cover
Contact Name
Brigitta Laksmi Paramita
Contact Email
brigitta.laksmi@uajy.ac.id
Phone
+6282329549978
Journal Mail Official
journal.biota@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jalan Babarsari No. 44, Sleman, Yogyakarta 55281, Indonesia
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati
ISSN : 25273221     EISSN : 2527323X     DOI : doi.org/10.24002/biota
Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati merupakan jurnal ilmiah yang memuat hasil-hasil penelitian, kajian-kajian pustaka dan berita-berita terbaru tentang ilmu dan teknologi kehayatian (biologi, bioteknologi dan bidang ilmu yang terkait). Biota terbit pertama kali bulan Juli 1995 dengan ISSN 0853-8670. Biota terbit tiga nomor dalam satu tahun (Februari, Juni, dan Oktober).
Articles 15 Documents
Search results for , issue "Vol 19, No 1 (2014): February 2014" : 15 Documents clear
Komposisi Jenis dan Kepadatan Sponge (Porifera: Demospongiae) di Kepulauan Spermonde Kota Makassar Haris, Abdul; Werorilangi, Shinta; Gosalam, Sulaiman; Mas’ud, Andry
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (241.054 KB) | DOI: 10.24002/biota.v19i1.453

Abstract

AbstractSponge is one of the components on the coastal and marine ecosystems, especially coral reefs and seagrass beds. Climate change and environmental conditions can affect the life of the sponge. The study is conducted to determine the distribution of the composition and density of sponge using belt transects (transect quadrant) with a size of 5x5 m, then count the number of each type of sponge contained in the transect. Study site divided into three (3) zones indicating different conditions of eutrophication. A total of 49 species were identified from 16 families of 8 orders. Composition and density of the sponge in inner zone as many as 11 families with a density of 0.96 ind/m2, and lower compared to the composition and density in the middle zone and outer zone. This is related to the difference in environmental conditions of the three zones based on eutrophication conditions.Keywords: Sponge, species composition, density, spermondeAbstrakSponge merupakan salah satu penyusun pada ekosistem pesisir dan laut, terutama pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun. Perubahan iklim dan kondisi lingkungan dapat mempengaruhi kehidupan dari sponge. Maka dilakukan penelitian untuk mengetahui sebaran komposisi dan kepadatan sponge menggunakan metode transek belt (transek kuadran) dengan ukuran 5x5 m, kemudian menghitung jumlah dari setiap jenis sponge yang terdapat dalam transek. Lokasi penelitian terbagi atas 3 (tiga) zona eutrofikasi yang menunjukkan kondisi eutrofikasi yang berbeda. Sebanyak 49 spesies yang teridentifikasi berasal dari 16 famili 8 ordo. Komposisi dan Kepadatan sponge pada zona dalam sebanyak 11 famili dengan kepadatan 0,96 ind/m2,, lebih rendah dibandingkan dengan komposisi dan kepadatan pada zona tengah dan zona luar. Hal tersebut terkait dengan adanya perbedaan kondisi lingkungan dari ketiga zona yang terbagi berdasarkan kondisi eutrofikasi tersebut.Kata kunci: Sponge, komposisi jenis, kepadatan, spermonde
Pemanfaatan Vegetasi Mangrove sebagai Obat-obatan Tradisional pada Lima Suku di Papua -, Mahmud; -, Wahyudi
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.441 KB) | DOI: 10.24002/biota.v19i1.448

Abstract

AbstractMangrove plays important role to coastal communities across Papua. Mangrove provides food, material construction, firewood, medicine, shelter and others. This research is designed to determine the traditional practices of utilizing mangrove vegetation used for medicinal material remedieson for five ethnicgroups in Papua. Field observation, and intensive literature reviews were used to collect the data and information required. The results showed that seven spesies of mangrove belonging to five families were used for medicinal puposes by five ethnic groups in Papua. Utilizations of mangrove as traditional medicines could be used for treatments for twelve diseases or health syndromes, ranging from mosquito repellency, scabies medicine, cleanse for pregnancey, children’s speaking ability, insecticides, malaria medicine, tooth medicine, diarrhoea, energy booster and stimulant for birth delivery. More importanly, the method of extraction, preparation and dosages of comsumption among five ethnics groups are almost similar.Keywords: Mangrove vegetation, traditional medicines, five ethnics, PapuaAbstrakVegetasi mangrove berperan penting dan cukup nyata, serta merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat Papua, khususnya yang berdomisili di pesisir pantai. Mangrove dimanfaatkan sebagai sumber makanan, kayu bakar, obat-obatan tradisional, dan pelindung dari bahaya tsunami, badai, dan aberasi air laut. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode observasi lapangan dan studi pustaka. Tujuan penelitian ini mengetahui pemanfaatan vegetasi mangrove sebagai tumbuhan berkhasiat obat pada lima suku pesisir di tanah Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak tujuh jenis dari lima famili vegetasi mangrove yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan berkhasiat obat, untuk mengobati dua belas penyakit atau gejala penyakit, termasuk pestisida alami.Kata kunci: Vegetasi mangrove, obat tradisional, lima suku, Papua
Kondisi Terumbu Karang di Kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu DKI Jakarta Seto, Drajad Sarwo; -, Djumanto; Probosunu, Namastra
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (273.71 KB) | DOI: 10.24002/biota.v19i1.454

Abstract

AbstractThe objective of this research was to determine the condition of coral reefs, namely the percentage of coral covered, species distribution, community structure of coral, and the environmental conditions surround the core zone, protection zone, tourism zone, and residential zone in Kepulauan Seribu Marine National Park DKI Jakarta. The research was conducted from 8 to 16 May, 2013. The data was collected from four zones and each zone was set up into two stations as a point observation, at the depth of 79 meters. The percentage of coral coverring was calculated by line intercept transect method, coral genera was counted and identified using the belt transect method. Coral data was analyzed qualitatively based on ecological index. The results showed that the coral covering was range from 7.25 to 68.93% as categorized from bad to good condition. The number of coral was found approximately of 5.523 colonies that consisted of 45 genera and 16 families. The most abundance of coral was Porites and Montipora with percentage of 19.7% and 16.69%, respectively. Coral diversity index was ranged from 1.61 to 3.07 as indicated of low to high. Uniformity index was ranged from 0.44 to 0.68, which was the community in stressful to labile situation. Dominance index (D) was ranged from 0.06 to 0.32 showing that coral dominance was absence.Keywords: Coral reef, cover, diversity, Kepulauan SeribuAbstrakPenelitian ini bertujuan mengetahui kondisi terumbu karang yang meliputi persentase tutupan, sebaran, struktur komunitas dan kondisi lingkungan di zona inti, perlindungan, pemanfaatan wisata, dan pemukiman di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu DKI Jakarta. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 8 sampai 16 Mei 2013. Pengambilan data berada pada empat zona pengelolaan dan setiap zona ditetapkan sebanyak dua stasiun pengamatan pada kedalaman 79 meter. Persentase tutupan karang dihitung dengan metode Line Intercept Transect, genera karang dihitung dan diidentifikasi menggunakan metode Belt Transect. Data jenis karang yang diperoleh dianalisis kualitatif berdasarkan indeks ekologis. Hasil penelitian diperoleh persentase tutupan karang berada pada kisaran 7,2568,93% yang dikategorikan kondisinya buruk hingga baik. Jumlah karang dari seluruh stasiun penelitian sebanyak 5.523 koloni yang terdiri dari 45 genera dan 16 famili. Genus karang yang paling sering dijumpai adalah Porites dan Montipora dengan persentase kelimpahannya masing-masing 19,7% dan 16,69%. Nilai indeks keanekaragaman (H’) karang berkisar antara 1,613,07 yang tergolong rendah hingga tinggi. Indeks keseragaman berkisar 0,440,68 yang berarti komunitas dalam keadaan tertekan hingga labil. Nilai indeks dominansi (D) berkisar 0,060,32 yang menunjukkan dominansi karang tertentu tergolong rendah.Kata kunci: Tutupan, terumbu karang, keragaman, Kepulauan Seribu
Profil Asam Lemak Gonad Lima Spesies Landak Laut (Echinoidea) Dari Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta Purnami, Sri Endang; -, Trijoko; Pratiwi, Raras Toeti
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (191.766 KB) | DOI: 10.24002/biota.v19i1.449

Abstract

AbstractSea urchin (Echinoidea) is an avertebrate animal whose habitat can be found from the intertidal to shallow subtidal areas. Sea urchin has a very important role in reef ecology, especially in intertidal and subtidal areas. Sea urchin gonad also can be consumed and has high economic value. The aim of this study was to determine the profile of fatty acid Sea urchin gonad in South Coral in Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogokarta) Gonad samples were taken from two sampling locations, those were four species from Sepanjang beach and one species from Wediombo coast. Fat was separated from the gonad using the method of Blight and Dyer (1959) and fatty acid methyl ester were prepared by direct transesterification reaction according to Morisson and Smith’s method (1964). Fatty acid methyl ester were separated and analysed by gas chromatography. The result showed that there are 10 types of fatty acid found in sea urchin gonad belonging to saturated and unsaturated fatty acid both MUFA (monounsaturated fatty acid) dan PUFA (polyunsaturated fatty acid). In all samples. The level of saturated fatty acids is higher than the unsaturated fatty acids, especially myristic (C14:0) and palmitic acid (C16:0).Keywords: Fatty acid, Sea Uechin, South Coral Gunung Kidul Daerah Istimewa YogyakartaAbstrakLandak laut (Echinodea) merupakan hewan avertebrata yang banyak dijumpai pada daerah pasang surut yang berbatu dan berpasir. Landak laut memiliki peranan yang sangat penting pada ekologi karang terutama di daerah pasang surut, selain itu gonadnya juga dapat dikonsumsi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini mengetahui keragaman spesies dan komposisi asam lemak gonad Landak laut yang ada di Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul. Sample gonad diambil dari 2 lokasi sampling yaitu empat jenis dari Pantai Sepanjang dan satu jenis dari Pantai Wediombo. Lemak dipisahkan dari gonad menggunakan metode Blight and Dyer (1959) dan dimetilasi melalui metode Morison and Smith (1964). Kadar asam lemak gonad kemudian dianalisa dengan GC. Hasil analisa asam lemak sampel gonad ditemukan Asam lemak jenuh yang meliputi asam kaprilat (C8:0), asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0), asam stearat (C18:0) dan asam arakhidat (C20:0). Asam lemak tidak jenuh antara lain asam oleat (C18:1n-9), asam palmitoleat (C16:1n-7), linoleat (C18:2n-8) dan asam eicosapentaenoat (C20: 5n-3). Hasil analisa menunjukkan bahwa kadar asam lemak jenuh lebih tinggi dibanding asam lemak tidak jenuh terutama asam miristat sebesar 27,20% dan palmitat 24,44% sedangkan asam lemak tak jenuh yang tinggi adalah asam Eicosapentaenoat sebesar 14,83%, keduanya ditemukan pada Colobocentrotus sp.2. Jenis Landak laut di Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul sangat beragam sedangkan jenis asam lemak yang terkandung pada lima sampel gonadnya sama tetapi berbeda kadarnya.Kata kunci: Asam lemak, landak laut, karang Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta
Viabilitas Bakteri Asam Laktat dan Aktivitas Antibakteri Produk Susu Fermentasi Komersial terhadap Beberapa Bakteri Patogen Enterik Purwijantiningsih, Ekawati
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.265 KB) | DOI: 10.24002/biota.v19i1.450

Abstract

AbstractFermented milk products could be found on the marketplace in great quantities of brand and type. Fermented milk has potentials for functional food because it has health benefits for human body and acts as antimicrobial. However from all brands and types, the viability of lactic acid bacteria (LAB) and antibacterial activity is not surely known, especially in Yogyakarta. The aim of this study was to determine the viability of lactic acid bacteria and antibacterial effect to three enteric pathogenic bacteria. Tests were carried out on 18 samples of fermented milk from supermarkets in Yogyakarta. Base on LAB viability test, 12 samples fulfilled the concentration of probiotic bacteria, number of viable bacteria at least 108 CFU/ml. Antibacterial activity from 18 brands against Staphylococcus aureus, Escherichia coli and Salmonella sp. by using well diffusion method. Fermented milk products have different antibacterial activities. Brand R showed the maximum antibacterial effect against the pathogens. It was determined that the most sensitive pathogenic bacteria to milk fermented products were S. aureus, whereas the least sensitive pathogen was Salmonella sp.Keywords: Antibacterial, fermented milk, viability of lactic acid bacteriaAbstrakProduk susu fermentasi dapat ditemukan di pasaran dalam berbagai merk dan jenis. Susu fermentasi tersebut berpotensi sebagai pangan fungsional karena memiliki manfaat kesehatan bagi manusia dan berperan sebagai antimikrobia. Akan tetapi dari berbagai merk dan jenis yang ada belum diketahui secara pasti mengenai viabilitas bakteri asam laktat (BAL) dan aktivitas antibakterinya terutama yang beredar di wilayah Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan mengetahui viabilitas BAL dan efek antibakteri terhadap tiga bakteri patogen enterik. Uji dilakukan pada 18 sampel susu fermentasi yang berasal dari supermaket di kota Yogyakarta. Berdasarkan uji viabilitas BAL, ada 12 sampel yang memenuhi standar konsentrasi bakteri probiotik,paling tidak mengandung 108 CFU/ml. Aktivitas antibakteri dari 18 merk diuji terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella sp. menggunakan metode difusi sumuran. Produk minuman susu fermentasi memiliki kemampuan antibakteri yang berbeda. Merk R menunjukkan efek antibakteri paling tinggi terhadap beberapa bakteri patogen. Bakteri patogen yang paling sensitif terhadap produk susu fermentasi adalah S. aureus, yang paling tidak sensitif adalah Salmonella sp.Kata kunci: Antibakteri, susu fermentasi, viabilitas BAL
Identifikasi Immunohistokimiawi Desmin dan Vimentin dalam Sel Otot Skelet Ayam Kedu Cemani (Galllus gallus domesticus) Budipitojo, Teguh; Wihadmadyatami, Hevi; -, Ariana; Musana, Dewi K.
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (340.065 KB) | DOI: 10.24002/biota.v19i1.451

Abstract

AbstractThe two sub units of intermediate filaments, desmin and vimentin, are found in most cells of mesenchymal origin. The content and distribution of desmin in mature skeletal muscle have been known, but for vimentin has been a subject of disagreement. The present study was aimed to clarify the presence of desmin and vimentin immunoreactivities in the skeletal muscle fibers of Kedu Cemani chickens (Gallus gallus domesticus) by immunohistochemistry methods of avidin-biotin-complexs. Samples of muscle tissues were obtained from pectorales mayor, biceps brachii, and biceps femoris of five adult Kedu Cemani chickens (Gallus gallus domesticus). Immunohistochemical staining results showed that desmin immunoreactivities were detected in Z disc of myofibers, but not vimentin. The results stimulate further exploration on characteristics of Kedu Cemani chickens, especially in terms of the distribution of other intermediate filaments and neuroendocrine cells in a variety of organs system.Key words: Kedu chicken, skeletal muscle, desmin, vimentin, immunohistochemistryAbstrakVimentin dan desmin merupakan subunit filamen intermedia dan dapat ditemukan dalam sebagian besar sel mesenkimal. Keberadaan dan distribusi desmin dalam sel otot skelet dewasa/masak telah diketahui, namun keberadaan dan distribusi vimentin pada sel yang sama masih menjadi perdebatan. Penelitian ini bertujuan mengklarifikasi keberadaan immunoreaktifitas desmin dan vimentin dalam serabut otot skelet ayam kedu cemani dengan metode immunohistokimia komplek avidin-biotin. Penelitian dilakukan menggunakan jaringan otot yang meliputi otot pectorales mayor, biceps brachii, dan biceps femoris dari 5 ekor ayam kedu cemani (Gallus gallus domesticus). Pengamatan terhadap immunoreaktifitas desmin dan vimentin dalam serabut otot normal ayam kedu cemani dewasa dengan menggunakan antibodi monoklonal terhadap desmin dan antibodi poliklonal terhadap vimentin memperoleh hasil bahwa immunoreaktifitas desmin terdeteksi pada diskus Z serabut otot skelet, namun immunoreaktifitas vimentin tidak terdeteksi. Hasil penelitian memunculkan dorongan untuk menggali lebih lanjut ciri-ciri khusus ayam kedu cemani, terutama dalam hal distribusi filamen intermedia dan jenis neuroendokrin lainnya pada berbagai sistem organ tubuh.Kata kunci: Ayam kedu, otot skelet, desmin, vimentin, immunohistokimia
Hubungan Kepadatan dan Biting Behaviour Nyamuk Anopheles farauti Dengan Kasus Malaria di Ekosistem Pantai dan Rawa (Kabupaten Biak Numfor dan Asmat) Kawulur, Hanna S.I.; Soesilohadi, Hidayat; Hadisusanto, Suwarno; Trisyono, Y. Andi
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (187.841 KB) | DOI: 10.24002/biota.v19i1.452

Abstract

AbstractPopulation density and bitting behaviour of insect vectors are several of the factors that influence the number of cases of malaria. This study aims to determine the relationship between population density and bitting behaviour Anopheles farauti which is a vector of malaria in coastal ecosystems (Biak Numfor Regency) and swamp ecosystems (Asmat Regency) with malaria cases. The method used is human landing collection conducted at 18:00 to 6:00 a.m. inside and outside the house. The results showed that the population density of An. farauti in coastal ecosystems is relatively lower than the swamp ecosystems. Man bitting rate in coastal ecosystems is 4 and 4.66, at 95.52 and 42.38 in swamp ecosystem. An. farauti on two ecosystems research are eksofilik. Population density and bitting behaviour An. farauti in coastal ecosystems and swamp ecosystems are not positively correlated with the number of malaria cases.Keywords: population density, biting behavior, An. farauti, Biak Numfor, AsmatAbstrakKepadatan populasi dan aktivitas menggigit serangga vektor merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah kasus malaria. Penelitian ini bertujuan menentukan hubungan kepadatan populasi dan aktivitas menggigit Anopheles farauti yang merupakan vektor malaria di ekosistem pantai (Kabupaten Biak Numfor) dan ekosistem rawa (Kabupaten Asmat) dengan kasus malaria. Metode yang digunakan adalah human landing collection yang dilakukan pada pukul 18.0006.00 di dalam dan di luar rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa padat populasi An. farauti di ekosistem pantai relatif lebih rendah dibandingkan ekosistem rawa. Man bitting rate di ekosistem pantai adalah 4 dan 4,66 di ekosistem rawa 95,52 dan 42,38. An. farauti pada dua ekosistem penelitian bersifat eksofilik. Kepadatan populasi dan aktivitas mencari darah An. farauti di ekosistem pantai dan ekosistem rawa tidak berkorelasi positif dengan jumlah kasus malaria.Kata kunci: kepadatan populasi, aktivitas menggigit, An. farauti, Biak Numfor, Asmat
Aktivitas Antiproliferatif Ekstrak Wasbensin Daun Eupatorium riparium Reg. : Studi In Vitro Pada HeLa Cell lin Linus Yhani Chrystomo; L. Hartanto Nugroho; Subagus Wahyuono; Aditya Krishar Karim; Kumiko Terada; Tsutomu Nohno
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v18i1.260

Abstract

Eupatorium riparium Reg. adalah tumbuhan obat penting asli dari Mexico dan India Barat, yang masuk ke tanah Jawa sejak tahun 1800. Tumbuhan ini mempunyai catatan sejarah digunakan untuk obat tradisional dalam berbagai kultur budaya bangsa secara luas di seluruh dunia dan biasa digunakan untuk obat hipertensi, gagal jantung, diuretik, antikanker, antifungi, dan penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Studi pada HeLa cell line ini dilakukan selama satu bulan. Selanjutnya, studi ini bertujuan meneliti aktivitas antiproliferatif ekstrak wasbensin daun E. riparium terhadap kanker servik manusia Hela cell line. Aktivitas antiproliferatif diuji menggunakan reagen proliferatif sel WST-1 dengan waktu 1, 2, dan 4 jam setelah diinkubasi selama 72 jam pada suhu 37oC dan 5%CO2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak wasbensin daun E. riparium mempunyai aktivitas proliferatif yang potensial terhadap HeLa cell line dengan nilai IC50 berikut 102.69 𝜇g/ml (1 jam), 198.67 𝜇g/ml (2 jam). Saran selanjutnya, penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui mekanisme antikanker HeLa cell line.Kata kunci: Eupatorium riparium Reg, antiproliferatif, HeLa, WST-1
Pemanfaatan Vegetasi Mangrove sebagai Obat-obatan Tradisional pada Lima Suku di Papua Mahmud -; Wahyudi -
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v19i1.448

Abstract

AbstractMangrove plays important role to coastal communities across Papua. Mangrove provides food, material construction, firewood, medicine, shelter and others. This research is designed to determine the traditional practices of utilizing mangrove vegetation used for medicinal material remedieson for five ethnicgroups in Papua. Field observation, and intensive literature reviews were used to collect the data and information required. The results showed that seven spesies of mangrove belonging to five families were used for medicinal puposes by five ethnic groups in Papua. Utilizations of mangrove as traditional medicines could be used for treatments for twelve diseases or health syndromes, ranging from mosquito repellency, scabies medicine, cleanse for pregnancey, children’s speaking ability, insecticides, malaria medicine, tooth medicine, diarrhoea, energy booster and stimulant for birth delivery. More importanly, the method of extraction, preparation and dosages of comsumption among five ethnics groups are almost similar.Keywords: Mangrove vegetation, traditional medicines, five ethnics, PapuaAbstrakVegetasi mangrove berperan penting dan cukup nyata, serta merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat Papua, khususnya yang berdomisili di pesisir pantai. Mangrove dimanfaatkan sebagai sumber makanan, kayu bakar, obat-obatan tradisional, dan pelindung dari bahaya tsunami, badai, dan aberasi air laut. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode observasi lapangan dan studi pustaka. Tujuan penelitian ini mengetahui pemanfaatan vegetasi mangrove sebagai tumbuhan berkhasiat obat pada lima suku pesisir di tanah Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak tujuh jenis dari lima famili vegetasi mangrove yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan berkhasiat obat, untuk mengobati dua belas penyakit atau gejala penyakit, termasuk pestisida alami.Kata kunci: Vegetasi mangrove, obat tradisional, lima suku, Papua
Profil Asam Lemak Gonad Lima Spesies Landak Laut (Echinoidea) Dari Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Endang Purnami; Trijoko -; Raras Toeti Pratiwi
Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati Vol 19, No 1 (2014): February 2014
Publisher : Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24002/biota.v19i1.449

Abstract

AbstractSea urchin (Echinoidea) is an avertebrate animal whose habitat can be found from the intertidal to shallow subtidal areas. Sea urchin has a very important role in reef ecology, especially in intertidal and subtidal areas. Sea urchin gonad also can be consumed and has high economic value. The aim of this study was to determine the profile of fatty acid Sea urchin gonad in South Coral in Gunung Kidul (Daerah Istimewa Yogokarta) Gonad samples were taken from two sampling locations, those were four species from Sepanjang beach and one species from Wediombo coast. Fat was separated from the gonad using the method of Blight and Dyer (1959) and fatty acid methyl ester were prepared by direct transesterification reaction according to Morisson and Smith’s method (1964). Fatty acid methyl ester were separated and analysed by gas chromatography. The result showed that there are 10 types of fatty acid found in sea urchin gonad belonging to saturated and unsaturated fatty acid both MUFA (monounsaturated fatty acid) dan PUFA (polyunsaturated fatty acid). In all samples. The level of saturated fatty acids is higher than the unsaturated fatty acids, especially myristic (C14:0) and palmitic acid (C16:0).Keywords: Fatty acid, Sea Uechin, South Coral Gunung Kidul Daerah Istimewa YogyakartaAbstrakLandak laut (Echinodea) merupakan hewan avertebrata yang banyak dijumpai pada daerah pasang surut yang berbatu dan berpasir. Landak laut memiliki peranan yang sangat penting pada ekologi karang terutama di daerah pasang surut, selain itu gonadnya juga dapat dikonsumsi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini mengetahui keragaman spesies dan komposisi asam lemak gonad Landak laut yang ada di Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul. Sample gonad diambil dari 2 lokasi sampling yaitu empat jenis dari Pantai Sepanjang dan satu jenis dari Pantai Wediombo. Lemak dipisahkan dari gonad menggunakan metode Blight and Dyer (1959) dan dimetilasi melalui metode Morison and Smith (1964). Kadar asam lemak gonad kemudian dianalisa dengan GC. Hasil analisa asam lemak sampel gonad ditemukan Asam lemak jenuh yang meliputi asam kaprilat (C8:0), asam miristat (C14:0), asam palmitat (C16:0), asam stearat (C18:0) dan asam arakhidat (C20:0). Asam lemak tidak jenuh antara lain asam oleat (C18:1n-9), asam palmitoleat (C16:1n-7), linoleat (C18:2n-8) dan asam eicosapentaenoat (C20: 5n-3). Hasil analisa menunjukkan bahwa kadar asam lemak jenuh lebih tinggi dibanding asam lemak tidak jenuh terutama asam miristat sebesar 27,20% dan palmitat 24,44% sedangkan asam lemak tak jenuh yang tinggi adalah asam Eicosapentaenoat sebesar 14,83%, keduanya ditemukan pada Colobocentrotus sp.2. Jenis Landak laut di Pantai Selatan Kabupaten Gunung Kidul sangat beragam sedangkan jenis asam lemak yang terkandung pada lima sampel gonadnya sama tetapi berbeda kadarnya.Kata kunci: Asam lemak, landak laut, karang Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 1 of 2 | Total Record : 15


Filter by Year

2014 2014


Filter By Issues
All Issue Vol 8, No 3 (2023): October 2023 Vol 8, No 1 (2023): February 2023 Vol 7, No 3 (2022): October 2022 Vol 7, No 2 (2022): June 2022 Vol 7, No 1 (2022): February 2022 Vol 6, No 3 (2021): October 2021 Vol 6, No 2 (2021): June 2021 Vol 6, No 1 (2021): February 2021 Vol 5, No 3 (2020): October 2020 Vol 5, No 2 (2020): June 2020 Vol 5, No 1 (2020): February 2020 Vol 4, No 3 (2019): October 2019 Vol 4, No 2 (2019): June 2019 Vol 4, No 1 (2019): February 2019 Vol 4, No 1 (2019): February 2019 Vol 3, No 3 (2018): October 2018 Vol 3, No 2 (2018): June 2018 Vol 3, No 1 (2018): February 2018 Vol 3, No 1 (2018): February 2018 Vol 2, No 3 (2017): October 2017 Vol 2, No 2 (2017): June 2017 Vol 2, No 1 (2017): February 2017 Vol 2, No 1 (2017): February 2017 Vol 1, No 3 (2016): October 2016 Vol 1, No 2 (2016): June 2016 Vol 1, No 1 (2016): February 2016 Vol 1, No 1 (2016): February 2016 Vol 19, No 1 (2014): February 2014 Biota Volume 19 Nomor 1 Tahun 2014 Biota Volume 13 Nomor 2 Tahun 2014 Vol 18, No 2 (2013): June 2013 Vol 18, No 1 (2013): February 2013 Biota Volume 18 Nomor 1 Tahun 2013 Vol 17, No 3 (2012): October 2012 Vol 17, No 2 (2012): June 2012 Vol 17, No 1 (2012): February 2012 BIOTA Volume 17 Nomor 3 Tahun 2012 Vol 16, No 2 (2011): June 2011 Vol 16, No 2 (2011): June 2011 Vol 16, No 1 (2011): February 2011 Vol 16, No 1 (2011): February 2011 Vol 15, No 3 (2010): October 2010 Vol 15, No 2 (2010): June 2010 Vol 15, No 1 (2010): February 2010 Vol 14, No 3 (2009): October 2009 Vol 14, No 2 (2009): June 2009 Vol 14, No 1 (2009): February 2009 Vol 13, No 3 (2008): October 2008 Vol 13, No 2 (2008): June 2008 Vol 13, No 1 (2008): February 2008 Vol 12, No 3 (2007): October 2007 Vol 12, No 2 (2007): June 2007 Vol 12, No 1 (2007): February 2007 Vol 11, No 3 (2006): October 2006 Vol 11, No 2 (2006): June 2006 Vol 11, No 1 (2006): February 2006 Vol 10, No 3 (2005): October 2005 Vol 10, No 2 (2005): June 2005 Vol 10, No 1 (2005): February 2005 Vol 9, No 3 (2004): October 2004 Vol 9, No 2 (2004): June 2004 Vol 9, No 1 (2004): February 2004 Vol 8, No 3 (2003): October 2003 Vol 8, No 2 (2003): June 2003 Vol 8, No 1 (2003): February 2003 More Issue