Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Dampak Over Kapasitas Terhadap Warga Binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIa Bogor Meliarsyah; Trijono, Rachmat; Aminuloh, Muhamad
Karimah Tauhid Vol. 3 No. 4 (2024): Karimah Tauhid
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/karimahtauhid.v3i4.12946

Abstract

Lapas perlu melindungi warga binaan selayaknya manusia atau warga negara pada umumnya, tidak boleh ada asumsi bahwa lapas adalah tempat bagi narapidana yang merupakan tempat untuk menjalani hukuman, sehingga dapat diperlakukan sebagai orang yang menjalani hukuman. Diperlakukan semena-mena, tidak mempertimbangkan keselamatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis upaya yang dilakukan dalam mengatasi over kapasitas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan serta hambatan yang timbul dalam upaya mengatasi over kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh gambaran mengenai upaya Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor dalam mengatasi over kapasitas, yaitu dengan melakukan pendekatan secara personal, baik dengan memberi empati kepada para penghuni dan memberikan dorongan agar warga binaan merasa aman, nyaman, dan tenteram selama berada di Lembaga Pemasyarakatan. Kemudian membuat suatu perencanaan yang strategis untuk mengatasi permasalahan tersebut secara akurat. Dengan melibatkan berbagai pihak termasuk masyarakat umum, sehingga tindak kejahatan ditengah-tengah masyarakat semakin berkurang. Selain itu, pemenuhan hak-hak dari Warga Binaan Pemasyarakatan juga menjadi salah satu upaya yang harus dilakukan dalam upaya mengatasi over kapasitas yang selama ini terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor. Adapun hambatan yang timbul berasal dari faktor internal yaitu masih rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya sarana prasarana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor, ditambah lagi dengan lokasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor yang berada di tengah kota juga menjadi alasan penghambat dalam melakukan perluasan areal Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari, tingginya angka kejahatan yang salah satunya disebabkan oleh faktor ekonomi dan faktor penegakan hukum, yang pada gilirannya akan berdampak terhadap ketersediaan hunian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor.
Tinjauan Yuridis Peran Korps Brimob Polri dalam Manangani Konflik Bersenjata di Wilayah Papua Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Rohman, Fatkhur; Trijono, Rachmat; Rumatiga, Hidayat
Karimah Tauhid Vol. 3 No. 6 (2024): Karimah Tauhid
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/karimahtauhid.v3i6.13483

Abstract

Polri sebagai alat negara memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan konflik yang terjadi dalam negeri guna menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Dalam konflik sosial yang berintensitas tinggi maka Polri akan melibatkan Korps Brimob yang merupakan kesatuan khusus untuk menangani gangguan keamanan berintensitas tinggi. Polri memiliki kewajiban untuk menyelesaikan konflik untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bai masyarakat. Masyarakat harus merasa aman da tenteram dalam wilayah negara republik Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Korps Brimob dalam menyelesaikan konflik sosial di Papua. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang melakukan penelitian terhadap gejala hukum yang terjadi dalam masyarakat. Gejala hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konflik sosial yang terjadi di Papua. Dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, teori, pendapat ahli, dan doktrin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa  Peran Korps Brimob dalam penanganan konflik sosial dilaksanakan berdasarkan UU Polri yaitu penanganan konflik bagian dari tugas Polri untuk memelihara keamanan dan ketertiban dalam masyarakat. Teknis penanganan dilakukan berdasarkan ketentuan UU Penanganan Konflik Sosial, yaitu dilakukan melalui tahap pencegahan, tahap penghentian, dan tahap pemulihan keadaan pasca koflik. Hambatan dalam mengatasi konflik bersenjata yaitu: 1) Kurangnya personel yang bertugas, 2) Sulitnya berkoordinasi dengan pemimpin kelompok yang berkonflik, 3) Peran kepala suku yang belum signifikan, 4) Sanksi terhadap pelaku yang belum memberikan efek jera.
Analisis Yuridis Pemindahan Ibu Kota Negara dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara Kurniawan, Rizki; Trijono, Rachmat; Suryani, Danu
Karimah Tauhid Vol. 3 No. 6 (2024): Karimah Tauhid
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/karimahtauhid.v3i6.13577

Abstract

Pemindahan ibu kota negara menimbulkan banyak respon dari masyarakat, ada yang setuju dan ada yang tidak setuju, yang setuju disertai alasan agar ibu kota negara dapat ditata dengan baik, bebas polusi, dan menghindari kemacetan parah. Yang menolak dengan alasan banyak rakyat yang masih miskin, utang negara ratusan triliun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui landasan yuridis pemindahan ibu kota negara. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Hasil penelitian bahwah Terdapat beberapa faktor penyebab pemindahan ibu kota negara republik Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan yang disebu Ibu Kota Nusantara, yaitu efektif dan efesien, ibu kota negara harus efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemerintahan, perbuhungan, perekonomian, hukum, dan lingkungan yang sehat, tidak polusi, dan tidak padat penduduk. Pemerataan ekonomi, Ibu kota negara merupakan pusat perekonomian sebuah negara, dengan pemindahan ibu kota negara maka ekonomi pada wilayah tersebut sudah akan meningkat, pembangunan akan lebih cepat, aktivitas masyarakat menjadi lebih ramai sehingga perputaran uang akan semakin cepat, pengguna transoprtasi lebih banyak, transportasi laut, darat dan udara akan banyak beroperasi sehingga menambah pendapatan negara, semua aspek perekonomian akan lebih  meningkat. Pemindahan ibu kota negara tidak diatur atau diisyaratkan dalam konstitusi, sehingga pemindahan ibu kota negara merupakan hasil politik hukum yang sangat kompleks yang melahirkan beberapa peraturan perundang-undangan. Secara tata negara pembentukan Ibu kota nusantara melahirkan otorita ibu kota negara yang memiliki kewenangan beasar dalam penyelenggaraan pembangunan, rencana pemrindahan ibu kota negara.
Analisis Hukum Dampak Peresmian Daerah Otonomi Baru (DOB) dalam Penanggulangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Guna Mewujudkan Kamtibmas di Papua Gautama, Febrin Fandensia; Trijono, Rachmat; Rumatiga, Hidayat
Karimah Tauhid Vol. 3 No. 6 (2024): Karimah Tauhid
Publisher : Universitas Djuanda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30997/karimahtauhid.v3i6.13931

Abstract

Persoalan keamanan dan ketertiban yang terjadi di wilayah Papua merupakan persoalan hukum yang terjadi secara kontinyu atau terus menerus, sehingga patut diwaspadai setiap gerakan yang dilakukan oleh KKB untuk melindungi pejabat negara, pejabat daerah dan seluruh masyarakat yang hadir dalam peresmian DOB. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang dampak peresmian Daerah Otonomi Baru (DOB) dalam penanggulangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) guna mewujudkan kamtibmas di Papua. Metode yang digunakan adalah metode penelitian empiris. Hasil penelitian diketahui bahwa pola kekerasan yang dilakukan KKB juga semakin brutal, seperti pembakaran rumah, tempat usaha, fasilitas publik, penjarahan, pemerkosaan, penyanderaan, penembakan hingga pembunuhan. Komnas HAM mencatat 1.182 kasus kekerasan di Papua baik yang dilakukan oleh gerakan KKB maupun oleh aparat TNI/ Polri dalam kurun waktu 2020-2021. Hambatan yang dihadapi dari dampak peresmian Daerah Otonomi Baru (DOB) dalam penanggulangan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) guna mewujudkan kamtibmas di Papua diantaranya adalah: 1) Sulit mengidentifikasi masyarakat yang terlibat dalam KKB; 2) Kurangnya personil dalam melakukan pengawalan terhadap peresmian DOB; 3) Penyerangan secara mendadak dan brutal yang dapat dilakukan kapan saja oleh KKB tanpa aturan perang; 4) Sulitnya negosiasi dengan KKB untuk menyelesaikan masalah; 5) peran tokoh adat yang kurang signifikan.