Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

Akibat Hukum Bagi Anak Luar Kawin Dalam Pembagian Warisan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Yessy Kusumadewi
BINAMULIA HUKUM Vol 7 No 1 (2018): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v7i1.12

Abstract

Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 Tentang Kedudukan Anak Luar Kawin oleh Mahkamah Konstitusi pada Tahun 2012 membawa perubahan besar dalam KUH Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam kaitannya dengan masalah hukum pewarisan bagi anak luar kawin, dimana dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyatakan bahwa ketentuan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan dengan laki-laki yang dapat dibuktikan ilmu pengetahuan dan teknologi dan atau alat bukti lain ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya. Hal ini berarti bahwa anak luar kawin tetap mendapatkan hak untuk mewarisi harta warisan milik pewaris sepanjang dapat dibuktikan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu DNA. Apabila dikaitkan dengan KUH Perdata, anak luar kawin dapat memiliki hak untuk mewarisi apabila pewaris atau ayah “biologisnya” mengakui anak luar kawin tersebut, dan pembagian besarnya harta warisan didasarkan pada penggunaan legitieme portie seperti yang diatur dalam KUH Perdata. Keywords: anak luar kawin, warisan, ayah biologis, putusan mahkamah konstitusi.
Pelaksanaan Prinsip Piercing the Coorporate Veil dalam Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Yessy Kusumadewi
BINAMULIA HUKUM Vol 8 No 1 (2019): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v8i1.40

Abstract

Perseroan Terbatas (PT) pada dasarnya adalah badan hukum yang terpisah dari pemiliknya. Dengan demikian, pemilik atau pemegang saham suatu PT tidak akan diminta pertanggungjawaban atas hutang Perseroan. Dengan adanya prinsip piercing the corporate veil, pemilik atau pemegang saham suatu Perseroan dapat dimintai pertanggungjawaban tidak hanya sebatas saham yang dimilikinya, tetapi sampai kepada harta pribadinya apabila terbukti telah merugikan Perseroan. Prinsip piercing the corporate veil dapat dipergunakan untuk membuka tabir Perseroan Terbatas yang pada praktiknya bersifat tertutup dan pemegang saham bertanggungjawab secara terbatas dengan didasarkan pada ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUPT No. 40 Tahun 2007. Kata Kunci: perseroan terbatas, piercing the corporate veil.
Penerapan Sanksi Pidana Pada Pernikahan Siri Rizky Billar dan Lesti Kejora Yessy Kusumadewi
BINAMULIA HUKUM Vol 10 No 2 (2021): Binamulia Hukum
Publisher : Faculty of Law, Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37893/jbh.v10i2.556

Abstract

Perkawinan merupakan hukum yang paling awal dikenal oleh manusia yang ditandai dengan adanya perkawinan antara Adam A.S. dengan Hawa yang kemudian dalam perkembangannya, perkawinan banyak mengalami perubahan disesuaikan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri namun tidak menghilangkan atau mengubah syarat serta rukun perkawinan itu sendiri sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Adanya UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengubah keseluruhan pasal dalam UU No. 1 Tahun 1974 namun hanya mengubah pasal tertentu yaitu mengenai batasan usia perkawinan. Pada praktiknya perkawinan yang sering terjadi dalam masyarakat termasuk di kalangan artis adalah perkawinan atau pernikahan siri yang hanya dilakukan dan diakui oleh hukum agama, di mana tujuan utama dilakukan perkawinan siri adalah untuk menghindari terjadinya zina. Namun akhir-akhir ini perkawinan siri yang telah dilakukan oleh pasangan artis Rizky Billar dengan Lesti Kejora (Leslar) menjadi perbincangan hangat dan bahkan dilaporkan oleh Kongres Pemuda di Jawa Timur karena dianggap sebagai kebohongan publik sehingga diancam pidana karena tidak dipublikasikan serta dianggap sebagai bentuk pelanggaran HAM. Oleh karena itu, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis, apakah perkawinan siri yang tidak dipublikasikan dapat dipidana, melanggar HAM dan sah atau tidak adanya pengulangan akad perkawinan yang dilakukan oleh Rizky Billar dengan Lesti Kejora. Kata Kunci: perkawinan siri; dapat dipidana atau tidak.
URGENSI SINGLE BASIC MAP UNTUK PERLINDUNGAN SUMBER DAYA AIR DALAM PENATAAN RUANG Sardjana Orba Manullang Manullang; Yessy Kusumadewi Kusumadewi; Verawati Br Tompul Tompul; Iis Isnaeni Nurwanty Nurwanty
Journal Presumption of Law Vol 4 No 1 (2022): Volume 4 Nomor 1 Tahun 2022
Publisher : Universitas Majalengka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31949/jpl.v4i1.2237

Abstract

Abstract Water Resources is one of the natural resources that must be preserved. Water Resources is one part of the category of the environment that can not be renewed. Conflicts related to water resources happen a lot, especially that related to the overlap of licensing. The research method in this paper uses the Normative Juridical research method, where the study focused on the rules – rules relating to spatial planning. Assessment of study that assessed based on history, giving hints how a lot of conflicts over water resources. To overcome this, it is necessary the existence a policy referred to as the basic single map in the arrangement of the space.
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Dengan Alasan Mangkir yang Dikualifikasikan Mengundurkan Diri Antara SP/SB PT. Ghalia Indonesia Printing Dengan PT. Ghalia Indonesia Printing Muhammad Fajri Muttaqin; Asmaniar Asmaniar; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.94 KB)

Abstract

Dalam permasalahan yang ada di perusahaan seringkali terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) antara pihak perusahaan dengan pekerja/buruh maka dalam hal ini penulis tertarik mengangkat pokok permasalahan penelitian ini tentang: 1) Mengapa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena mangkir dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri? 2) Bagaimana putusan hakim terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mangkir yang dikualifikasikan sebagai mengundurkan diri? Sebagai hasil penelitian ditemukan fakta bahwa PHK antara penggugat dan PT. Ghalia Indonesia Printing diperoleh hasil ditolaknya gugatan penggugat untuk sebagian. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana penggugat dalam hal ini telah melakukan kesalahan berupa mangkir 5 (lima) hari berturut-turut tanpa alasan dan bukti yang jelas dan penggugat dalam hal ini pekerja tidak memenuhi surat panggilan I dan II yang disampaikan oleh tergugat (PT. Ghalia Indonesia Printing). Hal ini diperkuat dalam Pasal 168 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yakni pekerja atau buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh perusahaan 2 (dua) kali secara teratur dan tertulis dapat diputus hubungan kerja karena dikualifikasikan mengundurkan diri, maka Putusan Nomor 106/Pdt.Sus/2015/PHI/PN.Bdg sudah tepat dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan serta peraturan-peraturan lain yang menyangkut tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berlaku. Kata Kunci: mangkir, pemutusan hubungan kerja, mengundurkan diri.
Penerapan Pembatalan Hak Desain Industri Berdasarkan Gugatan Terkait Adanya Unsur Itikad Tidak Baik Mochamad Rizki Permana; Hendra Haryanto; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.519 KB)

Abstract

Upaya melakukan gugatan guna membatalkan Hak Desain Industri dari pihak yang memiliki kepentingan masih kerap kali terjadi yang disebabkan adanya dugaan unsur “itikad tidak baik” oleh pihak pemohon pendaftaran Desain Industri, sehingga tidak jarang berujung kepada pembatalan Hak Desain Industri dikarenakan tidak memenuhi ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (“UU Desain Industri”). Substansi penelitian ini guna memperoleh pengetahuan terkait implementasi pembatalan Hak Desain Industri berdasarkan gugatan terkait adanya unsur itikad tidak baik berdasarkan ketentuan pada UU Desain Industri. Metode penelitian pada penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian yuridis normatif dengan jenis penulisan deskriptif analisis. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwasanya terkait ketentuan Pasal 38 UU Desain Industri, upaya untuk membatalkan Hak Desain Industri berdasarkan gugatan bisa dilakukan bagi pihak yang memiliki kepentingan yang merasa hak eksklusifnya dilanggar oleh pihak lain dengan mengacu kepada alasan-alasan yang diamanatkan pada ketentuan Pasal 2 UU Desain Industri. Adanya unsur kesengajaan dari pihak pemohon pendaftar Desain Industri yang mendaftarkan Desain Industrinya dan Desain Industri sebagaimana didaftarkan tersebut sudah lebih dulu muncul di masyarakat dan telah menjadi milik umum, dapat diduga desain industri itu tidak dapat memenuhi unsur “kebaruan” dan unsur kesengajaan tersebut tergolong kepada unsur “itikad tidak baik”. Kata Kunci: hak desain industri, gugatan, itikad tidak baik.
Analisis Yuridis Penerapan Asas Nebis In Idem Dalam Penyelesaian Perkara Perdata Achmad Tartusi; Retno Kus Setyowati; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 1 (2020): Krisna Law, Februari 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.647 KB)

Abstract

Asas Nebis in Idem merupakan asas yang terdapat dalam setiap sistem hukum yang mana salah satunya terdapat pada sistem hukum perdata dalam penyelesaian perkara di pengadilan, demi menjamin kepastian dari suatu putusan hakim yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, perkara seperti apa dan putusan bagaimana yang melekat asas nebis in idem dalam sistem hukum perdata, dan juga sifat dari unsur suatu perkara dikatakan nebis in idem. Jika merujuk pada penjelasan Pasal 1917 dan 1918 KUH Perdata maka suatu putusan perdamaian yang dilakukan antara Mohammad Yusuf dengan Haji Aspas bin Haji Abdul Madjid pada tahun 2012 berdasarkan putusan Nomor 309/Pdt.G/2011/PN.Bks. adalah merupakan perkara yang telah berkekuatan hukum tetap dan berakibat pada perkara Nomor 154/Pdt.G/2013/PN.Bks. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif analitis melalui sumber-sumber kualitatif yang relevan dengan melihat penerapan hukum pada hukum positif di Indonesia. Jika merujuk pada Pasal 1917 dan 1918 KUH Perdata suatu syarat putusan nebis in idem adalah perkara dengan subjek yang sama, objek yang sama dan dengan alasan gugatan yang sama, kemudian diajukan pada pengadilan yang sama maka seharusnya perkara tersebut haruslah dinyatakan nebis in idem demi menjamin kepastian hukum dan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan. Yang secara normatif Nebis in Idem melekat pada setiap putusan yang bersifat konstitutif yang pada pokoknya mengabulkan atau menolak suatu gugatan yang diajukan. Kata Kunci: putusan, asas nebis in idem.
Upaya Hukum Bagi Kreditor Apabila Debitor Pailit Tidak Mengakui Atau Menolak Tagihan Utangnya Prio Wijayanto; Erna Widjajati; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (285.024 KB)

Abstract

Kewenangan yang diberikan kepada kurator oleh undang-undang kepailitan dan PKPU dalam suatu rapat verifikasi atau rapat pencocokan tagihan para kreditor sangatlah besar dalam rapat tersebut debitor pailit tidak mengakui atau menolak tagihan utangnya dengan alasan tagihan tersebut bukan merupakan suatu tagihan yang sah yang dapat diajukan. Dalam Pasal 132 ayat (1) UUKPKPU menyebutkan bahwa “Debitor Pailit berhak membantah atas diterimanya suatu piutang baik seluruhnya maupun sebagian atau membantah adanya peringkat piutang dengan mengemukakan alasan secara sederhana.” Pasal 127 ayat (1) menyebutkan bahwa “Dalam hal ada bantahan sedangkan hakim pengawas tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak, sekalipun perselisihan tersebut telah diajukan ke pengadilan, hakim pengawas memerintahkan kepada kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan.” Dalam hal ini kreditor PT. UJKP (dalam pailit) mengajukan upaya hukum renvoi prosedur ke pengadilan terhadap kurator PT. UJKP untuk menyatakan tagihannya, sehingga putusan pengadilan menjadi dasar untuk menentukan jumlah tagihan piutang kreditor.
Penyelesaian Wanprestasi di Dalam Perjanjian Dengan Jaminan Fidusia Berdasarkan Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang Nomor 10/Pdt.G/BPSK/2015/PN.Bek) Selamat Sidauruk; Retno Kus Setyowati; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 2 No 2 (2020): Krisna Law, Juni 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.04 KB)

Abstract

Lembaga jaminan fidusia tidak hanya dapat dipergunakan dalam perjanjian kredit di bank tetapi juga pada perjanjian pembiayaan konsumen antara debitur (konsumen) dengan kreditur atau perusahaan pembiayaan. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu zekerheid atau cautie. Eksistensi lembaga jaminan fidusia, telah diatur dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia diundangkan pada tanggal 30 September 1999. Definisi fidusia sendiri menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikan haknya dialihkan tetap dalam pengawasan pemilik benda.
Perbuatan Melawan Hukum Oleh Jemaah Umrah Terhadap Travel PT. Amanah Putra Wisata Dengan Jaminan Sertifikat yang Tidak Sesuai Nominal Ade Sera Mulyana; Sophar Maru Hutagalung; Yessy Kusumadewi
Krisna Law Vol 3 No 2 (2021): Krisna Law, Juni 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (182.157 KB) | DOI: 10.37893/krisnalaw.v3i2.382

Abstract

Perbuatan Melawan Hukum Oleh Jemaah Umrah Terhadap Travel PT. Amanah Putra Wisata Dengan Jaminan Sertifikat Yang Tidak Sesuai Nominal (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Bekasi No. 481/Pdt.G/2019/PN.Bks), membahas kasus putusan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh jemaah umrah terhadap travel PT. Amanah Putra Wisata sebagai perantara pencari calon jemaah umrah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini pertama, Mengapa Tergugat I Nurwan Bachtiar dan Tergugat II Dina Apriana dapat dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Kedua, Bagaimana Putusan No. 481/Pdt.G/2019/Pn. Bekasi antara jemaah umrah dengan travel PT. Amanah Putra Wisata sudah sesuai dengan kepastian hukum. Metode Penelitian dalam penulisan jurnal ini adalah metode penelitian normatif yang kemudian dianalisis menggunakan metode analisis yuridis. Hasil penelitian diperoleh bahwa adanya dikatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena adanya pemberian jaminan berupa sertifikat hak milik oleh Tergugat yang mengaku harganya melebihi nominal kerugian Penggugat namun ketika dicek harga sertifikat tersebut tidak sesuai dan tidak mencukupi untuk membayar kerugian Penggugat sebagai pemilik travel PT. Amanah Putra Wisata. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa putusan hakim dalam perkara perdata ini tentang perbuatan melawan hukum oleh jemaah umrah terhadap travel PT. Amanah Putra Wisata dengan jaminan sertifikat yang tidak sesuai nominal sudah sesuai dengan asas kepastian hukum, karena putusan hakim tersebut dipertimbangkan berdasarkan hukum yang berlaku.