Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

The Role of Endothelial Microparticle in Coronary Heart Disease as The Complications of Diabetes Mellitus Eka Fithra Elfi; Yose Ramda Ilhami; Eryati Darwin
Jurnal Biodjati Vol 4, No 1 (2019): May
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/biodjati.v4i1.4164

Abstract

  Coronary heart disease (CHD) is caused by obstruction of coronary blood flow due to endothelial dysfunction triggered by various genetic and non-genetic risk factors such as hyperlipidemia, hypertension, hyperglycemia and obesity. Endothelial cell activation due to hyperglycaemia in diabetes mellitus induces production of pro-inflammatory factors that damage the cell membrane triggering the formation of membrane particles called microparticles. Endothe-lial microparticles contain proteins including endothelial nitric oxide synthase (eNOS) which plays a role in the production of nitric oxide (NO). To determine the role of microparticles in the occurrence of coro-nary heart disease in diabetes mellitus due to endothelial dysfunction, a study was conducted by comparing the levels of eNOS and NO in DM patients who had CHD with DM patients who had no CHD. Blood samples from 20 DM patients who had CHD and 20 DM patients who had no CHD of the outpatients in Cardiology Department and Inter-nal Medicine department of regional public hospital were included in this study. All patients were fulfilled inclusion and exclusion criteria and diagnosed by the appropriate specialist. The eNOS and NO lev-els were measured using the ELISA method. The results of this study show that eNOS levels in the group of DM patients who had CHD (21,292±12,415 ng/ml) were significantly lower (p <0.05) than those in the group of DM patients who had no CHD (29,721±11,952 ng/ml). Nitric oxide levels in DM patients who had CHD (0,053±0,021 nmol/ μl) were not statistically different to the levels in DM patients who had no CHD (0,047±0,032 nmol/μl). From the results of this study we concluded that endothelial microparticle protein eNOS plays a role in the occurrence of CHD due to the complications of diabetes mellitus 
Sindrom Koroner Akut dengan Komplikasi Udem Paru Akut dan Henti Jantung Eka Fithra Elfi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i2.309

Abstract

Abstrak Salah satu manifestasi sindrom koroner akut yang banyak terjadi adalah non ST elevation segment ofmyocardial infarction (NSTEMI). NSTEMI dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti udem paru akut, hentijantung, bahkan kematian. Dilaporkan seorang pasien wanita 53 tahun dengan diagnosis NSTEMI. Pasien mengalamihenti jantung dan udem paru akut yang merupakan gagal jantung akut. Henti jantung pada pasien ini diawali  oleharitmia maligna yang disebabkan oleh kurangnya asupan oksigen pada otot jantung. Pasien memerlukanpenatalaksanaan multidisiplin dan intensif. Pada pasien diberikan dukungan ventilasi mekanik dengan tekanan positifyaitu CPAP untuk mengurangi mortalitas edema paru. Selain itu diperlukan pemantauan ketat hemodinamik danasupan nutrisi pada pasien. Selain masalah jantung dan paru, pada pasien juga terjadi penurunan kesadaran setalahhenti jantung. Gangguan pada sistem saraf pusat merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi pada pasien yangselamat dari henti jantung dan resusitasi. Berdasarkan hal itu, perlu dilakukan resusitasi kardioserebral pada pasiendengan henti jantung. Perbedaan utama dengan resusitasi jantung paru adalah pentingnya manajemen j alan nafasyang lebih lengkap dengan ventilasi mekanik.Kata kunci: NSTEMI, henti jantung, udem paru akut Abstract One manifestation of acute coronary syndrome is the case is non-ST segment elevation of myocardial infarction(NSTEMI). NSTEMI may cause various complications: an acute pulmonary edema, cardiac arres, and even death.Reported a 53 years old female patient with a diagnosis of NSTEMI. The patient had a cardiac arrest and acutepulmonary edema is acute heart failure. Cardiac arrest in this patient initiated by malignant arrhythmias caused by lackof oxygen to the heart muscle. Patients require multidisciplinary and intensive management. In patients receivedmechanical ventilatory support with positive pressure that CPAP to reduce the mortality of pulmonary edema. Alsorequired close monitoring of hemodynamic and nutrition to patients. In addition to heart and lung problems, the patientsalso decreased consciousness after the cardiac arrest. Disorders of the central nervous system iss the cause of highmortality in patients who survived cardiac arrest and resuscitation. It needs to be done kardioserebral resuscitation inpatients with cardiac arrest. The main difference between kardioserebral resuscitation and CPR is the importance ofairway management is more complete with mechanical ventilation.Keywords:NSETMI, cardiac arrest, acute lung oedem.
Hubungan Kadar Troponin T dengan Lama Perawatan Pasien Infark Miokard Akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 01 Januari – 31 Desember 2013 Yulia Eka Hastuti; Eka Fithra Elfi; Dian Pertiwi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i2.715

Abstract

Kadar troponin T memberikan informasi penting dalam estimasi luas infark. Pada IMA, luas infark berhubungan erat dengan nilai prognosis. Luas infark yang melebihi 40% miokardium juga berkaitan dengan tingginya insiden syok kardiogenik. Keadaan ini yang diduga mendasari perburukan klinis pasien IMA sehingga dapat mempengaruhi lama perawatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan kadar troponin T deng  n lama perawatan  pasien Infark Miokard Akut (IMA) di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan menggunakan desain penelitian Cross Sectional Study. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil di Instalasi Rekam Medik (Medical Record), yaitu data rekam medik pasien yang didiagnosis sebagai IMA yang dirawat inap di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 01 Januari – 31 Desember 2013. Data dianalisis dengan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian ini menemukan sebagian besar pasien IMA masuk rumah sakit dengan kadar kadar Troponin T sebesar 0,1-2 ng/ml (68,0%) dan lama hari rawat sebesar ≥ 5 hari (74,0%). Berdasarkan hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara kadar troponin T dengan lama perawatan pasien IMA dengan nilai p>0,05 dan nilai koefisien korelasi Spearman (r)=0,160 yang menunjukkan korelasi positif dengan derajat hubungan yang lemah/tidak ada hubungan.
Gambaran Tingkat Pengetahuan Dokter Jaga IGD tentang Penatalaksanaan Awal Sindrom Koroner Akut di Rumah Sakit Tipe C Se-Sumatera Barat Annisa Dania Juliana; M. Fadil; Eka Fithra Elfi
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 7, No 3 (2018)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v7i3.881

Abstract

Sindrom koroner akut merupakan gawat darurat dari penyakit jantung koroner sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan tepat dalam memberikan penatalaksanaan kepada pasien. Pengetahuan yang baik, dimulai dari diagnosis hingga penatalaksanaan awal kasus sindrom koroner akut baik pemberian obat-obatan maupun perlakuan tindakan, sangat penting dimiliki oleh seorang dokter jaga IGD dikarenakan akan mempengaruhi prognosis pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dokter jaga IGD tentang penatalaksanaan awal sindrom koroner akut di rumah sakit tipe C se-Sumatera Barat. Jenis penelitian ini adalah studi deskriptif dengan pendekatan survei. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster sampling pada beberapa kota dan kabupaten yang dianggap dapat mewakili wilayah Sumatera Barat. Sampel pada penelitian ini berjumlah 50 orang yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi untuk kemudian diisi oleh responden. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 50% responden memiliki tingkat pengetahuan kurang, 44% berpengetahuan cukup, dan hanya 6% yang berpengetahuan baik. Simpulan penelitian ini adalah tingkat pengetahuan dokter jaga IGD di rumah sakit tipe C di Sumatera Barat dapat dikategorikan kurang.
Gambaran Faktor Risiko dan Manajemen Reperfusi Pasien IMA-EST di Bangsal Jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang Suhayatra Putra; Eka Fithra Elfi; Afdal Afdal
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i3.748

Abstract

Infark Miokard Akut Elevasi Segmen ST (IMA-EST) merupakan masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. IMA-EST adalah gejala iskemia infark khas yang dikaitkan dengan gambaran EKG berupa elevasi segmen ST yang persisten. Kejadian IMA-EST tidak terlepas dengan berbagai faktor risiko serta manajemen reperfusi yang didapat pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor risiko dan manajemen reperfusi pasien IMA-EST di bangsal jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2016-Maret 2016. Sampel penelitian adalah seluruh pasien IMA- EST yang memenuhi kriteria inklusi dan kemudian dilakukan pencatatan dari beberapa variabel yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukkan IMA-EST dengan karakteristik rentang usia terbanyak 45-54 tahun dengan jenis kelamin laki-laki. Faktor risiko yang paling banyak dimiliki adalah hipertensi dan merokok. Intervensi Koroner Perkutan (IKP) merupakan terapi yang paling sering dilakukan dengan waktu tindakan lebih dari 12 jam pasca infark.
Gambaran Fungsi Ginjal pada Pasien Gagal Jantung dengan Fraksi Ejeksi Menurun dan Fraksi Ejeksi Normal di RSUP Dr. M. Djamil Padang Annisa Rahmi Adriyanti; Eka Fithra Elfi; Hardisman Hardisman
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i3.749

Abstract

Gagal jantung dapat dikelompokkan menjadi HF-REF (Heart Failure with Reduced Ejection Fraction) dan HF- PEF (Heart Failure with Preserved Ejection Fraction). Gagal jantung dapat menyebabkan kerusakan jaringan intersisial ginjal akibat tidak memadainya perfusi ke ginjal, yang akan berdampak pada penurunan fungsi ginjal. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran fungsi ginjal pada pasien gagal jantung dengan EF (Ejection Fraction) menurun dan EF Normal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain potong lintang dengan sampel penelitian adalah rekam medic seluruh pasien gagal jantung yang dirawat di bagian jantung RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tahun 2014. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 102 pasien. Hasil studi menunjukkan rerata LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) pada pasien HF-PEF (50.88±20.90 ml/mnt/1,73m2) lebih rendah dari pada pasien HF-REF(63.27±27.45 ml/mnt/1,73m2). Pada HF-PEF hanya 3,2% pasien yang fungsi ginjalnya normal, dan terdapat 6,5% pasien yang mengalami gagal ginjal, sedangkan yang lainnya mengalami penurunan fungsi ginjal dalam berbagai derajat. Pada HF-REF, tidak terdapat pasien yang mengalami gagal ginjal dan terdapat 15,5 % pasien yang fungsi ginjalnya normal, sedangkan yang lainnya mengalami penurunan fungsi ginjal dalam berbagai derajat.Fungsi ginjal pasien HF-PEF lebih buruk daripada pasien HF-REF.
PERAN LATIHAN DISUPERVISI PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT ARTERI PERIFER EKSREMITAS BAWAH Eka Fithra Elfi
Majalah Kedokteran Andalas Vol 37, No 2 (2014): Published in September 2014
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (803.611 KB) | DOI: 10.22338/mka.v37.i2.p151-161.2014

Abstract

AbstrakPenyakit arteri perifer (peripheral arterial disease, PAD) merupakan kumpulan kelainan yang menghambat aliran darah ke ekstremitas, pada umumnya terjadi akibat aterosklerosis dan bermanifestasi sebagai klaudikasio. Disamping terapi medikamentosa dan endovaskuler yang optimal, manajemen non farmakologi PAD terbukti efektif mengurangi gejala, meningkatkan kemampuan berjalan dan kualitas hidup. Telah dilaporkan laki-laki usia 58 tahun penderita klaudikasio intermitten karena oklusi arteri iliaka komunis sinistra. Pasien masih merasakan gejala setelah terapi medikamentosa dan angioplasty tranluminal percutaneous. Setelah dilakukan program latihan disupervisi, gejala, kemampuan berjalan, dan indeks brachial ankle meningkat signifikan. Program latihan disupervisi pada pasien PAD dinilai penting sebagai terapi primer untuk meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup untuk manajemen jangka panjang.AbstractPeripheral arterial disease (PAD) is a disorder that obstruct the arterial blood supply to extremities, most commonly caused by atherosclerosis and manifests as claudicatio. Aside from optimal medical therapy and endovascular therapy, non pharmacological managements of PAD are proven effectively improving symptoms, increasing walking distance, and overall quality of life. The case report describe a 58 years old male with known claudicatio intermitten due to occlusion of left communis iliac artery. After medical therapy and percutaneous transluminal angioplasty, the patient still symptomatic. After supervised exercise training was prescribed to the patient, the symptom, walking distance, and ankle brachial index was improved significantly. Rehabilitation in PAD with supervised exercise training plays significant role as primary therapy in patients with PAD to improve functional capacity and quality of life in long term management.
HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN SEBAGAI FAKTOR RESIKO INDEPENDEN DIBANDING FAKTOR RESIKO KARDIOVASKULER KLASIK PADA INFARK MIOKARD AKUT Eka Fithra Elfi
Majalah Kedokteran Andalas Vol 38, No 3 (2015): Published in December 2015
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.02 KB) | DOI: 10.22338/mka.v38.i3.p173-180.2015

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara hs-CRP dengan faktor resiko kardiovaskuler klasik pada pasien dengan infark miokard akut. Penelitian ini merupakan subgroup analisis pada penderita infark miokard akut yang dirawat di RSUP Dr.M.Djamil mulai Januari-April 2013. Faktor resiko kardiovaskuler sebagai variabel independen berupa umur, riwayat hipertensi, diabetes, merokok, dan dislipidemia. Pengukuran IMT, profil lipid, dan gula darah random diambil saat pasien masuk dan diperiksa di Laboratorium Sentral RSUP Dr. M. Djamil Padang. Variabel dependen hs-CRP diambil dalam 24-36 jam rawatan dan diperiksa dengan metode ELISA. Data dianalisis dengan t-test dan uji korelasi Pearson. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan hs-CRP, secara statistik berhubungan signifikan terhadap IMT (r=0,45; p=0,01), namun tidak berhubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler lain seperti usia, hipertensi, diabetes, merokok, dan dislipidemia. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan hs-CRP tidak berhubungan dengan faktor resiko kardiovaskuler klasik dan hs-CRP merupakan faktor resiko yang bersifat independen. Pemeriksaan ini bisa menjadi prediksi penyakit kardiovaskuler dan juga sebagai nilai prognostik pada pasien infark miokard akut.Abstract This study aimed to analyze the relationship between hs-CRP with classic cardiovascular risk factors in patients with acute myocardial infarction. This study was a subgroup analysis in patients with acute myocardial infarction who were hospitalized in Dr.M.Djamil hospital started from January to April 2013. Cardiovascular risk factors as independent variables were age, history of hypertension, diabetes, smoking, and dyslipidemia. Measurement of BMI, lipid profile, and random blood sugar were taken and examined at admission. The dependent variable hs-CRP were taken within 24-36 hours of admission and examined by ELISA. Data was analyzed by t-test and Pearson correlation test. The results showed an increase in hs-CRP and significantly related to BMI (r = 0.45; p=0.01), but not associated with other cardiovascular risk factors such as age, hypertension, diabetes, smoking, and dyslipidemia. It was concluded that increased hs-CRP was not associated with classic cardiovascular risk factors and hs-CRP is an independent risk factor. Hs-CRP examination could be a predictive of cardiovascular disease as well as prognostic value in patients with acute myocardial infarction.
Korelasi Kadar Kotinin dan Kolesterol LDL Serum pada Mahasiswa Universitas Andalas Muhammad Ihsan Fadillah; Ilmiawati Ilmiawati; Eka Fithra Elfi
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Vol 1 No 3 (2020): November 2020
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1506.573 KB) | DOI: 10.25077/jikesi.v1i3.67

Abstract

Background. Cigarette smoke may cause harm not only to active smokers but also to those in their vicinity (passive smokers). Cigarettes contain nicotine, which triggers the release of catecholamines, affecting lipid metabolism. Exposure to cigarette smoke may increase serum LDL cholesterol levels in active and passive smokers. Objective. This study aimed to analyze the correlation between serum cotinine (a metabolite of nicotine) and LDL cholesterol levels in young adults. Methods. A cross-sectional study was performed, the analysis included 122 Andalas University students, aged 17.5 - 25.9 years. Demographic data, smoking degree, serum cotinine, and LDL cholesterol levels were collected. Bivariate analysis was carried out individually on each independent and confounding variables to the dependent variable, followed by multiple hierarchical regressions analysis. Results. Serum cotinine levels in this study was 10,5 ± 6.8 ng/ml (mean±SD), and serum LDL cholesterol levels were 65,5±18,5 mg/dl (mean±SD). There was no significant correlation between serum cotinine and LDL cholesterol levels in bivariate analysis. However, serum cotinine levels had a nonlinear correlation with serum LDL cholesterol levels in the regression model that included body mass index (BMI) as the confounding variable. The adjusted r2 value in this study is 0,066, the standardized β coefficient for the BMI is 0,197 (p = 0.028), for the serum cotinine levels is -0,830 (p = 0.007), and for the squared serum cotinine levels is 0,753 (p = 0.014).
Hubungan IMT dengan Tingkat Kebugaran Jasmani Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Kandis Hafiza Fauzia Nabillah; Eka Fithra Elfi; Fika Tri Anggraini
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Vol 2 No 4 (2021): Desember 2021
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jikesi.v2i4.669

Abstract

Latar Belakang: Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan alat ukur yang digunakan untuk menentukan status gizi seseorang. Lansia dengan IMT overweight dan obesitas cenderung berisiko memiliki tingkat kebugaran jasmani yang buruk. Objektif: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan tingkat kebugaran jasmani lansia di wilayah kerja Puskesmas Padang Kandis Kabupaten Lima Puluh Kota. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain potong lintang. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan consecutive sampling dan jumlah sampel sebanyak 38 lansia. Pengumpulan data menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta tes jalan 6 menit. Data dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan mayoritas lansia memiliki indeks massa tubuh overweight (34,2%). Tingkat kebugaran jasmani buruk (76,3%) merupakan tingkat kebugaran yang banyak ditemukan pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Padang Kandis Kabupaten Lima Puluh Kota. Analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan tingkat kebugaran jasmani lansia (p = 0,036). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara indeks massa tubuh dengan tingkat kebugaran jasmani pada lansia.