ELA YULAELIAH
Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : SELONDING

KONTRUKSI IDENTITAS BUDAYA SUNDA MASYARAKAT JAWA BARAT DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Ela Yulaeliah
SELONDING Vol 16, No 2 (2020): SEPTEMBER 2020
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v16i2.5054

Abstract

Kontruksi suatu budaya masyarakat pada sebuah wilayah, secara fungsional dapat diamati dari sejarah perkembangan nilai guna pada masa lalu, sekarang dan yang akan datang, seperti seni pertunjukan Sunda masyarakat Jawa Barat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Eksistensi seni pertunjukan sunda menjadi sebuah fenomena yang menarik, karena mampu memposisikan diri ditengah-tengah kemapanan budaya lokal.Perpindahan penduduk Jawa Barat ke Yogyakarta, menyebabkan hadirnya seni pertunjukan Sunda di Yogyakarta sehingga memberi dampak positif terhadap segi kehidupan masyarakat Jawa Barat. Orang Jawa Barat banyak saling mengenal karena sering bertemu dalam acara seni, misalnya dalam latihan membuat karya atau pementasan yang dilaksanakan secara kelompok baik di asrama kabupaten, instansi pemerintahan, Perguruan Tinggi, atau di sanggar-sanggar kesenian. Metode deskriptif analisis dengan pendekatan emik digunakan untuk melihat fenomena kebudayan yang ada di masyarakat berdasarkan pemilik budayanya. Penelitian menunjukkan bahwa kontruksi identitas budaya masyarakat Sunda melalui seni pertunjukan Sunda digunakan diawali dari fungsi sebagai sarana pendidikan, presentasi estetis, serta sebagai sarana komunikasi untuk mempererat hubungan antar sesama warga Jawa Barat. Seni pertunjukan Sunda di Yogyakata lebih berfungsi sebagai alat komunikasi, alat pemersatu etnis Sunda untuk mempererat tali silaturahim di antara warga Jawa Barat
TARAWANGSA DAN JENTRENG DALAM UPACARA NGALAKSA DI RANCAKALONG SUMEDANG JAWA BARAT (Sebagai Sarana Komunikasi Warga) Ela Yulaeliah
SELONDING Vol.3, No.1, 2006
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2311.056 KB) | DOI: 10.24821/selonding.v3i1.5

Abstract

Ngalaksa ceremony is an expression of thankfulness to the God for His gift allowing the the rice harvest. The ceremony is conducted by six villagers in district Rancakalong Sumedang regency and lasts six days and nights with the accompaniment of tarawangsa and jentreng music played countinously. This ceremony is held once in a year following the rice harvest and at the same time regarded as the preparation of the next plant season. Apart from the thankfulness expression, ngalaksa is also considered as an honour of people toward Dewi Sri (the rice Goddess) and as a meeting and communicating arena of the people. Ngalaksa is commenced with the making of laksa (a kind of porrage made of the rice flour, wrapped with congkok leaves {a sort of leaves similar to coconut leaves}, which have been steamed before). The certain people believe that if the number of laksa packages is more than those in the last year, the result of harvest in the next year would be better. There are usually hundreds o/laksa distributed to all participants of the ceremony. The process of making laksa spends four to five days. In the seventh day, regarded as the ultimate days, there is an activity to get the rice into the barn (lumbung) as a symbol of getting rice back to the higher place. At that time, the participants dance with spontaneous movement that is accompanied with tarawangsa am/jentreng music. They are sure that at the time, ancestor spirits including Dewi Sri get down to the earth and dance together with them.
PERUBAHAN GENRANG PALILI’ DALAM RITUAL ADAT MAPPALILI’ DI KELURAHAN BONTOMATE’NE KECAMATAN SEGERI KABUPATEN PANGKAJE’NE DAN KEPULAUAN SULAWESI SELATAN Agim Gunawan; Ela Yulaeliah; Amir Razak
SELONDING Vol 19, No 2 (2023): September 2023
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/sl.v19i2.7743

Abstract

ABSTRAKGenrang palili’ merupakan ansambel musik yang memiliki peran penting dalam ritual adat Mappalili’ di Kelurahan Bontomate’ne, Kecamatan Segeri, Kabupaten Pangkaje’ne dan Kepulauan, Sulawesi Selatan. Ritual ini menyangkut keselamatan dan kemakmuran masyarakat Bontomate’ne, terutama agar terhindar dari penyakit, bencana, serta gangguan hama dari segi pertanian. Mappalili’ merupakan ritual adat yang dilaksanakan oleh masyarakat Bontomate’ne, dengan tujuan mengarak alat kerajaan berkeliling kampung, dalam hal ini ialah rakkala (alat bajak). Seiring berjalannya waktu, terdapat perubahan-perubahan yang terjadi di dalam Mappalili’, baik itu perubahan secara musikal, maupun non musikal. Perubahan tersebut dibagi menjadi faktor eksternal, yaitu perubahan yang terjadi akibat masuknya teknologi dan globalisasi ke dalam masyarakat, dan faktor internal, yaitu perubahan karena pemilik kebudayaan itu sendiri.