Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

EVALUASI KEKUMUHAN PADA KAWASAN PERUMAHAN PASAR LAMBARO KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR Haidi Adlan; Alfiansyah Yulianur; Izziah Izziah
TERAS JURNAL Vol 11, No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/tj.v11i1.434

Abstract

Abstrak Kawasan Pasar Lambaro merupakan satu-satunya kawasan kumuh yang terdapat di Kecamatan Ingin Jaya dengan luas kumuh mencapai 32,14 Ha. Dalam luasan tersebut, sebelah utara Kawasan Pasar Lambaro terdapat salah satu kawasan perumahan yang telah banyak mengalami penurunan kualitas infrastruktur dengan luas perumahan kumuh mencapai 3,9 Ha. Kawasan perumahan tersebut mempunyai ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, kualitas bangunan yang rendah, serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi persyaratan teknis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat kekumuhan pada kawasan perumahan Pasar Lambaro, mengidentifikasi skala prioritas penanganan kawasan perumahan kumuh di Pasar Lambaro, dan menemukan solusi penanganan kawasan perumahan kumuh di Pasar Lambaro. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif melalui observasi dan wawancara. Teknik analisis data menggunakan analisis skoring (pembobotan) dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekumuhan pada kawasan perumahan Pasar Lambaro adalah termasuk dalam klasifikasi kumuh ringan dengan total nilai skor sebesar 25. Skala prioritas penanganan kawasan perumahan kumuh di Pasar Lambaro masuk dalam skala prioritas penanganan ke 3. Solusi penanganan kawasan perumahan kumuh di Pasar Lambaro dilakukan melalui pemugaran untuk lahan legal dan pemukiman kembali untuk lahan ilegal yang difokuskan pada aspek bangunan gedung, penyediaan air minum, pengelolaan air limbah, pengelolaan persampahan, dan proteksi kebakaran. Kata kunci: kekumuhan, perumahan, permukiman, penanganan, infrastruktur   Abstract The Lambaro Market area is the only slum area located in the District of Ingin Jaya with a slum area of 32.14 hectares. Within this area, to the north of the Lambaro Market Area, there is a housing area that has experienced a lot of deterioration in the quality of its infrastructure, with a slum housing area of up to 3.9 hectares. The residential area has building irregularities, high building density, low quality of buildings, and infrastructures that do not meet technical requirements. This study aims to evaluate the level of slum in the Pasar Lambaro housing area, identify the priority scale of handling slum housing areas in the Lambaro Market, and find solutions for handling slum housing areas in the Lambaro Market. This research uses quantitative methods through observation and interviews. The data analysis technique used a scoring analysis (weighting) and descriptive analysis. The results show that the level of slum in the Pasar Lambaro housing area is classified as a mild slum with a total score of 25. The priority scale for handling slum housing areas in Lambaro Market is included in the 3rd priority scale of handling. Through restoration for legal land and resettlement for illegal land which focuses on aspects of building, drinking water supply, waste water management, solid waste management, and fire protection. Keywords: slums, housing, settlements, handling, infrastructure
PENGARUH KENYAMANAN TERHADAP PENERAPAN KONSEP WALKABLE DI KAWASAN PUSAT KOTA LAMA Yenni Hafnizar; Izziah Izziah; Sofyan M. Saleh
JURNAL TEKNIK SIPIL Vol 1, No 1 (2017): Volume 1 Special Issue, Nomor 1, September 2017
Publisher : Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.935 KB)

Abstract

Abstract: Banda Aceh city is a city that experienced growth so fast after the tsunami. This has implications for the greatest urbanization flows. Along with the increasing urbanization the impression of a comfortable city is less pronounced. Limited ability to move in urban areas and the fulfillment of quality for pedestrian facilities is also very minimal. But Banda Aceh has a huge obsession in building a quality city one of which is a sociable city. Walkable is one of the important concepts in urban design that is community friendly and sustainable city. Walkable is also a view that is based on the desire to create an environment that provides comfort and convenience for pedestrians. This concept can also assess how friendly an area is for pedestrians. According to Jan Ghel, walkable is a term used to describe and measure the connectivity and quality of pedestrian paths. Such measurements may also be made through assessments of the infrastructure available to pedestrians. The purpose of this study is to analyze the quality of pedestrian is more walkable so as to support the existence of the Old Town in Banda Aceh more comfortable (friendly). Another goal to be achieved is to formulate the application of the concept of walkable and analyze the influence or relationship resulting from the application walkable concept towards the comfort of the pedestrian track. The method used in this research is descriptive with mixed methods approach, and survey and interview technique. Whereas data processing is done quantitatively through the assessment analysis using likert scale measurement scale. Furthermore, T test analysis is done to find out how the level of relationship between the application of the concept of walkabel to the comfort of the pedestrian path. The results showed that the application of walkability concept will greatly affect the comfort of the pedestrian path. Some things that need to be improved on the pedestrian path to attract pedestrians, ie eliminating non pedestrian activities on the sidewalk, increasing the number and quality of supporting support and aesthetic value of the sidewalk and improvements on broken sidewalks. The role of the Government will greatly help the effort to create a pedestrian environment that convenient by adding pedestrian support equipment and adding aesthetic value.Abstrak: Kota Banda Aceh merupakan kota yang mengalami pertumbuhan yang begitu cepat pasca tsunami. Hal ini berimplikasi terhadap timbulnya arus urbanisasi paling besar. Seiring dengan meningkatnya urbanisasi kesan kota yang nyaman sudah kurang terasa. Terbatasnya kemampuan bergerak di daerah perkotaan dan pemenuhan kualitas untuk fasilitas pejalan kaki ini juga sangat minim. Namun Banda Aceh memiliki obsesi besar dalam membangun kota yang berkualitas salah satunya adalah kota yang ramah terhadap masyarakat.Walkable adalah salah satu konsep penting dalam desain perkotaan yang ramah masyarakat dan kota berkelanjutan. Walkable juga merupakan suatu pandangan yang didasari pada keinginan untuk menciptakan suatu lingkungan yang memberikan kenyaman dan kemudahan bagi pejalan kaki. Konsep ini juga dapat menilai seberapa ramah suatu daerah untuk pejalan kaki. Menurut Jan Ghel,  walkable adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan mengukur konektifitas serta kualitas jalur pejalan kaki. Pengukuran tersebut juga dapat dilakukan melalui penilaian terhadap infrastuktur yang tersedia bagi pejalan kaki. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kualitas pedestrian yang lebih walkable sehingga mampu mendukung keberadaan kawasan Kota Lama di Banda Aceh yang lebih nyaman (friendly).Tujuan lain yang ingin dicapai adalah untuk merumuskan bentuk penerapan konsep walkable serta menganalisa pengaruh atau hubungan yang ditimbulkan dari penerapan konsep walkable terhadap kenyamann jalur pedestrian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan penelitian kombinasi (mixed methods),serta teknik survei dan wawancara.Sedangkan pengolahan data dilakukan secara kuantitatif melalui analisis penilaian yang menggunakan skala pengukuran likert scale. Selanjutnya dilakukan analisis Uji T untuk mengetahui bagaimana tingkatan hubungan antara penerapan konsep walkabel  terhadap kenyamanan jalur pejalan kaki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan konsep walkability akan sangat berpengaruh terhadap kenyamanan jalur pedestrian. Beberapa hal yang perlu ditingkatkan pada jalur pedestrian untuk menarik minat pejalan kaki, yakni menghilangkan aktivitas non pedestrian di trotoar, peningkatan jumlah dan kualitas kelengkapan pendukung dan nilai estetika trotoar dan pembenahan pada trotoar yang rusak.Peran Pemerintah akan sangat membantu upaya untuk menciptakan lingkungan pedestrian yang nyaman dengan menambahkan kelengkapan pendukung pedestrian  dan menambah nilai estetika .
KAJIAN AKSESIBILITAS KAUM DIFABEL PADA GEDUNG PASAR ACEH BERDASARKAN PERSEPSI MASYARAKAT, LANSIA DAN PENYANDANG CACAT Irfan Irfan; Izziah Izziah; Renni Anggraini
JURNAL TEKNIK SIPIL Vol 1, No 2 (2017): Volume 1 Special Issue, Nomor 2, Desember 2017
Publisher : Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.968 KB)

Abstract

Abstract: Accessibility is a convenience provided to disabled people in order to actualize equal opportunity in all aspects of life as a means of facilities to move around the buildings and environments with paying attention condition and feasibility related to circulation, visual and other components. Accessibility thus becomes the need and basic development of an accessible building. This research was conducted at one of the public facilities in Banda Aceh, which is the Pasar Aceh building, located in the city center, Jalan Diponegoro, Banda Aceh. The problem is the design of Pasar Aceh towards the standard of building construction that can accommodate the needs of the disabled, whether there are facilities and infrastructure that prevent the disabled in accessing  Pasar Aceh building as a public building in banda aceh. This study aims to know the perception of elderly person and people with dissabilities in the Pasar Aceh building. The research method used was descriptive qualitative. The data was collected by observation and in-depth interview. The obtained data was analyzed by using quantitative and qualitative methods processed using the Likert Scale to generate the strategic steps in a planning with accessibility considerations at Pasar Aceh building in Banda Aceh. The results showed that the facilities in Pasar Aceh Building was not accessib. According to the expert, there was still need improvement related to facilities at Pasar Aceh building.Abstrak: Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi kaum difabel guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan sebagai suatu kemudahan bergerak melalui dan menggunakan bangunan gedung dan lingkungan dengan memperhatikan kelancaran dan kelayakan, yang berkaitan dengan masalah sirkulasi, visual dan komponen lainnya. Sehingga aksesibilitas menjadi kebutuhan dan dasar perkembangan dari suatu bangunan yang aksesibel. Penelitian ini dilakukan pada salah satu fasilitas publik yang ada di Kota Banda Aceh, yaitu gedung Pasar Aceh yang terletak di pusat kota, yakni pada Jalan Diponegoro, Kota Banda Aceh. Yang menjadi permasalahan adalah design Pasar Aceh terhadap kesesuaiannya dengan standar pembangunan gedung yang dapat mewadahi kebutuhan para difabel, apakah terdapat sarana dan prasarana yang menghalangi kaum difabel dalam mengakses ke gedung Pasar Aceh sebagai bangunan publik yang ada di Kota Banda Aceh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui desain Pasar Aceh sebagai bangunan publik yang dapat mewadahi kebutuhan para difabel dan mengetahui sarana dan prasarana yang menghalangi kaum difabel dalam mengakses gedung Pasar Aceh, serta Mengetahui persepsi masyarakat dan kaum difabel mengenai fasilitas di Gedung Pasar Aceh.. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Data yang nantinya diperoleh kemudian dianalisa dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif yang diolah dengan menggunakan Skala Likert untuk menghasilkan langkah strategis dalam sebuah perencanaan dengan pertimbangan aksesibilitas pada gedung Pasar Aceh di Kota Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas pada Gedung Pasar Aceh belum aksesibel, ini terlihat dari jawaban responden (penyandang cacat) sebanyak 100%. Menurut ahli masih perlu pembenahan terkait fasilitas pada Gedung Pasar Aceh.
KAJIAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN RUANG PUBLIK REX KOTA BANDA ACEH Wahyu Rianda; Izziah Izziah; Renni Anggraini
JURNAL TEKNIK SIPIL Vol 1, No 2 (2017): Volume 1 Special Issue, Nomor 2, Desember 2017
Publisher : Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1661.241 KB)

Abstract

Abstract: Public space is a public area where people perform routine and functional activities that bind a community. Public spaces can also switch functions to where people meet, interact, trade, business and other interests. Rex Peunayong Food Center (REX) is a public space of Banda Aceh city located in Peunayong heritage town. Inside the REX is presented a variety of typical Aceh foods sold by using traditional carts. With diverse types of activities on REX its cause the high needs of visitors in performing social activities. Such as to open a new trading area along Jalan Jendral Ahmad Yani so it can affect the spatial system of the city in the peunayong area. To optimize the utilization of public space, the area must be balanced with the improvement of quality and other supporting facilities. From this background, a study on the optimization of REX Utilization as a city public space in Peunayong City of Banda Aceh is required. Based on the background above, this study aims to identify and analyze the factors that cause economic actors to use road space as a medium for interaction and other social activities; Examine the optimization of REX in accommodating the activities of Banda Aceh city community; Determine strategic plans in an effort to optimize the use of REX as a public space in Banda Aceh City. This research is supported by primary data and secondary data. Primary data can be obtained through observation, interview, questionnaire. While the secondary data obtained from related agencies. The method to be used is descriptive method with qualitative approach, and SWOT analysis. The results showed that Optimalization REX Peunayong is not bring significant impact from aspects of function viewed, aspects of buildings and facilities, aspects of community support and aspects of policy and regulation. So it takes an effort to restore the function of REX peunayong into an active green open field. Because of its location in the middle of the city, green open field is very necessary as the green center of Banda Aceh in accordance with the mandated in the Law of the Republic of Indonesia No.26 of 2007 on spatial arrangement. In addition to support the creation of REX optimization, can be used elements of the city like Chinatown shops located around the area. Chinatown shops can be restored and made room for economic activity but still highlight the characteristics of historical buildings.Abstrak: Ruang publik adalah suatu tempat umum dimana masyarakat melakukan aktivitas rutin dan fungsional yang mengikat sebuah komunitas. Ruang publik juga dapat beralih fungsi menjadi tempat masyarakat untuk bertemu, berinteraksi, berdagang, bisnis dan berbagai kepentingan lainnya. Pusat Jajanan Rex Peunayong (REX) adalah ruang publik kota Banda Aceh yang berlokasi di kota pusaka Peunayong. Di dalam REX ini disajikan berbagai makanan khas Aceh yang dijual dengan menggunakan gerobak tradisional. Dengan beragamnya jenis kegiatan pada REX menyebabkan tingginya kebutuhan pengunjung dalam melakukan aktifitas sosial. Diantaranya adalah dengan membuka areal berdagang baru di sepanjang Jalan Jendral Ahmad Yani sehingga dapat mempengaruhi tatanan kota di kawasan peunayong. Untuk mengoptimalisasi pemanfaatan ruang publik dikawasan tersebut tentu harus diimbangi dengan peningkatan mutu dan sarana pendukung lainnya. Dari latar belakang tersebut, diperlukan suatu kajian mengenai optimalisasi Pemanfaatan REX sebagai   ruang publik kota di kawasan Peunayong Kota Banda Aceh. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan dan menganalisa faktor yang menyebabkan pelaku ekonomi menggunakan ruang jalan sebagai media untuk berinteraksi dan kegiatan sosial lainnya; mengkaji optimalisasi REX dalam menampung aktifitas masyarakat kota Banda Aceh; menentukan rencana strategis dalam upaya mengoptimalisasikan pemanfaatan REX sebagai ruang publik di Kota Banda Aceh. Penelitian ini didukung oleh data primer dan data sekunder. Data primer dapat diperoleh melalui observasi, wawancara, kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, serta analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Optimalisasi REX Peunayong ternyata tidak membawa dampak yang signifikan jika di tinjau dari aspek fungsi, aspek bangunan dan fasilitas, aspek dukungan masyarakat serta aspek kebijakan dan regulasi. Sehingga diperlukan  suatu upaya untuk mengembalikan fungsi dari REX peunayong menjadi  lapangan terbuka hijau aktif. Karena letaknya di tengah kota, lapangan terbuka hijau sangat diperlukan sebagai paru-paru kota Banda Aceh sesuai dengan yang diamanatkan di dalam UU Republik Indonesia No.26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Selain itu untuk mendukung terciptanya optimalisasi REX, dapat digunakan elemen – elemen kota seperti pertokoan pecinan yang terdapat disekitar kawasan tersebut. Toko pecinan dapat  dipugar dan dijadikan ruang kegiatan ekonomi namun tetap menonjolkan karakteristik bangunan sejarah.
KAJIAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS SEKTOR PERDAGANGAN DAN JASA KOTA BANDA ACEH (STUDI KASUS KECAMATAN LUENG BATA) Ridhia Maisarina; Mirza Irwansyah; Izziah Izziah
JURNAL TEKNIK SIPIL Vol 1, No 2 (2017): Volume 1 Special Issue, Nomor 2, Desember 2017
Publisher : Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (522.453 KB)

Abstract

Abstract: As the capital city of Aceh province, Banda Aceh was selected as one of the strategic areas based on its potential, accessibilty and sectoral distribution activities for the city itself and for the sorrounding areas (hinterlands). Qanun (Local regulation) of spatial planning of Banda Aceh city number 04 in 2009 stated that one of Banda Aceh city’s strategic planning area is at Lueng Bata district and sorrounds. Lueng Bata district condition currently to growth as roads development and so that the population continues to growth 0.40 % from last year (yr. 2015), with a population density of 4,965 inhabitants per km2. If Lueng Bata district was developed as a strategic area of the city, it is necesessary to study in spatial and region development in term of demographic aspects, economic aspects and aspects of public services. The scope of the research is the study on the infrastructure of Banda Aceh city, which are urban system or central urban services, and infrastructure in particular regions transport network. The research methods used are the combination of qualitative and quantitative descriptive with case study approach. Data collected by doing the observation, interviews, and questionnaires. Variabels used are numbers of pupulation, number of public facilities and the accessibilty to surrounds area (hinterland). It’s analized by urban order, gravity (the attractiveness of the region), and AHP. The results study showed that strategic area of Lueng Bata district can be developed into mixed trade and sevices area, but need to be equipped with the public service facilities and infrastructure like traditional and modern markets, and it has the opportunity to undertake regional cooperation in trade and services sector with Aceh Besar district as hinterland for economic development in Aceh Province.Abstrak: Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi Aceh merupakan salah satu kawasan strategis berdasarkan potensi, aksesibilitas dan sebaran kegiatan sektoral untuk wilayah kota dan sekitarnya (hinterland). Qanun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nomor 4 Tahun 2009 menetapkan salah satu pengembangan kawasan strategis kota berada di Kecamatan Lueng Bata dan sekitarnya.  Kondisi Kecamatan Lueng Bata saat ini terus berkembang mengikuti pengembangan jalan (ribbons development) dan pertambahan penduduk yang terus meningkat 0,40 % (tahun 2015), dengan kepadatan penduduk Kecamatan Lueng Bata sebesar 4.965 jiwa per km2. Apabila Kecamatan Lueng Bata dikembangkan sebagai kawasan strategis kota, maka diperlukan kajian dalam penataan dan pembangunan wilayah yang ditinjau dari aspek kependudukan, aspek ekonomi dan aspek pelayanan publiknya. Lingkup penelitian adalah kajian pada infrastruktur Kota Banda Aceh yaitu sistem perkotaan atau pusat pelayanan perkotaan, dan sarana-prasarana wilayah khususnya jaringan transportasi. Penelitian menggunakan metode gabungan yaitu kualitatif, kuantitatif dan deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan kuesioner. Variabel yang digunakan adalah jumlah penduduk, jumlah fasilitas dan tingkat aksesibilitasnya dengan kawasan sekitar. Analisa data yang digunakan adalah orde perkotaan, gravitasi dan AHP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan strategis Kecamatan Lueng Bata dapat dikembangkan menjadi kawasan perdagangan dan jasa campuran namun perlu dilengkapi dengan sarana dan prasarana pelayanan publik yaitu pasar tradisional dan pasar modern, serta berpeluang untuk dilakukannya kerjasama regional sektor perdagangan dan jasa dengan wilayah Kabupaten Aceh besar sebagai hinterland untuk kemajuan ekonomi di Provinsi Aceh.
KAJIAN KESESUAIAN POLA RUANG VEGETASI PESISIR TERHADAP MITIGASI BENCANA TSUNAMI DI KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH Sabaruddin .; Mirza .; Izziah .
Jurnal Ilmu Kebencanaan : Program Pascasarjana Unsyiah Vol 3, No 4: November 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Kebencanaan : Program Pascasarjana Unsyiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Coastal region which little vegetation, tsunami waves can reach dozen kilometers to mainland, while region having good vegetation coverage, the extent  damage is lighter. Research objectives are (1) to see rendering vegetation coastal with concept disaster mitigation with the Spatial Plan Area (RTRW) 2009-2029 in district Meuraxa. (2) The development coastal vegetation composition for tsunami disaster mitigation in district Meuraxa. This research uses descriptive qualitative. In district Meuraxa, there are several types plants include Mangrove (Rhizopora), Api-api (Avicevia germinans), Sea Pine (Casuarina equisetifolia L), Ketapang (Terminalia catappa L) which have  important role in addressing the wide range threats, among other disasters such  the tsunami, coastal abrasion, anchoring waves, windbreaks. Preparation pattern space RTRW 2009-2029 in district Meuraxa consists  8 (eight) parameter dominated by water space 172.596 Ha (41.35%), residential area  60.963 Ha (14.61%), the open green space area  8.475 Ha (2.03%), mangrove forest  90.595 Ha (21.71%) from total area. The existing  space consists 9 (nine) parameter dominated by water space 172.596 Ha (41.35%), residential area 83.173 Ha (19.93%), open green space area 39.822 Ha (9.54%), mangrove forest  78.652 Ha (18.85%) from the total areas space there is the addition  pond area 5.521 Ha (1.32%).
AN ENVIRONMENTAL ASSESSMENT OF VERNACULAR HOUSING IN BANDA ACEH, INDONESIA Laina Hilma Sari; Izziah Hasan; Mirza Irwansyah; Erna Meutia
Tesa Arsitektur Vol 15, No 1 (2017)
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v15i1.573

Abstract

Kehadiran bangunan baru saat ini dominasi dengan gaya minimalis. Rumah-rumah tradisional dan transisi telah secara bertahap punah. Oleh karena itu penelitian ini menilai perumahan vernakular di Aceh, Indonesia yang berfokus pada Banda Aceh dan sekitarnya . Rumah-rumah vernakular yang dinilai dalam penelitian ini adalah rumah tradisional , transisi dan modern. Lingkup dari penelitian in adalah penilaian kualitas lingkungan rumah dalam hal kearifan lokal, energi yang terkandung dan kenyamanan termal. Karena iklim lokal Aceh tidak berbeda secara signifikan dari sebagian besar daerah dataran rendah di Sumatera atau bahkan Indonesia, maka penelitian ini juga dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian serupa
KONSEP KEARIFAN LOKAL DARI KONSTRUKSI RUMAH VERNAKULAR DI PESISIR BARAT ACEH UNTUK PERANCANGAN ARSITEKTUR MODERN (Studi Kasus: Wilayah DAS Krueng Tripa, kabupaten Nagan Raya) Cut Nursaniah; Izziah Izziah; Laila Qadri
Tesa Arsitektur Vol 14, No 2 (2016)
Publisher : Unika Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/tesa.v14i2.640

Abstract

Permukiman di wilayah pesisir Barat Aceh tumbuh mengelompok, linier mengikuti garis pantai, sungai, dan jalan. Mayoritas permukiman berada di kawasan pasang surut air laut atau di Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan lingkungan berawa dan basah. Permukiman tersebut telah berkembang lama dan membentuk sistem hunian yang adaptif dengan kondisi lingkungannya. Seperti pada permukiman di lokasi penelitian, masyarakat yang bermukim di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Tripa, Nagan Raya ini secara tradisional telah membangun huniannya dengan konstruksi panggung menggunakan material lokal sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungannya. Kearifan lokal rumah vernakular di Tripa Bawah ini tercermin melalui kemampuan konstruksinya dalam menghadapi kondisi lingkungan rawa, dan banjir. Pembangunan hunian dengan konstruksi di atas tanah oleh masyarakat, mengakibatkan banjir semakin sering terjadi. Masyarakat setempat telah mengabaikan pengaruh lingkungan terhadap kekuatan hunian dan hunian yang sehat. Rumah-rumah nampak basah pada pondasi dan dinding, serta ruang dalam yang lembab. Beberapa bangunan rumah terlihat posisinya sudah miring dan labil. Sangat perlu adanya pengendalian pembangunan sebelum lingkungan permukiman tersebut lebih rusak, kehilangan identitas, yang mengakibatkan bencana yang lebih parah. Kajian ini bertujuan menggali kearifan lokal dari konstruksi rumah vernakular yang disebut rumoh santeut, agar dapat dijadikan konsep oleh masyarakat local untuk membangun hunian yang adaptif dengan lingkungannya. Kegiatan diawali dengan mengkaji tipologi konstruksi rumah vernakular untuk memahami konsep adaptasi konstruksi terhadap lingkungan rawa dan banjir. Selanjutnya menganalisa konsep yang relevan untuk pembangunan dengan teknologi setempat. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan penelusuran pustaka. Adapun penentuan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Analisis dilakukan dengan teori tipomorfologi arsitektur dengan melihat kriteria konstruksi bangunan, fungsi konstruksi, dan material konstruksi. Hasil kajian menyimpulkan bahwa konsep konstruksi rumoh santeut yang dikaji masih relevan untuk membangun permukiman di pesisir Barat Aceh. Konsep konstruksi rumah vernakular ini bisa dilaksanakan oleh masyarakat dengan teknik membangun lokal yaitu teknik cor beton, karena tidak ada kendala terhadap sistem struktur/konstruksi, dan bahan bangunan dalam mengaplikasikannya. Hal ini merupakan kearifan lokal untuk mengatasi permasalahan di kawasan DAS Rawa Tripa. Kata Kunci:Konstruksi Rumoh Santeut, Teknologi Lokal, Lahan Basah
Traditional Acehnese House: Constructing Architecture by Responding to the Power of Nature in Relation to the Local Wisdom Values Izziah Izziah; Laina Hilma Sari; Erna Meutia; Mirza Irwansyah
Aceh International Journal of Science and Technology Vol 9, No 3 (2020): December 2020
Publisher : Graduate Program of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (892.136 KB) | DOI: 10.13170/aijst.9.3.17323

Abstract

The existence of traditional houses in Banda Aceh has been extinguished in modern times. With globalization's impact, the traditional house connotates as ‘old house style,’ and thus, the house style is not up to date. A large number of house owners demolish them and reconstruct them with new modern houses. Despite that, it is approved that the traditional houses of Aceh were survived the earthquake that frequently hit the region. As Banda Aceh is one of the regions resided on Sumatran's segment, the region has a large number of earthquakes.  This paper, which is part of the previous study on the thermal comfort of traditional and modern houses in Aceh, explores a historical architectural example that reveals local experiences that involve local wisdom and expertise. This paper focuses on a traditional house located in a modern housing neighborhood in Banda Aceh city. In doing this, the paper identifies how Acehnese ancestors, through their local knowledge, have constructed a traditional Acehnese house. The article also shows how its architectural form's construction techniques respond to the region's geographical condition. In constructing this study, interview and observation toward the building as primary data collections are conducted. Also, several written sources, as secondary data, related to an Acehnese traditional house, are reviewed. This paper shows that constructing a conventional house is a responsive architecture toward hot climate and earthquake. Therefore, this architectural building type with the local wisdom value's involvement is worthy of being applied and adapted in modern life.
An Assessment of the Spatial Comfort at the Open Piazza of Baiturrahman Mosque, Banda Aceh, Indonesia Laina Hilma Sari; Izziah Hasan; Erna Meutia
Aceh International Journal of Science and Technology Vol 9, No 2 (2020): August 2020
Publisher : Graduate Program of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1264.188 KB) | DOI: 10.13170/aijst.9.2.14889

Abstract

 The Baiturrahman Grand Mosque is well-known as the identity of Banda Aceh town, Indonesia. The extensive renovation was carried out in 2015 to the Mosque, presenting an open piazza coated with glossy white marble replacing the previous greeneries and grass. This change creates a much different thermal sensation of the prior environment. This condition also invites the contrast to respond and define spatial comfort, including thermal and visual comfort. Therefore, this study conducts an assessment of thermal and visual comfort at the open piazza, which was done through field measurements. The outdoor thermal comfort was calculated using the equations proposed by Sangkertadi that are appropriate for the tropics. The visual comfort was examined using the De Boer glare scale. The result shows the discomfort appearance for both thermal and visual comfort. The study gives recommendations, such as planting greeneries, providing more shades for achieving lower outdoor air temperature. Replacing the glossy marble with the diffusing and rough surface will reduce the glare for getting the more acceptable visual comfort against the marbles.