Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

KONSEP AL-IQTHA’ DALAM ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN REDISTRIBUSI TANAH DI INDONESIA (Studi Putusan MK No. 87/PUU-XI/2013) Famulia, Ledy
Ijtihad : Jurnal Hukum dan Ekonomi Islam Vol 10, No 2 (2016)
Publisher : Universitas Darussalam Gontor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21111/ijtihad.v10i2.1242

Abstract

Redistribusi tanah adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform (ditetapkan sebagai lahan pertanian) yang diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Di Indonesia, proses redistribusi tersebut diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Namun, dalam perkembangan praktiknya, undang-undang tersebut justru tidak sejalan dengan amanah konstitusi (UUD 1945). Bentuk redistribusi tanah kepada petani seperti tertera pada pasal 59 undang-undang tersebut menunjukkan tidak adanya upaya negara melakukan redistribusi tanah untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Hal tersebutlah yang mendorong berbagai pihak mengajukan permohonannya ke Mahkamah Konstitusi tertanggal 11 Oktober 2013, yang menghasilkan putusan dengan nomor 87/PUU-XI/2013. Penulis melihat permasalahan dalam materi muatan undang-undang tersebut harus diteliti lebih lanjut, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Sehingga Penulis tertarik untuk meneliti hasil putusan Mahkamah Konstitusi dengan melihat relevansinya terhadap konsep redistribusi yang dikenal dalam Islam (Iqtha?). Metode penelitian yang digunakan adalah hermeneutika hukum, dengan jenis penelitian library research. Dengan hadirnya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi akademik dalam khazanah keilmuan, karena selama ini masih sangat sedikit tulisan mengenai konsep redistribusi tanah yang disandingkan dengan konsep Al-Iqta? yang dikenal dalam Islam
Analisis Perbandingan Hubungan Zakat dan Pajak di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam Ledy Famulia
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 54, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v54i1.417

Abstract

Abstract: Muslim majority countries have set their own policies and strategies in the handling and management of zakat and taxes. Some countries may apply similar management by correlating between zakat and taxes, but several other countries may establish different models. This article examines the correlation and management models of zakat and tax in three Muslim majority countries in Southeast Asia: Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam. Using a normative juridical approach and comparative analysis, this study concludes that the management of zakat and taxes in Indonesia, Malaysia, and Brunei Darussalam shares many similarities, but also has some differences. In Indonesia, zakat is made deductible from taxable income, while in Malaysia the zakat policy is applied as a tax deduction. The management of zakat and taxes in Brunei Darussalam is regulated differently since the two are not considered related to each other. The different models of zakat and tax management in Indonesia, Malaysia, and Brunei Darussalam turned out to have a significant effect on zakat and tax revenue in the three countries. Abstrak: Negara-negara muslim memiliki kebijakan dan cara tersendiri dalam menangani dan mengelola hubungan antara zakat dan pajak. Beberapa negara memiliki kemiripan dalam mengelola hubungan zakat dan pajak, namun beberapa negara yang lain menggunakan model yang berbeda . Artikel ini mengkaji hubungan dan model pengelolaan zakat dan pajak di tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis perbandingan. Dari kajian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan zakat dan pajak di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam memiliki banyak kemiripan, namun juga terdapat beberapa perbedaan. Jika di Indonesia zakat dijadikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak maka di Malaysia diterapkan kebijakan zakat sebagai pengurang pajak. Sedangkan di Brunei Darussalam, zakat dan pajak tidak terkait satu sama lain. Perbedaan model pengelolaan zakat dan pajak di tiga negara ini: Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam ternyata berpengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan pemerolehan zakat dan pajak sekaligus.
SOSIALISASI ZAKAT/ SUMBANGAN WAJIB KEAGAMAAN SEBAGAI PENGURANG PENGHASILAN KENA PAJAK Ledy Famulia; Diasti Rastosari; Rendi Renaldi; Abel Ivani Fitri Salsabila
JURNAL ABDI MASYARAKAT SABURAI Vol 2, No 01 (2021): JURNAL ABDI MASYARAKAT SABURAI
Publisher : Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24967/jams.v2i01.1224

Abstract

Pajak dan zakat merupakan kewajiban material dari seorang warga negara pada negaranya dan merupakan sumber pendapatan negara yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran serta kebutuhan negara. kedudukan zakat tidak dapat digantikan oleh pajak namun tujuan zakat dapat dikatakan tidak jauh berbeda dari tujuan perpajakan. Perpajakan dan zakat memiliki perbedaan pada sumber yuridiksi, pondasi hipotesis, tujuan, tarif, dan alokasi peruntukan. permasalahan di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah muslim, selain sebagai wajib zakat mereka juga dibebani dengan berbagai macam pajak oleh karena itu, Peningkatan pemahaman masyarakat akan pentingnya pembayaran zakat/iuran wajib keagamaan dan pajak yang merupakan suatu kewajiban penting untuk dilakukan, terutama bagi mereka yang tinggal di Desa Sidomulyo, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran. Metode yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan adalah dengan melaksanakan sosialisasi atau penyuluhan hukum terkait zakat atau sumbangan wajib keagamaan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Hasil dari kegiatan ini adalah Kegiatan pengabdian kepada masyarakat berupa sosialisasi/ penyuluhan hukum telah dilaksanakan dengan lancar pada tanggal 30 Desember 2020 tepatnya di Kantor Desa Sidomulyo, Kecamatan Negeri Katon, Kabupaten Pesawaran dengan diikuti oleh 38 peserta dengan persentase keberhasilan 90%.
Juridical Overview of the Implementation of the Sharia Concept in a Sharia Hotel Business (Study on the Nusantara Sharia Hotel in Bandar Lampung) Ledy Famulia; Lina Maulidiana
Az-Zarqa': Jurnal Hukum Bisnis Islam Vol 14, No 1 (2022): Az-Zarqa'
Publisher : Sharia and Law Faculty of Sunan Kalijaga Islamic State University Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/azzarqa.v14i1.2609

Abstract

Abstract: The concept of sharia was first introduced in Indonesia by the presence of Bank Muamalat in 1991 which was pioneered by the Indonesian Ulema Council (MUI) and the Government. Within a period of three years, bank muamalat was able to get the title of foreign exchange bank, where the bank obtained a letter of appointment from Bank Indonesia to conduct business activities and foreign exchange. Until 1998, Bank Muamalat was able to survive in the midst of the monetary crisis. This proves that the sharia concept is able to compete and start to get a place in business ventures in Indonesia. In its development, the sharia concept developed in various forms of business, such as sharia pawnshops, sharia insurance, sharia tourism, and even sharia hotels. More specifically, this study will explain further about the sharia hotel business. One example of sharia hospitality is Hotel Nusantara Syariah which is located at Jalan By Pass Soekarno Hatta, Suka bumi Indah, Suka Bumi District, Bandar Lampung City. The research method uses a case approach, with primary data (field studies) as the main data and supported by secondary data related to the research theme. The results of the study indicate that the criteria for sharia hotels are as stipulated in the Regulation of the Minister of Tourism and Creative Economy of the Republic of Indonesia Number 2 of 2014 concerning Guidelines for the Implementation of Sharia Hotel Businesses and the Fatwa of the National Sharia Council Number 108/DSN-MUI /X/2016 concerning Guidelines for the Implementation of Tourism Based on Sharia Principles. has not been fully implemented at Hotel Nusantara Sharia Bandar Lampung.Abstrak: Konsep syariah pertama kali di Indonesia diperkenalkan oleh hadirnya Bank Muamalat pada tahun 1991 yang dipelopori oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah. Dalam kurun waktu tiga tahun, bank muamalat mampu mendapat predikat bank devisa, dimana bank tersebut memperoleh surat penunjukkan dari Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan usaha dan valuta asing. Hingga pada tahun 1998, bank Muamalat mampu bertahan ditengah krisis moneter. Hal ini membuktikan bahwa konsep syariah mampu bersaing dan mulai mendapat tempat dalam usaha bisnis di Indonesia. Dalam perkembangannya, konsep syariah berkembang dalam berbagai bentuk usaha, seperti pegadaian syariah, asuransi syariah, pariwisata syariah, bahkan perhotelan syariah. Secara lebih khusus, penelitian ini akan menjelaskan lebih lanjut terkait usaha perhotelan syariah. Salah satu contoh perhotelan syariah adalah Hotel Nusantara Syariah yang beralamatkan di Jalan By Pass Soekarno Hatta, Sukabumi Indah, Kecamatan Suka Bumi, Kota Bandar Lampung. Metode penelitian menggunakan pendekatan kasus (case approach), dengan data primer (studi lapangan) sebagai data utama dan didukung oleh data sekunder yang terkait dengan tema penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kriteria hotel syariah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 108/DSN-MUI /X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah belum diimplementasikan secara utuh di Hotel Nusantara Syari’ah Bandar Lampung. 
Pembuatan Dan Pelatihan Hidroponik Di Kelurahan Beringin Raya Guna Memberdayakan Masyarakat Yang Bernilai Ekonomis Ratna Kumala Sari; Satrya Surya Pratama; Ledy Famulia; Irwan Jaya Diwirya
Dikmas: Jurnal Pendidikan Masyarakat dan Pengabdian Vol 2, No 4 (2022): December
Publisher : Magister Pendidikan Nonformal Pascasarjana Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37905/dikmas.2.4.1069-1074.2022

Abstract

Increased population growth resulted in increased community needs but hampered by limited land, making people look for more efficient ways to get economic value, namely the manufacture and training of hydroponic plants. The purpose of this service is to find solutions to problems faced by the community, namely through the manufacture and training of hydroponic plants in the context of community empowerment that has economic value. With this service, the community gains additional knowledge by utilizing narrow land but obtaining economic value by cultivating hydroponic plants.Meningkatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan masyarakat tetapi terhambat dengan sempitnya lahan membuat masyarakat mencari cara yang lebih efisien dengan mendapatkan nilai yang ekonomis yakni pembuatan dan pelatihan tanaman hidroponik. Tujuan pengabdian ini adalah untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi masyarakat yakni melalui pembuatan dan pelatihan tanaman hidroponik dalam rangka pemberdayaan masyarakat yang bernilai ekonomis. Adanya pengabdian ini masyarakat mendapatkan tambahan pengetahuan dengan memanfaatkan lahan yang sempit tetapi memperoleh nilai yang ekonomis dengan budidaya tanaman hidroponik.  
ANALISIS PRAKTIK AKAD IJARAH MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK DALAM LEMBAGA PEMBIAYAAN SYARIAH DI INDONESIA Rodliyah, Nunung; Famulia, Ledy; K, Ade Oktariatas
Journal of Islamic Law Studies Vol. 3, No. 2
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Awareness of muslims as a people the majority of the population to behave in islamic is one reason the development of syariah banking in indonesia. Significantly, in defending its existence, islamic banking industry continued to innovation for shariah products, in accordance with society development one of the Islamic banking products is ijarah muntahiyah bi al-tamlik. The ijarah muntahiyah bi al-tamlik contract is one of the relatively new contracts, because it combines several types of contracts in a contract. For some of these reasons, the authors are interested in discussing more about the legal aspects of the ijarah muntahiyah bi al-tamlik and how they are practiced in Islamic finance institutions. The research method used is a qualitative method with a type of normative juridical research. The conclusion obtained is that the contract of the ijarah muntahiyah bi al-tamlik which is a lease agreement that ends with ownership is permissible in Islam. This was confirmed by the DSN-MUI fatwa No. 27 / DSN-MUI / III / 2002 concerning the Ijarah muntahiyah bi al-tamlik. Even in practice, there have been several rules from Bank Indonesia and the Financial Services Authority which specifically regulate the implementation of the ijarah muntahiyah bi al-tamlik contract.
Analisis Perbandingan Hubungan Zakat dan Pajak di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam Ledy Famulia
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 54 No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Sharia and Law - Sunan Kalijaga State Islamic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v54i1.417

Abstract

Abstract: Muslim majority countries have set their own policies and strategies in the handling and management of zakat and taxes. Some countries may apply similar management by correlating between zakat and taxes, but several other countries may establish different models. This article examines the correlation and management models of zakat and tax in three Muslim majority countries in Southeast Asia: Indonesia, Malaysia and Brunei Darussalam. Using a normative juridical approach and comparative analysis, this study concludes that the management of zakat and taxes in Indonesia, Malaysia, and Brunei Darussalam shares many similarities, but also has some differences. In Indonesia, zakat is made deductible from taxable income, while in Malaysia the zakat policy is applied as a tax deduction. The management of zakat and taxes in Brunei Darussalam is regulated differently since the two are not considered related to each other. The different models of zakat and tax management in Indonesia, Malaysia, and Brunei Darussalam turned out to have a significant effect on zakat and tax revenue in the three countries. Abstrak: Negara-negara muslim memiliki kebijakan dan cara tersendiri dalam menangani dan mengelola hubungan antara zakat dan pajak. Beberapa negara memiliki kemiripan dalam mengelola hubungan zakat dan pajak, namun beberapa negara yang lain menggunakan model yang berbeda . Artikel ini mengkaji hubungan dan model pengelolaan zakat dan pajak di tiga negara, yakni Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis perbandingan. Dari kajian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan zakat dan pajak di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam memiliki banyak kemiripan, namun juga terdapat beberapa perbedaan. Jika di Indonesia zakat dijadikan sebagai pengurang penghasilan kena pajak maka di Malaysia diterapkan kebijakan zakat sebagai pengurang pajak. Sedangkan di Brunei Darussalam, zakat dan pajak tidak terkait satu sama lain. Perbedaan model pengelolaan zakat dan pajak di tiga negara ini: Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam ternyata berpengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan pemerolehan zakat dan pajak sekaligus.