cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Jurnal Mahsiswa Fakultas Ilmu Budaya.
Arjuna Subject : -
Articles 13 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 4 (2014)" : 13 Documents clear
PEMBENTUKAN IDENTITAS ANAK MUDA PADA TOKOH KOYUKI DALAM FILM “BECKK” KARYA SHIORI KUTSUNA RODHY E.S, ALFA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.817 KB)

Abstract

Kata Kunci : Beck, Budaya Populer, Musik rock, Permbentukan Identitas. Musik merupakan salah satu budaya populer di Jepang. Musik di Jepang lebih dikenal dengan sebutan J-Pop (Japanese Pop). J-Pop menaungi berbagai macam aliran musik Jepang, tetapi J-Pop berbeda dengan musik western rock. Perbedaannya terdapat pada nada-nada lagu dan juga fashion anggota bandnya. Musik sebagai budaya popler dalam film Beck karya Shiori Kutsuna ini berperan sebagai sarana pembentuk identitas tokoh utama.Musik tidak hanya populer dalam film, dalam dunia nyata pun musik sangat popular di Jepang. Baik J-Pop maupun musik rock sangat popular di Jepang, dapat dibuktikan dengan banyaknya band-band Jepang yang terkenal bahkan sampai di Indonesia, seperti Lar’c en Ciel, The Gazette, dan lain-lain. Film bertemakan musik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah film Beck karya Shiori Kutsuna.Penelitian ini menggunakan pendekatan budaya populer dengan musik sebagai objek materialnya. Serta tiga aspek pendukung lainnya, yaitu exposure, consumption, dan use sebagai hal yang dilakukan oleh tokoh utama untuk melakukan pembentukan identitas terhadap dirinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa musik yang diterima seseorang dengan menggunakan aspek exposure, consumption, dan use dapat membentuk identitas seseorang. Seperti yang dialami oleh Koyuki selaku tokoh utama dalam film Beck ini. Koyuki yang sebelum mengenal musik rock hanyalah seorang anak SMA yang selalu mendapat ijime dari teman-temannya, berubah secara drastis setelah mengenal musik rock. Perubahannya terjadi pada sifatnya yang pendiam menjadi aktif, lalu Koyuki jadi memiliki hobi bermain gitar dan menyanyi, dan yang terpenting Koyuki menjadi seorang anggota band.
PENERJEMAHAN KEISHOU PADA HASIL TERJEMAHAN ANIME K-ON! THE MOVIE DARI KANINDO FANSUB INDONESIA AKBAR, AYYADANA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (542.845 KB)

Abstract

Kata Kunci : Keishou, Kesepadanan, Metode Penerjemahan, Penerjemahan, Teknik Penerjemahan. Penerjemahan tak dapat lepas dari sebuah perbedaan budaya. Perbedaan budaya ini salah satunya ditunjukkan dengan adanya perbedaan dalam menyapa seseorang. Contohnya budaya Jepang dan Indonesia dalam menyapa seseorang.Jepang memiliki sapaan yang berbeda dengan Indonesia yang disebut dengan keishou. Sementara sapaan dalam bahasa Indonesia disebut dengan nomina persona. Keishou semakin dikenal setelah media Jepang, khususnya anime yang semakin terkenal di seluruh penjuru dunia.Penerjemah umumnya menggunakan metode dan teknik penerjemahan yang jarang diketahui. Misalnya seperti yang diaplikasikan oleh KANINDO ketika menerjemahkan keishou dalam anime K-ON! The Movie yang diteliti dalam penelitian ini. Hasil dari metode dan teknik penerjemahan yang diaplikasikan menimbulkan efek dalam penerjemahan yang disebut dengan efek kesepadanan.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan cara melakukan scanning kemudian menjelaskan secara deskriptif metode dan teknik apa saja yang dilakukan oleh penerjemah saat menerjemahkan keishou dalam anime K-ON! The Movie.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa banyak teknik dan metode penerjemahan yang dilakukan oleh KANINDO saat menerjemahkan keishou dalam bahasa Indonesia. Baik dengan menerjemahkannya begitu saja, sampai menggantinya dengan budaya Indonesia. Dengan diaplikasikannya teknik dan metode penerjemahan tersebut timbullah efek kesepadanan, dimana hasil terjemahan keishou dapat dikenali dengan mudah oleh pembaca.
THE IMPLICATURE IN FLOUTING OF MAXIMS FOUND IN THE SIMPSONS MOVIE DANI, SURYA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.523 KB)

Abstract

Keywords: Cooperative principle, flouting of maxim, implicature, the Simpsons Movie. Language takes an important part in human life. It is considered as a tool for communication. People express their feelings and convey their intention throughcommunication. Good communication will happen if people obey four maxims incooperative principle. However, there is a phenomenon when someone flouts themaxims since they want to imply something. The phenomenon is called implicature that always comes with flouting of maxims. The phenomenon is presented in The Simpsons Movie. There are two research problems of the study, namely: (1) what are the flouted maxims found in “The Simpsons Movie” and (2) what is the most frequent flouting of maxim found in “The Simpsons Movie and What are the possible reasons for the most frequently appears flouted maxim?This study uses qualitative approach in relation to the use of clear description about the phenomena being studied. Document analysis is applied in this study to analyze conversation of the characters through the script of The Simpsons movie.  This study reveals that all floutings of maxims occur in this movie. From the occurrence of all maxims, maxim of manner is flouted most frequently. When this maxim is flouted, the hearer tends to fail to infer the intended meaning conveyed by the speaker due to its obscurity.The writer suggests the next researchers conduct a research in movie which has funny and unique implicature to make interesting analysis and consider the context carefully in analyzing the data to make accurate analysis. Furthermore, the writer also suggests the next researcher make comparison between a study which uses movie as the as the data source to a study which uses other literary works as the data source.
SIMBOL BUDAYA CELTIC PADA FESTIVAL-FESTIVAL KEAGAMAAN DI BRETAGNE PRANCIS : KAJIAN SEMIOTIK PUTRA, YOSUA KURNIA ARISKA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.53 KB)

Abstract

Kata Kunci: Budaya, Celt, Festival, Bretagne, Santo, Semiotik, Simbol, Makna. Budaya merupakan sistem nilai suatu masyarakat. Salah satu budaya tertua di Prancis adalah budaya Celtic di Bretagne. Representasi budaya yang menarik dapat diamati melalui sebuah festival. Festival Santo Yves (Festival Bretagne) dan Festival Santo Patrick merupakan contoh festival keagamaan dengan budaya Celtic terbesar di Bretagne. Oleh karena itulah, penulis tertarik untuk menjadikannya sebagai objek penelitian dengan rumusan masalah sbb: (1) bagaimana perwujudan budaya Celtic yang tercermin pada festival-festival keagamaan yang diadakan di Bretagne, Prancis dan (2) bagaimana makna dari simbol-simbol budaya Celtic tersebut dianalisis berdasarkan kajian semiotik.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisa semiotik Peirce dengan tujuan menguraikan secara deskriptif makna dari simbol-simbol budaya Celtic pada festival-festival keagamaan di Bretagne. Adapun, sumber data yang digunakan berasal dari video pelaksanaan Festival Bretagne di Vilaine tahun 2010 dari situs fetedelabretagne.com dan video Festival Santo Patrick di Luçon tahun 2013 dari Télé Luçon Sud Vendée.Penulis menyimpulkan hasil temuan sebagai simbol dengan perpaduan baik ikon maupun indeks yang direpresentasikan melalui aksesoris maupun benda yang dibawa peserta festival. Temuan lainnya adalah perwujudan budaya Celtic pada festival-festival keagamaan di Bretagne dapat dipetakan ke dalam beberapa konsep, seperti dualitas, demografi, kesucian, simbolisasi, kerja sama, kekerabatan, penokohan dan trinitas.Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar dapat menambah teknik pengumpulan data, seperti observasi maupun wawancara dengan pihak terkait untuk mendapatkan data yang lebih mendalam.
PERILAKU PROSOSIAL TOKOH UTAMA AMÉLIE POULADI DALAM FILM LE FABULEUX DESTIN D’AMÉLIE POULAIN : KAJIAN PSIKOLOGI SOSIAL ADAM, GAZI
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (317.674 KB)

Abstract

Kata Kunci : Empati, Perilaku Prososial, Psikologi, Perilaku Menolong Film adalah sebuah karya seni audio visual yang menampilkan ekspresi, tindakan, dan dialog dari para tokoh berdasarkan kejadian yang ada di masyarakat. Film berfungsi untuk menghibur dan menyampaikan sebuah pesan serta pengetahuan baru kepada masyarakat. Salah satu film yang dapat memberikan pengetahuan baru adalah film Prancis Le Fabuleux Destin D’Amélie Poulain. Film ini bercerita mengenai Amélie Poulain, seorang wanita yang memiliki perilaku prososial karena rasa empatinya sehingga mau menolong siapa saja yang membutuhkan pertolongannya.Penelitian ini bertujuan untuk menjabarkan manifestasi perilaku prososial tokoh utama Amélie Poulain dan mengetahui motivasi yang mendorong perilaku tersebut. Penelitian ini menggunakan teori prososial yang dikemukakan oleh Batson dkk. Jenis penelitian ini bersifat kualitatif karena data yang diperoleh berupa dialog dan perilaku yang diamati sehingga menghasilkan gambaran dan penjelasan tentang perilaku prososial tokoh utama.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku prososial yang dilakukan oleh Amélie didasari oleh empati – altruisme untuk mengurangi perasaan negatif dan mendapatkan kesenangan empati. Namun demikian, penulis menyimpulkan bahwaperilaku prososial yang dilakukan oleh Amélie didominasi oleh motivasi empati–altruisme dan juga kesenangan empati. Penulis juga menemukan sebuah perilakuprososial yang tidak masuk ke dalam kategori empati, melainkan perilaku tersebutdidorong atas dasar simpati dari tokoh utama.Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan untuk dilakukan pengkajian mengenai perilaku menolong Amélie pada saat menolong orang–orang yang selaludilakukan secara diam – diam. Penelitian tersebut  dapat direalisasikan denganmenggunakan teori psikologi kepribadian atau pun teori lain.
FUNGSI KANDOUSHI DALAM DRAMA RICH MAN POOR WOMAN EPISODE 1-7 KARYA TANAKA RYOU SANTOSO, MELISA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.519 KB)

Abstract

Kata Kunci: Kandouhi, Kandou, Yobikake, Outou, Aisatsugo.Komunikasi sering dilakukan oleh manusia di dunia ini, dalam berkomunikasi manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Dengan adanya komunikasi manusia memikirkan bagaimana cara yang baik untuk berbicara, misalnya memilih kata yang digunakan, mengatur suara, dan mengekspresikan diri. Mengekspresikan diri dilakukan dengan mengucapkan kandoushi. Orang Jepang biasanya sering mengucapkan kandoushi dalam percakapan sehari-hari. Sebagai pembelajar bahasa Jepang sering kali kurang mengetahui jenis-jenis kandoushi dan fungsinya. Oleh karena itu penulis ingin meneliti tentang jenis dan fungsi kandoushi. Dengan rumusan masalah yang pertama apa saja jenis-jenis kandoushi yang terdapat dalam drama Rich Man Poor Woman, yang kedua apa fungsi kandoushi yang terdapat dalam drama Rich Man Poor Woman. Kandoushi terbagi menjadi empat jenis, yaitu: kandou, yobikake, outou, dan aisatsugo. Masing-masing kandoushi memiliki fungsi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif karena data yang didapat berupa kata-kata tertulis. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan teori dari Terada untuk mengetahui jenis kandoushi dan menggunakan teori dari Takahashi untuk menganalisis fungsi kandoushi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam drama Rich Man Poor Woman terdapat 4 jenis kandoushi, yaitu: kandou, yobikake, outou dan aisatsugo. Terdapat 40 data yang berfungsi mengungkapkan keterkejutan, 4 data berfungsi mengungkapkan perasaan tidak terduga, 177 data berfungsi mengungkapkan jawaban setuju atau tidak setuju, 5 data berfungsi mengungkapkan pengertian terhadap ucapan lawan bicara, 15 data berfungsi untuk saat sedang berfikir, 38 data berfungsi untuk meminta perhatian lawan bicara, 11 data berfungsi untuk meyakinkan diri sendiri lewat perbuatan, dan 64 data berfungsi untuk menyatakan persalaman.
ILLOCUTIONARY ACTS IN YUSUF MANSUR’S SPEECH ENTITLED BERBICARALAH YANG BAIK ATAU DIAM WARDHANI, RIZA MAYTA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.704 KB)

Abstract

Keywords: Illocutionary Act, Syntactic Realization, Yusuf MansurSpeech act is a way of expressing human’s thought through words. In speech act, the presence of particular utterances can even be used to perform actions by using gesture or body language. Moreover, since illocutionary acts as one of the speech act parts that have grammatical form of utterances as the representation, a speaker may realize his or her utterances in different ways. The writer focuses her study on the types of illocutionary act found in Yusuf Mansur’s speech entitled Berbicaralah yang Baik atau Diam. There are two problems to be solved in the study, namely (1) what types of illocutionary acts are found in Yusuf Mansur’s speech entitled Berbicaralah yang Baik atau Diam; and (2) how the illocutionary acts are syntactically realized.This study uses qualitative approach in relation to the use of clear and systematic description about the phenomena being studied. Descriptive study in textual analysis is applied in this study to analyze the transcribed script of Yusuf Mansur’s speech.The research findings show that there are 150 utterances containing illocutionary act in this study. There are, 94 utterances containing assertives, 3 utterances containing directives, 30 utterances containing commisives, 6 utterances containing expressive, and 17 utterances containing declarations. The majority type is assertives which means that the speaker tends to use assertive type in uttering his statement. However, almost all illocutionary acts are syntactically realized by using declarative sentence. There are 111 declarative sentences, 5 interrogative sentences, and 34 imperative sentences. Based on this research, it is found that illocutionary actcan be produced in most of utterances.The writer suggests English Department students find other theories concerning the notion of speech act and illocutionary act. She also suggests the next researchers investigate other elements of speech act since this study only covers illocutionary acts of someone’s utterances.
REPRESENTASI KONSEP KEPRIBADIAN ID, EGO, SUPEREGODAN MEKANISME PERTAHANANNYA DALAM FILM LES CHORISTES INTAN, SHEILA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.039 KB)

Abstract

Kata Kunci: Ego, Id, Mekanisme Pertahanan, Representasi, Superego Di dalam film Les Choristes menceritakan tentang sekolah khusus untuk anak-anak yang bermasalah bernama Fond de L’étang. Anak-anak di sekolah tersebut sering berbuat nakal, berbuat jahil, berbohong, melakukan pemerasan, mengancam dan melanggar peraturan sekolah. Oleh karena itu, muncul konflik antara Id, Ego, Superego dan mekanisme pertahanan. Adanya konflik tersebut membuat penulis membahas permasalahan yaitu (1) Bagaimana bentuk konsep kepribadian Id, Ego dan Superego direpresentasikan dalam film Les Choristes (2) Bagaimana mekanisme pertahanan tokoh Pépinot dalam mengatasi tekanan psikologis yang dialaminya. Selanjutnya, Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui bagaimana bentuk konsep kepribadian Id, Ego, dan Superego direpresentasikan dalam film Les Choristes (2) untuk mengetahui bagaimana mekanisme pertahanan tokoh Pépinot dalam mengatasi tekanan psikologis yang dialaminya.Penelitian ini menggunakan teori psikoanalisa mengenai struktur kepribadian manusia yaitu Id, Ego dan Superego yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Kemudian penelitian ini dikaji dengan menggunakan pendekatan psikologis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Id terepresentasi melalui tindakan yang dilakukan oleh anak-anak nakal yang berada di sekolah Fond de L’étang seperti berbuat jahil, berbohong, mengancam, memarahi, melakukan pemerasan, dan melanggar peraturan sekolah. Ego terepresentasi melalui tindakan yang dilakukan oleh Clément Mathieu dan Superego terepresentasi melalui aturan, hukum dan norma yang terdapat di sekolah tersebut. (2) Pépinot mengatasi tekanan psikologisnya dengan menggunakan mekanisme pertahanan berupa fantasi, penolakan dan menarik diri.Penulis menyarankan agar peneliti selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam lagi sisi psikologi maupun bidang sastra lainnya atau para tokoh lainnya dalam film Les Choristes tersebut, karena masih banyak bidang lainnya yang menarikuntuk diteliti.
ERROR ANALYSIS ON ENGLISH CONSONANTS PRONUNCIATION PRODUCED BY SECOND SEMESTER STUDENTS OF STUDY PROGRAM OF ENGLISH UNIVERSITAS BRAWIJAYA WIDYANINGTYAS, ISHARDINI
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.463 KB)

Abstract

Keyword: Error, Error analysis, Consonant, English consonants. In the process of learning English as a foreign language, many learners face difficulties and produce some errors especially in pronouncing English consonants as well as English vowels. In this study, the writer was interested to analyze the phonological errors made by second semester students of Study Program of English Universitas Brawijaya regarding English consonants. Hence, the main focus of this study was the 24 English consonants. By conducting this study, the writer was able to find: first, the English consonants pronunciation error produced by the second semester students; and second, possible factors that influence their error. In answering the first research problem, the writer used Kelly’s and also Ladefoged et al.’s theories. Meanwhile, in answering the second research problem, the writer used Kenworthy and also Piske et al.’s theories. Moreover, the writer conducted her research using qualitative approach. In collecting the data, the writer firstly recorded the pronunciation of second semester students of Study Program of English Universitas Brawijaya when they read the pronunciation tasks provided. Then, she transcribed their pronunciations.The result showed that the students produced phonological errors in pronouncing thirteen consonants, those are /g/, /h/, /j/, /k/, /v/, /z/, /ʤ/, /ʧ/, /ɵ /, /ð/,/ƞ/, /ʒ/, and /ʃ/. Meanwhile, for the other consonants such as /b/, /d/, /f/, /l/, /m/, /n/, /p/, /r/, /s/, /t/, and /w/ are consonants which are error-free in pronunciation. Additionally, the most troublesome English consonant for the students is /v/. The writer also found 3 causes which give certain effect toward students’ error in pronunciation, those are the interference of L1 into L2, formal instruction, and the amount of L2 use.Based on these results, it can be concluded that the second semester students have not mastered the pronunciation of English language yet because most of them are still influenced by their first language pronunciation system. Finally, the writer suggests the future researchers conduct further research in spoken language since the number of this kind of research is limited. They could continue this study and find more information of students’ weakness in pronouncing English words
KONSEP TATEMAE-HONNE YANG TERCERMIN PADA TOKOH NAKATA MAKIKO DALAM DRAMA SEIGI NO MIKATA KARYA SUTRADARA SATORU NAKAJIMA SHINTA, MAHARANI KATARINA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FIB Vol 6, No 4 (2014)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.616 KB)

Abstract

Kata Kunci : Tatemae, Honne, Harmonisasi, Budaya Masyarakat Jepang Tatemae dan Honne adalah konsep kebudayaan Jepang yang selalu muncul secara bersamaan. Tatemae adalah penampakan luar seseorang di depan umum, sedangkan Honne adalah pikiran yang sesungguhnya. Konsep ini digunakan untuk menjaga kedamaian dalam masyarakat Jepang yang disebut wa. Dalam skripsi ini penulis akan menjawab rumusan masalah yaitu bagaimana konsep Tatemae-Honne yang tercermin pada tokoh Nakata Makiko dalam drama Seigi no Mikata karya Sutradara Satoru Nakajima.Dalam skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian secara kualitatif. Dimana cara analisis menggunakan cara deskriptif dan tekstual untuk menganalisis dialog dan adegan dalam drama Seigi no Mikata sehingga dapat disimpulkan bagaimana sikap Tatemae-Honne tokoh Nakata Makiko.Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah  konsep Tatemae-Honne telah menjadi suatu hal yang wajib dalam dunia kemasyarakatan Jepang. Konsep ini dapat menjadi pelumas dalam proses interaksi sosial dalam masyarakat. Dimana seseorang tidak boleh selalu mengatakan pendapat yang sesungguhnya karena dikhawatirkan akan menyakiti hati orang lain.Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti film ini dengan menggunakan teori yang berbeda, misalnya teori Psikologi. Selain itu, bisa dengan membandingkan konsep Tatemae-Honne Jepang dengan konsep basa-basi masyarakat Jawa.

Page 1 of 2 | Total Record : 13


Filter by Year

2014 2014


Filter By Issues
All Issue Vol 1, No 1 (2017) Vol 2, No 10 (2015) Vol 1, No 10 (2015) Vol 3, No 6 (2015) Vol 3, No 5 (2015) Vol 3, No 4 (2015) Vol 3, No 3 (2015) Vol 3, No 2 (2015) Vol 3, No 1 (2015) Vol 2, No 9 (2015) Vol 2, No 8 (2015) Vol 2, No 7 (2015) Vol 2, No 6 (2015) Vol 2, No 5 (2015) Vol 2, No 4 (2015) Vol 2, No 3 (2015) Vol 2, No 2 (2015) Vol 2, No 1 (2015) Vol 1, No 9 (2015) Vol 1, No 8 (2015) Vol 1, No 7 (2015) Vol 1, No 6 (2015) Vol 1, No 5 (2015) Vol 1, No 4 (2015) Vol 1, No 3 (2015) Vol 1, No 2 (2015) Vol 1, No 1 (2015) Vol 6, No 10 (2014) Vol 5, No 10 (2014) Vol 4, No 10 (2014) Vol 4, No 10 (2014) Vol 3, No 10 (2014) Vol 7, No 8 (2014) Vol 7, No 7 (2014) Vol 7, No 6 (2014) Vol 7, No 5 (2014) Vol 7, No 4 (2014) Vol 7, No 3 (2014) Vol 7, No 3 (2014) Vol 7, No 2 (2014) Vol 7, No 1 (2014) Vol 6, No 9 (2014) Vol 6, No 8 (2014) Vol 6, No 7 (2014) Vol 6, No 6 (2014) Vol 6, No 5 (2014) Vol 6, No 4 (2014) Vol 6, No 3 (2014) Vol 6, No 2 (2014) Vol 6, No 1 (2014) Vol 5, No 9 (2014) Vol 5, No 8 (2014) Vol 5, No 7 (2014) Vol 5, No 6 (2014) Vol 5, No 5 (2014) Vol 5, No 5 (2014) Vol 5, No 4 (2014) Vol 5, No 3 (2014) Vol 5, No 2 (2014) Vol 5, No 1 (2014) Vol 4, No 9 (2014) Vol 4, No 8 (2014) Vol 4, No 7 (2014) Vol 4, No 6 (2014) Vol 4, No 5 (2014) Vol 4, No 4 (2014) Vol 4, No 3 (2014) Vol 4, No 2 (2014) Vol 4, No 1 (2014) Vol 3, No 9 (2014) Vol 3, No 8 (2014) Vol 3, No 7 (2014) Vol 3, No 6 (2014) Vol 3, No 5 (2014) Vol 3, No 4 (2014) Vol 3, No 3 (2014) Vol 3, No 2 (2014) Vol 2, No 10 (2013) Vol 1, No 10 (2013) Vol 3, No 1 (2013) Vol 2, No 9 (2013) Vol 2, No 8 (2013) Vol 2, No 7 (2013) Vol 2, No 6 (2013) Vol 2, No 5 (2013) Vol 2, No 4 (2013) Vol 2, No 3 (2013) Vol 2, No 2 (2013) Vol 2, No 1 (2013) Vol 1, No 9 (2013) Vol 1, No 8 (2013) Vol 1, No 7 (2013) Vol 1, No 6 (2013) Vol 1, No 5 (2013) Vol 1, No 4 (2013) Vol 1, No 3 (2013) Vol 1, No 2 (2013) Vol 1, No 1 (2013) More Issue