cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM
ISSN : -     EISSN : 24600059     DOI : -
Core Subject : Health,
Majalah Kedokteran Gigi Klinik or abbreviated to MKGK is a scientific periodical written in Indonesian language published by Dentistry Faculty of Gadjah Mada University twice a year on every June and December. The process of manuscript submission is open throughout the year
Arjuna Subject : -
Articles 152 Documents
Penatalaksanaan Miksoma Odontogenik Periferal Maksila Sinistra pada Penderita Geriatri Pasca Stroke Non Hemoragik dengan Anestesi Umum Anik Khoiriyah; Maria Goreti Widastuti; Cahya Yustisia Hasan
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.393 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.11982

Abstract

Miksoma odontogenik tipe periferal adalah miksoma yang berlokasi pada jaringan lunak, tumbuh lambat, kurang agresif dan mempunyai tingkat rekurensi yang rendah dibandingkan dengan miksoma odontogenik tipe sentral. Miksoma odontogenik periferal bisa terjadi pada setiap dekade kehidupan, paling banyak terjadi pada dekade keempat. Tujuan penulisan studi kasus ini adalah melaporkan keberhasilan eksisi miksoma odontogenik periferal yang terjadi pada pasien geriatri pasca stroke non hemoragik. Seorang pasien wanita usia 74 tahun, terdapat benjolan di gingiva rahang atas kiri, timbul sejak 3 bulan yang lalu, tidak sakit, tidak mudah berdarah, tetapi mengganggu pengunyahan. Pasien memiliki riwayat stroke non hemoragik yang terkontrol. Eksisi lesi dan kuretase tulang dilakukan dengan anestesi umum. Hasil pasca operasi, setelah dilakukan follow-up selama 6 bulan, tidak ada keluhan pasien terkait dengan penyakit yang diderita, tidak dehisensi, tidak kambuh dan prognosis baik. Eksisi miksoma odontogenik periferal yang terjadi pada pasien geriatri pasca stroke non hemoragik bisa dilakukan, tetapi harus dengan persiapan perioperatif yang optimal, meliputi konsultasi ke bagian neurologi, kardiologi dan rawat bersama dengan bagian penyakit dalam sub bagian geriatri, untuk meminimalkan interaksi obat-obatan yang diberikan dan mencegah komplikasi pasca operasi.   ABSTRACT: Excision Peripheral Odontogenic Myxoma of the Maxillary Sinistra on Post Stroke Non-Hemorrhagic Patients under General Anesthesia. Peripheral odontogenic myxoma is a myxoma located on soft tissue, growing slowly, less aggressive and owning low recurrency rate compared to central odontogenic myxoma. Peripheral odontogenic myxoma may occur in every decade of life, mostly in the fourth decade. The aim of this report is to expose the successful excision of peripheral odontogenic myxoma on post non-hemorrhagic stroke of geriatric patient. A seventy-four-year-old woman had a pedunculated mass on the left maxillary gingivitis. It had been growing for 3 months, non-tender, non-bleeding but causing chewing inconvenience. She had a controlled non-hemorrhage stroke. An excision of lesion and bone curettage was conducted under general anesthesia. Six months after the operation, the follow-up showed no further complaints concerning her disease, no dehiscence, no recurrence, and the prognosis was good. It can be concluded that the excision of peripheral odontogenic myxoma on post non-hemorrhagic stroke of geriatric patients was feasible. However, it must be conducted under adequate perioperative preparation, which consists of neurology and cardiology consultation and joint treatment between internal department and geriatric sub-department to minimize drug interaction and to prevent post-operative complication.
Penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibula anterior bilateral Novyan Abraham Ning; Endang Syamsudin; Fathurachman Fathurachman
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 2, No 3 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.112 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.32009

Abstract

Dislokasi pada sendi temporomandibula ditemukan 3% dari seluruh dislokasi pada sendi yang pernah dilaporkan, dan tipe dislokasi ke anterior adalah yang paling sering ditemukan. Tujuan dari penulisan  ini adalah untuk melaporkan kasus dan penatalaksanaan dislokasi sendi temporomandibula anterior bilateral. Seorang pasien laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Hasan Sadikin karenatidak dapat menutup mulut kembali setelah menguap, pasien mempunyai riwayat keluhan yang sama sebelumnya ± 2 tahun yang lalu. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah pemberian analgesik; muscle relaxant, reposisi manual dan pemasangan head bandage. Dislokasi pada sendi temporomandibula anterior diakibatkan oleh pergerakan kondilus kearah depan dari eminensia artikulare dan untuk penatalaksanaannya dapat direposisi secara manual ataupun dengan pembedahan. Komplikasi yang terjadi bila tidak dilakukan reposisi adalah terjadinya fibro-osseus ankylosis, jejas pada arteri carotis eksternal dan jejas pada saraf wajah. Dislokasi pada sendi temporomandibula sering ditemukan dalam praktek kedokteran gigi sehari-hari dan perlu dilakukan tindakan dengan segera dan cepat karena pasien merasa sangat tidak nyaman walaupun pada kasus ini jarang disertai dengan keluhan nyeri yang hebat.ABSTRACT: Anterior bilateral temporomandibular joint dislocation management. Temporomandibular joint (TMJ) dislocation represents three percent of all reported dislocated joints and the anterior type has the highest frequencies of occurence. The purpose of this paper is to report the case and the managementofanterior bilateral temporomandibular joint dislocation. A 35-year-old mancame to Hasan Sadikin Hospital Emergency Department because he can’t closed his mouth after yawning. Patient had same history like this before about 2 years ago. The treatment of this patient was medication including analgetic, muscle relaxant and manual reposition of the joint. Then application of head bandage was performed. TMJ dislocation is defined as the excessive forward movement of the mandibular condyle beyond the articular eminence and treatment could be manual reposition or surgery. Complication of anterior bilateral temporomandibular joint dislocation include the following: fibro-osseus ankylosis, injury of external carotid artery and injury to the facial nerve. TMJ dislocation was acommon founding in dental practice, this condition need quick treatment due to the unconvenience felt by the patient, although severe pain was rarely found.
Perawatan Estetik pada Insisivus Sentral Maksila dengan Perforasi Apikal Sania Dara Afiati; Pribadi Santosa
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (473.423 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.11925

Abstract

Masalah estetik dapat diatasi dengan pendekatan restorasi, ortodontik maupun kombinasi keduanya. Perawatan restorasi dapat dilakukan jika pasien menolak untuk dilakukan perawatan ortodontik. Perawatan restorasi mencakup pembuatan ilusi perubahan arah gigi tanpa merubah lokasi akar gigi. Kecelakaan iatrogenik yang disebabkan oleh hilangnya panjang kerja dapat menyebabkan perforasi apikal. Salah satu manajemen perawatan perforasi apikal adalah dengan Ca(OH)2. Tujuan dari artikel ini adalah menginformasikan keberhasilan perawatan restorasi untuk perbaikan estetik serta keberhasilan perawatan perforasi apikal menggunakan Ca(OH)2. Laki – laki berusia 20 tahun datang dengan fraktur gigi insisivus akibat kecelakaan 7 tahun yang lalu. Gigi insisivus maksila pertama kanannya telah dilakukan perawatan saluran akar dan direstorasi dengan resin komposit. 6 tahun kemudian, pasien merasakan sakit pada giginya, perkusi dan palpasi positif serta ditemukan mobilitas. Pasien juga merasakan gigi depannya berubah warna dan berjejal. Pada pemeriksaan radiografis ditemukan material obturasi yang overfilling disertai pelebaran ligamen periodontal. Perawatan perforasi apikal untuk gigi insisivus maksila pertama kanan dilakukan menggunakan Ca(OH)2, dilakukan juga perawatan saluran akar pada gigi insisivus maksila pertama kiri. Berjejalnya gigi depan diperbaiki dengan restorasi menggunakan resin komposit direk dengan penguat pasak fiber. Masalah estetik gigi depan dapat diperbaiki menggunakan pendekatan restoratif, serta perawatan saluran akar dengan perforasi apikal dapat dilakukan dengan menggunakan Ca(OH)2. ABSTRACT: Aesthetically Compromized Maxillary Central Incisor with Apical Perforation. Aesthetical problem may be corrected restoratively, orthodontically or with combination of both approaches. Restorative treatment could be done for a patient due to several reasons; one of them is when patients refuse orthodontic treatment. Restorative alternatives create the illusion of movement without altering the location of the tooth root. Iatrogenic accident as a result of the loss of working length could lead to apical perforation. One of the management for apical perforation is Ca(OH)2. The aim of this case report is to present the success of repairing aesthetically compromised tooth with fiber reinforced composite and root canal retreatment with apical perforation using Ca(OH)2 as a repair and sealing material. A 20 year old male patient had a fractured incisor following a traumatic incident 7 years previously. The maxillary right central incisor was endodontically treated and restored with composite resin. 6 years later, the patient felt pain in his two central incisor teeth and tenderness to percussion; palpation was positive and mobility was detected. The patient also felt discoloration and misalignment of his central incisor. The radiographic examination reveals an overfilling of obturation material with enlargement of periodontal ligament. A root canal retreatment for maxillary right central incisor with apical perforation using Ca(OH)2 as repair and seal material and root canal treatment for maxillary left central incisor was conducted. The aesthetically compromised maxillary central tooth was corrected restoratively using fiber reinforced composite. The aesthetically compromised central tooth was proven to be successfully corrected using fiber reinforced composite and the apical perforation successfully sealed using Ca(OH)2.
Fraktur comminuted bilateral pada mandibula Ronal Ronal; Abel Tasman; Fathurachman Fathurachman
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (565.558 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.31984

Abstract

Fraktur comminuted mandibula didefinisikan sebagai adanya lebih dari satu garis fraktur yang menyebabkan terdapatnya beberapa fragmen tulang pada satu daerah tulang mandibula (simfisis, parasimfisis, ramus, angulus). Seringkali disebabkan oleh trauma energi tinggi sehingga menyebabkan displacement yang besar, kehilangan gigi, dan luka pada jaringan lunak. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk menjelaskan penatalaksanaan fraktur comminuted mandibula dengan menggunakan wire, plat dan screw. Hasil yang ingin dicapai pada pasien ini adalah untuk mengembalikan relasi rahang atas dan rahang bawah pasien (oklusi) yang mengalami pergeseran akibat trauma. Pasien laki laki usia 31 tahun mengalami trauma dengan mekanisme rahang membentur trotoar jalan. Pada pemeriksaan panoramik didapatkan gambaran beberapa garis fraktur pada kedua sisi rahang bawah. Sebagai penanganan awal dilakukan pemasangan kawat intermaksilaris dan dilanjutkan pemasangan wire, plat dan screw. Kesimpulan dari kasus ini yaitu rekonstruksi kembali fraktur comminuted bilateral pada mandibula sulit dilakukan karena terdapat banyak fragmen tulang yang kecil, oleh sebab itu diperlukan pemasangan wire pada daerah fraktur sebelum pemasangan plat dan screw.ABSTRACT: Bilateral mandible comminuted fracture. Mandible comminuted fracture is define as a fracture in which there are more than one fracture line that cause a number of bone fragments on a region of mandible (symphysis, parasymphysis, body and angle). It is often caused by high energy trauma so that caused a big displacement, teeth avulsion and soft tissue injury. The purpose of this case report is to describe the treatment of bilateral mandible comminuted fracture with wire, plate and screw. The aim for this patient was to restore the occlusion between the maxilla and mandible as it was mal-aligned due to trauma. We reported a case of 31 years old man with trauma where the mechanism was his jaw hit the sidewalk. Panoramic xray showed some fracture line on both side of his mandible. We did intermaxillary wiring as first treatmentt followed by plate and screw mounting. The conclusion of this case was reconstructing a comminuted bilateral fracture on the mandible is very complicated to be done because of the small fragment of bones therefore fixation of wire at the fractured area need to be done before the fixation of plate and screw.
Perawatan Bonegraft dengan Penambahan Platelet-Rich Plasma dan Kolagen pada Kerusakan Infraboni Hendry Dwi Wijayanto; Kwartarini Murdiastuti
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.069 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.11912

Abstract

Perawatan kerusakan jaringan periodontal mempunyai tujuan utama mendapatkan jaringan regeneratif dan proses yang berlangsung membentuk struktur jaringan yang fungsional melalui proses pertumbuhan serta diferensiasi sel sel baru. Bonegraft adalah perawatan untuk kasus kerusakan tulang. Platelet-rich plasma yang merupakan platelet autologus konsentrasi tinggi tersuspensi dalam plasma setelah disentrifugasi. Dalam PRP banyak terdapat komponen yang berperan dalam proses penyembuhan regeneratif, growth faktor, agen kemotaktik dan agen vasoaktif. Kombinasi dengan penambahan kolagen merupakan altematif yang aman dan efektif, selain menstimulasi pelepasan growth faktor pada daerah target, juga memperkuat signal agar degranulasi platelet dapat ditingkatkan. Pada kasus ini, wanita berusia 24 tahun mengeluhkan keadaan giginya goyah sejak 3 bulan yang lalu karena traumatik, tidak ada rasa nyeri. Setelah dilakukan rontgen periapikal digital terlihat terjadinya kerusakan tulang infraboni. Penanganan untuk kasus ini dirancang dengan bedah flap, bonegraft Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Allograft (DFDBA), aplikasi platelet-rich plasma, serta penambahan kolagen. Kombinasi bonegraft dengan aplikasi PRP dan penambahan kolagen untuk menunjang perawatan periodontal memberikan hasil yang memuaskan secara penampakan klinis dan penampakan radiografis. ABSTRACT: Bonegraft Treatment with Addition of Platelet - Rich Plasma and Collagen in Infrabony Defect. The treatment of periodontal tissue damage has the main goal to get regenerative tissues and processes that take place to form a functional network structure through the process of cell growth and differentiation of new cells. Bonegraft is a treatment for cases of bone damage. Platelet-rich plasma is autologous platelets suspended in plasma high concentrations after centrifugation. In PRP, there are many components that play a role as a regenerative agent of healing process, growth factors, chemotactic agents and vasoactive agents. Its combination with the addition of collagen is a safe and effective alternative; in addition to stimulating the release of growth factors in the target area, it also strengthens the signal to improve platelet degranulation. In this case, a 24-year-old woman complained of unsteady state of her teeth since the last 3 months due to trauma; there was no pain. A digital periapical X-ray exposed infrabony defect. The treatment for this case was designed to use a surgical flap, bonegraft Demineralized Freeze-Dried Bovine Bone Allograft (DFDBA), application of platelet-rich plasma, as well as the addition of collagen. Bonegraft combination with PRP application and the addition of collagen to support periodontal treatment have given satisfactory results in the clinical and radiographic appearance.
Abses Submandibula Odontogenik pada Penderita Idiopatik Trombositopeni Purpura di RSUP Dr. Sardjito Indah Wulansari; Maria Goreti Widiastuti; Rahardjo Rahardjo
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (328.19 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.31730

Abstract

Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) adalah kelainan yang berhubungan dengan penurunan jumlah platelet yang beredar dalam plasma darah yang dapat disebabkan oleh peningkatan destruksi platelet karena autoimun. Penurunan jumlah platelet akan menurunkan kemampuan hemostasis tubuh. Prevalensi ITP adalah 4 sampai 5,3 per 100.000 anak, dengan tingkat mortalitas ITP kronis sekitar 4%. Abses submandibula menempati urutan pertama abses leher yang paling sering dijumpai (42,30%) dengan prevalensi causa odontogenik sebesar 34,21%. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mempresentasikan keberhasilan evakuasi pus dan eliminasi gigi kausa pada kasus abses submandibula odontogenik pada seorang anak penderita ITP. Seorang anak perempuan berusia14 tahun penderita ITP dengan riwayat sakit gigi geraham kanan bawah dan pembengkakan pada submandibula kanan dengan fistula ekstra oral yang mengeluarkan darah dan pus datang ke IGD RSUP Dr. Sardjito dengan kondisi lemah. Kasus ini dirawat bersama dengan bagian hematologi onkologi anak untuk penanganan kondisi trombositopenia sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan incisi drainase dan pencabutan gigi kausa. Tindakan perawatan gigi dan pembedahan dapat dilakukan pada penderita ITP dengan memperhatikan angka trombosit. Untuk mencapai angka trombosit yang cukup, diperlukan kerja sama dengan dokter bagian hematologi, sehingga resiko perdarahan durante dan pasca tindakan dapat di minimalisirABSTRACT: Odontogenic submandibular abscess in patient with Idiopathic Trombocytophenia Purpura at General Hospital Centre Dr. Sardjito. Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP) is a disorder associated with a number decreasing of platelets circulating in the blood which can be caused by platelet destruction increasing due to autoimmune. Low platelet count will decrease the body's ability to hemostasis. The prevalence of ITP is 4 to 5.3 per 100,000 children, with a mortality rate of approximately 4% of chronic ITP. Submandibular abscess is the first ranks of neck abscesses which are the most common (42.30%) with a prevalence of 34.21% odontogenic cause. The purpose of this case report is to present the early success of the evacuation of pus and elimination of causative tooth in the case of odontogenic submandibular abscess in a child with ITP. A 14 year old girl diagnosed with ITP and a history of right lower molar tooth pain and swelling in the right submandibular with extra-oral fistula that blood and pus came to the ER department of DR.Sardjito feebly. This case was treated together with pediatric department of hematology oncology for thrombocytopenia conditions allowing for incision drainage and extraction of causes tooth. Dental treatment and surgery can be performed on patients with ITP with regard platelet numbers. To achieve a sufficient number of platelets, it is neccessary to cooperate with hematologist, so the risk of bleeding during and following the surgery can be minimized.
Penanganan mesial tipping molar II akibat kehilangan molar I dengan L loop Paramita Noviasari; Soehardono Dirdjowihardjo; Dyah Karunia
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 2, No 3 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.631 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.32338

Abstract

Mesial tipping molar kedua akibat premature loss molar pertama merupakan kasus yang sering terjadi. Gerakan mesial tipping molar kedua dapat menyebabkan traumatik oklusi, gangguan fungsional, gangguan prostetik, dan masalah periodontal. Kekuatan ringan dan terus menerus dari spring pembantu diperlukan selama koreksi mesial tipping molar. Koreksi mesial tipping pada teknik Edgewise dapat dilakukan dengan L loop. Laporan kasus ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas L loop pada penanganan kasus mesial tipping molar kedua mandibula. Pasien perempuan berusia 27 tahun, mengeluhkan gigi berjejal, gigi tidak berkontak baik dan kesulitan mengunyah di sisi kanan. Pemeriksaan objektif menunjukkan crowding anterior rahang atas dan bawah, malrelasi gigi dan mesial tipping gigi molar. Diagnosa kasus ini adalah maloklusi angle klas II divisi 1 subdivisi tipe dentoskeletal dengan bidental protrusif disertai pergeseran midline rahang bawah; spasing; mesial tipping 16,47; malrelasi serta malposisi gigi individual. Perawatan dilakukan dengan alat cekat teknik Edgewise dengan L loop di mesial gigi 47, 16, dan vertikal loop pada interdental gigi yang malposisi. Hasil perawatan: Setelah 11 bulan perawatan gigi 47 berhasil tegak, malposisi dan malrelasi gigi terkoreksi namun masih terdapat open bite pada gigi 22, 23 terhadap 32, 33. Perawatan pada pasien masih berlangsung hingga saat ini. Penggunaan L loop pada teknik Edgewise efektif untuk penanganan kasus mesial tipping molar kedua mandibula.ABSTRACT: Uprighting Mesial Tipping of the Second due to loss of Molar with L Loop. Mesial tipping of second molar due to premature loss of first molar is the common case in adult patients. This condition induce the traumatic occlusion, functional disorders, prosthetic disorders and periodontal problems. Light and continuous strength from assisting spring is required during molar mesial tipping correction. Correction of mesial tipping in Edgewise technique can be performed using L loop. The aim of this report is to analyze the effectiveness of using L loops in correcting mandibular second molar mesial tipping. Method: 27-year-old female patient, with a chief complaint of dental crowding, open bite and chewing difficulty on the right side. Objective examinations showed crowding anterior of maxillary and mandibular dentition, malrelation and molar mesial tipping. Diagnosis: angle’s Class II division 1 subdivision type dentoskeletal malocclusion with bidental protrusive, midline shift on the lower jaw; spacing; mesial tipping 16, 47; malrelation and individual malposition. Treatment used a fixed appliance edgewise technique with L loops in mesial teeth 47, 16, and vertical loop at the interdental tooth malposition. The mesial tipping right mandibulary second molar 47 was well uprighted after 11 month of treatment. Malpositions of individual teeth and malrelation were corrected, meanwhile open bite 22, 23 toward 32, 33 has not been corrected and the treatment is still ongoing. Conclusions: The use of L loop on Edgewise technique is very effective for treatment of mandibular second molar mesial tipping. 
Reposisi Gigi Kaninus Impaksi Palatal pada Perawatan Ortodontik Cekat Teknik Begg Iwan Wirasatyawan; Soekarsono Hardjono; Sri Suparwitri
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 1, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (361.08 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.11975

Abstract

Impaksi palatal kaninus sering mengakibatkan keluhan secara estetis. Faktor genetik merupakan faktor yang dominan serta beberapa faktor yang lain yaitu diskrepansi lengkung gigi, ukuran gigi, retensi gigi desidui, kerusakan dini, pencabutan dini , posisi yang abnormal benih gigi, agenese incisivus lateral dan kista. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk memberikan informasi tentang perawatan kasus impaksi palatal kaninus rahang atas pada maloklusi kelas I skeletal menggunakan alat cekat teknik Begg. Pasien perempuan umur 15 tahun, datang ke klinik ortodonsia RSGM Prof. Soedomo FKG UGM. Pemeriksaan subyektif, pasien terganggu dengan keadaan gigi depan yang maju dan bercelah. Pemeriksaan obyektif menunjukkan adanya rudimenter, agenese gigi incisivus lateral kanan dan kiri rahang atas, impaksi palatal kaninus kiri atas. Transposisi kaninus kanan atas ke ruang incisivus lateral kanan atas, pergeseran midline. Maloklusi angle kelas I dengan relasi skeletal kelas I dengan bimaksiler retrusif disertai protrusif incisivus maksila dan retrusif incisivus mandibula. Perawatan diawali dengan pencabutan gigi rudimenter. Tahap I menggunakan multiloop archwire untuk leveling dan unraveling gigi anterior, koreksi pergeseran midline. Tahap berikutnya adalah pemasangan button pada kaninus impaksi untuk mengaitkan kawat ligatur pada archwire yang berfungsi untuk menarik kaninus impaksi palatal pada lengkung gigi. Perawatan ortodontik pada kasus dengan impaksi palatal kaninus rahang atas pada maloklusi kelas I skeletal menggunakan alat cekat teknik Begg dapat dilakukan dengan hasil perawatan yang baik. ABSTRACT: Repositioning of Palatally Impacted Canine in Orthodontic Treatment Using Begg Fixed Appliance. Palatally impacted canine often leads to esthetic complaints. Genetic factor is dominant followed by such other factors as dental arch discrepancy, tooth size, retention of deciduous teeth, early decay, premature extraction, abnormal position of tooth germ, lateral incisor agenesis, and cysts. This article provides information about the treatment of palatally impacted maxillary canine case in a skeletal class I malocclusion using Begg fixed appliance technique. A 15-year-old female patient came to the orthodontia clinic of RSGM Prof. Soedomo FKG UGM. The subjective examination found that the patient was disturbed by her protrusive, gapped front teeth. Then, the objective examination indicated the presence of rudimentary, lateral incisor agenesis of right and left upper jaw, and upper left palatally impacted canine. In addition, there was a transposition of upper right canine to lateral incisor area as well as a midline shift. Angle class I malocclusion with class I skeletal relationship and bimaxillary retrusion along with maxillary incisor protrusion and mandibular incisor retrusion also occurred. The treatment began with rudimentary tooth extractions. The first stage used a multiloop archwire for leveling and unraveling of anterior teeth as well as correction of midline shift. The button attached to the impacted canine could tie the ligature wire to the archwire that served to attract the palatally impacted canine in the dental arch. The orthodontic treatment in cases of palatally impacted maxillary canine with skeletal class I malocclusion using Begg fixed appliance technique can be applied with a good treatment result.
Perawatan ortodontik interseptif pada maloklusi kelas III Ratna Suryani; Sri Suparwitri; Soekarsono Hardjono Soekarsono Hardjono
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 2, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (508.28 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.32003

Abstract

Maloklusi Klas III merupakan kasus ortodontik yang sulit untuk dirawat. Maloklusi ini mempunyai karakteristik profil wajah pasien cekung, prognasi mandibula, retrognasi maksila maupun kombinasi keduanya dan cross bite gigi anterior. Perawatan ortodontik interseptif pada kasus ini sangat dianjurkan untuk mencegah maloklusi berkembang lebih lanjut, memacu dan mengarahkan petumbuhan yang benar, serta mencegah tindakan pembedahan dikemudian hari. Bionator adalah alat ortodontik lepasan untuk merawat maloklusi kelas III dan penyederhanaan dari aktivator. Bionator dikombinasikan dengan chin cap untuk meningkatkan keberhasilan perawatan. Tujuan studi kasus ini adalah menganalisis efektifitas perawatan ortodontik interseptif pada maloklusi kelas III dengan penggunaan kombinasi alat ortodontik lepasan bionator dan chin cap. Pasien perempuan berusia 10 tahun, mengeluhkan dagunya panjang serta gigi depan rahang bawah maju. Pemeriksaan objektik: over jet -1 mm, overbite 1 mm, cross bite gigi 11 21 22 dengan 32 31 41 dan prognasi mandibula. Maloklusi Angle Klas III dentoskeletal, tipe skeletal kelas III, overjet: -1 mm, overbite: 1 mm, disertai prognasi mandibula, bidental protrusif, crossbite anterior: 11, 21, 22 terhadap 32 31, 41 dan malpoisisi gigi individual. Setelah 12 bulan pemakaian alat, edge to edge bite 11, 21, terhadap 32, 31, 41, terkoreksi, tetapi crossbite 22 terhadap 32 belum terkoreksi. Pemakaian bionator dilanjutkan dan dikombinasikan dengan chin cap. Perawatan masih berlangsung hingga saat ini (12 bulan). Penggunaan kombinasi alat ortodontik lepasan bionator kelas III dan chin cap sangat efektif digunakan dalam perawatan ortodontik interseptif pada pasien maloklusi kelas III.ABSTRACT: Class III malocclusion an orthodontic cases are difficult to treat. This malocclusion has characteristics: concave facial profile, prognathism mandible, maxilla retrognati or a combination of both and anterior cross bite. Interseptif orthodontic treatment in this case is highly recommended to prevent further developing malocclusion, stimulating and directing the growth of correct, and prevent future surgery. Bionator is a removable appliance, a simplification of the activator to treat Class III malocclusions. Combination bionator with the chin cup to improve the success of treatment. Objectives analyze the effectiveness of orthodontic interseptif treatment on Class III malocclusion using a combination of a removable orthodontic appliance bionator class III and chin cap. A female patient, aged 10 years old, complained about the long chin and the front teeth of the lower jaw forward. Objective examination: over jet -1 mm, overbite 1 mm, crossbite 11 21 22 with 32 31 41 and prognatism mandible. Diagnosis: dentoskeletal Angle Class III malocclusion, skeletal Class III, overjet: -1 mm, overbite: 1 mm, accompanied prognatism mandible, bidental protrusive, crossbite anterior: 11, 21, 22 to 32 31, 41 and malposition individual teeth. After 12 months, edge to edge bite 11, 21 to 32, 31, 41 corrected, but the cross bite 22 to 32 have not been corrected. Usage continued bionator combined with the chin cup. Up to now, the treatment is still continued. Bionator class III combined with chin cap is effectively used in orthodontic interseptif treatment in patients with class III malocclusion
Perawatan Kaninus Ektopik Menggunakan Teknik Begg dengan Pencabutan Premolar Kedua Puspita Ndaru Putri; Prihandini Iman; JCP Heryumani
MKGK (Majalah Kedokteran Gigi Klinik) (Clinical Dental Journal) UGM Vol 1, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (684.245 KB) | DOI: 10.22146/mkgk.11918

Abstract

Ektopik kaninus seringkali dijumpai dalam praktek bidang ortodontik. Sebagian orang yang merasa terganggu dengan keadaan ini akan datang ke dokter gigi untuk mendapatkan perawatan. Perawatan ortodontik dilakukan untuk mengoreksi gigi yang ektopik dan memperbaiki fungsi estetik. Pada perawatan kasus ektopik kaninus ini, pencabutan gigi premolar kedua dilakukan karena tidak diperlukan perubahan profil. Teknik Begg merupakan teknik ortodontik yang menggunakan gaya ringan dengan kawat busur berpenampang bulat. Kawat busur akan bergerak bebas tanpa friksi dan menghasilkan gerak tipping mahkota gigi. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memaparkan perawatan kaninus ektopik dalam tahapan teknik Begg. Pasien perempuan usia 19 tahun mengeluhkan gigi depan yang gingsul dan berjejal. Hasil pemeriksaan objektif menunjukkan ektopik pada gigi 13, 23 dan 33, overbite 5 mm, crowding anterior mandibula, dan crossbite anterior pada gigi 22 dan 33. Maloklusi kelas I skeletal dengan protrusif bimaksiler dan protrusif bidental, ektopik kaninus maksila bilateral, ektopik kaninus mandibula unilateral, deep bite, crowding anterior mandibula dan crossbite anterior. Dilakukan perawatan ortodontik cekat teknik Begg multiloop dengan pencabutan 15, 25, 36 dan 46. Sembilan bulan setelah perawatan, crossbite anterior, dan gigi 13, 23 dan 33 yang ektopik telah terkoreksi. Crowding anterior mandibula telah mengalami perbaikan dan perawatan masih berlanjut hingga saat ini. Perawatan teknik Begg multiloop dengan pencabutan gigi premolar kedua merupakan alternatif perawatan untuk koreksi ektopik kaninus, jika tidak diperlukan perubahan profil wajah pasien. ABSTRACT: Ectopic Canines Treatment Using Begg Technique with Second Premolar Extraction. Ectopic canines are often found in the field of orthodontic practice. People who are annoyed with this situation usually come to an orthodontist to seek for treatment. Orthodontic treatment has been performed to correct ectopic teeth and improve the function of aesthetics. In this case of ectopic canines, a second premolars tooth was extracted because profile changes are not required. Begg orthodontic technique is a technique that uses light forces by using round archwire. Archwire will move freely without friction and produce a tipping movement of dental crowns. A 19 year old female patient complained of ectopic and crowding anterior teeth. The objective examinations find ectopic of 13, 23 and 33, overbite: 5 mm, anterior mandibular crowding, and anterior crossbite of 22 and 33. Class I skeletal malocclusion, bimaxillar protrusive, bidental protrusive, bilateral ectopic canine maxilla and lateral ectopic canine mandibula, deep bite, anterior crowding and anterior crossbite. A fixed orthodontic treatment was performed by multiloop Begg technique with tooth extraction of 15, 25, 36, and 46. 9 months after treatment, anterior crossbite and ectopic 13, 23, 33 have been corrected by using multiloop Begg technique. Crowding in the lower arch has improved compared to initial condition and treatment still continues to this day. Multiloop Begg technique with second premolars extraction is an alternative treatment for ectopic canines correction if patient’s facial profile changes are not required.

Page 1 of 16 | Total Record : 152