cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi" : 6 Documents clear
Metode Alternatif Penentuan Tingkat Hasil dan Harga Kompetitif: Kasus Kedelai Masdjidin Siregar
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n1.1999.66-73

Abstract

EnglishA particular food crop may be deemed competitive if the crop provides farmers with a level of net returns that at least equals to the net returns from competing food crops. Competitive net returns can be reached by increasing yield level or by increasing output price level. Yield and output price levels that result in competitive net returns may be called respectively competitive yield and competitive output price. The computation of competitive yield and competitive output price is useful to see the competitiveness or the possibility of area changes of a particular crop under study. The computational methods have been initiated by Manwan et al (1990). However, the computational method regarding competitive yields suffers from shortcoming since it does not consider that, given unchanged technology and prices, an increase in yields requires an increase in costs. In order to reduce the weakness, this paper offers an alternative method. The alternative method is based on the assumption that, if the net return of a particular crop increases from (NRk0) to (NRj0), then the total variable cost should be multiplied by (NRk0/(NRj0)). Although the assumption has no convincing theoretical basis, the method is obviously better than the previous one. The application of the new method indicates that soybean can compete with corn even if soybean yield decreases by 30 percent. It should be noted that the data used in the analysis are from provincial level of Java. To have better results, one should apply similar analysis using data from district level or sub-district level by agro-ecological zones. IndonesianSuatu tanaman pangan dikatakan dapat bersaing dengan tanaman pangan lainnya kalau tanaman tersebut dapat memberikan tingkat penerimaan bersih paling sedikit sama dengan tingkat penerimaan bersih dari tanaman pangan pesaing. Jika tingkat penerimaan dari tanaman kedelai lebih rendah dari tingkat penerimaan dari tanaman jagung misalnya, maka daya saing kedelai dapat ditingkatkan dengan peningkatan hasil kedelai atau peningkatan harga kedelai. Salahsatu metode penghitungan tingkat hasil atau harga kompetitif digunakan oleh Manwan dkk (1990). Tetapi metode penghitungan tingkat hasil kompetitif tersebut mengandung kelemahan karena metode tersebut tidak mempertimbangkan bahwa, kalau teknologi dan harga-harga tidak berubah, peningkatan hasil memerlukan peningkatan biaya. Untuk mengatasi kelemahan itu, makalah ini menawarkan metode alternatif yang didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan penerimaan bersih dari (NRk0) ke (NRj1) memerlukan biaya peubah total sebesar (NRk1/(NRj0) kali lipat. Hasil penggunaan metode alternatif ini terhadap Data Struktur Ongkos BPS menunjukkan bahwa kedelai dapat bersaing dengan tanaman jagung meskipun hasil kedelai turun 30 persen. Perlu dicatat bahwa data BPS tersebut merupakan data rataan tingkat provinsi. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, metode tersebut sebaiknya digunakan pada data tingkat kabupaten atau kecamatan menurut keadaan agroekosistem.
Konsep Modernisasi dan Implikasinya terhadap Penelitian dan Pengembangan Pertanian Tri Pranadji; Pantjar Simatupang
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n1.1999.1-13

Abstract

EnglishAs a respons to meet globalization challenges in the 21st century, agricultural modernization is considered as agribusiness adjustment process to the latest development of science and technology. In other words, agricultural modernization can be seen as ''cathing-up" process of less developed agriculture toward converging stage of agricultural development between countries or between regions within a country. Without being realized, "modernization" and "development" are often treated as too different concepts. Agricultural modernization is not always in-line with even sometimes inhibits agricultural development. Accordingly, agricultural modernization must be planned, managed, and controlled to make it in harmony with and hence condusive for agricultural development. This implies that agricultural modernization must be treated as an instrument of agricultural development. The agency for agricultural research and development (AARD) plays strategic roles for that purpose. Accordingly, the AARD should change its research strategy from "supply side approach" to "client oriented approach". The AARD programs should include three main activities: research intelligence, link and match, and intitutional coordination. IndonesianDipandang dari konsepsi untuk menghadapi tantangan globalisasi abad 21, modernisasi pertanian merupakan suatu proses transformasi (pembaharuan) sektor agribisnis sehingga sesuai dengan tahapan perkembangan masa kini (up to date) temu dan teknologi serta lingkungan strategis. Dengan perkataan lain, modernisasi pertanian dapat dipandang sebagai proses untuk mensejajarkan tahapan pembangunan pertanian kita dengan pembangunan pertanian di negara-negara maju, yang sekaligus juga pemacuan dan pensejajaran pembungan antar wilayah provinsi, Walaupun kurang disadari secara kritis, modernisasi dan pembangunan hingga kini masih merupakan dua konsep yang berbeda. Modernisasi pertanian yang berjalan hingga dewasa ini tidak selalu seiring dengan pembangunan, dan (dalam beberapa hal) malah dapat berdampak negatif terhadap pembangunan pertanian. Oleh karena itu modernisasi pertanian tersebut haruslah direncanakan, dikelola dan dikendalikan sehingga seiring dan kondusif dengan pembangunan pertanian. Dengan perkataan lain, modernisasi pertanian harus dijadikan sebagai instrumen pembangunan pertanian. Badan Litbang Pertanian memegang peranan strategis dalam upaya menjadikan modernisasi pertanian sebagai instrumen pembangunan pertanian. Untuk mengisi peran strategis yang diembannya dalam pembangunan pertanian maka Badan Litbang Pertanian disarankan merubah strateginya dari pendekatan produksi Iptek (supply side approach) menjadi pendekatan klien (client oriented approach). Sehubungan dengan itu Badan Litbang Pertanian perlu melakukan tiga kegiatan pokok yaitu: intelegen penelitian (research intelegent), keterkaitan dan keterpaduan (link and match) dengan masyarakat agribisnis, dan forum koordinasi dengan instansi pemerintah terkait.
Potensi Peningkatan Produksi Kedelai di Indonesia melalui Penelitian Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Pertumbuhan Produksi Made Oka Adnyana; Ketut Kariyasa
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n1.1999.38-48

Abstract

EnglishThe performance of soybean production, productivity, and area of production as well as the demand, for this commodity are intensely discussed in this article. On the other hand, the opportunity to increase the domestic production can be led by enhancing the utilization of the new sources of production growth such as: (1) Expansion of production area through extensification program and increased cropping index, (2) Increasing productivity (tort/ha), (3) Increasing yield stability per unit of area. (4) Reducing the yield gap between recommended technology and yield at farm level, and (5) Reducing yield loss during harvest and post harvest handling. In addition, the discussion also involves other aspects such as: financial feasibility of soybean farming and its competitiveness to other competing crops, comparative advantage of effort to blow up domestic production compared with import, and economic incentive of government policy to the soybean farming in three provinces, namely: West lava. Central Java. and Lampung. IndonesianDalam makalah ini dikemukakan perkembangan produksi, produktivitas, dan kebutuhan serta perkembangan ekspor dan impor kedelai di Indonesia. Sedangkan tambahan produksi kedelai yang mampu dihasilkan dapat ditempuh dengan pemanfaatan sumber pertumbuhan produksi kedelai: (1) Perluasan areal tanam (ekstensifikasi dan peningkatan indeks pertanaman), (2) Peningkatan produktivitas (hasil/ha), (3) Peningkatan stabilitas hasil per satuan luas, (4) Mempersempit senjang hasil antara teknologi rekomendasi dengan hasil di tingkat petani, dan (5) Menekan kehilangan hasil panen dan pasca panen. Lebih lanjut, pada makalah ini juga dibahas tentang kelayakan finansial dan keuntungan kompetitif usahatani kedelai dibandingkan dengan komoditas kompetitornya, keunggulan komparatif upaya memacu produksi kedelai di dalam negeri dibandingkan dengan impor, serta insentif ekonomi kebijaksanaan pemerintah pada usahatani kedelai di tiga wilayah penelitian pengembangan produksi kedelai yaitu; Jabar, Jateng, dan Lampung.
Peran Teknologi Terhadap Keunggulan Bersaing, Strategi dan Sistem Peningkatan Penguasaan Teknologi di Industri Teh Indonesia Rohayati Suprihatini; Syamsul Maarif
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n1.1999.49-65

Abstract

EnglishMarket share of Indonesian tea in the world tea market decreased from 10,8 percent in 1993 to merely 9,2 percent in 1996. On the other hand, most of export ad tea (96,7%) is still in the bulk form. One of the factors to increase competitiveness and added value of Indonesian tea commodity is technology. Currently, technology is the main factors to gain the national competitiveness. This paper describes the role of technology increasing competitiveness and also explains, some strategies to increase the capability of technology such as bench marking, reengineering, kaizen, Deming cycle, and quality management system ISO 9000, the condition of technology capability in Indonesia tea industry, and the synthesis of technology capability system in Indonesia tea industry. In this system, the dynamic interaction starts from the need of changing, determines changing strategy and implementation process, increases sophisticated technology components and learning process, and increases capability of technology which will accelerate the technology capability in Indonesian tea industry. IndonesianPangsa ekspor teh Indonesia di pasar dunia menurun dari 10,8 persen pada tahun 1993 menjadi hanya 9,2 persen pada tahun 1996. Disamping itu 96,7 persen ekspor masih dalam bentuk bahan mentah (teh curah). Salah satu faktor yang dapat meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditas teh Indonesia adalah teknologi. Saat ini, teknologi memerankan peran yang sangat penting untuk memenangkan kompetisi nasional. Tulisan ini membahas tentang peran teknologi terhadap keunggulan bersaing termasuk komponen dan tingkat kemampuan teknologi dan mekanisme peran teknologi terhadap peningkatan daya saing, beberapa strategi untuk meningkatkan kemampuan teknologi, kondisi kemampuan penguasaan teknologi industri teh di Indonesia, dan hasil pemikiran mengenai alternatif sistem penguasaan teknologi industri teh di Indonesia. Sistem penguasaan teknologi teh di Indonesia merupakan suatu interaksi dinamika mulai dari kebutuhan akan perubahan, penetapan strategi perubahan, proses implementasi, peningkatan kecanggihan komponen-komponen teknologi, proses belajar, dan peningkatan kemampuan teknologi yang menentukan kecepatan peningkatan kemampuan teknologi industri teh Indonesia secara terus  menerus.
Penerapan Tarif Impor dan Implikasi Ekonominya dalam Perdagangan Beras di Indonesia A. Husni Malian; Chaerul Muslim; nFN Erwidodo
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n1.1999.27-37

Abstract

EnglishSince December 1, 1998 the government has taken discrete measures of abolishing fertilizer subsidy and liberalized rice and fertilizers trade. To compensate the rice producing farmers the government decided to increase the hulled dry rice floor price from Rp. 1,000.- to Rp. 1,400.- - Rp. 1,500.- per kg. To implement effectively the new floor price mentioned above the government of Indonesia has one choice only which is in accordance with GATT/WTO rules, i.e. to impose an import tariff. Results of the analyses indicate that the ad valorem tariff applicable as high as 40 percent is effective for the whole year or 30 percent if it is applied in January to June period only. The application of this rice import tariff is good for one or two years only in line with the restructured rice agribusiness system. IndonesianSejak tanggal 1 Desember 1998, pemerintah telah mengambil kebijakan berupa penghapusan subsidi pupuk dan membebaskan perdagangan serta tataniaga pupuk dan beras. Sebagai kompensasi kepada petani produsen padi, pemerintah juga mengamankan harga dasar yang baru tersebut, pemerintah Indonesia hanya memiliki satu pilihan yang sesuai dengan kesepakatan GATT/WTO yaitu menerapkan tarif impor beras. Hasil analisis menunjukkan bahwa tarif ad valorem yang dapat dikenakan adalah 40 persen bila diberlakukan sepanjang tahun, atau 30 persen bila hanya berlaku selama masa panen raya padi yang berlangsung antara bulan Januari sampai Juni. Penerapan tarif impor beras ini sebaiknya hanya ditempuh selama satu sampai dua tahun, seiring dengan penataan kembali sistem agribisnis beras yang berlangsung sekarang.
Pembinaan Sistem Perbenihan Terpadu: Kasus Komoditas Kedelai Masdjidin Siregar
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v17n1.1999.14-26

Abstract

EnglishThe availability of good quality seeds as the basis for good production is still a problem. The major objective of this paper is to describe formal and informal soybean seed systems in Indonesia. While the use of such national soybean varieties as Wilis, Galunggung, etc., has been relatively high (more than 70%), most soybean farmers obtain soybean seed from informal Jabalsim system that produces unlabelled or uncertified seeds. The system is but an inter-field and inter-seasonal seed flow through market in a region. The Jabalsim system is deemed adequate for farmers who have preference for fresh, cheap and timely available seed. Integration of formal system and Jabalsim system is therefore urgently needed. The Government (Office of Agricultural Services, Seed Control and Certification Station or BPSB) may increase the service to assist and train seed growers and middlemen involved in seed business. Good quality soybean seeds should be periodically injected to Jabalsim system. It is suggested that to improve the national seed system in general, the members of the National Seed Agency (BBN) should include various experts (in breeding, seed technology, and biotechnology fields) and private companies dealing with seed production and marketing. IndonesianKetersediaan benih bermutu sebagai dasar peningkatan produksi masih merupakan masalah. Makalah ini bertujuan untuk menggambarkan sistem perbenihan kedelai formal dan informal. Sementara tingkat penggunaan benih unggul nasional seperti Wilis, Galunggung dan sebagainya sudah relatif tinggi (lebih dari 70 persen), namun kebanyakan petani memperoleh benih kedelai dari sistem Jabalsim yang menghasilkan benih tidak berlabel. Sistem Jabalsim dipandang cukup memadai untuk para petani yang memiliki pilihan terhadap benih segar, murah dan tersedia manakala diperlukan. Karena itu maka integrasi sistem benih formal dan sistem informal sangat diperlukan. Dinas Pertanian dan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BSPB) dapat meningkatkan pelayanannya untuk melaksanakan pelatihan bagi para penangkar benih dan pedagang benih. Benih Pokok (SS) bermutu perlu diinjeksikan secara berkala ke dalam sistem Jabalsim. Anggota Badan Perbenihan Nasional seharusnya terdiri dari berbagai tenaga ahli (pemuliaan tanaman, teknologi benih dan bioteknologi) dan perusahaan yang bergerak dalam produksi dan pemasaran benih.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

1999 1999


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue