Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Wiraga Dalam Penciptaan Fotografi Seni Puriartha, I Kadek
Prabangkara : Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol 19 No 23 (2016): Prabangkara
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (10967.476 KB)

Abstract

Pentas seni pertunjukan yang sarat peristiwa dan susunan artistik, di mata pemotret dapat dijadikan Sasaran pemotretan yang menarik, dinarnis, variatif dan menantang. Tantangan pada proses perekaman realita pentas di tangan pemotret, berpeluang terciptanya karya fotografi yang memiliki kaidah estetika fotografi, baik dari segi ideasional maupun teknikal. Peristiwa dan setting artistik panggung pertunjukan yang semuanya sudah tertata mulai dari tata cahaya, tata busana, gerak laku dan peristiwanya sudah diatur, tinggal bagaimana mata, tangan dan kepekaan estetis pemotret mampu serta mahir merekam adegan peristiwa panggung tersebut menjadi karya seni fotografi.Secara khusus hasil pemotretan fotografi panggung dapat dihadirkan sebagai karya seni fotografi mulai dari pemilihan efek tematis tertentu dan pendekatan kreatif-estetik. Bermuara atas pengalaman memotret objek yang bergerak serta ungkapan perasaan estetik akan fotografi gerak maka ide penciptaan karya seni fotografi ini adalah bagaimana menampilkan secara visual wiraga atau gerakan yang ekspresif dan dinamis penari Bali dalam pentas seni pertunjukan dalam penciptaan fotografi seni.Pemilihan objek pemotretan pada wiraga yaitu gerakan yang ekspresif dan dinamis penari Bali sebagai Pola dasar kreasi, diwujudkan sebagai karya seni fotografi panggung atas pertimbangan estetik ide kreatif dan kemarnpuan teknis fotografi. Teknik fotografi yang digunakan melalui berbagai pertimbangan yang menghasilkan efek gerak yaitu slow syncronised-flash, strobo-light, dan slow motion yang semuanya memberikan efek gerak yang berbeda-beda. Sehingga karya fotografi panggung yang tercipta menawarkan nilai-nilai estetis yang ekspresif dan dinamis.
Rumah Kreatif Desa Musi Gerokgak Lia Susanthi, Nyoman; Dwiyani, Ni Kadek; Puriartha, I Kadek
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Seni Indonesia Denpasar Vol 7 No 1 (2019): Maret
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4285.117 KB) | DOI: 10.31091/sw.v7i1.679

Abstract

Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Bali memiliki permasalahan ketenagakerjaan khususnya pengangguran atau disebut juga tuna karya. Hal tersebut berdapak pada tingginya angka kemiskinan di Kecamatan Gerokgak dibandingkan kecamatan lainnya. Salah satu desa di Kecamatan Gerokgak yang memiliki tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi adalah Desa Musi. Guna menampung aktivitas pemuda desa, maka Desa Musi memiliki Skaa Truna Truni (STT) Desa Musi yang bernama STT Budhi Adnyana. Namun organisasi kepemudaan desa tersebut tidak mampu secara maksimal menampung kegiatan kepemudaan. Untuk itu dilakukan kegiatan Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) yang bertujuan: (1) Membantu membuka lapangan pekerjaan baru di Desa Musi dengan nama Rumah Kreatif; (2) Menambah keterampilan foto dan video bagi pemuda Desa Musi; (3) Mendukung program Kecamatan Gerokgak sebagai daerah yang memiliki potensi pariwisata. Metode pengabdian dilakukan dengan sosialisasi, pelatihan, dan evaluasi. Dua aspek pengabdian yang dilakukan yaitu aspek keterampilan dan manajemen rumah kreatif. Hasil dari aspek keterampilan mereka memiliki kemampuan tambahan sebagai fotografer dan videographer. Dengan bantuan berupa kamera Canon 1300D mereka mampu membuat video profil Desa Musi sebagai media promosi desa. Pada aspek manajemen rumah kreatif, STT Desa Musi berhasil membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Musi dan proposal desain destinasi wisata di Desa Musi yang diberi nama Peken Bajang-Bajang.
Rumah Kreatif Desa Musi Gerokgak Nyoman Lia Susanthi; Ni Kadek Dwiyani; I Kadek Puriartha
Segara Widya : Jurnal Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Vol. 7 No. 1 (2019): Maret
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4285.117 KB) | DOI: 10.31091/sw.v7i1.679

Abstract

Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng, Bali memiliki permasalahan ketenagakerjaan khususnya pengangguran atau disebut juga tuna karya. Hal tersebut berdapak pada tingginya angka kemiskinan di Kecamatan Gerokgak dibandingkan kecamatan lainnya. Salah satu desa di Kecamatan Gerokgak yang memiliki tingkat kemiskinan dan pengangguran tinggi adalah Desa Musi. Guna menampung aktivitas pemuda desa, maka Desa Musi memiliki Skaa Truna Truni (STT) Desa Musi yang bernama STT Budhi Adnyana. Namun organisasi kepemudaan desa tersebut tidak mampu secara maksimal menampung kegiatan kepemudaan. Untuk itu dilakukan kegiatan Pengabdian Kemitraan Masyarakat (PKM) yang bertujuan: (1) Membantu membuka lapangan pekerjaan baru di Desa Musi dengan nama Rumah Kreatif; (2) Menambah keterampilan foto dan video bagi pemuda Desa Musi; (3) Mendukung program Kecamatan Gerokgak sebagai daerah yang memiliki potensi pariwisata. Metode pengabdian dilakukan dengan sosialisasi, pelatihan, dan evaluasi. Dua aspek pengabdian yang dilakukan yaitu aspek keterampilan dan manajemen rumah kreatif. Hasil dari aspek keterampilan mereka memiliki kemampuan tambahan sebagai fotografer dan videographer. Dengan bantuan berupa kamera Canon 1300D mereka mampu membuat video profil Desa Musi sebagai media promosi desa. Pada aspek manajemen rumah kreatif, STT Desa Musi berhasil membentuk Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Musi dan proposal desain destinasi wisata di Desa Musi yang diberi nama Peken Bajang-Bajang.
Diskriminasi Gender dalam Perspektif Dokumenter Potret “Amerta Ning Sinar” Ni Kadek Dwiyani; Nyoman Lia Susanthi; I Kadek Puriartha
Segara Widya : Jurnal Penelitian Seni Vol. 10 No. 1 (2022): Maret
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.247 KB) | DOI: 10.31091/sw.v10i1.1931

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang diskriminasi gender yang berdampak pada keseimbangan hak dankewajiban perempuan Bali dalam fase sebagai seorang istri, menantu dan Ibu dari anak-anak mereka dalam perspektif visual denganformat dokumenter potret. Dokumenter potret “Amerta Ning Sinar” dengan pendekatan humanist memberikan visualisasi terkait perempuan Bali dan budaya patriarki yang memunculkan masalah dalam fase berumahtangga bagi perempuan Bali, yang justrumembuat posisi mereka sangat timpang dibandingkan dengan posisi suami mereka yang memiliki tingkat superior dalam budayapatriarki itu sendiri. Metode yang digunakan adalah metode penelitian qualitatif dengan pendekatan deskriptif dikolaborasikan denganteori diskriminasi gender (CIDA: 1997) dan Semiotika (Pierce dalam Piliang: 2018). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwadiskriminasi gender yang divisualisasikan dalam dokumenter potret “Amerta Ning Sinar” memiliki 4 indikator yang dari diskriminasigender melalui Marjinalisasi, Subordinasi, Kekerasan dan Beban Kerja dalam visual yang ditampilkan dalam film dokumenter“Amerta Ning Sinar” yang direpsentasikan melalui skema triadik Semiotika Pierce.
PENERAPAN PERGERAKAN KAMERA DINAMIS PADA FILM “SAMSARA” UNTUK MENCIPTAKAN KESAN MENEGANGKAN Helvin Topannesa; I Kadek Puriartha; I Made Denny Chrisna Putra
CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI Vol. 1 No. 1 (2021): Jurnal Calaccitra Juni 2021
Publisher : CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Samsara film is an action drama genre film with the story preaching an emotional and tense feeling as an experience for each audience, the writer is responsible for determining the cinematographic concept that will be used in samsara films in supporting the needs of narrative elements in the film. Based on this the authors as cinematographers chose to apply dynamic camera movement techniques, to provide elements of dramatic, realism and audience participation. In embodying the concept the writer uses qualitative description methods such as observation of the reference film, interviews with Ical Tanjung as a national cinematographer, opinion surveys about dynamic camera movements to the public and supported by cinematographic theories from Joseph V.Mascelli and Himawan Pratista who explain Framming : composition, angle, continuity, lighting, color and aspect ratio and camera movement. In realizing cinematographic techniques in Samsara films, in addition to using cinematographic elements such as angles, three point lighting, aspect ratio and type of shot, the writer also uses handheld techniques because basically dynamic cameras have a flexible nature and move freely to follow the movement of the story so that each battle scene, Dramatic and tense moments in his preformance can be easily enshrined to build mood and support the narrative element needs of Samsara films.
PENERAPAN MUSIK DIATONIS MINOR UNTUK MEWUJUDKAN SUASANA SUNYI DAN SENDU PADA FILM “SENANG BERTEMU DENGANMU” I Made Suhartana; I Kadek Puriartha; I Made Denny Chrisna Putra
CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI Vol. 1 No. 2 (2021): Jurnal Calaccitra Agustus 2021
Publisher : CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (836.303 KB)

Abstract

“Senang Bertemu Denganmu” is a fictional film that tells the story of Mega, a young man who found out a mysterious diary in his mother's inherited house. Gradually. In films, sound can liven up the atmosphere to create the feeling of sadness, joy, anger and fear. In general, the sound in films consists of two types, namely diegetic sound and non-diegetic sound which includes dialogue, sound effects and music. One of the types of musical scale that can cause a quiet and sad atmosphere is a minor diatonic. The minor diatonic is music that uses seven basic notes, namely la, si, do, re, mi, fa, sol, and la. Music with minor diatonic scales can create a quiet and sad atmosphere, based on the theory of diegetic sound which is all the elements of sound in the film, including dialogue, sound effects and ambiance. Diegetic sound helps to create the quiet and sad atmosphere that occurs in the film “Senang Bertemu Denganmu”. The results of the diegetic sound theory can provide a more detailed sound through the foley technique so that after all the elements of the diegetic sound are combined with the accompaniment of minor diatonic music combined with the strains of a piano, the quiet and sad atmosphere in the film “Senang Bertemu Denganmu” can be realized. Therefore, it can convey an impression and message to the audience.
PENERAPAN ACOUSMATIC UNTUK MEMBANGUN DIMENSI RUANG PADA TATA SUARA FILM “SEPENGGAL KISAH BUNGA” Gede Bayu Permana; I Kadek Puriartha; I.B. Hari Kayana Putra
CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI Vol. 1 No. 2 (2021): Jurnal Calaccitra Agustus 2021
Publisher : CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (871.84 KB)

Abstract

Sound design/system is a way for managing and taking advantage of a sound source, it corresponds to the need for a particular purpose, like movies. “Sepenggal Kisah Bunga” is a short fiction movie which falls into a genre of drama. The author who is the sound designer for this film uses the application of acousmatic for developing dimension of space. The purpose of the use of acousmatic is for building the dimension of space to bring the audience closer to the setting of the film, with the result that this work seems real. The author believes in the concept, that it can relay the message well and experiences that the film is real. The implementation of acousmatic is to build the dimensions of space, using a variety of sound dialogue and sound effects, also with sound accuracy which matches the main sound elements of the story setting. Acousmatic means sound that is heard without looking at its origin. During production, the author recorded the analog process and the acousmatic sound effects themselves. However, most of the sound recording process for acousmatic is done during post-production. After all the sounds are gathered it enters the timeline mixing, the author does the editing process with effects to match the main sound elements of the story settings. The author also believes by using audio output 5.1 channel system, which strengthens the usage of acousmatic in building dimensional space. Therefore the author uses the audio output in this film. The author ensures that the use of sound effects and dialogue is not visible in the mise en scene with the sound accuracy that it sounds precise to the setting of the story, hence it shall build the dimension of space. In this movie, you could hear the sound of birds chirping, the dog’s bark, and other pet’s sound. As well as the sound of the surrounding environment that the author created, like the sound of neighbors chatting, and people doing their activities. These sounds are the implementation of acousmatic to build the dimensions of space. With that, the author believes that it can bring the film setting closer to the audiences and make the movie “Sepenggal Kisah Bunga” feel real.
PENULISAN NASKAH SKENARIO FILM PENDEK “BUKAN KUPU – KUPU MALAM” DI MAHATMA PICTURES I Putu Sathyana Rayana; Ni Kadek Dwiyani; I Kadek Puriartha
CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI Vol. 2 No. 1 (2022): Jurnal Calaccitra Maret 2022
Publisher : CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penulis memilih mayor penulis naskah dan melaksanakan kegiatan magang di Mahatma Pictures dengan luaran karya film pendek berjudul “Bukan Kupu – Kupu Malam”. Film ini bercerita tentang seorang wanita yang dianggap tidak baik hanya karena pekerjaannya, ia berusaha mendapatkan keadilannya sendiri setelah mengalami pelecehan seksual. Penulis menggunakan metode observasi, dokumentasi dan wawancara dalam proses pengumpulan data untuk pengembangan ide cerita film. Pada tahap observasi dan dokumentasi, penulis melaksanakan pengamatan di tempat yang dapat dijadikan sebagai refrensi setting lokasi film dan keadaan masyarakat mengenai isu pelecehan dan kekerasan seksual pada perempuan di dunia maya. Penulis juga melaksanakan sebuah wawancara dengan salah satu korban pelecehan seksual di kota Denpasar. Selama proses magang dan produksi film pendek “Bukan Kupu – Kupu Malam”, penulis mendapatkan kesempatan dalam mengasah kemampuan menulis naskah skenario film. Dari riset dan pengembangan ide cerita yang menggunakan Triangle System (sistem kerjasama dengan produser dan sutradara), penulis pun mendapatkan pengalaman yang baik dalam menyelesaikan beberapa masalah terkait penulisan naskah dan proses produksi film seutuhnya. Secara keseluruhan, proses magang berjalan dengan baik dan kondusif.
Directing Of Documentary Bilingual “Lukisan Barong Gunarsa” In Exspository Style Nyoman Lia Susanthi; Ni Kadek Dwiyani; I Kadek Puriartha
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 33 No 3 (2018): September
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v33i3.522

Abstract

Latha Mahosadhi Museum of ISI Denpasar is a memorial place for displaying art objects. But the function of the museum as a center of art information cannot be realized because the information provided is only verbal information and not specific. So that information media is created in museum, namely bilingual documentary film. One of the interesting a film to be researched is “Lukisan Barong Gunarsa” by Nyoman Lia Susanthi as a director. The aim of this study is to determine the process of creating a documentary film that shows the side of Gunarsa as famous person and secret element that have never been published before. Based on it, documentary bilingual can be applied to other 127 objects collection. The method used qualitative. The data were obtained through observation, interview, and literature study. The result of this study was the director observed in three roles, such as: a leader, an artist and a technical advisor. The pre-production, the director created in the form of production concept, technical concept and story line. The concept of film was expository style with television documentary format using narrator as a single speaker. The director as a leader directed the cameraperson in taking pictures. In editing, director was involved directly in the process of arranging the images. The resulting visual beauty cannot be separated from the director’s firmness that directed the taking of beauty shot. The director as a technical advisor was able to take over the role of cinematography, sound and editing.Museum Lata Mahosadhi ISI Denpasar adalah tempat pemajangan benda seni baik dari Bali maupun luar Bali. Namun fungsi museum sebagai pusat informasi seni belum bisa terwujud karena informasinya hanya berupa verbal dalam Bahasa Indonesia dan tidak spesifik. Untuk itu dilakukan penelitian terkait media informasi efektif untuk museum yaitu bilingual dokumenter menggunakan 2 bahasa (Indonesia-Inggris). Salah satu bilingual dokumenter yang menarik untuk dikaji adalah film berjudul “Lukisan Barong Gunarsa” karya Nyoman Lia Susanthi sebagai sutradara. Alasan memilih konten ini karena terdapat elemen rahasia yang belum dipublikasikan yaitu makna dan deskripsi lukisan. Dalam proses pembuatan film maestro berpulang, sehingga film ini benilai informasi tinggi. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui penyutradaraan film dokumenter yang menunjukkan sisi intim orang terkenal yaitu Gunarsa. Dengan mengetahui penyutradaraan film ini, maka dapat juga diterapkan penciptaan bilingual dokumenter pada 127 benda koleksi museum. Metode yang digunakan untuk mengetahui manajemen produksi film adalah kualitatif. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil penelitian ini adalah sutradara dalam melahirkan film diamati dalam tiga peran yaitu sebagai pemimpin, seniman dan penasehat teknis. Saat pra produksi sutradara berperan besar melahirkan konsep penciptaan berupa konsep karya, teknis serta story line. Konsep karya menggunakan gaya exspository, format dokumenter televisi dengan narator sebagai penutur tunggal. Peran sutradara sebagai pemimpin yaitu mengarahkan kameramen dalam mengambil gambar sesuai tuntutan cerita. Tahapan editing sutradara terlibat dalam proses penyusunan gambar. Keindahan visual yang dihasilkan juga peran sutradara yang turut mengarahkan pengambilan beauty shot. Sutradara sebagai penasehat teknis mampu mengambil alih peran teknis dalam sinematografi, tata suara dan editing.
TEKNIK TATA KAMERA PADA EVENT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) DI CV. PHENOMINCA RADHARANI AA Anom Satria Wibawa; I Kadek Puriartha; I Gusti Ngurah Wirawan
CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI Vol. 2 No. 2 (2022): Jurnal Calaccitra September 2022
Publisher : CALACCITRA: JURNAL FILM DAN TELEVISI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Institut Seni Indonesia Denpasar telah melaksanakan program MBKMmagang atau kerja praktik yang dilaksanakan di tengah masa PandemiCOVID-19, dengan adanya program MBKM magang ini membantumahasiswa untuk lebih mengenal bagaimana dunia industri dan jugamembantu mahasiswa untuk dapat menemukan lapangan pekerjaan21 Jurnal Calaccitradengan lebih mudah. Perkembangan teknologi dan zaman yang semakinmaju dan juga didukung dengan pandemi COVID-19 sehingga membuatsebagaian besar kegiatan masyarakat berbelok arah dari luring menjadidaring, sehingga inilah yang membuat penulis memilih CV. PhenomincaRadharani menjadi tempat pelaksanaan program MBKM magang ini.Dikarenakan kemajuan teknologi yang dimiliki oleh CV. PhenomincaRadharani yang semakin maju dibidang digital dalam masa COVID-19 ini.Salah satu studi kasus yang didalami oleh penulis yakni program acarayang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan mengenaiPeningkatan Peran dan Kompetensi Pemimpin Perubahan, DialogKepemimpinan, dan Penutupan Pelatihan Leadership untuk Pimpinan UPTtahun 2021. Pada program acara tersebut digunakan Teknik tata kameraNatural Framing yang dimana meletakkan objek pada bagian tengah frameyang dimana memiliki tujuan agar penonton lebih fokus terhadap objek.Perbedaan yang signifikan terdapat dari yang telah di pelajari di perguruantinggi yakni dimana pada perguruan tinggi menerapkan Teknik rule of thirdnamun pada CV. Phenominca Radharani lebih menempatkan objek padabagian tengah frame sehingga memberikan kebebasan untuk video jockeyuntuk melakukan pemrosesan terhadap gambar yang telah di hasilkan.