cover
Contact Name
Aqil Luthfan
Contact Email
walisongo@walisongo.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
aqilluthfan@walisongo.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
ISSN : 08527172     EISSN : 2461064X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan is an international social religious research journal, focuses on social sciences, religious studies, and local wisdom. It is intended to communicate original research and current issues on the subject. The subject covers literary and field studies with various perspectives i.e. philosophy, culture, history, education, law, art, theology, sufism, ecology and much more.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam" : 20 Documents clear
SUFI HEALING: TERAPI DALAM LITERATUR TASAWUF Syukur, Muhammad Amin
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.205

Abstract

This study reveals the Sufi healing, a therapy in the literature of Sufism. This study focuses on behaviors associated with the Sufi healing or prevention of disease, both physically and mentally, and then determines the aspects that support a system of rational and empirical therapy. The result achieved through this research is the discovery of an alternative treatment or prevention of appropriate disease in accordance with the tendency of society in the current era, the digital age. After investigation, it is revealed that Sufi healing is a form of alternative therapy that is done by taking the values of Sufism as a means of treatment or prevention. This model has been known in the community since Islam and Sufism itself evolved. Scientific references about the work system of medicine or healing in this manner, was found in a variety of transpersonal psychology theories, in which consciousness become one focus of the study. Medically, it is also known by the term psycho-neurons- endocrine-immunology, where the conclusion states that there is a relationship between mind and body in the health problems for everyone. In other word, the mind influences health.***Kajian ini mengungkap tentang sufi healing, yaitu terapi di dalam literatur tentang sifisme. Kajian ini memfokuskan pada perilaku yang berasosiasi dengan sufi healing atau pencegahan penyakit, baik secara fisik maupun mental, dan kemudian menentukan aspek-aspek yang mendukung sistem terapi rasional dan empirik. Hasil yang diperoleh dari kajian ini adalah penemuan treatment alternatif atau preventif terhadap penyakit secara tepat yang sesuai dengan tuntutan masyarakat saat ini. Ditemukan bahwa sufi healing merupakan bentuk terapi alternatif yang dilakukan dengan menggunakan nilai-nilai sufisme se­bagai cara treatment atau pencegahan. Model ini telah dikenal dalam ma­syarakat sejak Islam dan sufisme berkembang. Rujukan ilmiah dari mengenai sistem kerja peng­obatan­nya dapat ditemukan dalam berbagai teori psikologi transpersonal, di mana kesadaran menjadi fokus kajian. Secara medis, pengobatan ini juga disebut psycho-neurons-endocrine-immunology, yang kesimpulannya adalah adanya hubungan antara fikiran dan tubuh dalam kesehatan manusia,
POLITIK DAN “TEATER RITUAL” DI BALI Suryawan, I Ngurah
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.201

Abstract

The relation between ritual and socio-political environment should become a deep reflection. Rituals which take place in order for salvation, harmony, and natural balance instead generate the ambigue and ironic situation. Rituals had been going on amazingly but the social as well as natural disasters seems go on continually. In Bali, religious rituals that formerly guarded by mantra-mantra (spiritual wordings) recently enstead by a group of Pecalang (tradition guardian in Bali) and metal detector (at the time of Pamarisudha Karipubhaya Bali Blast of 2002 and 2005). Nowadays Balinese are eager to perform rituals spectacularly. But instead, Bali now is struck by continous disaster, not only the disaster came from external sources but also the internal ones.***Hubungan antara ritual dengan lingkungan sosial politik harus menjadi bahan renungan yang dalam. Ritual yang dilaku­kan untuk tujuan keselamatan, harmoni, dan ke­seimbang­an alam bahkan menimbulkan kondisi ambigue dan ironis. Ritual berjalan secara mengesankan namun bencana sosial maupun bencana alam terus menerus terjadi. Di Bali, ritual agama yang sebelumnya diwarnai mantra-mantra kini diisi oleh Pecalang (pengawal tradisi Bali) dan metal detector (pada saat Pamarisudha Kariphaya Bom Bali 2002 dan 2005). Kini orang Bali cenderung melaksanakan ritual secara spektakuler. Akan tetapi Bali seringkali didera ben­cana, baik bencana yang berasal dari dalam maupun luar.
KEZUHUDAN ISA AL-MASIH DALAM KITAB AL-ZUHD WA’L-RAQĀ’IQ DAN AL-ZUHD Muhammad, Hasyim
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.206

Abstract

The ascetisc of Isa al-Masih is the most polular model in strengtening the ascetism doctrines among tasawwuf experts in clasical periods. At least it was depicted in clasical sunnite sufism that narrated the messages and stories about the escatism of Isa al-Masih. Above all, the more valid source, i.e. al-Qur’an and al-hadits are more than enough to strengten the doctrine of ascetism for the tasawwuf experts (sufi). Ascetism of Isa al-Masih was conformable to the concept of ascetismof the sufi, which meant that have nothing and belong to nothing (lā yamliku shaian walā yamlikuhu shaiun). Ascetism is not only merely spiritual position which is depicted in tasawuf, but ascetisme in this context is the spiritual it self.***Asketisme Isa al-Masih merupakan model yang paling populer dalam mem­perkuat doktrin asketisme di kalangan ahli tasawuf dalam periode klasik. Setidaknya itu digambarkan dalam sufisme sunni klasik yang menarasikan pesan dan kisah mengenai asketisme Isa al-Masih. Di luar itu semua, sumber yang lebih valid, yaitu al-Qur’an dan hadits lebih dari cukup untuk memperkuat doktrin asketisme bag para ahli tasawuf (sufi). Asketisme Isa al-Masih sesuai dengan konsep asketisme sufi yang artinya tidak memiliki apa-apa dan bukan milik siapa-siapa (lā yamliku shaian walā yamliku shaiun). Asketisme bukan sekedar posisi spiritual yang digambarkan di dalam tasawuf, tetapi asketisme dalam konteks ini adalah spiritual itu sendiri.
PEMIKIRAN SUFISTIK MUHAMMAD SHALIH AL-SAMARANI In’amuzzahidin, Muhammad
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.202

Abstract

The ideas of sufism of Muhammad Shalih al-Samarani in Matn al-Ḥikam and Majmū‘at al-Sharī‘ah al-Kāfiyah li ’l-‘Awām is still rarely studied by researcher. The sufism of Muhammad Shalih al-Samarani emphasizes on implementing islamic doctrine with sincerity and submition to God. Muhammad Shalih bases his sufism on practical (sunni-amali) sufism. He reject philosophical (falsafi) sufism, embraced by especially lay people.***Ide tentang sufismeMuhammad Shalih al-Samarani dalam Matn al-Ḥikam dan Majmū‘at al-Sharī‘ah al-Kāfiyah li ’l-‘Awām masih jarang dikaji. Sufisme Muhammad Shalih alSamarani menekankan implementasi doktrin Islam dengan ketunduk­an kepada Tuhan. Muhammad Shalih mendasarkan sufisme­nya pada sufisme praktis (sunni-amali). Dia menolak sifisme filosofis (falsafi), yang khususnya dianut oleh masyarakat awam.
SPIRITUALITAS MURIA: AKOMODASI TRADISI DAN WISATA Falah, Ahmad
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.207

Abstract

Tradition of “nyekar” which is very familiar among Javanese society, especially in the grave yard Muria Kudus Central Java. This research revealed that most of the visitor of the grave are for getting tabarrukan , some kind safety and ease in any effort in their life, mastering any knowledge, and linuwih, getting for healing from any desease, and asking for blessing for their descendants. The visit to the grave impacted much to the society living, both economically and socially. In the perspective of economy, more than 1.500 force workers depended much the existence of Muria. The other impact are the local solidarity, social competition, and job opportunity, that resulted in the growth of pragmatism among Muria society members.***Tradisi “nyekar” sangat dikenal oleh orang Jawa, khususnya di makam Muria Kudus Jawa Tengah. Penelitian ini mengungkap bahwa kebanyakan peziarah makam ini bertujuan untuk mendapatkan keberkahan (tabarrukan), keamanan dan kemudahan dalam hidup, menguasai ilmu linuwih, disembuhkan dari penyakit, dan mengharapkan kebaikan dari nenek moyang. Kunjungan mereka ke makam itu memberikan dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial. Dalam perspektif ekonomi, lebih dari 1.500 tenaga kerja tergantung pada keberadaan makam Muria. Dampak yang lain adalah slidaritas setempat, kompetisi sosial, dan kesempatan kerja yang mengakibatkan munculnya tumbuhnya pragmatisme di kalangan anggota masyarakat Muria.
AJARAN TAREKAT SYATTARIYYAH DALAM NASKAH RISĀLAH SHATTARIYYAH GRESIK Fanani, Ahwan
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.203

Abstract

Tarekat (sufi order) is an important part of the development of Islam in Indonesia. The early Islamic mission in Nusantara was conducted by sufi’s teacher. Their ability to make close contact to local ruler enabled them to spread Islam in local kingdom. The tarekat had international link so that the acceleration of islamization in Indonesia was supported by the link sufi’s teacher had. The spread of sufi order happened quite smoothly because the teaching they introduced contained mystic elements that were familiar to local community. The gradual introduction of Islam by tarekat master in many places made islamization run peacefully. The mystic tenets brought by tarekat master create a harmony between Islam and local culture. The paper will deal with the manuscript of Risala Syatariya Gresik. The paper is conducted using philology. The main purpose of the paper is to present the text edition of Risala Syatariya from Gresik.***Tarekat (aliran sufi) merupakan bagian penting dalam per­kembangan Islam di Indonesia. Missi Islam pertama di Nusantara dijalankan oleh para tokoh sufi. Kemampuan mereka untuk mendekati penguasa setempat memungkin­kan mereka untuk dapat menyebarkan agama Islam di keraja­an setempat. Tarekat memiliki jaringan internasional sehingga percepatan Islamisasi Indonesia di­dukung oleh jaringan yang dimiliki oleh para tokoh sufi tersebut. Per­kembangan ajaran sufi ber­jalan dengan sangat halus karena ajaran yang di­perkenal­kan mengandung unsur-unsur mistis yang telah dikenal oleh masyarakat setempat. Perkenalan Islam secara perlahan oleh para tokoh tarekat di berbagai tempat telah menjadikan persebaran Islam ber­jalan secara damai. Unsur-unsur mistis yang dibawa oleh para tokoh tarekat ini menciptakan harmoni antara Islam dengan budaya se­tempat. Tulisan ini membahas manuskrip Risalah Syatariyah Gresik. Pendekatan yang digunakan adalah filologi.
IMAGINING HELL: A BURKEIAN ANALYSIS OF INDONESIAN RELIGIOUS AFTERLIFE IMAGES Suwarno, Peter
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.208

Abstract

This paper is not only dealing with depiction of hell (divine punishment) which is very popular depicted by the speech and media news in Indonesia, but also description on meaning, and the possibility on motive behind that description. Applying Burke theory on logology, this paper revealed that the depiction of hell punishment constituted the ritual of purity. Based on the cycle of order, feeling of guilty, redemption through sacrifice to achieve the purity, general depiction on hell are a reflection of the challenges and complexity of legal rules and regulation that exactly will be broken off. This violation of the rule creates a sense of guilty and sin which come out as all the problems and difficulties that the majority of Indonesian must hold – the situation that generates scapegoat. The victims of the scapegoat became the apparent sinners, and the punishment is the sacrifaction which create satisfaction and a sense of clean up.***Tulisan ini tidak hanya untuk membahas penggambaran neraka (hukum­an akhirat) yang sangat populer sebagai­mana digambar­kan dalam pidato dan media di Indonesia, tetapi juga untuk mengungkapkan makna dan kemungkinan motif di balik gam­baran tersebut. Dengan teori logologi Burke, tulisan ini meng­ungkapkan bahwa penggambaran siksaan neraka merupakan ritual pemurni­an. Berdasarkan siklus ke­tertiban, rasa bersalah, pe­nebusan melalui pe­ngorban­an untuk mencapai kemurnian, gambar­an hukum­an di neraka adalah cerminan dari tantangan dan komplek­sitas aturan dan hukum yang pasti akan dilanggar. Pe­langgar­an ini mencipta­kan rasa bersalah dan dosa yang di­wujudkan dalam bentuk semua masalah dan kesulitan bahwa mayoritas penduduk Indonesia harus tahan-situasi yang me­nimbulkan kambing hitam. Para korban yang me­rupakan kam­bing hitam menjadi orang berdosa ter­kutuk, yang hukumannya me­rupakan sebuah pengorban­an, men­ciptakan kepuasan dan rasa dibersihkan.
KITAB AL-SANĪ AL-MAṬĀLIB: INTERKONEKSI NAHWU DAN TASAWUF Zakiyah, Zakiyah
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.204

Abstract

This paper reviews a book entitled al-Sanī al-Maṭālib written by Kiai Nur Iman Mlangi Yogyakarta. This book is written in Arabic containing an interconnection between Arabic grammar and mysticism. This book is very interesting due to the fact that those two knowledges have its own rules. In addition, there is only small number of authors who had written with the same model, to name one of them is Shaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhany with his work entitled Manniyat al-Fāqir al-Munjarid wa Sayrat al-Murīd al-Mutafarrid”. The book al-Sanī al-Maṭālib was predicted written in the late 18s Century or the beginning of 19s century, it is based on the period of Kiai Nur Iman’s life in which around the mid of 18s century. The grammatical rule of Arabic in this book was explained theo­sophically, it is started with the explanation of tauhid (oneness) as the basic learning for Muslim, followed by the meaning of each Arabic rule in mystical aspect.***Tulisan ini mereview buku yang berjudul al-Sanī al-Maṭālib yang ditulis oleh Kiai Nur Iman Mlangi Yogyakarta. Buku ini ditulis dalam bahasa Arab yang me­ngandung interkoneksi antara ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) dengan mis­tisis­me. Buku ini sangat menarik karena kenyataan bahwa kedua pengetahuan tersebut memiliki aturan sendiri-sendiri. Selain itu, sangat sedikit penulis yang menulis dengan gaya seperti itu. Salah satunya adalah Syaikh Abdul Qadir bin Ahmad al-Kuhany dengan karyanya yang berjudul Manniyat al-Fāqir al-Munjarid wa Sayrat al-Murīd al-Mutafarrid. Buku al-Saniy al-Muthalib diduga telah ditulis pada akhir abad ke-18 atau awal abad ke-19, menurut periode kehidupan Kiai Nur Iman yaitu sekitar pertengahan abad ke-18. Aturan Nahwu dalam buku ini dijelaskan secara teosofi yang dimulai dengan penjelasan mengenai tauhid (keesaan Tuhan) sebagai kajian dasar bagi orang Islam, yang diikuti dengan makna dari masing-masing aturan bahasa Arab dalam aspek mistiknya.
PENGALAMAN BERSUA TUHAN: PERSPEKTIF WILLIAM JAMES DAN AL-GHAZALI Komarudin, Komarudin
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.209

Abstract

Experience of meeting God constitutes an interresting phenomenon and become the focus of interrest of many disciplines. Psychology and tasawuf are two disciplines which focusedly study this phenomenon applying different approaches. Ghazali is the representative of the dicsipline of tasawwuf and William James is the representative of the dicsipline of psychology. The both experts applied the different approaches in studying the religious experiences. Epistemological base on which William James used , has the scientific accountability but less accurate in the source of knowledge. In other side, Ghazali has a deep source of knowledge but less of rationality. An effort to compromise the both approach in order to study about the experience of meeting God will result in a comprehensive, deep, and objective depiction.***Pengalaman bersua Tuhan merupakan fenomena yang menarik dan menjadi titik perhatian banyak disiplin ilmu. Psikologi dan tasawuf merupakan dua disiplin ilmu yang memfokuskan kajiannya pada fenomena ini dengan menerapkan pendekatan yang berbeda. Ghazali adalah representasi dari disiplin ilmu tasawuf dan William James adalah representasi disiplin ilmu psikologi. Kedua ahli tersebut menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengkaji pengalaman keagamaan. Basis epistimologi yang digunakan oleh James memiliki akuntabilitas ilmiah namun kurang akurat dalam sumber pengetahuannya. Di sisi lain Ghazali memiliki sumber pengetahuan yang dalam namun kurang dari sisi rasionalitas. Upaya untuk mengkompromikan kedua pendekatan dalam rangka untuk mengkaji pengalaman bersua Tuhan akan menghasilkan penggambaran yang dalam dan obyektif.
FENOMENOLOGI AGAMA: PENDEKATAN FENOMENOLOGI UNTUK MEMAHAMI AGAMA Ahimsa-Putra, Heddy Shri
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 20, No 2 (2012): Spiritualisme Islam
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.20.2.200

Abstract

In this article the author explains what is called ‘phenomeno­logical approach’ in the study of religion. Starting from Husserl’s philosophy of phenomenology, the author tracing its influences in social science through one of Husserl’s students, Alfred Schutz. Based on Husserl’s ideas developed by Schutz, the author presents his views how those ideas can be applied in the study of religion, and how religion can be defined phenomeno­logically. The author further explains some methodo­logical ethical implications of doing phenomeno­logical research on religion.***Dalam tulisan ini penulis menjelaskan apa yang disebut ‘pen­dekatan feno­menologi’ dalam kajian agama. Berangkat dari filsafat fenomeno­logi Husserl, penulis melacak pe­ngaruhnya pada ilmu sosial melalui salah seorang murid Husserl, Alfred Schultz. Berdasarkan ide Husserl yang di­kembangkan oleh Schultz, penulis menyajikan pan­dang­an­nya bagaimana ide-ide itu dapat diterapkan dalam kajian agama, dan bagaimana agama dapat didefinisikan secara fenomenologis. Penulis selanjutnya menjelaskan beberapa impli­kasi etis metodologis jika me­lakukan kajian fenomeno­logis terhadap agama.

Page 1 of 2 | Total Record : 20