cover
Contact Name
Hero Patrianto
Contact Email
jurnal.atavisme@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.atavisme@gmail.com
Editorial Address
Balai Bahasa Jawa Timur, Jalan Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo 61252, Indonesia
Location
Kab. sidoarjo,
Jawa timur
INDONESIA
ATAVISME JURNAL ILMIAH KAJIAN SASTRA
ISSN : 1410900X     EISSN : 25035215     DOI : 10.24257
Core Subject : Education,
Atavisme adalah jurnal yang bertujuan mempublikasikan hasil- hasil penelitian sastra, baik sastra Indonesia, sastra daerah maupun sastra asing. Seluruh artikel yang terbit telah melewati proses penelaahan oleh mitra bestari dan penyuntingan oleh redaksi pelaksana. Atavisme diterbitkan oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur. Terbit dua kali dalam satu tahun, pada bulan Juni dan Desember.
Articles 11 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010" : 11 Documents clear
POTRET KETIMPANGAN SOSIAL DALAM TEKS-TEKS SASTRA INDONESIA MUTAKHIR Karyanto, Puji
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1954.478 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.143.45-58

Abstract

Tulisan ini membicarakan bagaimanakah fenomena ketimpangan sosial digambarkan dalam teks-teks sastra Indonesia mutakhir dan relasi antara potret ketimpangan sosial tersebut dengan realitas. Untuk menjawab dua persoalan tersebut digunakan pendekatan sosiologi sastra dan semiotika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di antara ketiga teks sastra yang diteliti, yakni ?Sajak Burung-Burung Kondor?, teks drama Konglomerat Burisrawa, dan novel Larung sebagai representasi teks-teks sastra Indonesia mutakhir terdapat benang merah tematik, yakni fenomena ketimpangan sosial. Fenomena ketimpangan sosial dalam ?Sajak Burung-Burung Kondor? disampaikan secara langsung dengan mengoposisikan perbedaan nasib yang dialami oleh dua kelas sosial. Fenomena ketimpangan sosial dalam Konglomerat Burisrawa disampaikan dalam bentuk komedi satir yang tidak bersifat langsung. Fenomena ketimpangan sosial dalam Larung disampaikan untuk memperkuat ilustrasi cerita utama yang berfokus pada kisah-kisah romantik dan epik tokoh-tokohnya dalam memperjuangkan prinsip-prinsip hidup. Makna atas penggambaran fenomena ketimpangan sosial dalam ketiga teks sastra tersebut adalah sebagai refleksi literer atas fakta sosial yang ada. Abstract: This paper will discuss two main issues of how the phenomenon of social inequality depicted in the Indonesian literary texts to date and the relationship between the portrait of social inequality with current realities. To answer there two questions, the sociology of literature and semiotics are used. Results show that among the three literary texts studied, namely the ?Burung-Burung Kondor Rhyme?, dramatic text of Konglomerat Burisrawa, and novel Larung as a representation of Indonesian literary texts there are advanced thematic thread about the phenomenon of social inequality. The phenomenon of social inequality in the ?Rhyme of Burung-Burung Kondor? is communicated directly by contrasting it with the fate differences experienced by these two social classes. The phenomenon of social inequality in the Konglomerat Burisawa is delivered in the form of indirect satirical comedy. The phenomenon of social inequality in Larung is made to strengthen the illustrations of feature stories that focus on romantic stories and the characters in the epic fight for the principles of life. The meaning of the depiction of social inequality in all three phenomena of literary text above is a literal reflection of existing social facts. Key Words: testimony, social inequality, sociology of literature
KONSTRUKSI POLITIK TUBUH DALAM TEKS SASTRA POSKOLONIAL Taufiq, Akhmad
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1872.003 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.148.118-126

Abstract

Tulisan ini mendiskusikan fenomena konstruksi politik tubuh dalam teks sastra poskolonial. Tubuh dalam perspektif poskolonial adalah domain yang dikonstruksi sedemikian rupa untuk menghasilkan efek ideologi, politik, ekonomi, bahkan kultural. Sehubungan dengan konteks tersebut, tubuh bukanlah domain yang kosong. Tubuh tersebut memiliki beberapa kemungkinan untuk diinterpretasikan dalam berbagai perspektif; dalam perspektif politik tubuh, tubuh itu sendiri sering dipolitisasi, dikomodifikasi, dan menerima ambiguitas psikologis sebagai subjek; dan sebagai tubuh yang terkolonisasi itu sangat menderita. Teks sastra poskolonial dalam perkembangan sastra Indonesia dalam hal ini, salah satu kajiannya sering mendeskripsikan realitas politik tubuh. Abstract: This writing discusses about the fenomenon of the construction of body in postcolonial literary text. Body in the postcolonial literature perspective is a constructed domain with goals to get ideologic, politics, economic, and cultural effect. Relates to the context, body is not only an empty domain. The body is very possible to be interpreted in some perspectives; politics of body, the body it self is often politicized, comodified, and got psycological ambiguity as a subject and colonized body that also very suffering. The postcolonial literature text in the Indonesian literature development often describes the reality of the politics of body. Key Words: postcolonial literature, politics of body construction, comodification
PELAPISAN SOSIAL DAN PERNIKAHAN IDEAL DALAM MITOS SANGKURIANG: TELAAH STRUKTURAL ANTROPOLOGI LéVI-STRAUSS Wirajaya, Asep Yudha
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1986.815 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.144.59-73

Abstract

Mitos Sangkuriang merupakan mitos yang pesan kearifan tradisinya ?gagal? dicerna oleh masyarakat pemiliknya. Mitos ini pada akhirnya hanya mampu menceritakan asal mula ?kelahiran? sebuah gunung dan cekungan Bandung, dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan manusia kecuali tentang perjalanan kehidupan seorang anak manusia yang durhaka pada orang tuanya. Tampak bahwa, pesan-pesan mitos ini sedemikian naifnya jika dibandingkan dengan dinamika perjalanan kehidupan yang dijalani oleh manusia Sangkuriang. Karena itulah perlu cara pandang, pemahaman dan penafsiran yang tidak hanya menangkap berbagai fenomena atas peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga untuk melihat ?batin sosial? suatu masyarakat bahkan melihat ke dalam ?struktur dalam? (deep structure) suatu masyarakat. Dengan demikian mitos sebagai sebuah ?proses komunikasi? lintas generasi dalam tataran simbolis mampu hadir dan bermakna dalam tatanan yang apik dan rapih sebagai alternatif solusi mengatasi atau memecahkan berbagai kontradiksi empiris yang selama ini tidak terpahami oleh nalar manusia. Abstract: Sangkuriang myth represents myth whose message of its tradition wisdom is "fail" to be digested by its owner society. This myth in the end only can narrate provenance "birth" a Bandung hollow and mount, and there no relation with human life except about life journey a disaffected human being child at its old fellow. See that, messages of this myth is naive in such a way in comparison with life journey dynamics experienced by Sangkuriang human being. Therefore, it needs a way of approach, interpretation and understanding which do not only catch various phenomenon to the event that happened in everyday life, but also to see 'social mind' society, even see into 'structure in' (structure deep) society. Thereby myth as a "communications process" passed by quickly generation in symbolic devices can attend and have a meaning of in nice structure and good alternatively solution overcome or solve various empirical contradiction is not comprehended by human being natural existence Key Words: incest, social veneering, and Sangkuriang
MEMETAKAN KOMUNITAS SASTRA INDONESIA DI JAWA TIMUR Sungkowati, Yulitin
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2004.375 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.147.100-116

Abstract

Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan peta komunitas sastra Indonesia di Jawa Timur dan melihat jaringan antarkomunitasnya dengan perspektif makro sastra. Berdasarkan latar belakang kelahirannya, komunitas sastra di Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu komunitas yang lahir sebagai perlawanan terhadap hegemoni pusat, sebagai pernyataan ekspresi dan eksistensi diri, sebagai wadah kreativitas dan komunikasi, dan sebagai gerakan lite- rasi. Berdasarkan basisnya, komunitas sastra Indonesia di Jawa Timur dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu komunitas berbasis kampus, nonkampus, dan pondok pesantren. Mereka membangun jaringan dengan komunitas di Jawa Timur dan di luar Jawa Timur Abstract: This paper is aimed to describe Indonesia literary community map in East Java and to see intercommunity networking with macroliterary perspective. Based on background of birth, literary community in East Java can be devided in to four grups: community that was born as resistance to hegemony of center, as statement they are expression and self existence; as creativity and communication media; and as literacy movement. Based on its basis, Indonesian literary community in East Java can be devided in to three groups, they are literary community based on campus, literary community based on noncampus, and literary community based on pondok pesantren. They construc intercommunity networking in and out of East Java. Key Words: community, background, base, networking
“KONDISI POSTMODERN KESUSASTRAAN INDONESIA”: SEBUAH LAPORAN SEJARAH SASTRA INDONESIA Tjahyadi, Indra
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1792.002 KB) | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.149.127-130

Abstract

Judul Buku : Kondisi Postmodern Kesusastraan Indonesia. Penulis : Ribut Wijoto. Penerbit : Dewan Kesenian Jawa Timur. Tahun Terbit : November, 2009. Jumlah Halaman : 278 halaman.
THE NEGOTIATION BETWEEN QUEER SPECTATORSHIP AND QUEER TEXT ON RIRI RIZA’S SOE HOK GIE Maimunah, Maimunah
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.140.1-13

Abstract

The emergence of young generation filmmakers who are more confident in depicting gender and sexual issues after the Soeharto era (1998), significantly changes the construction of sexual diversity in 2003-2006 Indonesian films. One of the considerable phenomena is the personal experience and social commitment to support sexual minorities such as gay and lesbian issues. At the same time Indonesian queer communities strive to read the discourse of homosexuality in different way. Physical contact and even intimacy between persons of the same-sex, in both public and private spaces, was common practice in Indonesian cultures, and did not carry any suggestion of homoerotic desire. In this Riri Riza?s film, Soe Hok Gie, however, cinematic technique, narrative and dialogue all contribute to an eroticising of same-sex relationships that is particularly perceptible in cultures that previously regarded physical and emotional interactions between persons of the same-sex as unremarkable. This article based on Benshoff and Griffin?s (2006) theory on queer film. Abstrak: Perkembangan film Indonesia setelah tumbangnya rezim Soeharto menunjukkan adanya fenomena di kalangan sutradara muda untuk mengeksplorasi tema tentang gender dan seksualitas. Isu tentang seksual minoritas seperti seksualitas gay dan lesbian adalah salah satu ciri yang cukup menonjol dalam film-film yang diproduksi setelah tahun 2003. Pada saat yang sama, penonton queer (seksualitas nonnormatif) terutama yang berasal dari komunitas queer membaca scene sebuah film terutama yang menampilkan kontak fisik dan keintiman antara orang-orang sesama jenis dengan cara yang baru. Dalam tradisi budaya Indonesia, kontak fisik dan keintiman itu tidak diterjemahkan dalam sebuah hubungan homoerotika . Pembacaan yang berbeda ditunjukkan pembaca dalam film Soe Hok Gie karya Riri Riza. Artikel ini menggunakan teori Queer Film yang dikemukakan oleh Benshoff dan Griffin (2006). Kata-Kata Kunci: queer spectatorship, homoerotisisme, Soe Hok Gie
DONGENG THE SLEEPING BEAUTY: ANALISIS FUNGSI MENURUT VLADIMIR PROPP Allien, Astri Adriani; Juwita, Inosensia Dinda
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.145.75-88

Abstract

Tulisan ini membahas sebuah dongeng klasik Eropa, The Sleeping Beauty yang hingga saat ini masih dibaca, baik oleh anak-anak maupun orang dewasa. Dongeng ini bercerita tentang seorang puteri raja yang terkena kutukan sehingga tertidur selama seratus tahun dan kemudian diselamatkan oleh seorang pangeran dari negeri seberang. Sebagaimana dongeng pada umumnya, maka The Sleeping Beauty dianalisis menggunakan teori struktural yang dikemukakan oleh Vladimir Propp. Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa dongeng The Sleeping Beauty memiliki struktur sebagaimana dongeng-dongeng Rusia yang telah dianalisis oleh Propp. Abstract: This paper discusses the European classical folktale entitled ?The Sleeping Beauty?, which has so far been widely recognized by children and adults. This folktale tells about a princess who got cursed in such a way that she slept for a hundred years. She was then saved by a prince from another kingdom. In this paper, ?The Sleeping Beauty? is analyzed by using Propp?s structural theory. The result of the analysis shows that ?The Sleeping Beauty? has the structure similar to Russian folktales, the ones that have been analyzed by Propp. Key Words : folktale, Propp?s structural analysis
HIKAYAT SITI MARIAH: ESTETIKA PERSELINGKUHAN PRAMOEDYA ANANTA TOER Muslifah, Siti
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.150.131-132

Abstract

Judul buku : Hikayat Siti Mariah: Estetika Perselingkuhan Pramudya Ananta Toer Penulis : Dwi Susanto Penerbit : INSIST PRESS Jumlah halaman : xii + 219 Ukuran : 15 x 21 cm Cetakan Pertama : Mei 2009
LOKASI DAN KELOMPOK TEATER INDONESIA 2001-2005 (ANALISIS RUBRIK TEATER MAJALAH TEMPO) Nurhadi, Nurhadi
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.141.15-32

Abstract

Artikel ini bertujuan mendeskripsikan kelompok-kelompok teater yang berkecimpung dalam pementasan teater di Indonesia dan peta lokasi pementasan sebagaimana diulas dalam majalah Tempo tahun 2001-2005. Hasil penelitian ini menunjukan kelompok teater yang paling konsisten dalam mementaskan suatu naskah setiap tahunnya adalah Teater Koma. Kelompok teater berikutnya yang relatif banyak berkiprah dari tahun 2001-2005 berdasarkan artikel rubrik teater Tempo yaitu Teater Mandiri, Teater Garasi, dan Actors Unlimited Bandung. Kelompok teater pada jajaran berikutnya yang mementaskan lebih dari satu kali pada periode 2001-2005, yaitu Teater Gandrik, Bengkel Teater, dan Mainteater Jakarta. Lokasi pementasan teater selama 2001-2005 berdasarkan rubrik teater majalah Tempo sebagian besar berlangsung di berbagai gedung teater di Jakarta. Perbandingan jumlah lokasi pertunjukannya adalah sebagai berikut: Jakarta (50 pementasan), Yogyakarta (6 pementasan), Surakarta (2 pementasan) dan Bandung (1 pementasan). Abstract: This article aims to describe the theater groups being active in theater performances in Indonesia and the performance location map as reviewed in Tempo magazine in 2001-2005. The research result has shown that the most consistent theater group in performing a script each year is Teater Koma. The next group which have relatively many performances in 2001-2005 according to Tempo?s articles are Teater Mandiri, Teater Garasi, and Actors Unlimited Bandung. The next level groups which have more than one performance in 2001-2005 are Teater Gandrik, Bengkel Teater, and Mainteater Jakarta. The theater performance locations in 2001-2005, according to Tempo?s articles, mostly took place in Jakarta?s theater houses. The ratio of performance locations amount is as follows: Jakarta (50 performances), Yogyakarta (6 performances), Surakarta (2 performances), and Bandung (1 performance). Key Words: theater performance location, theater group, Tempo magazine
UMBU LANDU PARANGGI DALAM PEMBINAAN SASTRAWAN INDONESIA: STUDI KASUS PERSADA STUDI KLUB Atisah, Atisah
ATAVISME Vol 13, No 1 (2010): ATAVISME, Edisi Juni 2010
Publisher : Balai Bahasa Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24257/atavisme.v13i1.146.89-99

Abstract

Tulisan ini bertujuan memaparkan cara Umbu Landu Paranggi dalam membina sastrawan Indonesia melalui komunitas Persada Studi Klub dengan perspektif sosiologi sastra. Pada tanggal 5 Maret 1969, Umbu Landu Parangi dan teman-temannya mendirikan komunitas sastra atau komunitas seni pada umumnya di Yogyakarta yang diberi nama Persada Studi Klub (PSK). Aggota PSK umumnya adalah penulis muda yang dapat menunjukkan karyanya atau sekurang-kurangnya mempunyai ketertarikan yang serius kepada seni. Setiap anggota PSK didorong untuk menjadi penulis yang berhasil. Umbu membina para pengarang pemula itu secara persuasif, disiplin, dan mandiri. Umumnya karya mereka dipublikasikan dalam dua rubrik surat kabar Pelopor Jogja, yaitu rubrik ?Sabana? dan ?Persada?. Kedua rubrik itu diasuh oleh Umbu Landu Paranggi. Jadi, sebagai anggota PSK, penulis muda tidak hanya mendapat kesempatan untuk meningkatkan dan mengeksplorasi kemampuannya melainkan juga memperoleh kesempatan untuk menerbitkan dan memperkenalkan karya-karyanya ke masyarakat luas. Abstract: This paper is aimed to describe Umbu Landu Paranggi method in Indonesian man of letters build through Persada Studi Klub community by sociology of literature perspectives. In March 5, 1969, Umbu Landu Paranggi and his colleagues founded literature community, or art in general, in Yogyakarta which is named Persada Studi Klub (PSK). The member of PSK are mostly young writer who can show their works or at least they have serious interest on the arts. Every PSK member was encouraged to be success writer. Umbu cultivate the beginner's authors persuasive, discipline, and independent. Mostly their works were published in two rubrics of Pelopor Jogja newspapers, i.e. ?Sabana? and ?Persada?. Both rubrics was hosted by Umbu Landu Paranggi himself. So, as the PSK member, the young writers not only have a chance to improve and explore their capability but also to publish and introduce their works to the wider community. Key Words: guiding young writer, persuation, community

Page 1 of 2 | Total Record : 11