Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

PERBUATAN MELAWAN HUKUM OLEH HOTEL TERKAIT MENJALANKAN USAHA PAKET WISATA PERJALANAN DI BALI Makawangkel, Petrus Stefano Roberto; Saimima, Ika Dewi Sartika
KRTHA BHAYANGKARA Vol. 12 No. 2 (2018): KRTHA BHAYANGKARA: DECEMBER 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (402.198 KB) | DOI: 10.31599/krtha.v12i2.24

Abstract

Dalam menunjang kepariwisataan Bali, hotel sebagai usaha sarana pariwisata di bidang penyediaan akomodasi tentunya menjadi faktor penunjang yang sangat penting. Namun dari data yang diperoleh Dinas Pariwisata Provinsi Bali, tingkat hunian hotel berbintang dari tahun 2013 sampai 2017 tidak mengalami kenaikan yang menggembirakan, bahkan cenderung stagnan. Hal tersebut menyebabkan munculnya inovasi yang “kebablasan” yang berakibat pada persaingan tidak sehat antara hotel dengan Biro Perjalanan Wisata. Banyak hotel menjalankan paket perjalanan wisata yang lazim menjadi ‘market” Biro Perjalanan Wisata. Padahal hotel sudah jelas porsinya, yang berhak jual paket tour itu adalah Biro Perjalanan Wisata. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak Biro Perjalanan Wisata, dan yang lebih bahaya lagi jika di biarkan terus terjadi maka dapat menimbulkan ketidakseimbangan iklim usaha pariwisata yang dapat mengakibatkan terjadinya “ tourism kills tourism”. Hotel yang menjalankan paket perjalanan wisata secara langsung maupun tidak langsung merebut dan mengurangi “market” bagi pelaku usaha Biro Perjalanan Wisata sehingga mengakibatkan kerugian baik materiil maupun immaterial dan perbuatan pihak hotel tersebut merupakan pelanggaran hukum yang berlaku. Kejadian ini merupakan peristiwa hukum yang terkait Perbuatan Melawan Hukum oleh pihak hotel karena menjalankan usaha paket perjalanan wisata yang seharusnya menjadi lingkup usaha pihak Biro Perjalanan Wisata. Dimana masalah ini dapat diselesaikan melalui jalur hukum berupa gugatan perdata oleh pihak yang dirugikan, dalam hal ini pihak Biro Perjalanan Wisata atas Perbuatan Melawan Hukum yang berdampak kerugian, yang dilakukan oleh pihak hotel.
Anak Korban Tindak Pidana Perundungan (Cyberbullying) Di Media Sosial Saimima, Ika Dewi Sartika; Rahayu , Anita Pristiani
Jurnal Kajian Ilmiah Vol. 20 No. 2 (2020): Mei 2020
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Publikasi (LPPMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.242 KB) | DOI: 10.31599/jki.v20i2.102

Abstract

Abstract The existence of information technology now dramatically influences people's lives. Technology with all the programs and facilities offered makes its users often ignore security for themselves. In this digital era, cyber bullying case is a topic that is often experienced by children. Cyber bullying actually damages the lives and reputations of the children. The main problem of cyber bullying is a big problem and a big issue in the Indonesian legal sphere. The main issue to be addressed in this paper is the lack of legislation that can provide legal protection to children who are victims of cyber bullying. The existing legal products have become ineffective because they have incorrectly defined the substance of cyber bullying in the application of articles that will be prosecuted to the perpetrators. Based on this description, more effective regulations are needed to provide protection for children from bullying on social media. Keywords: child protection, cyber bullying, social media Abstrak Keberadaan teknologi informasi saat ini secara dramatis mempengaruhi kehidupan masyarakat. Teknologi dengan segala program dan kemudahan yang ditawarkan membuat para penggunanya seringkali mengabaikan keamanan bagi dirinya sendiri. Dalam era digital saat ini kasus perundungan secara online menjadi topik yang seringkali dialami oleh anak. Dalam konteks perundungan secara online sejatinya merusak kehidupan dan reputasi anak. Permasalahan utama dari perundungan secara online merupakan masalah besar dan menjadi isu besar dalam ranah hukum Indonesia. Persoalan utama yang ingin disampaikan dalam makalah ini adalah tentang lemahnya peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan hukum kepada anak yang menjadi korban perundungan secara online. Produk hukum yang ada tersebut menjadi tidak efektif dikarenakan salah mendefinisikan subtansi dari perundungan online dalam penerapan pasal-pasal yang akan dituntut kepada pelaku. Atas dasar uraian tersebut maka dibutuhkan peraturan yang lebih efektif untuk memberikan perlindungan kepada anak dari perundungan di media sosial. Kata kunci: perlindungan anak, cyber bullying, media sosial
The Fintech Phenomenon: Protection of Consumer Privacy Data in Online Lending Dewi Sartika Saimima , Ika; Gola Patria , Valentino
Jurnal Kajian Ilmiah Vol. 21 No. 2 (2021): Mei 2021
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Publikasi (LPPMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.716 KB) | DOI: 10.31599/jki.v21i2.564

Abstract

Abstract Financial technology innovation that occurs nowadays leads to accelerated changes in the financial sector. However, these developments are like double-edged swords, on the one hand they provide convenience for consumers, on the other hand pose risks for consumers related to the confidentiality of their personal data. Money lending business through Peer to Peer lending (P2P lending) system often results in consumers receiving threats when they are late making payments. This paper presents several cases that result in consumers experiencing personal data theft, receiving threats directed at relatives or acquaintances. Even committing fraud by taking money from borrowers or customers without following the regulations made by the Financial Services Authority (OJK). The research data is carried out in a qualitative normative way where the data is translated based on legal norms and uses legal theory that can explain and answer existing legal problems. Keywords: Consumer Protection, Peer to Peer lending (P2P lending), Private Data Protection Abstrak Inovasi teknologi keuangan yang terjadi saat ini mengarah pada akselerasi perubahan di sektor keuangan. Namun perkembangan tersebut ibarat pedang bermata dua, di satu sisi memberikan kemudahan bagi konsumen, di sisi lain menimbulkan risiko bagi konsumen terkait kerahasiaan data pribadinya. Bisnis money lending melalui sistem Peer to Peer lending (P2P lending) seringkali mengakibatkan konsumen mendapat ancaman ketika mereka terlambat melakukan pembayaran. Makalah ini menyajikan beberapa kasus yang mengakibatkan konsumen mengalami pencurian data pribadi, menerima ancaman yang ditujukan kepada kerabat atau kenalan. Bahkan melakukan penipuan dengan mengambil uang dari debitur atau nasabah tanpa mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Data penelitian dilakukan secara normatif kualitatif dimana datanya diterjemahkan berdasarkan norma hukum dan menggunakan teori hukum yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan hukum yang ada. Kata kunci: Peer to Peer lending (P2P lending), Perlindungan Konsumen, Perlindungan Data Pribadi Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Peer to Peer lending (P2P lending), Perlindungan Data Pribadi
Mediasi Penal dan Sita Harta Kekayaan: Upaya Untuk Memberikan Restitusi Bagi Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Ika Dewi Sartika Saimima; Fransiska Novita Eleanora; Widya Romasindah
Simbur Cahaya VOLUME 26 NOMOR 2, DESEMBER 2019
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (407.666 KB) | DOI: 10.28946/sc.v26i2.537

Abstract

Tindak pidana mengalami perkembangan yang sangat kompleks. Awalnya bersifat konvensional, kini tindak pidana berkembang sesuai dengan kondisi zaman dan mengalami perkembangan modus yang beraneka ragam. Perkembangan tindak pidana yang terjadi saat ini memiliki motif ekonomi yang terus berkembang saat menjalankan kejahatannya. Salah satu tindak pidana dengan motif ekonomi adalah tindak pidana perdagangan orang. Secara konvensional, tindak pidana perdagangan orang dilakukan dengan mengajak seseorang dengan iming-iming mendapatkan pekerjaan dengan hasil yang besar. Saat ini, perekrutan dilakukan secara online dengan cakupan yang sangat luas. Masalah utama dari tindak pidana perdagangan orang tersebut adalah korban tidak mudah untuk mendapatkan restitusi atas tindak pidana yang terjadi pada dirinya. Pelaku tindak pidana perdagangan orang seringkali menghindar untuk memberikan restitusi, bahkan bersikap seolah-olah tidak memiliki harta apapun yang diperoleh dari bisnis perdagangan orang tersebut. Untuk menghindari penolakan pembayaran restitusi kepada korban perdagangan orang, perlu dilakukan mediasi sejak proses penyidikan. Upaya mendapatkan ganti rugi tersebut dilakukan melalui mediasi penal. Upaya perdamaian melalui mediasi penal tidak akan menghapus tuntutan atas tindak pidana yang terjadi, namun hanya mempermudah penyitaan harta kekayaan yang diperoleh dari hasil dari tindak pidana perdagangan orang.
Kedudukan Kepala Desa Dalam Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi Syahban; Hotma P. Sibuea; Ika Dewi Sartika Saimima
Jurnal Hukum Sasana Vol. 7 No. 2 (2021): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v7i2.806

Abstract

Kedudukan Kepala Desa sebagai subjek hukum dalam undang-undang nomor 31 tahun 199 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi tidak ditemukan. Dalam undang-undang tersebut subjek hukum diatur dalam Pasal 1, meliputi, korporasi, penyelenggara negara, pegawai negeri sipil dan orang perseorangan. Kekosongan hukum dalam undang-undang tindak pidana korupsi tentu menjadi persoalan, jika kepala desa berbenturan dengan Pasal 5, 11, 12 dan 12 B. Permasalahan dalam penelitian ini adalah tentang; Kepala Desa memiliki status hukum sebagai pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara. Status hukum Kepala Desa yang ideal dalam konteks undang-undang tindak pidana korupsi? Tujuan penelitian ini untuk Meneliti apakah kepala desa dapat dikategorikan sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara seperti dimaksud dalam  undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua, untuk mengetahui status hukum yang ideal kepala desa dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasana tindak pidana korupsi. Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metoda penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menunjukkan hasil sebagai berikut. Pertama, kedudukan Kepala Desa tidak dapat dikategorikan memiliki status hukum Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara seperti dimaksud  dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua, status hukum kepala desa yang ideal dalam hubungannya dengan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah sebagai penyelenggara negara. Saran yang dapat disampaikan sebagai berikut. Pertama, undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi tidak menjelaskan kedudukan hukum kepala desa, apakah  sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara. Maka, untuk mempertegas kedudukan hukum kepala desa tersebut perlu dilakukan revisi atau perubahan. Kedua, dalam revisi atau perubahan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditambah atau disisipkan satu ayat yang mengatur status kedudukan hukum kepala desa, yaitu sebagai penyelenggara negara.
Rekonstruksi Pasal 66 Ayat (3) Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 Tentang Undang-Undang Praktik Kedokteran Terkait Tata Cara Pengaduan Tindakan Malapraktik Dokter di Indonesia Baby Ivonne Susan Kainde; Ika Dewi Sartika Saimima; Yurnal
Jurnal Hukum Sasana Vol. 7 No. 2 (2021): Jurnal Hukum Sasana
Publisher : Faculty of Law, Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31599/sasana.v7i2.807

Abstract

Kerancuan cara pelaporan tindakan Malapraktik dokter yang diatur Pasal 66 Undang-undang Praktek Kedokteran dipicu ayat 3 Pasal 66 Undang-undang Praktik Kedokteran (UUPK). Ayat ini memberi celah cara pelaporan kecurigaan malapraktik dokter secara multitafsir. Sekalipun jelas bahwa di ayat 1 pasal 66 (UUPK) bahwa Pelanggaran Kepentingan Hak adalah pelanggaran Perdata dan belum tentu ada unsur ada Pidananya dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) ditunjuk sebagai jalur pertama pelaporan. MKDKI yang akan menilai kasus itu sebagai kesengajaan dan kelalaian berat (unsur Pidana) atau suatu Resiko Medis. Tapi fakta di lapangan amanat UU tidak dilaksanakan karena banyak kasus malapraktik dokter langsung dibawa ke jalur Hukum (Kepolisian dan Pengadilan) dan ini terjadi karena diakomodir di ayat 3 pasal 66 UUPK. Konflik antar norma Hukum Penelitian ini ada pada ayat 1 dan 3 pasal 66 UUPK. Multitafsir cara pelaporan bagi profesi Dokter yang diduga melakukan malapraktek Profesi dokter sangat rentan tuntutan berlapis dan tidak ada perlindungan hukum bagi dokter. Oleh karena itu tulisan ini adalah untuk melihat bagaimanakah tata cara pengaduan kasus malapraktik dokter yang benar menurut Undang-undang Praktek Kedokteran. Metode penelitian adalah Yuridis Normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti Bahan Hukum Primer, sekunder dan tersier. Alternatif penyelesaian yang ditawarkan dalam penelitian ini berbentuk rekonstruksi (menata ulang) ayat 3 pasal 66 Undang-undang Praktik Kedokteran.
MODEL PERSUASIF EDUKATIF BAGI MASYARAKAT UNTUK MENDUKUNG PROGRAM ASIMILASI DAN INTEGRASI BAGI NARAPIDANA ANAK PADA MASA PANDEMI COVID-19 Ika Dewi Sartika Saimima; Noviansyah ,
Res Judicata Vol 3, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (711.282 KB) | DOI: 10.29406/rj.v3i1.2107

Abstract

Issu tentang pembebasan narapidana menimbulkan keresahan di masyarakat. Berita yang beredar dan tidak proposional mengakibatkan masyarakat melakukan penolakan pembebasan narapidana. Masyarakat tidak mendapatkan informasi yang benar terkait pembebasan para narapidana tersebut. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan yang sudah over kapasitas mengakibatkan program asimilasi dan integrasi harus segera dilaksanakan agar penyebaran virus covid-19 dapat dihindari. Pembebasan narapidana merupakan program asimilasi dan intergrasi yang sudah diatur dalam Undang-Undang Pemasyarakatan dan ketentuan Kementerian Hukum dan Ham Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Penelitian ini dilakukan secara yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan. Pendekatan analisis konsep hukum dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta hukum untuk menentukan model yang dapat digunakan bagi masyarakat  dalam menghadapi pembebasan narapidana. Mendapat labelisasi sebagai narapidana, anak tetap berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Saat menjalani program asimilasi dan integrasi, masyarakat diminta untuk mendukung narapidana anak. Dukungan tersebut merupakan bentuk dari perlindungan hukum terhadap anak meskipun dia seorang narapidana. Penelitian ini menawarkan model persuasif edukatif dengan cara memberdayakan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Masyarakat dilibatkan dalam program asimilasi dan integrasi melalui model persuasif edukatif yang dilakukan dengan cara melibatkan BAPAS, keluarga, pemuka agama, tokoh masyarakat seperti Ketua Rukun Tetangga maupun Ketua Rukun Warga.Kata kunci: Asimilasi, Integrasi, Narapidana Anak.
Anak Korban Tindak Pidana Perundungan (Cyberbullying) Di Media Sosial Ika Dewi Sartika Saimima; Anita Pristiani Rahayu
Jurnal Kajian Ilmiah Vol. 20 No. 2 (2020): Mei 2020
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Publikasi (LPPMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.242 KB) | DOI: 10.31599/jki.v20i2.102

Abstract

Abstract The existence of information technology now dramatically influences people's lives. Technology with all the programs and facilities offered makes its users often ignore security for themselves. In this digital era, cyber bullying case is a topic that is often experienced by children. Cyber bullying actually damages the lives and reputations of the children. The main problem of cyber bullying is a big problem and a big issue in the Indonesian legal sphere. The main issue to be addressed in this paper is the lack of legislation that can provide legal protection to children who are victims of cyber bullying. The existing legal products have become ineffective because they have incorrectly defined the substance of cyber bullying in the application of articles that will be prosecuted to the perpetrators. Based on this description, more effective regulations are needed to provide protection for children from bullying on social media. Keywords: child protection, cyber bullying, social media Abstrak Keberadaan teknologi informasi saat ini secara dramatis mempengaruhi kehidupan masyarakat. Teknologi dengan segala program dan kemudahan yang ditawarkan membuat para penggunanya seringkali mengabaikan keamanan bagi dirinya sendiri. Dalam era digital saat ini kasus perundungan secara online menjadi topik yang seringkali dialami oleh anak. Dalam konteks perundungan secara online sejatinya merusak kehidupan dan reputasi anak. Permasalahan utama dari perundungan secara online merupakan masalah besar dan menjadi isu besar dalam ranah hukum Indonesia. Persoalan utama yang ingin disampaikan dalam makalah ini adalah tentang lemahnya peraturan perundang-undangan yang dapat memberikan perlindungan hukum kepada anak yang menjadi korban perundungan secara online. Produk hukum yang ada tersebut menjadi tidak efektif dikarenakan salah mendefinisikan subtansi dari perundungan online dalam penerapan pasal-pasal yang akan dituntut kepada pelaku. Atas dasar uraian tersebut maka dibutuhkan peraturan yang lebih efektif untuk memberikan perlindungan kepada anak dari perundungan di media sosial. Kata kunci: perlindungan anak, cyber bullying, media sosial
The Fintech Phenomenon: Protection of Consumer Privacy Data in Online Lending Ika Dewi Sartika Saimima; Valentino Gola Patria
Jurnal Kajian Ilmiah Vol. 21 No. 2 (2021): Mei 2021
Publisher : Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat dan Publikasi (LPPMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (221.716 KB) | DOI: 10.31599/jki.v21i2.564

Abstract

Abstract Financial technology innovation that occurs nowadays leads to accelerated changes in the financial sector. However, these developments are like double-edged swords, on the one hand they provide convenience for consumers, on the other hand pose risks for consumers related to the confidentiality of their personal data. Money lending business through Peer to Peer lending (P2P lending) system often results in consumers receiving threats when they are late making payments. This paper presents several cases that result in consumers experiencing personal data theft, receiving threats directed at relatives or acquaintances. Even committing fraud by taking money from borrowers or customers without following the regulations made by the Financial Services Authority (OJK). The research data is carried out in a qualitative normative way where the data is translated based on legal norms and uses legal theory that can explain and answer existing legal problems. Keywords: Consumer Protection, Peer to Peer lending (P2P lending), Private Data Protection Abstrak Inovasi teknologi keuangan yang terjadi saat ini mengarah pada akselerasi perubahan di sektor keuangan. Namun perkembangan tersebut ibarat pedang bermata dua, di satu sisi memberikan kemudahan bagi konsumen, di sisi lain menimbulkan risiko bagi konsumen terkait kerahasiaan data pribadinya. Bisnis money lending melalui sistem Peer to Peer lending (P2P lending) seringkali mengakibatkan konsumen mendapat ancaman ketika mereka terlambat melakukan pembayaran. Makalah ini menyajikan beberapa kasus yang mengakibatkan konsumen mengalami pencurian data pribadi, menerima ancaman yang ditujukan kepada kerabat atau kenalan. Bahkan melakukan penipuan dengan mengambil uang dari debitur atau nasabah tanpa mengikuti ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Data penelitian dilakukan secara normatif kualitatif dimana datanya diterjemahkan berdasarkan norma hukum dan menggunakan teori hukum yang dapat menjelaskan dan menjawab permasalahan hukum yang ada. Kata kunci: Peer to Peer lending (P2P lending), Perlindungan Konsumen, Perlindungan Data Pribadi Kata Kunci: Perlindungan Konsumen, Peer to Peer lending (P2P lending), Perlindungan Data Pribadi
RESTITUSI BAGI ANAK KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Ika Dewi Sartika Saimima; Fransiska Novita Eleanora
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 4, No 2 (2020): Oktober
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v4i2.2374

Abstract

ABSTRACT Children are trustworthy and entrusted by God Almighty, so they need to be given protection, and guarded and cared for to maturity, guarded and cared for in the sense of being given protection against themselves both protection from their parents, or others who are obliged to look after it or also from society, so as not to become a victim of the abuse of the narcotics. Narcotics itself is defined as a substance or drug that comes from plants or not from plants, whether it is also synthesis or not that harms anyone and if consumed in excessive amounts can cause death. If the child as a victim of abuse of narcotics resulting from mistreatment by ordering or forcing the child to consume it, is a violation of the child's rights, which will have an impact that the child is increasingly addicted to get these items, as well as efforts to escape from depression and stress, but with inviting children or involving or also telling children to consume them is unlawful, and includes damaging their lives. Protection of children is not only limited to providing drugs, and health services but also to get restitution as stipulated in Government Regulation Number 43 Year 2017 Regarding Provision of Restitution for child victims of crime, giving restitution to children because the effect of the child as a victim greatly affects the physical and psychic to grow and develop children. Research Method, this study uses normative juridical by referring to existing laws, concepts and principles, where the result is that the implementation of restitution of children can be submitted during the investigation stage and those who can submit are victims of children, parents or guardians of the victims themselves . Keywords ; restitution, children, victims, narcotics