Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : JURNAL PENDIDIKAN MIPA

Proses Berpikir Siswa SMP Berdasarkan Gaya Kognitif Intuitif dan Sistematis dalam Menyelesaikan Masalah Invers Proporsi Ditinjau dari Teori Pemrosesan Informasi Rusmin R. M. Saleh; Isman M. Nur
JURNAL PENDIDIKAN MIPA Vol 13 No 3 (2023): JURNAL PENDIDIKAN MIPA
Publisher : Pusat Publikasi Ilmiah, STKIP Taman Siswa Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37630/jpm.v13i3.1163

Abstract

Berpikir dapat dikatakan sebagai proses kompleks yang melibatkan gaya kognitif. Siswa memiliki cara dan proses kognitif berbeda-beda dalam memecahkan masalah. Proses kognitif siswa dalam memecahkan masalah cenderung menggunakan langkah-langkah yang tidak bisa diprediksi serta menentukan solusi penyelesaian berdasarkan pengalaman. Namun, sejauh yang ditelusuri proses kognitif siswa dalam memecahkan masalah hanya sebagian menggunakan langkah yang terdefinisi dengan baik, mencari metode secara keseluruhan sebelum menentukan solusi penyelesaian. Karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan proses berpikir siswa berdasarkan gaya kognitif intuitif dan sistematis dalam menyelesaikan masalah invers proporsi ditinjau dari teori pemrosesan informasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif eksploratif. Subjek penelitian dilakukan pada siswa kelas VII berjumlah 20 orang selanjutnya diberikan soal invers proporsi, diperoleh 18 siswa menjawab soal tidak lengkap sedangkan 2 siswa menjawab soal dengan lengkap. Dari 2 siswa yang menjawab soal lengkap dipilih untuk dijadikan subjek penelitian. Hasil penelitian ditemukan dua kategori proses berpikir, yaitu (1) kategori proses berpikir intuitif tipe guessing strategy diperoleh subjek S1; (2) kategori proses berpikir sistematis tipe equation strategy diperoleh subjek S2. Disarankan pada guru yang melaksanakan pembelajaran, penting mengungkap proses berpikir intuitif dan sistematis siswa pada materi invers proporsi. Masih memungkinkan untuk melakukan penelitian lanjutan mengkaji lebih mendalam terkait gaya kognitif intuitif dan gaya kognitif sistematis.
Proses Berpikir Kreatif Siswa Berkepribadian Adversity Quotient dalam Menyelesaikan Masalah Open-Ended Ditinjau dari Teori Pemrosesan Informasi Rusdyi Rusdyi; Rusmin R. M. Saleh; Isman M. Nur
JURNAL PENDIDIKAN MIPA Vol 13 No 3 (2023): JURNAL PENDIDIKAN MIPA
Publisher : Pusat Publikasi Ilmiah, STKIP Taman Siswa Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37630/jpm.v13i3.1175

Abstract

Berpikir kreatif merupakan proses berpikir untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berbeda dari yang telah ada. Mengingat pentingnya berpikir kreatif siswa, kenyataan di lapangan justru berbanding terbalik. Terdapat siswa yang masih berada pada kategori kurang kreatif. Faktor kurangnya kemampuan berpikir kreatif siswa, yaitu kebiasaan dalam menghadapi tantangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mendeskripsikan proses berpikir kreatif siswa berkepribadian Adversity Quotient dalam menyelesaikan masalah Open-Ended ditinjau dari teori pemrosesan informasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif eksploratif. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 3 orang yang dipilih berdasarkan tingkat kemampuan awal matematika siswa akhirnya diperoleh 1 siswa untuk kategori berpikir climber, 1 siswa untuk kategori berpikir camper dan 1 siswa untuk kategori berpikir quitter. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditemukan bahwa siswa kategori climber melakukan keempat tahapan proses berpikir kreatif, yaitu tahap persiapan, tahap inkubasi, tahap eliminasi, dan tahap verifikasi. Siswa kategori camper hanya melakukan tiga tahapan proses berpikir kreatif, yaitu tahap persiapan, tahap inkubasi, dan tahap eliminasi. Siswa kategori quitter hanya melakukan dua tahapan proses berpikir kreatif, yaitu tahap persiapan dan tahap inkubasi, sedangkan tahap eliminasi dan tahap verifikasi siswa quitter tidak mampu menyelesaikan. Karena itu, diharapkan para peneliti lanjutan dapat mengkaji lebih jauh proses berpikir kreatif siswa berkepribadian Adversity Quotient dalam memecahkan masaah Open-Ended. Siswa berkepribadian Adversity Quotient dapat dikembangkan dengan memberikan siswa berbagai soal-soal Open-Ended karena soal Open-Ended yang diberikan pada penelitian ini masih dikatakan terbatas.
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Guided Teaching Berbasis Soft Skills Isman M Nur; Isman M. Nur; Diah Prawitha Sari
JURNAL PENDIDIKAN MIPA Vol 12 No 4 (2022): JURNAL PENDIDIKAN MIPA
Publisher : Pusat Publikasi Ilmiah, STKIP Taman Siswa Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37630/jpm.v12i4.724

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui peningkatan kemampuan berpikir kritis yang memperoleh pembelajaran guided teaching berbasis soft skills. 2) untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis yang memperoleh pembelajaran guided teaching berbasis soft skills dengan model pembelajaran konvensional. 3) untuk mengetahui interaksi antara pembelajaran digunakan dan kemampuan awal matematika kategori (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis. Penelitian ini merupakan studi kuasi eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Populasi penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Ternate. Dengan sampel dua kelas, yaitu kelas VIII C sebagai kelas eksperimen sebanyak 22 siswa dan kelas VIII D sebagai kelas kontrol sebanyak 22 siswa. Hasil penelitian adalah 1) terdapat peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa memperoleh pembelajaran guided teaching berbasis soft skills. 2) peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa memperoleh pembelajaran guided teaching berbasis soft skills lebih baik daripada siswa memperoleh pembelajaran konvensional dengan kategori sedang. 3) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematika terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, maka kemampuan awal matematika siswa perlu ditingkatkan karena memuat pengetahuan prasyarat digunakan dalam pembelajaran selanjutnya. Disarankan kepada guru sebaiknya menjadikan pembelajaran guided teaching berbasis soft skills sebagai alternatif pembelajaran yang baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
Perbandingan Hasil Belajar Matematika Siswa SMA Melalui Model Pembelajaran Problem solving dengan Jigsaw Isman M Nur; Rusdyi Rusdyi; Isman M. Nur
JURNAL PENDIDIKAN MIPA Vol 11 No 2 (2021): JURNAL PENDIDIKAN MIPA
Publisher : Pusat Publikasi Ilmiah, STKIP Taman Siswa Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37630/jpm.v11i2.475

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, dengan tujuan adalah: (a) Untuk mengetahui hasil belajar siswa antara model pembelajaran problem solving dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. (b) Untuk mengetahui bagaimana perbedaan hasil belajar siswa antara model pembelajaran problem solving dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. (c) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara model pembelajaran problem solving dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Muhammadiyah kota Ternate dengan sampel penelitian sebanyak dua kelas yaitu kelas XI-A digunakan sebagai kelas jigsaw sebanyak 22 siswa dan kelas XI-B digunakan sebagai kelas pemecahan masalah yang berjumlah 22 siswa. penelitian sebanyak dua kelas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) hasil belajar siswa antara model pembelajaran problem solving dengan model pembelajaran jigsaw yakni, siswa yang memperoleh model pembelajaran problem solving terdapat 2 siswa mencapai kualifikasi cukup, 2 siswa berkualifikasi kurang, sebanyak 18 siswa berkualifikasi gagal. Pada siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat 3 siswa berkualifikasi kurang, 19 siswa berkualifikasi gagal. (a) siswa yang memperoleh model pembelajaran problem solving terdapat 2 siswa mencapai kualifikasi cukup, 2 siswa berkualifikasi kurang, sebanyak 18 siswa berkualifikasi gagal. Pada siswa yang memperoleh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terdapat 3 siswa berkualifikasi kurang, 19 siswa berkualifikasi gagal. (b) Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari hasil belajar siswa terhadap pembelajaran problem solving dengan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. (c) Hasil belajar siswa yang memperoleh model pembelajaran problem solving di bandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw tidak terdapat perbedaan.