Darnawati, Hj.
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

HUBUNGAN BILATERAL KERAJAAN MORONENE DENGAN KESULTANAN BUTON TAHUN 1491-1537 Nengsi, Sukma; Darnawati, Hj.
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (242.857 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i2.9886

Abstract

ABSTRAK: Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) Mendeskripsikan latar belakang hubungan kerajaan Moronene dengan Kesultanan Buton tahun 1491-1537, 2) Mendeskripsikan hubungan bilateral Kerajaan Moronene dengan Kesultanan Buton tahun 1491-1537, 3) Mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan antara Kerajaan Moronene dengan Kesultanan Buton tahun 1491-1537. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan prosedur mengacu pada Helius Sjamsuddin dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pengumpulan sumber (heuristik) yaitu kegiatan peneliti untuk memperoleh data yang sesuai dengan fokus kajian, 2) Kritik sumber (verifikasi) yaitu untuk mengetahui otentitas (keaslian) dan kredibilitas (kebenaran) data yang berhasil dikumpulkan,  3) Penulisan sejarah (historiografi) yaitu menyampaikan sintesa dalam bentuk kisah sejarah. Dalam kajian pustaka penelitian ini menggunakan konsep sejarah, hubungan bilateral, konsep kerajaan, dan konsep kesultanan buton, serta penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Latar belakang hubungan Kerajaan Moronene dengan Kesultanan Buton tahun 1491-1537 merupakan daerah Kesultanan Buton yang diperintah langsung secara adat (de jure) tetapi tidak langsung dalam pemerintahan. 2) Hubungan bilateral Kerajaan Moronene dengan Kesultanan Buton tahun 1491-1537 yaitu: a) Bidang ekonomi dimana setiap tahun Kerajaan Moronene selalu membawah upeti berupa beras kepada Sultan Buton, b) Bidang politik yaitu: 1) Jabatan sapati harus dijabat oleh pangeran dari Kabaena, 2) Kesultanan Buton sebagai pemimpin pertahanan keamanan bila ada serangan dari luar secara bersama-sama menyiapkan pasukan angkatan perang, 3) Kerajaan Rumbia jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Buton agar menyuplai bahan-bahan bangunan dari atap rumbia, 4) Kerajaan Poleang dijadikan sebagai pusat wisata berburu, dan, 5) Kerajaan Kabaena sebagai suplai beras 3) Faktor-faktor terjadinya hubungan antara Kerajaan Morornene dengan Kesultanan Buton tahun 1491-1537 yaitu: a) Faktor politik dimana adanya perjanjian bumingkalo, b) Faktor ekonomi yaitu setiap tahun Kerajaan Moronene panen selalu membawah upeti berupa beras kepada Sultan dan, c) Faktor Keamanan yaitu Kerajaan Moronene telah menyiapkan pasukan-pasukan untuk menghadapi serangan dari luar yaitu ancaman yang datang dari pasukan La Bolontio. Kata Kunci: Kerajaan, Moronene dan Hubungan
SEJARAH TRADISI KAMPUA PADA MASYARAKAT DESA LAILANGGA KECAMATAN WADAGA KABUPATEN MUNA BARAT Safitri, Efi; Darnawati, Hj.; Baenawi, La Ode
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.684 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7356

Abstract

ABSTRAKPermasalahan yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana latar belakang sejarah tradisi Kampua pada masyarakat Desa Lailangga Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat? (2) Bagaimana proses pelaksanaan tradisi Kampua pada masyarakat Desa Lailangga Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat? (3) Nilai-nilai apa yang terkandung dalam tradisi Kampua pada masyarakat Desa Lailangga Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat? (4) Perubahan apa yang terjadi dalam tradisi Kampua pada masyarakat Desa Lailangga Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat?. Kajian Pustaka yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Konsep dan Teori Sejarah, Konsep Tradisi, Konsep Aqiqah, Teori Perubahan Kebudayaan, Konsep Nilai dan Penelitian Terdahulu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terbagi dalam tiga tahapan yaitu: (1) Heuristik (Pengumpulan Sumber), (2) Kritik Sumber, (3) Historiografi (Penulisan Sejarah)Hasil penelitian di lapangan mengungkapkan bahwa: (1) Latar belakang sejarah tradisi Kampua pada masyarakat Desa Lailangga Kecamatan Wadaga Kabupaten Muna Barat adalah sehubungan dengan masuknya ajaran agama Islam di daerah ini pada abad ke-16. Namun salah satu faktor pelaksanaan tradisi Kampua ini adalah keberhasilan Sayid Arab mengobati istri dari Raja Sangia Latugho yang bernama Wa Ode Sope yang sudah lanjut usia (tua) dan tidak memungkinkan lagi memiliki keturunan. (2) Proses pelaksanaan tradisi Kampua pada masyarakat Desa Lailangga dilakukan dalam lima tahapan yaitu (a) Katununo dupa (pembakaran kemenyan) (b) Kabasano Bharasandi (pembacaan barsanji) (c) Kaalano Wulu (pemotongan rambut) (d) Katanda Wite (peletakan tanah) (e) Kabasano Haroa (pembacaan doa haroa), doa tersebut bertujuan sebagai salah satu kegiatan untuk meminta ketentraman dan kenyamanan hidup anak yang di Kampua. (3) Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Kampua dibagi menjadi tiga yaitu Nilai Religius, Nilai Sosial, dan Nilai Budaya. (4) Perubahan yang terjadi dalam tradisi Kampua dipengaruhi oleh perkembangan zaman yang semakin kompleks dan modern. Perubahan tersebut adalah pada zaman dahulu dilakukan tepat pada usia bayi empat puluh empat hari tetapi sekarang tidak berpatokan pada umur bayi, melainkan pada kesiapan atau kemampuan keluarga baik secara ekonomi maupun moril. Kata Kunci: Sejarah, Tradisi Kampua, Masyarakat Muna
KAPAL PERANG JEPANG DI TELUK KOLONO SEBAGAI SUMBER PENINGGALAN SEJARAH (1942-2018) Harto, Ari; Darnawati, Hj.
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 1 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.063 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i1.7345

Abstract

ABSTRAK: Subtansi penelitian ini mengacu pada tiga aspek permasalahan dasar: (1) Untuk Menjelaskan latar belakang keberadaan Kapal perang Jepang di Teluk Kolono. (2) Untuk Mendeskripsikan Bagaimana Kondisi Peninggalan Kapal perang Jepangdi Teluk Kolono.(3) Untuk Menjelaskan Bagaimana akibat pendudukan Jepang bagi masyarakat dengan masuknya kapal perang Jepangdi Teluk Kolono.            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terdiri atas: (1) Pengumpulan Sumber, yakni pengumpulan sumber melalui studi kepustakaan, dokumen, pengamatan, dan wawancara (2) Kritik Sumber yakni penilaian data melalui kritik eksternal dan kritik internal (3) Historiografi, yaitu penulisan sejarah melalui penafsiran, penjelasan, dan penyajian.Hasil penelitian dilapangan menunjukan bahwa: (1) Latar belakang masuknya kapal Jepang di Teluk Kolono yaitu: Untuk melakukan persembunyiaan dari pasukan sekutu Amerika Serikat karena Jepang sedang mengalami kemunduran sehabis dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan Hirosima sehingga ditandainya Jepang mengalami kekalahan dalam perang dunia II, mengakibatkan daerah penjajahan Jepang juga mendapatkan dampaknya, termasuk Indonesia. (2) Kondisi Peninggalan kapal perang Jepang di Teluk Kolono sudah tak utuh lagi,  karena tidak dijaga dan dilestarikannya salah satu situs peninggalan sejarah tersebut  oleh pemerintah dan masyarakat setempat serta instansi   terkait, karena kurangnya pemahaman sejarah dan arti betapa pentingnya peninggalan sejarah sebagai bukti nyata kejadian masa lampau yang harus terus di jaga. Dari kekurangan tersebut mengakibatkan diambilnya besi-besi kapal oleh beberapa oknum masyarakat untuk ditimbang dan dijual demi memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari .(3) Akibat pendudukan Jepang dengan masuknya kapal perang Jepang di Teluk Kolono yakni: tidak berjalan normalnya kehidupan masyarakat dan banyak aktivitas dan rutinitas yang terganggu dikarenakan takutnya masyarakat terhadap penjajah Jepang yang masuk di Teluk Kolono, seperti aktivitas mencari ikan di laut, serta aktivitas-aktivitas lainya, begitupula dengan masuknya kapal perang Jepang di Teluk Kolono serta dibomnya kapal tersebut memiliki dampak berarti yakni masyarakat tidak dapat memakan ikan dengan waktu berbulan-bulan  serta tidak dapat mengambil air di kali sena dikarenakan banyak mayat di perairan Teluk Kolono.  Kata Kunci: Kapal Perang, Jepang, di Teluk Kolono
SEJARAH WATA-WATANGKE PADA MASYARAKAT MUNA awansyah, La Ode; Darnawati, Hj.; Baenawi, La Ode
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.528 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7367

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang 1) Latar belakang  tradisi wata-watangke, 2) Proses penyampaian tradisi wata-watangke dalam masyarakat Muna, dan  3) Makna yang terkandung dalam tradisi Wata-watangke.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsudin dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: (1) Heuristik (pengumpulan data), (2) Kritik sumber (eksternal dan internal), (3) Historiografi, penulisan sejarah yang terdiri atas: penafsiran, penjelasan dan penyajian. Kajian pustaka dalam penelitian ini menggunakan konsep sejarah, konsep kebudayaan, konsep wata-watangke (teka-teki), konsep pendidikan, konsep moral dan penelitian relevan.Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) latar belakang tradisi wata-watangke menjelaskan bahwa munculnya wata-watangke dimulai pada masa pengaruh Islam di Muna dimasa pemerintahan Raja Sugi Manuru pada abad XVI Dalam tahap perkembangannya tradisi wata-watangke dimainkan oleh pasangan muda-mudi yang sedang jatuh cinta., tradisi wata-watangke yang hanya mainkan oleh  muda-mudi, permainan wata-watangke berkembang dan dimainkan dari rumah ke rumah, bahkan dari kampung ke kampung dan  ini digunakan untuk membangun hubungan silaturahim agar tetap terjalin dengan baik. Dengan demikian, tradisi wata-watangke memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting untuk menjaga hubungan kekeluargaan dan komunikasi antarsesama dalam kehidupan masyarakat Muna. 2) Proses pengungkapan tradisi Wata-watangke, Dalam permainan wata-watangke terbagi atas dua bagian yaitu penanya dan penjawab. Biasanya pertanyaan dalam wata-watangke diajukan untuk dijawab atau ditebak lawan dalam permainan wata-watangke tersebut. orang atau kelompok yang mengajukan pertanyaan bertanya kepada orang atau kelompok yang dituju, maka kelompok tersebut harus menebak atau menjawab pertanyaan tersebut. 3) Permainan wata-watangke pada masyarakat Muna banyak memuat makna pendidikan, baik bentuk permainannya sampai pada ungkapan dalam wata-watangke itu sendiri diantaranya adalah nilai pendidikan agama, moral, sosial, dan karakter. Kata Kunci: Wata-watangke, Sejarah, dan Masyarakat Muna
SEJARAH PENDIDIKAN FORMAL DI KELURAHAN LAKONEA KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA (1983-2015) Muchlis, Muchlis; Darnawati, Hj.; Haq, Pendais
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.995 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7352

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini menfokuskan perhatian pada tiga permasalahan utama yaitu (1) Apa latar belakang  terbentuknya pendidikan formal di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara? (2) Bagaimana perkembangan pendidikan formal di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara? (3) Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat pendidikan formal di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara serta apa manfaat adanya pendidikan formal bagi masyarakat Lakonea?Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah sesuai dengan yang ditulis oleh Kuntowijoyo. Adapun tata kerja dalam metode sejarah tersebut adalah: (a) Pemilihan Topik (b) Heuristik yaitu pengumpulan data (c) Verifikasi atau kritik sejarah yaitu penilaian terhadap keabsahan data (d) Interpretasi atau penafsiran yaitu data yang sudah dikritik selanjutnya ditafsirkan untuk memberikan penjelasan sesuai dengan masalah yang diteliti (e) Historiografi yaitu penulisan dan penyusunan sejarah.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Latar belakang pendidikan formal di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara yakni munculnya Kesadaran masyarakat setempat yang bekerja sama dengan pemerintah setempat dan pemerintah pusat untuk mengenyam pendidikan formal di Kelurahan Lakonea (2) Perkembangan pendidikan formal di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara sudah mengalami kemajuan. Hal ini dapat diketahui berdasarkan perkembangan pendidikan SDN I Lakonea (1983), SDN I Banu-Banua (1997), SMP Satap Banu-Banua Jaya (2011), dan TK Harapan Bunda (2012). (3) Faktor pendukung perkembangan pendidikan formal di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara adalah adanya pengetahuan dan kesadaran kepala keluarga, Adanya bimbingan, pengajaran, dan pendidikan orang tua yang baik kepada anaknya, Adanya pengelolaan pembelajaran yang baik oleh guru kepada peserta didik. Sedangkan faktor penghambat perkembangan pendidikan formal di Kelurahan Lakonea jauhnya jarak tempuh antara rumah peserta didik dengan lingkungan pendidikan, kurangnya transportasi, rusaknya jalanan umum, akses pada sekolah menengah atas yaitu SMA/SMK masih terbatas, semuanya merupakan faktor penghambat atas belum berkembangnya tingkat pendidikan masyarakat di tempat ini.                                                                      Kata Kunci: Sejarah, Faktor pendukung, Pendidikan Formal