Hasanah Hasanah
Universitas Tanjungpura

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Balale' : Jurnal Antropologi

Rumah Lanting di Sungai Sambas Desa Sumber Harapan Kecamatan Sambas Kalimantan Barat (Etnografi Budaya Sungai) Fitri Ardianti; Donatianus BSE Praptantya; Hasanah Hasanah
Balale' : Jurnal Antropologi Vol 2, No 1 (2021): Mei 2021
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1293.101 KB) | DOI: 10.26418/balale.v2i1.46311

Abstract

This study aimed to find about the history of the Lanting house and more deeply understand the characteristics of the Lanting houses, floating on the river in Sumber Harapan Village. This study used a qualitative approach with the ethnography research method. Triangulation method was used to test the validity of the data. According to Malinowski’s functional theory, all cultural activities actually intend to satisfy a series of instincts of human beings that are related to their entire lives. Thus, the techniques of data collection were observation, interviews, and documentation.The results of this study indicate that the Lanting House not only functions as a place to live, but also develops as a place of business. There are two functions of the Lanting House in Sumber Harapan Village such as the function of a residence that provides protection from disturbances, arise from the environment around them. The second was not only used as shelter, but also as a place of business as a fulfillment of their lives because of the changing life patterns. In addition, each Lanting house has similar form one from another, which has a simple room pattern.
Sepeda Onthel sebagai Identitas Komunitas SEPOK di Kota Pontianak Armia Rizki Adinda; Hasanah Hasanah; Syarmiati Syarmiati
Balale' : Jurnal Antropologi Vol 2, No 1 (2021): Mei 2021
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (962.259 KB) | DOI: 10.26418/balale.v2i1.46313

Abstract

The purpose of this research is to describe and analyze the background of the founding of the community, reveal and analyze the role in preserving the onthel bicycle, explain the function and meaning of the community for its members, and to find out the activities carried out. This paper intended to explain Onthel bicycle as Anthropological identity of SEPOK community. SEPOK is a community for onthel bike lovers in Pontianak City. This research used a qualitative method with data collection techniques of observation, interviews, and documentation. We used community and symbolic interaction as our analysis tools. The results showed that in preserving the onthel bicycle culture, the SEPOK community actively participate in various activities both carried out by the Province of West Kalimantan and other regions. Community members are quite heterogeneous and have various opinions in giving the meaning of the onthel bicycle as their symbol.
Ritual Ik Cek Yen Kou Etnis Cina Di Kalimantan Barat Putri Rizki; Hasanah Hasanah; Donatianus BSE Praptantya
Balale' : Jurnal Antropologi Vol 1, No 2 (2020): November 2020
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (596.488 KB) | DOI: 10.26418/balale.v1i2.43401

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang ritual Ik Cek Yen Kou menurut masyarakat Cina di Provinsi Kalimantan Barat, makna ritual buang sial dalam ritual Ik Cek Yen Kou dan kepercayaan masyarakat Cina terhadap suatu ritual. Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis metode penelitian etnografi, pengujian keabsahan data menggunakan teknik analisis data kualitatif. Teori tradisi digunakan sebagai pisau analisis untuk menginterpretasikan praktik-praktik manusia yang bermakna. Sehingga teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi. Data diperoleh dari sumber berupa orang, tempat dan arsip atau dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilihan upaya membuang sial dari dalam tubuh seseorang, menurut masyarakat etnis Cina juga ditentukan atas persepsi yang diyakini oleh suatu kelompok masyarakat itu sendiri. Ritual Ik Cek Yen Kou masih dilakukan hingga saat ini karena kepercayaan masyarakat etnis Cina yang begitu besar terhadap adanya kesialan saat shio yang tidak cocok dengan tahun lahirnya kemudian kepercayaan yang mengatakan jika ada keluarga yang meninggal akan merundung kerabat yang masih hidup untuk menemaninya kembali ke alam selanjutnya. Kejadian seperti ini merupakan hal yang sangat tidak diinginkan oleh masyarakat etnis Cina, oleh karena itu mereka selalu mengadakan ritual Ik Cek Yen Kou agar senantiasa beruntung didalam kesehariannya. Masyarakat etnis Cina berusaha menghilangkan kesialan dari dalam tubuhnya dengan melakukan ritual Ik Cek yen Kou dengan bantuan seorang Acarya. Acarya membacakan seluruh mantra yang dibutuhkan untuk mendatangkan energi dari mantra itu sendiri yang kemudian akan secara perlahan menghilangkan kesialan dari dalam tubuh umat yang mengikuti ritual.
Gegar Budaya Mahasiswi Rantau di Rumah Susun Sederhana Sewa Universitas Tanjungpura Kota Pontianak (Kajian Antropologi Komunikasi) Eginta Sai Sari Ginting; Hasanah Hasanah; Ignasia Debbey Batuallo
Balale' : Jurnal Antropologi Vol 2, No 2 (2021): November 2021
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (450.407 KB) | DOI: 10.26418/balale.v2i2.49284

Abstract

Penelitian ini mengkaji tentang “Culture Shock Mahasiswi di Rumah Susun Sederhana Sewa Universitas Tanjungpura Kota Pontianak (Kajian Antropologi Komunikasi)”. Culture Shock adalah gegar budaya yang terjadi karena perbedaan budaya mahasiswi yang tinggal di Rusunawa Untan dimana perbedaan budaya tidak terlepas dari perbedaan bahasa dan logat yang dibawanya sejak lahir. Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik penelitian dengan memakai metode kualitatif dimana untuk bagian pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi yang diharapkan mampu menggali tentang terjadinya culture shock yang mengarah kepada sistem bahasa. Adapun Objek penelitian ini yaitu Culture Shock mahasiswi rantau yang didalam komunikasi yang berkaiatan dengan dialek dan logat bahasa dimana terdapat dalam unsur kebudayaan yakni bahasa dan ilmu pengetahuan. Teori yang digunakan teori “Habitus” Bourdieu. Adapun tujuan peneliti ini untuk mendeskripsikan terjadinya culture shock dalam komunikasi pada mahasiswi di Rumah Susun Sederhana Sewa Universitas Tanjungpura Kota Pontianak dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya culture shock pada sistem bahasa. Dengan hasil yang diperoleh peneliti yaitu terdapat faktor penyebab terjadinya culture shock secara umum didalam sistem bahasa seperti faktor persepsi; geografis wilayah. 
Bekumpang : Ritual Tolak Bala Suku Dayak Linoh Desa Solam Raya Kabupaten Sintang noviana noviana; Arkanudin Arkanudin; Hasanah Hasanah
Balale' : Jurnal Antropologi Vol 3, No 1 (2022): Mei 2022
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2023.839 KB) | DOI: 10.26418/balale.v3i1.53457

Abstract

Bekumpang is one of the Tolak bala traditions carried out by the Linoh Dayak ethnic community in Solam Raya Village when there is a disease outbreak that attacks. This study aims to describe the process and to explore the values of the ritual of the Kumpang. The method used in this research is ethnography observation, interviews and documentation as the primary data collection techniques. While the descriptive data analysis is used for the analysis phase. The purpose of the bekumpang ritual is to ask for protection from the Petara (God) so that all Solam Raya villagers are protected from epidemics of infectious diseases, both medically curable and incurable diseases. The factors behind the Linoh Dayak ethnic community carrying out the bekumpang ritual are the first because of the Covid-19 outbreak and the second because of public awareness of the importance of maintaining local wisdom. The ritual of Bempangpang contains aesthetic, religious, and social values.