Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search
Journal : UNES Journal of Swara Justisia

EKSISTENSI PERBUATAN MELAWAN HUKUM SECARA MATERIIL (MATERIELE WEDERRECHTELIJKHEID) DALAM ARTI NEGATIF TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Indah Nadilla; Elwi Danil; Yoserwan Yoserwan
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.319

Abstract

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia. Korupsi tidak hanya merugikan kekayaan dan keuangan negara, namun korupsi juga menghilangkan legitimasi penegakan hukum dengan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Dalam upaya penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi diperlukannya kepastian hukum agar Hakim dapat malahirkan putusan yang adil dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun terjadi persoalan terkait penafsiran hukum terhadap Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK) khususnya pada bagian penjelasan pasal mengenai perbuatan melawan hukum materiil (Materiele Wederrechtelijkheid). Persoalan ini lahir akibat judicial review ke Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Putusan 003/PUU-VI/2006. Maka untuk Menjawab persoalan tersebut, perlu diketahui bagaimana pengaturan dan penafsiran serta eksistensi perbuatan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijkheid) dalam arti negatif terhadap tindak pidana korupsi. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Perbuatan melawan hukum materiil dalam arti positif akibat lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi dianggap bertentangan dengan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga hanya perbuatan melawan hukum materiil dalam fungsi negatif saja yang masih berlaku. Kemudian dalam pengejawantahan delik tersebut, hakim haruslah melakukan penafsiran hukum yang ideal guna terciptanya kepastian hukum terhadap Pasal 2 ayat (1) UU PTPK tersebut.
PEMOLISIAN MASYARAKAT DI BIDANG PENEGAKAN HUKUM PIDANA Yoserwan Yoserwan
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.320

Abstract

Kepolisian merupakan lembaga pemerintahan memegang peranan penting dalam mewujudkan ketertiban, keamanan dan ketenteraman masyarakatat. Pelaksanaan tugas, kewenangan dan fungsi kepolisian tersebut merupakan pra-kondisi tercapainya tujuan nasional. Secara khusus tugas dan wewenang kepolisian adalah penegakan hukum pidana, sebagai perlindungan terhadap hak warganegara, Dalam perkembangannya, tugas, wewenang dan fungsi kepolisian tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lembaga kepolisian saja, melainkan membutuhkah keterlibatan masyarakat dalam bentuk Pemolisian Masyarakat (Community Policing). Tulisan ini membahas pemolisan masyarakat dalam penegakan hukum. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan penelitian hukum normatif dengan menghimpun data sekunder baik dalam bentuk bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemolisian Masyarakat merupakan upaya untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan kepolisian sekaligus untuk menciptakan ketertiban dan keamanan yang berbasis masyarakat. Kebijakan Pemolisian Masyarakat merupakan proses demokratisasi dan upaya untuk menciptakan institusi kepolisian yang sejalan dangan prinsip-prinsip demokrasi. Kebijakan Pemolisian Masyarakat di bidang penegakan hukum tidak bisa dipisahkan dari filosofi Kepolisian Indonesia dan sudah diadopsi dan diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Pemolisian Masyarakat sudah dilaksanakan melalui keadilan restoratif, diversi media penal dan secara hukum adat. Penerapannya sejalan dengan perasaan hukum masyarakat. Kedepannya, perlu dilakukan upaya untuk mengoptimalkan penerapan kebijakan Pemolisian Masyarakat dan penguatannya melalui perundang-undangan, khususnya dalam hukum acara pidana.
PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA OLEH NOTARIS DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Ridho Ridho Ilham; Elwi Danil; Yoserwan .
UNES Journal of Swara Justisia Vol 3 No 4 (2020): UNES Journal of Swara Justisia (Januari 2020)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dilibatkannya notaris sebagai pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasa tindak pidana pencucian uang memunculkan dilema, notaris diberi kewajiban baru untuk menerapakan prinsip mengenali pengguna jasa dan melaporkan setiap transaksi yang dinalai mencurigakan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam ketentuan rahasia jabatan notaris Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya wajib untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Dalam Pasal tersebut jelas-jelas berbunyi hanya Undang-Undang yang bisa membuka jabatan notaris. Sedangkan jabatan notaris dimasukkan sebagai pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang diatur melalui peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang pihak pelapor dalam tindak pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang.
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Dikaitkan dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik: Studi Putusan Nomor 1909 K/Pid.Sus/2021 Indy Zhafira; Ismansyah Ismansyah; Yoserwan Yoserwan
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 3 (2023): UNES Journal of Swara Justisia (Oktober 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i3.408

Abstract

Pencemaran nama baik merupakan salah satu tindak pidana yang termasuk ke dalam kualifikasi penghinaan. Pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tujuan dari adanya aturan hukum tentang pencemaran nama baik ini adalah untuk melindungi harkat dan martabat setiap orang, khususnya mengenai harga diri kehormatan (eer) maupun nama baik (goeden naam) seseorang. Namun dalam penerapannya ditemukan adanya ketidaksesuaian antara aturan hukum pencemaran nama baik yang tertulis dengan apa yang diterapkan oleh hakim selaku aparat penegak hukum. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini ialah menganalisis (1) Pengaturan tindak pidana pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (2) Analisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor 1909K/Pid.Sus/2021 tentang pencemaran nama baik dikaitkan dengan Surat Keputusan Bersama Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang bertumpu pada sumber data sekunder sebagai data rujukan utama. Hasil yang diperoleh dari penelitian didapatkan kesimpulan (1) Pengaturan mengenai tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Untuk menentukan telah dipenuhinya unsur pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE harus merujuk pada Pasal 310 KUHP. (2) Dari putusan nomor 1909K/Pid.Sus/2021 yang penulis teliti, maka dapat dianalisis bahwa putusan hakim dalam perkara tersebut telah menyimpangi beberapa poin pedoman implementasi Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE sebagaimana yang dimuat dalam Surat Keputusan Bersama Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE, tepatnya poin (j) dan (k). Padahal Surat Keputusan Bersama Undang-Undang ITE dikeluarkan pemerintah untuk menjadi pedoman dalam penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang bertujuan menciptakan kepastian hukum.
PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA OLEH NOTARIS DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Ridho Ridho Ilham; Elwi Danil; Yoserwan .
UNES Journal of Swara Justisia Vol 3 No 4 (2020): Unes Journal of Swara Justisia (Januari 2020)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dilibatkannya notaris sebagai pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasa tindak pidana pencucian uang memunculkan dilema, notaris diberi kewajiban baru untuk menerapakan prinsip mengenali pengguna jasa dan melaporkan setiap transaksi yang dinalai mencurigakan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan. Dalam ketentuan rahasia jabatan notaris Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa notaris dalam menjalankan jabatannya wajib untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Dalam Pasal tersebut jelas-jelas berbunyi hanya Undang-Undang yang bisa membuka jabatan notaris. Sedangkan jabatan notaris dimasukkan sebagai pihak pelapor dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang diatur melalui peraturan pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang pihak pelapor dalam tindak pencegahan dan pemberantasan tindak pencucian uang.
EKSISTENSI PERBUATAN MELAWAN HUKUM SECARA MATERIIL (MATERIELE WEDERRECHTELIJKHEID) DALAM ARTI NEGATIF TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI Indah Nadilla; Elwi Danil; Yoserwan Yoserwan
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.319

Abstract

Korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang memerlukan perhatian khusus di Indonesia. Korupsi tidak hanya merugikan kekayaan dan keuangan negara, namun korupsi juga menghilangkan legitimasi penegakan hukum dengan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Dalam upaya penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi diperlukannya kepastian hukum agar Hakim dapat malahirkan putusan yang adil dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun terjadi persoalan terkait penafsiran hukum terhadap Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU PTPK) khususnya pada bagian penjelasan pasal mengenai perbuatan melawan hukum materiil (Materiele Wederrechtelijkheid). Persoalan ini lahir akibat judicial review ke Mahkamah Konstitusi dengan Nomor Putusan 003/PUU-VI/2006. Maka untuk Menjawab persoalan tersebut, perlu diketahui bagaimana pengaturan dan penafsiran serta eksistensi perbuatan melawan hukum materiil (materiele wederrechtelijkheid) dalam arti negatif terhadap tindak pidana korupsi. Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Perbuatan melawan hukum materiil dalam arti positif akibat lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi dianggap bertentangan dengan Pasal 28 D Undang-Undang Dasar Tahun 1945, sehingga hanya perbuatan melawan hukum materiil dalam fungsi negatif saja yang masih berlaku. Kemudian dalam pengejawantahan delik tersebut, hakim haruslah melakukan penafsiran hukum yang ideal guna terciptanya kepastian hukum terhadap Pasal 2 ayat (1) UU PTPK tersebut.
PEMOLISIAN MASYARAKAT DI BIDANG PENEGAKAN HUKUM PIDANA Yoserwan Yoserwan
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 1 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (April 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i1.320

Abstract

Kepolisian merupakan lembaga pemerintahan memegang peranan penting dalam mewujudkan ketertiban, keamanan dan ketenteraman masyarakatat. Pelaksanaan tugas, kewenangan dan fungsi kepolisian tersebut merupakan pra-kondisi tercapainya tujuan nasional. Secara khusus tugas dan wewenang kepolisian adalah penegakan hukum pidana, sebagai perlindungan terhadap hak warganegara, Dalam perkembangannya, tugas, wewenang dan fungsi kepolisian tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada lembaga kepolisian saja, melainkan membutuhkah keterlibatan masyarakat dalam bentuk Pemolisian Masyarakat (Community Policing). Tulisan ini membahas pemolisan masyarakat dalam penegakan hukum. Pembahasan dilakukan dengan menggunakan penelitian hukum normatif dengan menghimpun data sekunder baik dalam bentuk bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemolisian Masyarakat merupakan upaya untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan kepolisian sekaligus untuk menciptakan ketertiban dan keamanan yang berbasis masyarakat. Kebijakan Pemolisian Masyarakat merupakan proses demokratisasi dan upaya untuk menciptakan institusi kepolisian yang sejalan dangan prinsip-prinsip demokrasi. Kebijakan Pemolisian Masyarakat di bidang penegakan hukum tidak bisa dipisahkan dari filosofi Kepolisian Indonesia dan sudah diadopsi dan diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari. Pemolisian Masyarakat sudah dilaksanakan melalui keadilan restoratif, diversi media penal dan secara hukum adat. Penerapannya sejalan dengan perasaan hukum masyarakat. Kedepannya, perlu dilakukan upaya untuk mengoptimalkan penerapan kebijakan Pemolisian Masyarakat dan penguatannya melalui perundang-undangan, khususnya dalam hukum acara pidana.
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Dikaitkan dengan Pasal 27 Ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik: Studi Putusan Nomor 1909 K/Pid.Sus/2021 Indy Zhafira; Ismansyah Ismansyah; Yoserwan Yoserwan
UNES Journal of Swara Justisia Vol 7 No 3 (2023): Unes Journal of Swara Justisia (Oktober 2023)
Publisher : Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ujsj.v7i3.408

Abstract

Pencemaran nama baik merupakan salah satu tindak pidana yang termasuk ke dalam kualifikasi penghinaan. Pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tujuan dari adanya aturan hukum tentang pencemaran nama baik ini adalah untuk melindungi harkat dan martabat setiap orang, khususnya mengenai harga diri kehormatan (eer) maupun nama baik (goeden naam) seseorang. Namun dalam penerapannya ditemukan adanya ketidaksesuaian antara aturan hukum pencemaran nama baik yang tertulis dengan apa yang diterapkan oleh hakim selaku aparat penegak hukum. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini ialah menganalisis (1) Pengaturan tindak pidana pencemaran nama baik dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (2) Analisis pertimbangan hakim dalam putusan nomor 1909K/Pid.Sus/2021 tentang pencemaran nama baik dikaitkan dengan Surat Keputusan Bersama Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang bertumpu pada sumber data sekunder sebagai data rujukan utama. Hasil yang diperoleh dari penelitian didapatkan kesimpulan (1) Pengaturan mengenai tindak pidana pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Untuk menentukan telah dipenuhinya unsur pencemaran nama baik dalam Undang-Undang ITE harus merujuk pada Pasal 310 KUHP. (2) Dari putusan nomor 1909K/Pid.Sus/2021 yang penulis teliti, maka dapat dianalisis bahwa putusan hakim dalam perkara tersebut telah menyimpangi beberapa poin pedoman implementasi Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE sebagaimana yang dimuat dalam Surat Keputusan Bersama Pedoman Implementasi Undang-Undang ITE, tepatnya poin (j) dan (k). Padahal Surat Keputusan Bersama Undang-Undang ITE dikeluarkan pemerintah untuk menjadi pedoman dalam penerapan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang bertujuan menciptakan kepastian hukum.