Tujuan: Mengetahui ada tidaknya penurunan kekuatan otot dasar
panggul selama kehamilan, yang dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
stres inkontinensia urin.
Tempat: Poliklinik Obstetri Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr.
Cipto Mangunkusumo.
Bahan dan cara kerja: Subjek penelitian adalah primigravida.
Penilaian dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing pada kehamilan
20-28 minggu dan 29-36 minggu. Kekuatan otot dasar panggul diukur
dengan alat myofeedback, yaitu Myomed 932 (Enraf Nonius, The Nederlands).
Pasien melakukan 3 kontraksi maksimal dengan interval istirahat
di antaranya. Dari 3 kontraksi tersebut diambil rata-ratanya dalam
satuan hPa dan dijadikan sebagai nilai kekuatan otot dasar panggul.
Hasil: Selama Oktober 2006 hingga Mei 2007, diperoleh 67 subjek
yang memenuhi kriteria penelitian. Karakteristik subjek penelitian:
80,6% berada dalam kelompok umur 18-30 tahun. Hampir berimbang
kelompok subjek yang berpendidikan menengah (56,7%) dan tinggi
(43,3%). Sebagian besar adalah ibu rumah tangga (61,2%). Tiga kelompok
suku bangsa terbanyak yaitu Jawa (29,8%), Betawi (26,9%) dan
Sunda (17,9%). Dengan uji t tidak berpasangan, ditemukan bahwa
kekuatan otot dasar panggul primigravida pada trimester II dan trimester
III tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,936). Rerata pada trimester
II yaitu 30,76 ± 9,60 hPa dan pada trimester III yaitu 30,90 ± 9,67 hPa.
Rerata pada seluruh kehamilan yaitu 30,83 ± 9,60 hPa.
Kesimpulan: Kecenderungan kekuatan otot dasar panggul yang diukur
dengan alat Myomed 932 pada primigravida kehamilan trimester II
adalah 30,76 ± 9,60 hPa dan trimester III adalah 30,90 ± 9,67 hPa. Tidak
terdapat perbedaan bermakna kekuatan otot dasar panggul pada primigravida
kehamilan trimester II dan trimester III.
[Maj Obstet Ginekol Indones 2008; 32-2: 77-81]
Kata kunci: otot dasar panggul, kekuatan, primigravida, stres inkontinensia
urin