy area of South Kuta District. The protected zone of both temples stretches in theory, to a radius of 2 km. In practice, things are radically different. The research suggests that violations have taken place in various forms. The breaches are a consequence of many conditions including the lack of initiative to implement then police the regulation; the absence or elasticity of control over development; and public discontent due to the lack of compensation for development rights. Any such regulation without state compensation is unjust. This article also investigates the impacts such violations have, both negatively and positively. The article concludes with some recommendations as to how a balance can be achieved between such competing interests. Keywords: conserved zone; sacred zone; Dang Kahyangan temple; bhisama; land development Abstrak Bali memiliki kewajiban mempertahankan keberadaan kesucian ratusan pura yang tersebar di seluruh wilayahnya. Keunikan budayanya meliputi prosesi ritual dan makna simbolik yang dipercaya dimiliki oleh masing-masing pura tersebut. Kawasan sekitar pura dikenal sebagai kawasan suci yang memiliki variasi radius kesucian bergantung pada kepentingannya. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali telah mengatur perlindungan pada kawasan suci yang tidak boleh dibangun yaitu pada radius tertentu dengan pura sebagai titik pusatnya. Studi ini mengevaluasi bagaimana peraturan ini telah dilanggar, khususnya di kawasan sekitar pura Pura Dang Kahyangan di Kecamatan Kuta Selatan pada radius 2 km. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pelanggaran terhadap Bhisama kesucian pura dalam bentuk kegiatan. Pelanggaran ini disebabkan adanya kebijakan pengembangan kawasan pariwisata di kawasan dengan radius kesucian pura dan kurangnya sosialisasi akan pentingnya radius kesucian pura dan tuntutan kebutuhan ekonomi. Studi ini juga menginvestigasi dampak positif maupun negatif dari berbagai macam pelanggaran tersebut. Simpulan dari studi ini adalah beberapa rekomendasi untuk menyeimbangkan antara hasil yang telah dicapai dengan berbagai hal yang relevan.
PENANDA FUNGSI DAN MEDIA PROMOSI DI KORIDOR JALAN HAYAM WURUK, DENPASAR Anak Agung Ngurah Aritama
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.475 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2016.v03.i03.p04

Abstract

The installation of signage serves numerous functions and is now an integral part of commercial development, transport and other urban uses. In addition it is frequently located to promote information driven by political, economic, social and directional purposes. The phenomenon raised within this article is the uncontrolled presence of urban signage to a level that ruins the image of a town, as is observed when one walks along the Hayam Wuruk Corridor of Denpasar Kota. The article focuses on the comprehension of factors leading to the overall lack of control that generates such chaotic effects. In achieving this objective, the following article is organized into four sub sections. First, the abstract briefly explains the structure and organization of the presentation. Second, the introduction outlines the overall context of the problem and the choice of the Hayam Wuruk Corridor as the selected case study. The third section contains an explanation of the meaning, function and type of signage found along the Corridor. The fourth section demonstrates in a great detail, the underlying factors in the organization of urban signage and the criteria that allow functional requirements to be met without ruining environmental considerations. Thus the urban image the Denpasar Kota is keen to maintain can be respected. The last section synthesizes key elements in the paper and suggests potential outcomes. Keywords: urban signage; urban image; type, meaning and function of the urban signage. Abstrak Seiring perkembangan waktu, keberadaan penanda fungsi dan media promosi pada koridor kawasan menimbulkan berbagai permasalahan terkait visual dan wajah kota. Begitu pula yang terjadi pada koridor Jalan Hayam Wuruk di Kota Denpasar. Koridor jalan ini merupakan salah satu koridor dengan aktivitas komersial dan perdagangan yang cukup sibuk. Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi penanda fungsi dan media promosi pada koridor tersebut tidak tertata dengan baik. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menemukan faktor-faktor yang menyebabkan sejumlah permasalahan tersebut. Pendekatan yang dilakukan melalui metode kualitatif dengan didukung oleh studi kepustakaan yang relevan dengan topik penelitian. Artikel ini terdiri atas empat sub pokok bahasan. Bagian abstrak memuat poin-poin penting mengenai artikel ini. Bagian kedua memaparkan pokok-pokok permasalahan serta gambaran umum mengenai tiga segmen dari koridor yang diteliti. Bagian ketiga berisikan penjelasan mengenai pengertian, fungsi dan jenis penanda fungsi dan media promosi; dan faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan pada penanda fungsi dan media promosi tersebut. Bagian keempat memuat kesimpulan hasil studi.
FAKTOR-FAKTOR PEMILIHAN LOKASI DAN SEBARAN MINIMARKET WARALABA DI KECAMATAN DENPASAR BARAT I Made Agus Dharmadiatmika
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (380.994 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2016.v03.i03.p05

Abstract

Denpasar has been faced with a rapid proliferation of the so called ‘minimarket’ (modernized warung). While on the one hand this has meant a provision of more space for youth to congregate, it has caused economic deprivation for various small warung whose customers divert their purchases to these new enterprises on the other.  Supporting the idea of regulating the development of commercial functions in an urban area, this article offers a preliminary study of considerations used before the location for any minimarket is finalized by owners, prior to building permit application to the government.  Since this in fact corresponds to a franchised warung, these considerations are subject to locational constraints set by the main company. The study also investigates how this list of priorities is negotiated to either accommodate or adapt to given economic and other circumstances encountered in any potential new location. This research was undertaken in with West Denpasar as its focus, since it has the highest density of minimarkets in Denpasar. The highest concentration of such minimarts are located in the areas of Kertha Tega , Tegal Harum and Pemecutan Kelod. Keywords: minimarket; location; economic functions; urban development Abstrak Pertumbuhan minimarket waralaba yang sangat cepat di Kecamatan Denpasar Barat mengakibatkan berdampak pada termarginalkannya warung/toko tradisional. Hal mendasar yang perlu dilakukan adalah menganalisa keberadaan lokasi minimarket waralaba, sehingga menjadi pedoman dalam penataan ruang di Kota Denpasar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif untuk menjawab permasalahan awal, yaitu faktor pemilihan lokasi, faktor utama pemilihan lokasi terkait karakteristik pemanfaatan lahan, dan kecenderungan sebaran minimarket waralaba di Kecamatan Denpasar Barat. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor pemilihan lokasi minimarket waralaba dipengaruhi oleh sepuluh faktor, dengan faktor utama pemilihan lokasi adalah faktor kawasan perdagangan dan jasa/komersial, faktor kedekatan terhadap fasilitas pendidikan, faktor kedekatan terhadap fasilitas kesehatan, dan faktor pola hidup modern. Minimarket waralaba pertama kali berlokasi pada daerah yang belum terdapat pesaing. Masuknya pesaing menyebabkan sebaran lokasi terjadi secara acak dengan mempertimbangan keuntungan aglomerasi dan adanya konsentrasi permintaan pasar. Sebaran minimarket secara tidak langsung cenderung membentuk spasial, mengelompok secara sentralisasi pada daerah pusat kota, dan menyebar ke arah barat, yaitu daerah Desa Tegal Kertha, Desa Tegal Harum, dan Desa Pemecutan Kelod. Secara tidak langsung ini membentuk desentralisasi dari pusat kota.
POLA PERKEMBANGAN PERMUKIMAN NELAYAN DI DUSUN UJUNG PESISI DESA TUMBU, KARANGASEM I Komang Dody Kastama Yasa
RUANG: Jurnal Lingkungan Binaan (SPACE: Journal of the Built Environment) Vol 3 No 3 (2016): Oktober 2016
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (919.401 KB) | DOI: 10.24843/JRS.2016.v03.i03.p06

Abstract

This is a study of a post natural disaster fishing settlement of Ujung Neighborhood in Karangasem Regency on the eastern coast of Bali Island. This settlement was badly hit by the eruption of Mount Agung in 1963. It was then also eroded by significant storms and resultant erosion abrasions over three years from 1997 up to 1999. The study is designed to comprehend the spatial changes that this fishing settlement has been through which have resulted in the development of a currently existing and unique spatial layout. Data used in this study represent spatial changes taking place from 1950 to 2015 when the field survey was conducted. The whole study was approached using qualitative research methods. Research findings have uncovered two prominent spatial patterns. The first is a linear settlement form stretching along the Ujung coastal line and the second a linear and clustered form of spatial pattern demonstrated by Ujung's mainland settlement. The linear part is oriented towards Seraya-Karangasem road and the clustered pattern takes place in the western part of the neighborhood where social infrastructures are concentrated. These include the facilities of an elementary school, madrasah (Muslim school), and mosque. The study concludes that the development of a post disaster village has followed a mixed spatial pattern for reasons predominantly generated from natural conditions. Keywords: spatial pattern; post-disaster development; fishing settlement Abstrak Studi ini merupakan suatu kajian pasca bencana pada permukiman nelayan di Dusun Ujung Pesisi, Kabupaten Karangsem. Ruang permukiman nelayan Dusun Ujung Pesisi berkembang sejak bencana meletusnya Gunung Agung tahun 1963 dan abrasi pantai pada tahun 1997 sampai 1999. Paper ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola perkembangan permukiman nelayan yang terjadi di Dusun Ujung Pesisi dari tahun 1950-2015. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur, grandtour, observasi, wawancara, dan rekonstruksi. Hasil temuan yang ada dilapangan menunjukkan bahwa terdapat dua pola permukiman nelayan di Dusun Ujung Pesisi. Temuan pertama adalah terbentuknya pola linier di sepanjang garis pantai Ujung dan temuan kedua adalah pola linier dan pola cluster di sepanjang daratan Ujung. Pola linier berorientasi ke jalan raya Seraya-Karangasem dan pola cluster berada di sisi barat permukiman. Ini meliputi fasilitas-fasilitas sekolah dasar, madrasah, dan masjid. Kesimpulan dari studi adalah bahwa karena kondisi alam, pembangunan pasca bencana juga diikuti oleh pembentukan permukiman nelayan dengan kombinasi pola-pola ruang yang sudah ada sebelumnya.

Page 1 of 1 | Total Record : 7