Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

SPEKTRUM SUARA GULAMAH SEBAGAI KAJIAN AWAL PEMBUATAN RUMPON: KASUS DI PERAIRAN TUBAN, JAWA TIMUR Eko Sulkhani Yulianto; Alfan Jauhari; Dewa Gedhe Raka Wiadnya; Sunardi Sunardi; Muhammad Arif Rahman
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 9 No 2 (2018): NOVEMBER 2018
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2180.205 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.9.169-176

Abstract

One of the leading commodities in the North Coast of East Java which has a large production is gulamah (Sciaenidae). This fish is one of the marine fisheries commodities that have high potential. Previously the use of gulamah was limited to fresh fish and dried fish. Lately these organs in fish (swimming bladders) have also been widely used and actually have much higher economic value. The high economic value of these commodities has implications for the increasing pressure on exploitation of these fish. In fact, sometimes arrests are made without regard to responsible fishing rules. Gulamah is one type of fish that often makes a “croak” sound in its behavioral activities. Study of the schooling sound spectrum of gulamah (Sciaenidae) as a preliminary study for the manufacture of effective and environmentally friendly Sound-Fish Aggreagating Device as one of the food security instruments for marine fisheries products. So it isexpected that with the introduction of new technologies that are efficient, effective, simple and can provide economic added value for fishermen. Analytical descriptive research method and experimental fishing, the data collected is the sound spectrum data schooling gulamah (Sciaenidae), where data collection is carried out at Tombokboyo Waters, Tuban, East Java. The results showed that gulamah in Tombokboyo waters issued a sound with an average amplitude of around -54,97 dB, an average frequency of 732,129 Hz, with a sound duration of 130 miliseconds
PERHITUNGAN GT KAPAL IKAN BERDASARKAN PERATURAN DI INDONESIA DAN PEMODELAN KAPAL DENGAN DIBANTU KOMPUTER (STUDI KASUS KAPAL IKAN MUNCAR DAN PRIGI) Sunardi Sunardi; Achmad Baidowi; Eko Sulkhani Yulianto
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 10 No. 2 (2019): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (780.116 KB) | DOI: 10.29244/jmf.v10i2.29495

Abstract

A gross tonnage (GT) is a volume capacity of fishing vessel regarding its role in the fisheries resource utilization and management affairs. Information regarding GT is important, hence there is a need to conduct measurement in objective manner. The result of GT recalculation conducted by the Ministry of Transportation on under 30 GT fishing vessels showed that there is a significant difference between the documented GT and recalculated GT which indicates a massive mark down. Consequently, most of owners decline the later result as it goes higher and has impact on operational cost. Regarding that problem, this paper investigates the GT calculation process in Indonesia. In order to provide objective measurement, this research compares the existing GT calculation method and numerical computation. The result reveals that both methods produced different GT, which is about 32% gap for fishing vessels in Muncar and 27% gap in Prigi.Keywords: Gross tonnage, fishing boat, measurement, numerical computation
Aplikasi Akaike Information Criterion (AIC) pada Perhitungan Efisiensi Teknis Perikanan Pukat Cincin di Tuban, Jawa Timur Ledhyane Ika Harlyan; Eko Sulkhani Yulianto; Yulis Fitriani; Sunardi
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 11 No. 2 (2020): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jmf.v11i2.38550

Abstract

ABSTRAK Perikanan pukat cincin di Tuban memiliki kontribusi yang tinggi dalam menciptakan variasi hasil tangkapan. Hal ini disebabkan oleh beragamnya metode pengoperasian yang digunakan yang tergambar pada empat faktor produksi yaitu ukuran kapal, jarak daerah penangkapan ikan, jumlah trip dan jumlah anak buah kapal (ABK) yang diambil dengan metode wawancara kepada 60 responden. Metode Akaike Information Criterion (AIC) merupakan metode analisis yang digunakan memperoleh model faktor produksi yang terbaik dengan menggunakan estimasi maximum likelihood sebagai perhitungan yang sesuai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model produksi terbaik dengan menggunakan AIC sehingga diperoleh hasil tangkapan yang optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah trip merupakan variabel penentu kuantitas hasil tangkapan. Sinkronisasi informasi jumlah trip optimal dan ketentuan upaya penangkapan yang diperbolehkan dapat dijadikan dasar pengelolaan perikanan perikanan pukat cincin di Tuban. Kata Kunci: faktor produksi, ukuran kapal, jarak DPI, jumlah trip, jumlah ABK
Rancang Bangun dan Uji Hidrostatis Bubu Multifunnel Untuk Penangkapan Ikan Karang Eko Sulkhani Yulianto; Muhammad Arif Rahman; Mihrobi Khalwatu Rihmi; Sukandar Sukandar; Dewa Gede Raka Wiadnya; Ali Muntaha; Sunardi Sunardi
Journal of Innovation and Applied Technology Vol 7, No 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jiat.2021.007.01.3

Abstract

Bubu merupakan alat tangkap paling memungkinkan untuk penangkapan ikan hias karang. Namun dalam pengoperasiannya masih sering terjadi kegagalan akibat hempasan arus yang menyebabkan posisi bubu terbalik. Melalui rekayasa bubu lipat multifunnel, diharapkan permasalahan tersebut dapat dikurangi. Tujuan penelitian ini adalah merekayasa bubu lipat multifunnel, menghitung nilai hidrostatis serta uji coba penangkapan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dan ekperimental fishing. Bubu lipat terdiri dari rangka besi, badan jaring, mulut bubu, tempat umpan serta pintu hasil tangkapan. Bubu didesain mempunyai enam mulut pada bagian sisi samping, bagian rangka hanya terdapat pada sisi atas dan bawah. Proses terbukanya bubu ketika dalam air karena adanya gaya apung pada rangka atas yang lebih besar dibandingkan gaya tenggelam pada rangka bawah. Besar gaya pada rangka atas -0,2344 kgf, rangka bawah 2,2753 kgf dan gaya total bubu sebesar 2,0409 kgf. Uji coba penangkapan memperoleh ikan kerapu, ikan kakatua dan morai.
Habitat Buatan Cumi Untuk Menunjang Konservasi dan Wisata Bahari Pantai Pangi, Blitar Ali Muntaha; Sunardi Sunardi; Zainul Abidin; Sukandar Sukandar; Edriana Pangestuti; Eko Sulkhani Yulianto; Hanif Rafdhiansyah Insani; Fatrah Sulaeman Hutasuhut
Jurnal Pengabdian Masyarakat (abdira) Vol 2, No 2 (2022): Abdira, April
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/abdira.v2i2.121

Abstract

This community service activity for the Doctoral Serving UB funding scheme is one of the efforts to help partners in Pangi Beach in managing Pangi beach marine tourism. The activity will be held from June to November 2021 located on Pangi beach. There are three main activities, namely discussions with partners, designing and producing artificial squid habitats and finally setting up artificial squid habitats on the seabed of Pangi beach. The method implemented in this service is workshop, training, discussion and assistance starting from training to setting 4 artificial squid habitat units on Pangi beach which is carried out well. The results of the activities in addition to the installation of artificial squid habitats, are also the transfer of knowledge in conservation-based tourism management. The follow-up activity is monitoring which is planned to be carried out through Internship and Student Thesis Research activities in 2022. Cooperation and public awareness (partners) of the importance of developing conservation-based tourism are the main things for this service activity to run well.
Hubungan antar ukuran beberapa bagian tubuh rajungan (Portunus pelagicus) di perairan utara Lamongan, Jawa Timur Muhammad Arif Rahman; Feni Iranawati; Eko Sulkhani Yulianto; Sunardi Sunardi
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol 3, No 1 (2019): JFMR VOL 3 NO.1
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1163.133 KB) | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2019.003.01.16

Abstract

Rajungan (portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas penting perikanan Indonesia. Pengetahuan tentang aspek biologi rajungan, termasuk hubungan antar ukuran bagian-bagian tubuhnya (morfometrik) dan sebaran lebar karapas serta beratnya, akan berguna sebagai salah satu informasi dalam pengelolaan rajungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lebar karapas- berat rajungan, hubungan lebar-panjang-tinggi karapas, serta sebaran lebar dan berat rajungan. Metode yang digunakan adalah survei dengan pengambilan sample secara acak pada 2 (dua) titik pendaratan ikan di perairan utara Lamongan, khusunya kecamatan Paciran pada bulan Juli sampai September 2018. Hasil penelitian menunjukkan sifat pertumbuhan isometrik untuk rajungan betina dan allometrik positif untuk rajungan jantan. Selain itu, didapatkan hubungan linear positif dengan nilai a = 0,06 dan b = 0,45 untuk lebar-panjang karapas serta nilai a = 0,06 dan b = 0,25 untuk lebar-tinggi karapas. Rajungan betina paling banyak ditangkap pada lebar karapas 12-13 cm dan berat 100 g, sedangkan rajungan jantan sering ditangkap dengan lebar karapas 11 cm dan berat 80-90 g.  Masih adanya rajungan dibawah ukuran lebar karapas 10 cm yang tertangkap (lebar karapas diatas 10 cm adalah aturan rajungan yang boleh ditangkap sesuai dengan PER MEN KP 56/2016), maka informasi tentang hubungan lebar-panjang-tinggi rajungan dapat dijadikan masukan untuk melakukan modifikasi alat tangkap, misalnya mendesain ukuran celah pelolosan pada bubu, agar rajungan dengan lebar karapas dibawah 10 cm dapat keluar dari alat tangkap.
UJI LABORATORIUM KESESUAIAN UKURAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT TERHADAP TINGKAT PELOLOSAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) Muhammad Arif Rahman; Ledhyane Ika Harlyan; Feni Iranawati; Riska Oktaviana; Imam Subali; Eko Sulkhani Yulianto
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 26, No 3 (2020): (September) 2020
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jppi.26.3.2020.159-166

Abstract

Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting yang ditangkap dengan alat tangkap pasif, seperti bubu lipat. Penggunaan celah pelolosan pada bubu diharapkan mampu memenuhi ukuran rajungan yang diperbolehkan untuk ditangkap sebagaimana yang tertulis pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan 12/2020 (lebar karapas >10 cm). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ukuran celah pelolosan yang sesuai untuk meloloskan rajungan dengan lebar karapas 10 cm serta mampu menahan rajungan dengan lebar karapas >10 cm. Sebanyak 30 ekor rajungan dengan lebar karapas 9-10,8 cm diuji cobakan terhadap tiga ukuran celah pelolosan yang berbeda (4,6 x 2,6 cm; 5 x 3 cm; dan 7 x 2,5 cm), dengan tiga kali ulangan. Uji coba dilaksanakan di laboratorium pada bulan Maret 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tingkat pelolosan rajungan pada ketiga ukuran celah pelolosan. Meski demikian, ukuran 4,6 x 2,6 cm diyakini merupakan ukuran yang paling efektif karena mampu meloloskan rajungan dengan lebar karapas 10 cm (46,9%), serta paling bagus dalam menahan rajungan dengan lebar karapas >10 cm tetap berada di dalam bubu. Percobaan lapang terhadap ukuran celah pelolosan ini pada beberapa perairan diperlukan untuk mengkonfirmasi penggunaannya pada perikanan rajungan.The blue swimming crab (Portunus pelagicus, BSC) is one of fishery commodities caught by passive gears, such as collapsible traps. The use of escape-vent on traps was supposed to comply with the legal size of BSC’s catch declared in the Ministerial Decree 12/2020 (i.e. >10 cm of carapace width). To determine an appropriate escape-vent size which is able to release BSC of 10 cm Carapace Width (CW) and to retain BSC of > 10 cm CW, 30 samples of BSC were tested on three different sizes of escape-vent (4.6 x 2.6 cm; 5 x 3 cm; and 7 x 2.5 cm) with three replications of each size. The results show that there was no significant difference of BSC’s escape rate among the escape-vent sizes. However, the size of 4.6 x 2.6 cm was assumed as the most effective escape-vent as it could release BSC of 10 cm CW (46.9%), and best to retain BSC of >10 cm CW inside the trap compared to other sizes. Field investigation might be needed to confirm the effect of the appropriate escape-vent size of collapsible trap on BSC fishery.
Peningkatan Pelayanan Ekowisata Badher Bank Melalui Pendampingan Manajemen Kelompok Muammar Kadhafi; Ledhyane Ika Harlyan; Tri Djoko Lelono; Sukandar Sukandar; Sunardi Sunardi; Abu Bakar Sambah; Eko Sulkhani Yulianto; Darmawan Ockto Sutjipto; Yasinta Rahmaningtyas; Tantowi Joan Fauzi
Jurnal Pengabdian Masyarakat (ABDIRA) Vol 2, No 3 (2022): Abdira, Juli
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/abdira.v2i3.168

Abstract

Tawangrejo fishers located in Binangun, Blitar are a group of fishers who conducted destructed fishing. Once fish population decreased, they believed that they must recover the fish population in the Brantas river, especially for a ray-finned fish, Puntius bramoides (Valenciennes, 1842) that live endemic, by forming Community based surveillance named POKMASWAS Fajar Bengawan. The POKMASWAS actively monitor and prohibit destructive fishing, also initiate ecotourism called Badher Bank such as river tracking, fish feeding and fishing. However, Badher Bank still has some constraints related to service management and infrastructure availability. Therefore, the aim of these activities was to increase the service of Badher Bank ecotourism by assisting the group management and building a rest facility for tourists. The results of these activities were the workshop and capacity building for POKMASWAS and the provision of a gazebo. Now, Badher Bank has been well managed with improved management skills and excellent ecotourism services.
Hubungan antar ukuran beberapa bagian tubuh rajungan (Portunus pelagicus) di perairan utara Lamongan, Jawa Timur Muhammad Arif Rahman; Feni Iranawati; Eko Sulkhani Yulianto; Sunardi Sunardi
JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research) Vol. 3 No. 1 (2019): JFMR
Publisher : JFMR (Journal of Fisheries and Marine Research)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jfmr.2019.003.01.16

Abstract

Rajungan (portunus pelagicus) merupakan salah satu komoditas penting perikanan Indonesia. Pengetahuan tentang aspek biologi rajungan, termasuk hubungan antar ukuran bagian-bagian tubuhnya (morfometrik) dan sebaran lebar karapas serta beratnya, akan berguna sebagai salah satu informasi dalam pengelolaan rajungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lebar karapas- berat rajungan, hubungan lebar-panjang-tinggi karapas, serta sebaran lebar dan berat rajungan. Metode yang digunakan adalah survei dengan pengambilan sample secara acak pada 2 (dua) titik pendaratan ikan di perairan utara Lamongan, khusunya kecamatan Paciran pada bulan Juli sampai September 2018. Hasil penelitian menunjukkan sifat pertumbuhan isometrik untuk rajungan betina dan allometrik positif untuk rajungan jantan. Selain itu, didapatkan hubungan linear positif dengan nilai a = 0,06 dan b = 0,45 untuk lebar-panjang karapas serta nilai a = 0,06 dan b = 0,25 untuk lebar-tinggi karapas. Rajungan betina paling banyak ditangkap pada lebar karapas 12-13 cm dan berat 100 g, sedangkan rajungan jantan sering ditangkap dengan lebar karapas 11 cm dan berat 80-90 g.  Masih adanya rajungan dibawah ukuran lebar karapas 10 cm yang tertangkap (lebar karapas diatas 10 cm adalah aturan rajungan yang boleh ditangkap sesuai dengan PER MEN KP 56/2016), maka informasi tentang hubungan lebar-panjang-tinggi rajungan dapat dijadikan masukan untuk melakukan modifikasi alat tangkap, misalnya mendesain ukuran celah pelolosan pada bubu, agar rajungan dengan lebar karapas dibawah 10 cm dapat keluar dari alat tangkap.