cover
Contact Name
Aqil Luthfan
Contact Email
walisongo@walisongo.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
aqilluthfan@walisongo.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
ISSN : 08527172     EISSN : 2461064X     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan is an international social religious research journal, focuses on social sciences, religious studies, and local wisdom. It is intended to communicate original research and current issues on the subject. The subject covers literary and field studies with various perspectives i.e. philosophy, culture, history, education, law, art, theology, sufism, ecology and much more.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal" : 20 Documents clear
KEARIFAN LOKAL SEBAGAI RESOLUSI KONFLIK KEAGAMAAN Jati, Wasisto Raharjo
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.251

Abstract

This article aims to analyze relation between local wisdom within religion conflicts resolution in post conflict divided society of Maluku. In the case of Maluku conflict religion was not core sources, but rivalry among societal element to compete for bureaucracy position and economic-politic resources. Religion is only becoming supporting conflict which provides moral legitimation and politic identity to strike others. The history of Maluku conflict indicated by subordination and domination relations that resulted discrimination and marginalization amidst society. The fallacy of the new order regime in 1999 can be said conflict escalation in Maluku that murdered million innocent peoples. Maluku conflict had resolved by Malino peace treaty in 2002 and 2003, however potency of conflict in grassroots can be reduced by local wisdom values. Pela gandong as local wisdom had a pivotal role in reconciliation process to recapitalize social capital which cracked during conflict. In addition to local wisdom, representation in bureaucracy also hold role player to reducing social gap between society elemental in Maluku.***Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kearifan lokal sebagai resolusi konflik keagamaan di masyarakat pasca konflik Maluku. Dalam kasus konflik Maluku, agama bukanlah sumber utama, namun rivalitas antar elemen masyarakat dalam memperebutkan sumber daya ekonomi-politik dan birokrasi yang menjadi per­masalahannya. Agama hanya menjadi faktor pendukung yang menyediakan ada­nya legitimasi moral dan identitas politik untuk melakukan kekerasan ter­hadap orang lain. Sejarah konflik Maluku ditandai dengan relasi subordinasi dan domi­nasi yang menghasilkan adanya diskriminasi dan marjinalisasi di tengah masya­rakat. Jatuhnya rezim Orde Baru tahun 1999 dapat dikatakan sebagai pun­cak konflik Maluku yang telah membunuh jutaan nyawa manusia tidak bersalah. Konflik Maluku telah diselesaikan melalui perjanjian damai Malino tahun 2002 dan 2003, namun demikian potensi konflik di akar masyarakat dapat dikurangi melalui nilai-nilai kearifan lokal. Pela gandong sebagai kearifan lokal mempunyai peran penting dalam rekonsiliasi dengan menyatukan kembali solidaritas masya­rakat yang terpecah selama konflik. Selain halnya kearifan lokal, re­presentasi dalam birokrasi juga memegang peran utama dalam mereduksi kesenjangan sosial antara elemen masyarakat di Maluku.
MAKNA SIMBOLIK UPACARA SIRAMAN PENGANTIN ADAT JAWA Irmawati, Waryunah
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.247

Abstract

Siraman (bathing) is a Javanese ritual ceremony that is done one day before the bride does the ijab qabul. In the siraman ritual, the operational rule and the equipments (uborampe) that are used are already definite (maton/pakem) as the symbols that have meanings. The meanings of the symbols in the siraman cannot be put off from Javanese context. Phenomenology and philosophy approaches using hermeneutic method towards siraman ritual are interpreted comprehensively to make the meanings of symbols clearly therefore the symbols in the siraman ritual can be understood. This research figures the inter relations among philosophy, culture and Islam.***Siraman (mandi) merupakan upacara adat Jawa yang dilakukan sehari sebelum pengantin melaksanakan ijab qabul. Dalam upacara siraman tata pelaksanaan dan peralatan (ubarambe) yang digunakan sudah maton/pakem sebagai sebuah simbol yang memiliki arti dan makna. Makna dan arti simbol dalam siraman tidak terlepas dari konteks Jawa. Model pendekatan fenomenologis, dan kemudian secara filosofis menggunakan metode hermeneutik diinterpretasikan secara komprehensif agar makin jelas arti dan makna sehingga akan lebih mudah memberikan pemahaman tentang saling hubungan (interelasi) antara filsafat, budaya dan Islam.
DINAMIKA MASYARAKAT LOKAL DI PERBATASAN Prasojo, Zaenuddin Hudi
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.252

Abstract

Community members living in borderland areas in Indonesia tended to be clasified as under-developed society in development aspects. Study on the borderland areas is still limited both in quantity and the impact of the study. Nanga Badau located in borderland between West Kalimantan (Indonesia) and Serawak (Malaysia) is one of the under-developed borderland area. This paper revealed the dynamic issues and the existence of local tradition in the context of globalization. It was showed that the original attitude of warn, friendly, and respect visitors express their openess toward global trend but still keep on local style. They are also realized on their position among global community. The open access abroad effected in the development of the interaction, information, and communication patterns among Iban Dayak. Sophisticated devices like mobile phone and television are familiar among Iban dayak in borderland area.***Masyarakat perbatasan yang ada di Indonesia cenderung masuk dalam kelompok masyarakat yang tertinggal dari berbagai aspek pembangunan. Kajian mengenai masyarakat lokal di wilayah-wilayah perbatasan di Indonesia belum terlalu meng­gembirakan baik dari segi jumlah maupun dari segi dampak hasil kajian yang berupa aksi kebijakan pasca kajian. Nanga Badau yang terletak di daerah per­batasan Kalimantan Barat (Indonesia) dan Serawak (Malaysia) merupakan salah satu wilayah perbatasan yang tertinggal. Tulisan ini memoret isu-isu dinamika dan eksistensi tradisi lokal dalam kerangka globalisasi. Tampak bahwa sikap ramah dan menghormati pendatang merupakan salah satu bentuk nyata bahwa mereka sangat terbuka dengan adanya arus global dan lokal. Mereka juga me­miliki kesadaran diri akan posisi mereka sebagai bagian dari penduduk dunia. Adanya ruang interaksi bagi dunia luar, seperti mudahnya akses keluar masuk ke negara lain mengakibatkan pola interaksi, informasi dan komunikasi etnis Iban menjadi berkembang. Hal tersebut dapat dilihat pada aktivitas masyarakat Iban sehari-hari yang telah memanfaatkan dan menggunakan perangkat handphone, televisi dan teknologi modern lainnya.
KONTRIBUSI UPACARA ADAT MENDIRIKAN DAN PINDAH RUMAH TERHADAP NILAI PENDIDIKAN ISLAM Salim, Moh. Haitami
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.248

Abstract

There are so many kinds of traditional ceremony among Pontianak Malay community performed along their life cycle. All the traditional ceremonies need a specific properties according to the kinds of the ceremony performed by the performer. Each of the property as well as the steps of the ceremony had a specific symbol denoted to specific meaning. One of the traditional ceremony commonly performed by the community of Pontianak Malay is traditional ceremony of building and moving house that had so deep educational values.***Ragam upacara adat Melayu Pontianak yang dilaksanakan selama siklus kehidupan mereka, mulai dari lahir sampai meninggal dunia sangat banyak. Seluruh amalan upacara adat tersebut menggunakan properti tertentu dengan tata upacara (prosesi) tersendiri yang dilakukan secara baik oleh pelakunya. Baik pada properti yang digunakan maupun rangkaian prosesi yang dilakukan masing-masing menjadi simbol-simbol tertentu yang sesungguhnya memiliki pesan-pesan moral, khususnya nilai-nilai pendidikan Islam. Salah satunya adalah upacara adat mendirikan dan pindah rumah baru.
MAKNA KULTURAL DAN SOSIAL-EKONOMI TRADISI SYAWALAN Anwar, Khoirul
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.253

Abstract

This article tries to uncover the cultural reason on Syawalan tradition in the village of Morodemak in Bonang, Demak. It also intends to reveal the meaning of the tradition for today’s society. Observations, interviews and examination of secondary data, can be conluded that the tradition of Syawalan in Morodemak is one of traditions that expresses the religious Javanese culture in coastal area. For Morodemak community, tradition of Syawalan is a form of gratitude to God Almighty for the gift of the abundance of seafood as well as an expression of prayer from dangerous things in life that can arise from the sea. Syawalan tradition also has the meaning of caring for nature, especially the sea as well as the meaning of cohesion and communality among fishing communities. In addition to the cultural meanings, traditions Syawalan also have economic and socio-cultural significance for the local governments and communities.***Tulisan ini berusaha untuk mengungkap nalar kebudayaan pada tradisi Syawalan di Desa Morodemak Bonang Demak. Selain itu juga bermaksud mengungkap makna tradisi tersebut bagi masyarakat saat ini. Hasil pengamatan, wawancara serta telaah terhadap data sekunder, dapat dijelaskan bahwa tradisi Syawalan di Morodemak merupakan salah satu tradisi masyarakat yang mengekspresikan kebudayaan masyarakat Jawa pesisiran yang religius. Bagi masyarakat Morodemak, tradisi Syawalan merupakan wujud rasa syukur pada Tuhan YME atas karunia melimpahnya hasil laut sekaligus ungkapan doa keselamatan dari segala mara-bahaya yang bisa timbul dari laut. Tradisi Syawalan juga memiliki makna kepedulian kepada alam, khususnya laut serta makna membangun kerukunan dan keguyuban di antara masyarakat nelayan. Selain makna-makna kultural tersebut, tradisi Syawalan juga memiliki makna ekonomis dan sosial budaya bagi pemerintah lokal dan masyarakat.
RITUAL RAMBUT GEMBEL DALAM ARUS EKSPANSI PASAR PARIWISATA Soehadha, Moh.
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.249

Abstract

This article focusing on religious and social change in Dieng tourism society and its relation with state capitalism. The government has commercialize gembel hair ritual (ritual rambut gembel) by tourism policy, that long have been live in Dieng community. In this article indicated that there are two variants of the social response to the change, the people who accept and reject society. The receiving society is the people that having an interest in economic on activities of the tourism development, whereas the rejecter society is the people that hold belief and tradition faithful. Theoretically, this study gives an explanation that public religiosity into the value system which affect people’s behavior to confirm the mode of economic production runs, as well as oversee social change.***Tulisan ini mengambil fokus pada agama dan perubahan sosial akibat ekspansi pasar pariwisata di dataran tinggi Dieng, dan hubungannya dengan kapitalisme negara. Pemerintah telah mengusahakan ritual rambut gembel sebagai komo­ditas pariwisata di dataran tinggi Dieng. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada dua varian respon sosial terhadap perubahan akibat ekspansi pasar pariwisata, yaitu masyarakat yang menerima dan masyarakat yang menolak. Masyarakat penerima adalah orang-orang yang memiliki kepentingan di bidang ekonomi dalam kegiatan pengembangan pariwisata, sedangkan masyarakat yang menolak adalah orang-orang yang memegang keyakinan dan tradisi lokal. Secara teoritis, studi ini memberi penjelasan bahwa religiusitas masyarakat dipengaruhi oleh moda produksi ekonomi yang ada.
JANENGAN SEBAGAI SENI TRADISIONAL ISLAM-JAWA Junaidi, Akhmad Arif
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.254

Abstract

This paper is based on the cultural reality of Javanese Muslim society especially in Islamic Javanese traditional music. The cultural expression of Islamic-Javanese music is very diverse and reflecting the diversity of the “face” of Islam that has been adapted to the local culture. Janengan’s Islamic Javanese traditional music is an expression from three different cultural music traditions: Javanese music tradition, Middle Eastern music traditions (Arabic), and currently has been developed with a combination of Western music such as pop. The combination of three different musical traditions creates a unique creativity in Javanese music character. The character also encourages the values covering musical values, cultural values, and religious values. Thematically, the Janengan’s lyrics contain a variety of Islamic teaching such as monotheism, shari’ah and sufism.***Tulisan ini dilatarbelakangi satu realitas budaya yang dihasilkan dari kehidupan masyarakat Muslim Jawa khususnya seni musik tradisional Islam-Jawa. Ekspresi kebudayaan Islam-Jawa dalam seni musik ini sangat beragam dan mencerminkan keberagaman “wajah” Islam yang telah beradaptasi dengan budaya lokal. Musik tradisional Islam-Jawa Janengan merupakan perwujudan dari perpaduan tiga unsur tradisi musik, yakni tradisi musik Jawa, tradisi musik Islam Timur Tengah (Arab) dan kini telah dikembangkan dengan kombinasi musik Barat seperti pop. Perpaduan ketiga unsur tradisi musik yang berbeda ini membentuk suatu hasil kreativitas yang unik bercirikan musik Jawa. Musik tradisional Islam-Jawa ini juga melahirkan nilai-nilai yang meliputi nilai-nilai musikal, nilai-nilai kultural, dan nilai-nilai religius. Secara tematik syair-syair Janengan berisi berbagai ajaran seperti akidah (tauhid), syari’at dan tasawuf.
RESISTENSI AGAMA DAN BUDAYA MASYARAKAT Samiyono, David
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.244

Abstract

Ethnic group, religion, and cultural interactions are familiar phenomena in Bali. Such an interraction had been there since the island became the locus for trading activities. The concept of Tri hita karana is underlying the harmony on the relations of human beings and God (perhyangan), human beings each others (pawongan) and human beings with the environment (palemahan). Bali is changed now. The culture orientation is on services related to tourism. Bali blast on October 2002 and 2005 effected on the on guard among Baliness. Ajeg Bali is a local wisdom of Baliness –religions and cultures— in order to anticipate outside influences effected toward any aspect of life. The problem in this research is weather Ajeg Bali, as local wisdom able to damm outside culture toward Baliness culture, religion, and economics.***Interaksi antar etnis, agama dan budaya bukanlah barang langka di Bali. Sejak semula hal tersebut sudah ada, ketika pulau ini menjadi locus perdagangan hasil bumi. Sebab sesungguhnya kebudayaan Bali menjujung tinggi nilai-nilai keseimbangan dan harmonisasi antar manusia dengan Tuhan (perhyangan), dengan sesama (pawongan) dan dengan lingkungan (palemahan). Konsep ini disebut Tri hita karana. Bali kini berubah. Budayanya berorientasi pada jasa, yang berkait dengan industri pariwisata. Sikap orang Bali kini tidak lagi ramah dan harmoni. Akibat ledakan bom dalam bulan Oktober 2002 dan 2005, masyarakat lebih berhati-hati terhadap para pendatang. Ajeg Bali merupakan kearifan lokal –agama dan budaya– masyarakat Bali dalam rangka menanggulangi pengaruh luar yang mengakibatkan perubahan di berbagai bidang sehingga identitas kebalian mengalami degradasi. Ajeg Bali merupakan bentuk resistensi masyar­akat Bali dalam rangka membatasi pendatang dari luar Bali. Kajian ini berusaha untuk menjawab pertanyaan “apakah Ajeg Bali, sebuah kearifan lokal masyarakat Bali dapat membendung pengaruh budaya, agama dan ekonomi masyarakat Bali?”
KONTRIBUSI UNGKAPAN TRADISIONAL DALAM MEMBANGUN KERUKUNAN BERAGAMA Haryanto, Joko Tri
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.250

Abstract

The Ganjuran society who live in Sumbermulyo Village, District Bambanglipuro Bantul of DIY, have ability to maintain religious harmony although those people are different religions. It is because Ganjuran society have elements that can be a social glue in their local wisdom. This research is conducted by qualitative approach to reveal local wisdom in the maintaining harmony through the form of traditional expressions and tradition of kenduri (ritual of meal). Ganjuran society has strong social harmony perspective which is expressed by traditional idiom like rukun agawe santosa crah agawe bubrah (harmony makes peaceful, hostile makes splits).***Masyarakat Ganjuran Desa Sumbermulyo Kecamatan Bambanglipuro Bantul DIY mampu memelihara kerukunan umat beragama, meskipun berbeda agama. Hal ini disebabkan adanya elemen-elemen yang menjadi perekat sosial berupa kearifan-kearifan lokal yang hidup dalam masyarakat Ganjuran. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif ini mengungkapkan kearifan lokal pada masyarakat Ganjuran dalam memelihara kerukunan dalam bentuk ungkapan-ungkapan tradisional dan tradisi kenduri. Masyarakat Ganjuran memiliki pandangan sosial guyub rukun yang diungkapkan melalui berbagai ungkapan tradisional seperti rukun agawe santosa crah agawe bubrah.
REVITALISASI ISLAM KULTURAL Jamil, M. Mukhsin
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 21, No 2 (2013): Agama Lokal
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.21.2.245

Abstract

This research aim to explore one of Islamic movements in Indonesia after reformation of 1998. By using qualitative method, it is clear that the demarcation betweeen Islamic tradisionalism and Islamic modernism fluided culturally. Although at the same time polarization both become more political, which is made Indonesian Islamic mainstream loosed elan vital as sosial and cultural movement. There is the contradictory trends in the dynamic of Islamic thought and movement introduced by Islamc minority groups. In one side the trends are multiculturalism, anti coruption movement and appreciation to the local cultures which is ignorenced before by Islamic movement in Indonesia. In other side, political oriented in many Islamic movement is stronger. The dominant of traditional constructions of Islamic polical thought of sunni (fiqh al-siyasah) influenced to the Islamic movement to state orientation at same time ignored the society with their problem and cultural expression. The cultural Islam proposed new understanding to Islamic traditions with hermeneutic and remove the locus of movement forum political Islam to civil Islam.***Penelitian ini bertujuan untuk menjelajahi salah satu gerakan Islam di Indonesia setelah reformasi 1998. Dengan menggunakan metode kualitatif, akan menjadi jelas demarkasi antara Islam tradisional dan Islam modernis secara kultural. Meski polarisasi kedua kelompok keagamaan itu kerap bernuansa lebih politis, sehingga menghilangkan elan vital Islam Indonesia sebagai gerakan sosial dan budaya. Tetapi ada tren kontradiktif dalam dinamika pemikiran dan gerakan Islam yang dilakukan oleh kelompok minoritas Islam. Di satu sisi trennya adalah multikulturalisme, gerakan anti korupsi, dan apresiasi terhadap budaya lokal yang telah dikembangkan oleh gerakan Islam sebelumnya. Di sisi lain, orientasi politik kelompok keagamaan juga semakin meningkat. Dominasi pemikiran politik tradisional Sunni turut mempengaruhi pola gerakan Islam kepada negara dan pada saat yang sama mengabaikan masyarakat dengan problem kebudayaan mereka. Islam kultural mencoba untuk meniupkan pemahaman baru dalam tradisi Islam dengan hermeneutika dan menggeser arah gerakan Islam politik kepada Islam sipil.

Page 1 of 2 | Total Record : 20