BAYU PRAMANA, I MADE
Institut Seni Indonesia Denpasar

Published : 46 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : PRABANGKARA

Kajian Estetika Fotografi pada Kartu Pos Pariwisata Bali Karya Sujana Tahun 1970-1990an BAYU PRAMANA, I MADE
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 21 No 2 (2017): Pabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (335.315 KB)

Abstract

Kartu pos atau Postcard adalah salah satu benda pos berupa lembaran kertas bergambar ilustrasi atau foto untuk menulis kabar yang bersifat terbuka. Kartu pos pertama kali diluncurkan pada 1 oktober 1869 di Austria dengan nama Correspondez karte. Sujana adalah orang Bali dan sekaligus seorang fotografer, antara tahun 1970-1990an mengkomunikasikan kreativitas fotografisnya dengan mengangkat tema tentang fenomena di Bali dari perspektif medium fotografi yang diungkap dalam karya kartu pos. Terkait dengan hal tersebut, maka tujuan penulisan ini ingin mengetahui pandangan tentang perubahan alam, manusia, arsitektur, pakaian dan beragam hal yang sangat mendasar di Bali yang diungkap pada kartu pos. Metode yang digunakan dalam mengkaji karya kartu pos yang diciptakan oleh Sujana adalah metode deskritif. Ruang lingkup pembahasan terfokus pada uraian tentang nilai-nilai estetika fotografi terkait fenomena pariwisata di Bali pada karya kartu pos Sujana.Postcard is one of the postal items in the form of illustrated papers or photographs to write open news. The postcard was first launched on 1 October 1869 in Austria under the name Correspondez karte. Sujana is a Balinese and a photographer, between 1970 and 1990 he communicated his photographic creativity with the theme of the phenomenon in Bali from the perspective of photographic medium expressed in postcards. Related to this, the purpose of this writing is to know the views about changes in nature, people, architecture, clothing and various things that are very basic in Bali are revealed on postcards. The method used in studying the postcard work created by Sujana is the descriptive method. The scope of the discussion focused on the description of the aesthetic values of photography related to the phenomenon of tourism in Bali on Sujana postcard work.
Digital Imaging (Skandal Dan Kejujuran Fotografi Jurnalistik) Pramana,  I Made Bayu
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 19 No 23 (2016): Prabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7178.416 KB)

Abstract

Karya  foto  yang  sebelumnya  dianggap  paling  mewakili  realitas,  mulai  tercoreng  tingkat kejujurannya karena  kontroversi  yang  sangat  fatal.  Dua  peristiwa  besar mengguncang tatanan nilai  kejujuran  dalam berkarya fotografi. Peristiwa pertama dipicu oleh penetapan pemenang Iomba fotografi, fotografer asal Singapura yang bernama Chay Yu Wei menjadi pemenang sebuah Iomba Fotografi  Nikon Singapura  di akhir tabun 2015. Peristiwa kedua meledak pada April 2016, Menghantam  Steve McCurry seorang jurnalis foto National  Geographic  yang sangat  terkenal  asal Amerika.  Bulan  April 2016 Paolo Viglione  seorang fotografer asal Italia menulis di blognya tentang "keanehan" setelah melihat pameran foto Steve McCurry di Venaria Reale, Turin, Italia.Semua fotografer menggunakan perangkat lunak komputer pasca pengambilan foto termasnk jurnalis foto. Namun editing harus tetap mempertahankan integritas konten  foto  dan  konteks.  Tidak mengubah atau menambah gambar yang bisa menyesatkan penikmat foto. Ketentuan ini adalah salah satu batasan paling sederhana terhadap apa yang boleh dan tidak dalam Iomba fotografi dan dalam foto jurnalistik.  Elemen­ elemen ini pun akan mempunyai konotasi yang berbeda dari setiap yang melihat karena simbol yang dikodekan punya banyak intepretasi. Hal yang menjadi keharusan lainnya bagaimana menegaskan untuk "mengusung kejujuran" dalam setiap karya yang diciptakan. Sisi popularitas yang disandang jurnalis foto tenar terkadang  membuat  mereka  lupa  bahwa  mereka telah  menjadi  panutan  jutaan  fotografer  muda.  Hingga kesalahan fatal yang mereka sengaja dianggap bnkanlah sebuah cela ataupun hal yang tabu.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penggunaan digital imaging yang tidak sesuai pada kaidah foto jurnalistik seharusnya dihindari. Karena dalam karya foto terkandung sebuah cerita dan nilai kejujuran yang harus  dijaga  oleh  setiap  fotografer.  Penggunaan digital  imaging  dalam  foto jurnalistik   diperbolehkan dengan salah satu persyaratannya adalah foto hanya boleh di edit sebatas edit minor. Edit minor biasanya sebatas croping, burning, dodging dan lainnya dalam batas wajar yang tidak sampai menambah atau mengurangi elemen di dalam foto.