Setiawan, Dwi Cahyo Budi
Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Kadar Malondialdehid Tikus Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Terapi Ekstrak Media Penumbuh Sel Punca Mesenkimal Ida Fitriana; Agustina Dwi Wijayanti; Puspa Wikan Sari; Raden Gagak Donny Satria; Dwi Cahyo Budi Setiawan; Yuda Heru Fibrianto; Widagdo Sri Nugroho
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 5 No. 1 (2017): Januari 2017
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.67 KB) | DOI: 10.29244/avi.5.1.29-36

Abstract

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ekstrak media penumbuh sel punca mesenkimal (EMPSPM), tanpa sel punca itu sendiri, telah ditemukan terdapat berbagai faktor tropik hasil sekresi sel punca mesenkimal di dalam media kultur yang dapat meregenerasi jaringan yang rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma dan ginjal tikus diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan terapi EMPSPM. Dua puluh lima ekor tikus wistar digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kelompok DMT2 + 0,05 ml/kg BB EMPSPM (0,05); kelompok DMT2 + 0,1 ml/kg BB EMPSPM (0,1); kelompok DMT2 + 0,2 ml/kg BB EMPSPM (0,2), kelompok kontrol DMT2 (DMT2), dan kelompok sehat (KS). Induksi DMT2 dengan menggunakan streptozotosin nikotinamid (STZ-NA). Terapi mulai dilakukan pada hari ke 7 setelah kondisi DM tercapai, diberikan 4 kali dengan selang waktu 7 hari secara intraperitoneal. Data kadar glukosa darah dan MDA dianalisi secara statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi DMT2 dengan STZ-NA dapat menaikkan kadar glukosa dan MDA dalam darah (P<0,05). Terapi 0,05; 0,1; dan 0,2 ml/kg BB EMPSPM menunjukkan dapat menurunkan kadar glukosa darah, kadar MDA plasma dan ginjal (P<0,05). Kadar 0,2 ml/kg BB EMPSPM menunjukkan aktifitas lebih baik dalam menurunkan kadar glukosa darah dan MDA. Berdasarkan penelitian ini, EMPSPM dapat menurunkan kadar glukosa darah serta kadar MDA dalam darah dan ginjal tikus DMT2.
Hubungan Kadar Albumin dan Enrofloksasin dalam Plasma Anjing yang Diterapi Enrofloksasin Agustina Dwi Wijayanti; Dwi Cahyo Budi Setiawan
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 5 No. 1 (2017): Januari 2017
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (200.683 KB) | DOI: 10.29244/avi.5.1.42-46

Abstract

Ikatan protein plasma terutama albumin dengan obat merupakan faktor penting yang harus dipertimbangan dalam terapi pada hewan. Hewan sakit umumnya mengalami hipoalbuminemia yang diakibatkan oleh kurangnya asupan nutrisi atau gangguan metabolisme protein pembentukan albumin akibat agen penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar albumin pada pasien anjing yang sedang diterapi enrofloksasin dengan kadar enrofloksasin dalam plasma, untuk mengetahui seberapa besar persentase obat bebas yang memiliki nilai terapetik. Sampel darah diambil dari 10 pasien anjing dewasa berbagai ras satu jam setelah injeksi intra muskuler enrofloksasin dosis terapi (10 mg/kg berat badan) dan dimasukkan ke dalam tabung mengandung heparin. Sebagai pembanding juga dilakukan sampling darah terhadap 5 ekor anjing dewasa sehat berbagai ras untuk melihat kadar albumin dan kadar obat secara in vitro. Plasma diperoleh setelah proses sentrifugasi dan albumin diukur dengan metode bromcresolgreen serta kadar enrofloksasin diukur secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Hasil pengukuran kadar albumin menunjukkan perbedaan yang signifikan antara anjing sehat dan sakit yaitu 3,10 : 2,24 g/dL (P<0,05). Hasil pengukuran kadar enrofloksasin plasma anjing sakit menunjukkan rerata kadar 1,10 μg/mL, atau setara pada kadar albumin 1,7-2,6 g/dL pada uji kadar obat secara in vitro. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin rendah kadar albumin maka kadar enrofloksasin yang terukur semakin tinggi, yang menunjukkan semakin rendah persentase ikatan albumin-obat.
Reaksi Transfusi pada Kucing Hipoalbuminemia yang Diinfus dengan Human Serum Albumin 20% Putu Devi Jayanti; Julitha Dewitri Merthayasa; Soedarmanto Indarjulianto; Anggi Novita Sari; Dwi Cahyo Budi Setiawan; Agustina Dwi Wijayanti
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 7 No. 1 (2019): Januari 2019
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.216 KB) | DOI: 10.29244/avi.7.1.11-16

Abstract

Hipoalbuminemia umum terjadi pada hewan sakit yang dapat memperburuk kesembuhan beberapa penyakit karena berkorelasi dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Infus human serum albumin 20% digunakan sebagai terapi suportif pada kasus hipoalbuminemia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reaksi transfusi yang dihasilkan pada kucing hipoalbuminemia yang diinfus human serum albumin 20% berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan pengamatan tanda klinis. Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kucing berbagai ras, dewasa umur 1-3 tahun, jantan maupun betina dengan kondisi hipoalbuminemia. Dilakukan pengambilan darah sebelum terapi dan penghitungan defisit kadar albumin. Larutan human serum albumin 20% diberikan melalui infus intravena dengan dosis tunggal selama 4-5 jam. Volume albumin yang diberikan dihitung menggunakan modifikasi rumus dan metode Hackner. Data hasil pengamatan reaksi transfusi yang dihasilkan pada kucing hipoalbuminemia dianalisis secara deskriptif. Pada kucing terjadi reaksi transfusi segera yang meliputi terjadinya peningkatan suhu rektal, aritmia jantung, ritme napas ireguler, tremor, dan kelemahan, yang umumnya teramati pada 1 jam pertama selama infus. Sementara itu, reaksi transfusi tertunda meliputi penurunan nafsu makan, kelemahan, edema perifer, erithema, kepincangan, ultikaria, lesi kulit, diare, dan inflamasi perivaskuler. Penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi infus human serum albumin 20% menghasilkan reaksi transfusi segera maupun tertunda yang teramati pada 8 ekor kucing. Tidak ditemui adanya reaksi merugikan yang parah selama aplikasi infus human serum albumin 20%.
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya, Daun Kemangi Serta Temu Ireng, dan Madu terhadap Bakteri Serratia marcescens (ANTIBACTERIAL ACTIVITY OF PAPAYA LEAVES, BASIL LEAVES AND CURCUMA AERUGINOSA EXTRACT AND HONEY AGAINST SERRATIA MARCESCENS) Yovita Devina; Vinsa Cantya Prakasita; Dwi Cahyo Budi Setiawan; Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni
Jurnal Veteriner Vol 21 No 2 (2020)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.676 KB)

Abstract

Antibiotic Growth Promoters (AGPs) are antibiotics that are used commonly in livestock farming to increase animals growth rate. The use of AGP has been prohibited in Indonesia (No.14/Permentan/PK.350/ 5/2017). AGP banning urges some innovations to find the alternative of AGP and one of them is utilization of natural resources. Papaya leaves, basil leaves, Curcuma aeruginosa rhizomes and honey contain flavonoid that has antibacterial activity. The purpose of this research is to know the effect of Papaya leaves, basil leaves, Curcuma aeruginosa rhizomes and honey against Serratia marcescens growth. Re-identification of Serratia marcescens were done by looking at the colony morphology, cell morphology and biochemical tests. Antibacterial activity of ethanol (100%) and aquades (33.33%) extract of the herbals and the honey (100%) against Serratia marcescens were tested by disc diffusion method. Each test was repeated 2 times. The results showed that Lanceng (Trigona bee) honey from Gunung Kidul, Black honey from Lombok, White honey from Lombok, ethanol and aquades extract of the herbals are not effective to inhibit Serratia marcescens’s growth. Commercial honey (7.59±0.22 mm) has the highest antibacterial acivity to Serratia marcescens, followed by honey from Kupang (6.69±0.21 mm). Commercial honey and honey from Kupang have moderate antibacterial activity. It can be cocluded that comercial honey and honey from Kupang can ihibit Serratia marcescens’s growth
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya, Daun Kemangi Serta Temu Ireng, dan Madu terhadap Bakteri Serratia marcescens Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni; Yovita Devina; Vinsa Cantya Prakasita; Dwi Cahyo Budi Setiawan
Jurnal Veteriner Vol 23 No 4 (2022)
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University and Published in collaboration with the Indonesia Veterinarian Association

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/jveteriner.2022.23.4.465

Abstract

Antibiotic Growth Promoters (AGPs) are antibiotics that are used commonly in livestock farming to increase animals growth rate. The use of AGP has been prohibited in Indonesia (No.14/PERMENTAN/PK.350/5/2017). AGP banning urges some innovations to find the alternative of AGP and one of them is utilization of natural resources. Papaya leaves, basil leaves, Curcuma aeruginosa rhizomes and honey contain flavonoid that has antibacterial activity. The purpose of this research is to know the effect of Papaya leaves, basil leaves, Curcuma aeruginosa rhizomes and honey against Serratia marcescens growth. Re-identification of Serratia marcescens were done by looking at the colony morphology, cell morphology and biochemical tests. Antibacterial activity of ethanol (100%) and aquades (33.33%) extract of the herbals and the honey (100%) against Serratia marcescens were tested by disc diffusion method. Each test was repeated 2 times. The results showed that Lanceng (Trigona bee) honey from Gunung Kidul, Black honey from Lombok, White honey from Lombok, ethanol and aquades extract of the herbals are not effective to inhibit Serratia marcescens growth. Commercial honey (7.59±.22 mm) has the highest antibacterial acivity to Serratia marcescens, followed by honey from Kupang (6.69±.21 mm). Commercial honey and honey from Kupang have moderate antibacterial activity.