Claim Missing Document
Check
Articles

Found 22 Documents
Search

Analisa Performansi Kolektor Surya Pelat Datar dengan Media Penyimpan Panas Pasir untuk Pemanas Udara Astawa, Ketut; Gunawan Tista, Si Putu Gede; Saputra, I Wayan Hendra
TEKNIKA Vol 10, No 1 (2014): Juli
Publisher : Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Energi dari sinar matahari dapat dimanfaatkan menggunakan kolektor surya, dimana radiasipanas dari matahari dikumpulkan dan diubah menjadi energi termal. Untuk mendapatkan performakolektor yang tinggi dapat dilakukan dengan penambahan media penyimpan panas berupa padatan.Dalam padatan seperti pasir tentunya memiliki energi internal, jika suatu padatan menyerap panas makaenergi internal yang tersimpan dalam padatan meningkat yang diindikasikan oleh kenaikantemperaturnya. Jadi perubahan energi pada atom-atom dan elektron-bebas menentukan sifat-sifatthermal padatan. Penelitian menggunakan sistem solar energy sederhana bertujuan mendapatkan profiltransformasi energi cahaya dari matahari menjadi energi termal yang dapat diserap oleh bahan pasir.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menempatkan pasir sebagai mediapenyimpan panas di luar pipa-pipa aliran udara pada sebuah kolektor surya pelat datar. Udara akandialirkan melalui pipa-pipa yang terpasang pada bagian bawah dari pelat penyerap dengan bantuansebuah Blower. Temperatur dan tekanan udara baik yang masuk atau keluar dari kolektor diukur untukmengetahui terjadinya perubahan besaran temperatur.Dengan penambahan media penyimpan panas akan mampu memanaskan fluida kerja sampaiintensitas yang rendah, sehingga ketika intensitas rendah temperatur udara keluar kolektor tetap tinggimaka energi berguna dan efisiensi yang dihasilkan juga akan meningkat
Pencapaian Performa Pada Katup Variabel Timing Fixed Timing Untuk Mesin Yang Optimal Astawa, Ketut
Jurnal Teknik Industri Vol 11, No 1 (2010): Februari
Publisher : Department Industrial Engineering, University of Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4709.759 KB) | DOI: 10.22219/JTIUMM.Vol11.No1.68-74

Abstract

Problems will be discussed in this research is how differences in exhaust emissions generated by engine with variable valve timing and valve timing on a fixed volume of motor vehicle cylinder 1300 cc. Variable valve timing technology, which is set when opening and closing the intake valve (intake valve) electronic fuel according to engine conditions. This will make mixing air and fuel that enters into an efficient machine that will produce great power, fuel economy and low emissions. Research emissions (CO, CO2, HC, O2) was performedwith dynamic testing, where the vehicle in a state of the load lifted and given transmission. Unlike the testing generally performed with a static test, in which the vehicle is at rest and without a load. This test is performed to determine how the condition of exhaust gases when the vehicle dynamic (analogous to the vehicle running). In general, machines with variable valve timing to produce better emissions than engines with fixed valve timing. The higher the spin machine and load transmission system will result in CO and HC emissions are decreased and O2 and CO2 increased. Engine with variable valve timing control the suction valve opening times to achieve optimum engine performance at various driving conditions. And set out the engineoutput as needed.
Pencapaian Performa Pada Katup Variabel Timing Fixed Timing Untuk Mesin Yang Optimal Ketut Astawa
Jurnal Teknik Industri Vol. 11 No. 1 (2010): Februari
Publisher : Department Industrial Engineering, University of Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4709.759 KB) | DOI: 10.22219/JTIUMM.Vol11.No1.68-74

Abstract

Problems will be discussed in this research is how differences in exhaust emissions generated by engine with variable valve timing and valve timing on a fixed volume of motor vehicle cylinder 1300 cc. Variable valve timing technology, which is set when opening and closing the intake valve (intake valve) electronic fuel according to engine conditions. This will make mixing air and fuel that enters into an efficient machine that will produce great power, fuel economy and low emissions. Research emissions (CO, CO2, HC, O2) was performedwith dynamic testing, where the vehicle in a state of the load lifted and given transmission. Unlike the testing generally performed with a static test, in which the vehicle is at rest and without a load. This test is performed to determine how the condition of exhaust gases when the vehicle dynamic (analogous to the vehicle running). In general, machines with variable valve timing to produce better emissions than engines with fixed valve timing. The higher the spin machine and load transmission system will result in CO and HC emissions are decreased and O2 and CO2 increased. Engine with variable valve timing control the suction valve opening times to achieve optimum engine performance at various driving conditions. And set out the engineoutput as needed.
Performansi Kolektor Surya Tubular Terkonsentrasi Dengan Pipa Penyerap Dibentuk Anulus Dengan Variasi Posisi Pipa Penyerap Made Sucipta; Ketut Astawa; A.A. Kade Argha Dharmawan
Jurnal Energi Dan Manufaktur Vol 5, No.1 April 2011
Publisher : Department of Mechanical Engineering, University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (229.091 KB)

Abstract

Berdasarkan geometrinya salah satu jenis kolektor surya adalah kolektor tubular. Kolektor tubular adalah sebuahkolekor surya konsentris, dimana antara kaca penutup (cover) dan pipa penyerap (absorber) membentuk anulus. Pipapenyerap berada disebelah dalam sedangkan kaca penutup dengan diameter yang lebih besar berada di sebelah luar. Saatini kaca penutup pada kolektor tubular hanya difungsikan untuk menghalangi panas terbuang ke lingkungan. Selain itukolektor tubular umumnya menggunakan tipe aliran fluida kerja satu arah. Pada penelitian yang telah dilakukan, dibuatrancang bangun sebuah kolektor tubular, dimana dipilih tabung kaca sebagai kaca penutup yang separuh bagiannyadimodifikasi dengan membentuk reflektor pada bagian bawah dan pipa penyerap yang dibuat membentuk anulus denganarah aliran mengikuti anulus.Metode yang umum digunakan untuk mengevaluasi performansi kolektor adalah instantaneous efficiency. Effisiensikolektor merupakan perbandingan panas yang diserap oleh fluida dan intensitas matahari yang mengenai kolektorPerformansi dari kolektor dapat dinyatakan dengan effisiensi temalnya.Eefisiensi aktual kolektor surya tubular terkonsentrasi dengan pipa penyerap dibentuk anulus dan kolektor suryatubular terkonsentrasi dengan pipa penyerap yang dibentuk lurus dengan variasi posisi pipa penyerap pada posisi 5 (L5 = -5,32 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan energi berguna aktual (Qu,a) pada posisi L1 = 5,32 cm, L2 = 2,66 cm, L3 = 0 cm,dan L4 = -2,66 cm
Densitas dan Kegagalan Produksi pada Proses Produksi Genta Bali I Ketut Gede Sugita; I G N Priambadi; Ketut Astawa
Jurnal Energi Dan Manufaktur Vol 13 No 1 (2020)
Publisher : Department of Mechanical Engineering, University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.218 KB) | DOI: 10.24843/JEM.2020.v13.i01.p05

Abstract

Proses pembuatan lonceng tradisional berbahan perunggu dilakukan dengan proses pengecoran. Bahan yang biasa digunakan dalam produksi lonceng tradisional adalah paduan perunggu denganperbandingan persentase tembaga (Cu) 80% dan timah (Sn) 20%. Paduan ini memiliki sifat mekanik dan akustik yang lebih baik dibandingkan dengan kuningan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan karakteristik kepadatan dan cacat cor dalam proses produksi lonceng tradisional. Paduan perunggu dilebur dalam tungku crucible pada temperatur tuang 1000, 1050, 1100 °C. Paduan yang telah mencair dituang ke dalam cetakan permanen yang telah dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 200, 300, 400°C. Billet hasil coran dipotong-potong dan dimanufacturing untuk pembuatan spesimen uji densitas dan porositas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi temperatur penuangan mempengaruhi densitas dan cacat hasil coran. Semakin tinggi temeratur tuang berdampak pada semakin banyak cacat yang terjadi, terutama cacat-cacat porositas. Porositas material yang lebih kecil berpengaruh pada kualitas akustik yang lebih baik. The process of making traditional bells made of bronze alloys is a casting process. Materials commonly used in the production of traditional bells are bronze with a percentage of copper (Cu) of 80% and tin (Sn) of 20%. This alloy has better mechanical and acoustic properties compared to brass. The purpose of this study was to determine the characteristics of density and cast defects in the traditional bell production process. The bronze alloy was melted in a crucible furnace at a temperature of 1000, 1050, 1100°C. The melted alloys were poured into a permanent mold that has been heated at a temperature of 300°C. Castings billets were cut into pieces and manufactured for making density and casting defect test specimens. The results showed that the variation of the pouring temperature affected the density and casting defects. The higher the pouring temperature has an impact on the more cast defects, especially the porosity of the cast. Low porosity affects better acoustic quality.
Analisis Performa Kolektor Surya Pelat Bersirip Dengan Variasi Luasan Permukaan Sirip Made Sucipta; I Made Suardamana; Ketut Astawa
Jurnal Energi Dan Manufaktur Vol 4, No.2 Oktober 2010
Publisher : Department of Mechanical Engineering, University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.634 KB)

Abstract

Energi matahari yang sampai ke permukaan bumi, dapat dikumpulkan dan diubah menjadi energi panas yang bergunamelalui bantuan suatu alat yang disebut kolektor surya. Ada beberapa tipe kolektor surya, salah satu diantaranya yang sudahbanyak dikenal adalah kolektor surya pelat datar. Jenis kolektor ini menggunakan pelat berupa lembaran, yang berfungsi untukmenyerap pancaran energi matahari yang datang dan memindahkan panas yang diterima tersebut ke fluida kerja.Untuk meningkatkan performa kolektor surya tersebut, dilakukan modifikasi pada pelat penyerapnya. Modifikasi yangdilakukan adalah dengan menambahkan sirip pada pelat tersebut. Sirip yang ditambahkan, diletakkan menempel pada bagianatas atau pada bagian bawah pelat penyerap, disesuaikan dengan letak aliran udaranya. Untuk mengetahui pengaruh peletakantersebut, dilakukan pengujian perbandingan mengunakan dua buah kolektor untuk aliran udara di atas dan di bawah pelatpenyerap dengan laju aliran massa dan luas permukaan sirip yang sama pada kedua kolektor. Pengujian juga menggunakan tigavariasi luas permukaan sirip, yang ditunjukan oleh panjang pendeknya sirip yaitu 2,5 cm, 5 cm, dan 7,5 cm.Dari hasil pengujian dan perhitungan yang dilakukan, kolektor dengan letak aliran udara di atas pelat penyerapmenghasilkan temperatur keluaran dan energi berguna yang lebih besar dibandingkan kolektor dengan aliran di bawah pelatpenyerap, untuk seluruh variasi luas permukaan sirip pada laju aliran massa udara yang sama.
Water-Cooled Chiller Terintegrasi Heat Recovery System pada Industri Perhotelan di Bali Made Sucipta; Ida Bagus Oka Jeve; Ketut Astawa
Jurnal Energi Dan Manufaktur Vol 13 No 2 (2020)
Publisher : Department of Mechanical Engineering, University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JEM.2020.v13.i02.p03

Abstract

Performance testing of water-cooled chiller integrated with a heat recovery system has been carried out at a hotel in Bali. After commissioning, testing is carried out for 2 days to determine the readiness of the components in operation. The coefficient of performance which is the reference in this study is used to determine the performance of the system with a capacity of 275 tons of refrigeration which is divided into the coefficient of performance of the refrigeration system and the coefficient of performance of the total integrated system. Data was collected with 8 hour intervals starting at 06.00, 14.00, and 22.00 Wita every day. This condition is based on the prediction of the cycle of changes in energy use in the hotel, which includes breakfast, hotel check-in and bedtime. From the research results, it was found that with the condition and situation of the hotel were not measured properly and the occupancy rate of the hotel which was not yet maximal resulted in a greater refrigeration capacity on the second day, but this was also followed by a large demand for compressor power. Although in the end the coefficient of performance was slightly larger than day 1. It was also found that the greatest need for heat transfer rate is required at 22.00 Wita during the 2-day test. This is possibly due to the need for hot water for hotel guests to shower at night. In general, an increase in the coefficient of performance is still possible if there is an increase in hotel occupancy rates.
Testing of Model Water Chiller System with Hidrokarbon as a Primer Refrigeran Nengah Suarnadwipa; Ketut Astawa
Jurnal Energi Dan Manufaktur Vol 3, No.1 April 2009
Publisher : Department of Mechanical Engineering, University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.227 KB)

Abstract

Now days, there are two issues that give a negative impact on the environment due to the uses of synthetic refrigerant on therefrigeration system and air conditioning system. The first issue was the Ozon Layer Depletion and the second issue was theGlobal Warming. Regarding those condition, it will be investigated the design and examination of performance the use of thesplit type AC system as water chiller system and using hydrocarbon as a primer refrigerant. As a result, in the examination ofthe standard split type AC system using refrigerant R-22, it founded that the cooling rate of 1958 Watt and COP of 5.29.While the examination on the modified split type AC system into water chiller system using hydrocarbon (hycool 22), hasgiven cooling rate of 1832 Watt and COP of 4.19. Finally, it could be councluded that the split type AC system could be usedas water chiller system.
PENGARUH PENGGUNAAN PIPA KONDENSAT SEBAGAI HEAT RECOVERY PADA BASIN TYPE SOLAR STILL TERHADAP EFISIENSI Ketut Astawa
Jurnal Energi Dan Manufaktur Vol 3, No.1 Juni 2008
Publisher : Department of Mechanical Engineering, University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.487 KB)

Abstract

Pada umumnya basin type solar still hanya menggunakan bagian bawah kaca penutup sebagai media kondensasi. Padahal panas yang dilepas dari proses kondensasi ke lingkungan adalah merupakan kerugian panas terbesar dalam sistem distilasi. Pada penelitian ini panas yang dilepas dari proses kondensasi dimanfaatkan, dengan menggunakan media pipa tembaga yang dibenamkan dalam air laut di bawah heat absorber sebagai heat recovery. Pengujian dilakukan secara bersamaan antara solar still yang menggunakan pipa kondensat dengan yang tidak menggunakan pipa kondensat. Diameter pipa kondensat yang digunakan adalah 19 mm, tebal 0,8 mm, panjang 1,8 m berbentuk zig-zag. Luas solar still yang diujikan yaitu 0,125 m2. Data yang diperoleh dianalisis dengan menghitung kesetimbangan energi panas dan efisiensi yang terjadi pada masing-masing solar still. Hasil penelitian menunjukkan terjadi adanya peningkatan energi panas yang dihasilkan solar still dari 11,52 Watt tanpa pipa kondensat menjadi 14,61 Watt setelah menggunakan pipa kondensat. Efisiensi tertinggi solar still mencapai 44.4 % pada solar still yang menggunakan pipa kondensat, sedangkan pada solar still tanpa pipa kondensat mencapai 30.4 %, jadi ada peningkatan efisiensi sebesar 46.1%.
Performansi Sepeda Motor Empat Langkah Menggunakan Bahan Bakar dengan Angka Oktan Lebih Rendah dari Yang Direkomendasikan Ainul Ghurri; Ketut Astawa; Ketut Budiarta
Jurnal Energi Dan Manufaktur Vol 8 No 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Department of Mechanical Engineering, University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (366.855 KB)

Abstract

Abstrak :Sepeda motor yang beredar saat ini sebagian besar telah memiliki rasio kompresi yang lebih tinggi dibanding produk tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa pabrikan berusaha membuat produk dengan efisiensi termal yang lebih tinggi. Rasio kompresi yang lebih tinggi membutuhkan bahan bakar dengan angka Oktan yang lebih tinggi juga. Hal ini sering kurang difahami oleh pengguna sepeda motor sehingga mereka cenderung memilih bahan bakar dengan angka Oktan yang rendah dikarenakan ketidaktahuan tentang hal itu dan karena harga yang murah. Penelitian ini menguji performansi mesin sepeda motor empat langkah menggunakan bahan bakar Premium dan Pertamaxpada sebuah chassis dynamometer untuk dibandingkan performansi mesinnya yang dinyatakan dalam parameter torsi dan daya mesin. Mesin yang digunakan memiliki standar bahan bakar yang direkomendasikan pabrikan berupa bahan bakar Pertamax (angka Oktan 92). Hasil pengujian menunjukkan bahwa torsi dan daya mesin menggunakan bahan bakar Premium lebih rendah daripada jika menggunakan Pertamax. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa menggunakan bahan bakar dengan angka Oktan lebih rendah daripada yang direkomendasikan akan berdampak pada penurunan performansi mesin. Kata kunci: Premium, Pertamax, Oktan, Torsi, DayaAbstract :The recent gasoline motorcycles have higher compression ratio compared to the previous year products. This requires higher octane number fuel. Most of users have a lack of knowledge about this, then still remain use the lowest price of gasoline which has lower octane number than the required. The present research investigates the engine performance of a 4-strokes gasoline engine using Premium (octane number 88) and Pertamax (octane number 92), in term of torque and power. The required fuel of the engine is Pertamax. Motorcycle is tested in chassis dynamometer to measure the torque and power of the engine directly. The results showed that both torque and power of the engine using Premium are lower than those of Pertamax. It can be concluded that using fuel with Octane number lower than required resulted in lower engine performance. Keywords: Premium, Pertamax, Octane, Torque, Power