Robianti, Masayu
Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum

EKSISTENSI LEMBAGA BANTUAN HUKUM DALAM MENANGANI PERKARA PROBONO Masayu Robianti
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 7, No 1 (2022): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (135.958 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v7i1.1667

Abstract

Bantuan hukum merupakan instrumen penting dalam Sistem Peradilan karena merupakan bagian dari perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi setiap individu, termasuk hak atas bantuan hukum. Dimana bantun Hukum merupakan salah satu hak yang terpenting yang dimiliki oleh setiap warga negara. Karena dalam setiap proses hukum, khususnya hukum pidana, pada umumnya setiap orang yang di tetapkan sebagai tertuduh dalam suatu perkara pidana, tidaklah mungkin dapat melakukan pembelaan terhadap diri sendiri dalam suatu proses hukum dan dalam pemeriksaan hukumyang dialaminya. Dengan demikian tidaklah mungkin seorang tersangka dalam suatu tindak pidana melakukan pembelaan terhadap dirinya sendiri sedangkan dia adalah seorang tersangka dalam suatu tindak pidana yang dituduhkan kepadanya tersebut. Oleh karena itu tersangka/ terdakwa berhak memperoleh bantuan hukum. Hal tersebut diatur didalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 yang telah dirubah menjadi Undang-undang Permenkumham No. 3 Tahun 2021 tentang Bantuan Hukum, bantuan hukum merupakan sebuah jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum yang menghadapi masalah hukum. Peranan Organisasi Bantuan Hukum dalam memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma terhadap orang/ kelompok yang tidak mampu dalam proses perkara pidana dinyatakan dalam KUHAP, dimana di dalamnya dijelaskan bagi mereka yang tidak mampu, yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri maka pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka, hal tersebut terdapat di dalam Pasal 56 Ayat (2) yang menyatakan : “Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma”.
Analisis Hukum Perjanjian Kontrak Yang Berujung Pada Perbuatan Melawan Hukum Masayu Robianti
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 3, No 1 (2018): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.893 KB) | DOI: 10.24967/jcs.v3i1.347

Abstract

ABSTRAKUpaya pencegahan terjadinya perbuatan melawan hukum antara kreditur dan debitur dalam hukum beracara dipengadilan negeri yang memeriksa berkas perkara. Sesuai dengan KUHPerdata 1320,1365. Yang bermula dari perjanjian yang bersepakat mengikatkan diri antara kedua belah pihak. Dimana dalam kehidupan sehari-hari banyak terlihat dengaan jelas bahwa lembaga pembiayaan ataupun BANK yang merupakan pemilik dana atau biasa disebut dengan Debitur, selalu berupaya memberikan bantuan dana dengan dalil-dalil kredit usaha madiri, dll. Atas dasar hal tersebut banyak masyarakat (kreditur) mengajukan dana pinjaman ke lembaga pembiayaan ataupun BANK, tanpa mengetahui jelas isi dari perjanjian dan syarat ketentuan yang berlaku dalam suatu lembaga pembiayaan atau Perbankan tersebut. sehingga sering terjadi hal-hal yang tidak di inginkan yang berujung sampai ke perbuatan yang melawan hukum ( PMH ) Perbuatan melawan hukum atau onrechtmatigedaad dimana perbuatan melawan hukum tidak memberikan perumusan apa yang dimaksud onrechtmatigedaad. Namun hal ini dapat dirumuskan diserahkan kepada doktrin dan yurisprudensi. Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila memenuhi unsur-unsur yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal 1365 KUHPerdata Tiap Perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lainnya, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu menganti kerugian tersebut
Analisis Penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP Terhadap Batas Minimal Usia Perkawinan Masayu Robianti; Fathur Rachman; Andriansyah Kartadinata
JUSTICIA SAINS - Jurnal Ilmu Hukum Vol 8, No 2 (2023): JUSTICIA SAINS: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jcs.v8i2.2586

Abstract

This study aims to analyze the reasons for the legislators to change the setting of the minimum age for marriage for women according to the Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code Amendment to Law Number 16 of 2019 concerning Marriage. The choice of this theme is based on the constitutional background in the previous Marriage Law, the contents of Article - Marriage Law Number 16 of 2019 are not in line with the law that was born later, namely Law 35 of 2014 concerning Amendments to Law Number 23 of 2002 on Child Protection. Based on the above, this paper raises the formulation of the problem: what are the reasons for the legislators to change the minimum marriage limit based on the Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code for Amendments to the Marriage Law. This research is a normative juridical research, using historical approach (historical approach) and statutory approach (statue approach). and the statutory approach. Primary, secondary and tertiary legal materials obtained by the author were analyzed. The results of this study the reasons for the legislators to change the minimum marriage limit for women based on the Law of the Republic of Indonesia Number 1 of 2023 concerning the Criminal Code Amendment to Law Number 16 of 2019 concerning Marriage is the result of this research. Philosophically, this is to eliminate discrimination in the acquisition of basic rights and constitutional rights arising from differences in the minimum age limit for marriage as stipulated in Law no. 16 of 2019. Sociologically, this is to prevent the occurrence of early marriage which will have a further impact on the occurrence of pregnant women and childbirth at an early age which are at high risk for the health of the mother and baby. Juridically, this is a fulfillment of the mandate of the Constitutional Court Decision No. 22/PUU-XV/2017 related to the unification of the minimum age for marriage between men and women, synchronizing the law alongside the Child Protection Act, and part of ensuring the ability to act within the law.