Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

STUDI ETNOTEKNOLOGI DAN PEMANFAATAN SIA-SIA (Sipunculus nudus) OLEH MAYARAKAT DI PULAU NUSALAUT, KABUPATEN MALUKU TENGAH Rosita Silaban
Jurnal Kelautan Vol 12, No 1 (2019)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v12i1.5082

Abstract

Sia-sia memiliki bentuk menyerupai cacing, merupakan organisme yang hidup meliang di daerah pesisir terutama di sekitar area padang lamun, mangrove dan terumbu karang serta cenderung mendiami dasar perairan terlebih khusus di dalam substrat sehingga dikategorikan sebagai organisme bentik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) menganalisis teknik dan pola penangkapan sia-sia, 2) mengkaji cara pemanfaatan sia-sia, dan 3) menganalisis kandungan nutrisi sia-sia. Metode penelitian terbagi dua yaitu: pengambilan sampel lapangan berupa : penyebaran kuisioner, wawancara dan pengamatan sedangkan kegiatan non lapangan yaitu pengujian laboratorium berupa analisa : kadar air, protein, lemak, abu, karbohidrat, mineral Calsium (Ca), Phosfor (P) dan Iodium (I2).Hasil penelitian menunjukan teknik penangkapan sia-sia tergolong unik dan memerlukan ketrampilan tersendiri. Penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat setempat terhadap sia-sia masih sangat terkendali sehingga jumlah sia-sia cukup melimpah dan habitatnya juga terlihat dalam keadaan baik. Namun disisi lain, masyarakat belum mampu memanfaatkannya untuk diproduksi untuk bernilai ekonomis. Kandungan nutrisi Sipuncula di Pulau Nusalaut, berbeda menurut lokasi, tetapi  memiliki komposisi yang lengkap dengan kisaran kadar air berkisar antara 74,96-79,12%, protein 16,88-17,23%, lemak 0,22-0,28%, karbohidrat 1,03-3,86%, abu 2,41-3,06%, Calsium 6,16-12,42%, Fosfor 0,98-1,09%, Iodium 5,93-6,65%. Berdasarkan analisa kandungan nutrisi, sia-sia terbukti merupakan salah satu bahan pangan yang lezat dan bergizi.
ASPEK EKOLOGI DAN PERTUMBUHAN KERANG BULU (Anadara antiquata) DI PERAIRAN LETMAN, KABUPATEN MALUKU TENGGARA Rosita Silaban; Dortje Thedora Silubun; Ahmad Ade Rifandi Jamlean
Jurnal Kelautan Vol 14, No 2: Agustus (2021)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v14i2.10325

Abstract

ABSTRACTFeather shells are an important commodity that has the potential to be developed. Feather shells are a fishery resource that has been exploited for thousands of years for consumption. The objectives of this study were 1) to examine individual density, 2) relative density, 3) distribution pattern, 4) relationship of length and weight and 5) condition factors of feather shells. Sampling was carried out using the belt transect method. The sample of feather shells was then measured for the length, width and height of the body and weighed. Based on the transect, the individual density of feather clams (Anadara antiquata) was found on transect 4, which was 0.338 ind / m2, while the lowest density was found on transect 2, which was 0.05 ind / m2. The highest relative density of feather shells was on transect 4 at 19% and the lowest was on transects 1 and 2 at 1%. The distribution of feather shells was obtained that the feather shells had a clustered distribution pattern with an Id value of 1.30 (Id 1). The correlation between length and weight of feather shells was found to have a b value of 2.60 so that the growth pattern was classified as positive allometric (b 2.50). The condition factor obtained an average value of 1.25 indicating that the environmental conditions were good enough for the organism (Kn 1).Keywords: feather shells, ecological aspects, growth, LetmanABSTRAKKerang bulu merupakan salah satu komoditas penting yang sangat potensial dikembangkan. Kerang bulu menjadi salah satu sumber daya perikanan yang telah dieksploitasi sejak beribu-ribu tahun yang lalu untuk dikonsumsi. Tujuan dari penelitian ini yaitu 1) mengkaji kepadatan individu, 2) kepadatan relatif, 3) pola distribusi, 4) hubungan panjang dan berat serta 5) faktor kondisi kerang bulu. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode belt transek. Sampel kerang bulu kemudian dilakukan pengukuran panjang, lebar dan tinggi tubuh serta ditimbang beratnya. Kepadatan individu kerang bulu (Anadara antiquata) berdasarkan transek diperoleh kepadatan tertinggi terdapat pada transek 4  yaitu sebesar 0,338 ind/m2 sedangkan kepadatan terendah terdapat pada transek 2 yaitu sebesar 0,05 ind/m2. Kepadatan relatif tertinggi kerang bulu terdapat pada transek 4 sebesar 19% dan terendah pada transek 1 dan 2 sebesar 1%. Distribusi kerang bulu diperoleh kerang bulu memiliki pola penyebaran mengelompok dengan nilai Id sebesar 1,30 (Id1). Hubungan panjang dan berat kerang bulu didapati nilai b sebesar 2.60 sehingga pola pertumbuhan tergolong allometrik positif (b2.50). Faktor kondisi diperoleh nilai rata-rata sebesar 1.25 menunjukan kondisi lingkungan cukup baik bagi organisme (Kn1).Kata kunci:  kerang bulu, aspek ekologi, pertumbuhan, Letman
Komunitas Makro Alga di Perairan Pantai Desa Wakal, Kabupaten Maluku Tengah Rosita Silaban
Jurnal Sumberdaya Akuatik Indopasifik Vol 3 No 1 (2019): Mei
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Papua

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.215 KB) | DOI: 10.46252/jsai-fpik-unipa.2019.Vol.3.No.1.65

Abstract

Algae communities in life in the marine environment, among others, are used by various types of fish and other organisms as a place to live, forage, and spawn. Some types of macro algae also contain lime which plays a role in building coral reefs. As for humans, algae are used as food ingredients, both directly as vegetables and processed first as gelatin. The purpose of this study was to describe the composition of macro algae species found, to calculate density, population size, maximum biomass, and distribution patterns of macro algae communities in the coastal waters of Wakal Village. Taking algae macro samples is done by using the Linear Squares Transect method. Identification results of macro algae samples found 15 species classified into 3 divisions, 3 classes, 9 orders, 10 families, and 12 genera. The total density of macro algae species by individual is 2.86 ind / m2, with the highest density of species owned by Padina minor species and lowest Gelidiella acerosa, Galaxaura filamentosa, Halimeda opuntia, Ulva conglobata, Hypnea pannossa, Hypnea valentiae, and Acanthophora specifera. The total density of macro algae species based on biomass is 68.48 gr / m2 where Padina minor has the highest biomass density value and the lowest is Acanthophora specifera. The total population of macro algae based on individuals is 7.71 ind / ha, with Padina minor having the highest value of the highest and lowest population Gelidiella acerosa, Galaxaura filamentosa, Halimeda opuntia, Ulva conglobata, Hypnea pannossa, Hypnea valentiae, and Acanthophora specifera. The total macro population of algae based on biomass is 184.90 gr / ha with the highest biomass owned by species Padina minor and the lowest is Acanthophora specifera. The total maximum macro biomass of algae is 1008.18 gr / ha with the highest maximum biomass owned by species Padina minor and the lowest maximum biomass is owned by the species Acanthophora specifera. The pattern of macro spread of algae in Wakal Village is in groups (Ip = 0.5).
Proporsi Morfometrik dan Pola Pertumbuhan Kerang Darah (Anadara granosa) di Daerah Intertidal, Kota Tual Rosita Silaban; Johny Dobo; Gresela Rahanabun
Jurnal Kelautan Vol 15, No 2: Agustus (2022)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v15i2.13759

Abstract

ABSTRACTBlood clams are one type of shellfish group that has high economic value. Its existence has long been exploited by the community to be sold or used for daily life. This study aims to analyze the size distribution, growth pattern and condition factors of blood clams caught in the waters of Taar and Fair, Tual City. Samples were taken using the belt transect method. The samples were then measured for the length, width and height of the shells as well as the total weight. Blood clams obtained in Taar waters were larger and heavier than blood clams from Fair waters and were dominated by shell length class 2.57-2.85 cm. The growth pattern based on the length-weight relationship was obtained by the Taar blood clams having a b value of 3.04 and classified as positive allometric (b2.50) while the Fair waters blood clams had a b value of 2.01 and were classified as negative allometric (b2, 50). The condition factor of Taar waters obtained an average value of 0.98 and Fair waters of 1.66, indicating that the environmental conditions of the two locations were quite good for the survival of blood clams.Keywords: morphometric, growth, blood clamABSTRAK Kerang darah merupakan salah satu jenis dari kelompok kekerangan yang bernilai ekonomis tinggi. Keberadaannya sejak lama telah dieksploitasi oleh masyarakat untuk dijual maupun dipakai untuk kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi ukuran, pola pertumbuhan dan faktor kondisi kerang darah yang ditangkap di perairan Taar dan Fair, Kota Tual. Sampel diambil dengan menggunakan metode belt transect. Sampel kemudian diukur panjang, lebar dan tinggi cangkang serta berat total. Kerang darah yang diperoleh pada perairan Taar berukuran lebih besar dan berat dibandingkan kerang darah dari perairan Fair serta didominasi oleh kelas ukuran panjang cangkang 2,57-2,85 cm. Pola pertumbuhan berdasarkan hubungan panjang berat diperoleh kerang darah perairan Taar memiliki nilai b sebesar 3,04 dan tergolong allometrik positif (b2,50) sedangkan kerang darah perairan Fair memiliki nilai b sebesar 2,01 dan tergolong allometrik negatif (b2,50). Faktor kondisi perairan Taar diperoleh nilai rata-rata sebesar 0,98 dan perairan Fair sebesar 1,66 sehingga menunjukan kondisi lingkungan kedua lokasi cukup baik bagi kelangsungan hidup kerang darah.Kata kunci: morfometrik, pertumbuhan, kerang darah
Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Bulu Babi (Tripneustes gratilla) di Perairan Letman, Kabupaten Maluku Tenggara Rosita Silaban; Johny Dobo
Jurnal Kelautan Vol 16, No 2: Agustus (2023)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v16i2.19152

Abstract

ABSTRAKAktivitas penangkapan biota padang lamun khususnya terhadap bulu babi cenderung ke arah penangkapan berlebih (over fishing). Pengambilan bulu babi di alam terus dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek kelestariannya, sehingga ada kecenderungan populasi bulu babi tersebut menurun secara drastis dari tahun ke tahun. Penurunan stok bulu babi di alam akan semakin cepat jika tingkat eksploitasinya lebih sering dilakukan, karena penambahan individu baru (recruitment) dari populasi tersebut tidak sebanding dengan hasil tangkapan. Diperkirakan tingkat eksploitasi sumberdaya tersebut di alam telah melebihi batas yang diperbolehkan (over exploitation). Tujuan penelitian antara lain mengetahui dan menganalisis kepadatan dan laju pertumbuhan bulu babi (T. gratilla). Penelitian dilakukan di pesisir perairan Letman, Kepulauan Kei Kecil  selama bulan September sampai November 2022 dengan dua kali pengambilan sampel setiap bulannya. Sampel bulu babi diperoleh dari hasil pengambilan sampel menggunakan metode belt transek pada saat air surut dan dipasang tegak lurus garis pantai ke arah laut. Kepadatan bulu babi di perairan Letman tergolong rendah dengan distribusi tidak merata terkait kedalaman dan tutupan lamun. diameter bulu babi yang tertangkap berkisar antara 1.7-8.8 cm dengan ukuran rata-rata 5.2 cm. Hasil analisis menunjukan bahwa pertumbuhan bulu babi bersifat allometrik negatif, lambat dan diameter infinitif kecil.Kata kunci:  kepadatan, laju pertumbuhan, bulu babiABSTARCTFishing activities for seagrass biota, especially for sea urchins, tend to be over-fishing. Sea urchins are collected from nature without considering the aspect of sustainability, so there is a tendency for the sea urchin population to decrease drastically from year to year. The decline in sea urchin stocks in nature will accelerate if the level of exploitation is more frequent, because the addition of new individuals (recruitment) from the population is not proportional to the catch. It is estimated that the level of exploitation of these resources in nature has exceeded the permissible limits (over exploitation). The aims of the research included knowing and analyzing the density and growth rate of sea urchins (T. gratilla). The research is planned to be carried out in the coastal waters of Letman, Kei Kecil Islands from September to November 2022 with two samplings per month. Sea urchin samples were obtained from the results of sampling using the belt transect method at low tide and installed perpendicular to the shoreline towards the sea. The density of sea urchins in Letman waters is low with an uneven distribution regarding seagrass depth and cover. The diameter of the sea urchins caught ranged from 1.7-8.8 cm with an average size of 5.2 cm. The results of the analysis showed that the growth of sea urchins was negative allometric, slow and small infinitive diameter.Keywords: density, growth rate, sea urchins
Sebaran Ukuran dan Pola Pertumbuhan Kepiting Bakau (Scylla spp.) Pada Ekosistem Mangrove di Perairan Debut, Maluku Tenggara Rosita Silaban; Johny Dobo; Dortje Thedora Silubun; Barzan Borut
Jurnal Kelautan Vol 16, No 3: Desember (2023)
Publisher : Department of Marine Sciences, Trunojoyo University of Madura, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/jk.v16i3.22536

Abstract

ABSTRAKPermintaan terhadap kepiting bakau ini meningkat dari waktu ke waktu, sementara memenuhi permintaan tersebut masih mengandalkan penangkapan di alam. Penangkapan kepiting bakau yang tidak memperhatikan kelestariannya, dikhawatirkan akan menurunkan populasi dari kepiting bakau tersebut. Tujuan penelitian yaitu mengetahui kepadatan, pola distribusi, struktur ukuran, pola pertumbuhan dari kepiting bakau dan kerapatan mangrove. Pengumpulan sampel kepiting bakau menggunakan metode line plot transect. Data komunitas mangrove dikumpulkan dengan menggunakan metode transek kuadrat. Kepadatan kepiting bakau berdasarkan jenis diperoleh jenis Scylla tranquebarica memiliki kepadatan tertinggi yaitu sebesar 0,0050 ind/m2 sedangkan kepadatan terendah dari jenis Scylla olivacea sebesar 0.0025 ind/m2. Pola penyebaran kepiting bakau adalah mengelompok dengan nilai Id=1.20. Kepiting bakau yang tertangkap memiliki karapas yang berukuran panjang berkisar 9-19 cm dan lebar berkisar 12-22 cm, kaki renang berkisar 8-17 cm, kaki jalan I berkisar 10-22 cm, kaki jalan II berkisar 13-25 cm, kaki jalan III berkisar 12-23 cm, cheliped berkisar 15-35 cm serta berat berkisar 0.34-4.0 kg. Analisis hubungan panjang karapas-berat didapatkan persamaan W = 2.853L0.184 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.994 sedangkan lebar karapas-berat didapatkan persamaan W = 3.239L0.197 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.997. Jenis mangrove yang diperoleh pada daerah tangkapan kepiting bakau adalah jenis Rhizophora spp. tertinggi adalah jenis Rhizophora stylosa sebesar 0.198 ind/m2 dan terendah adalah jenis Rhizophora apiculata sebesar 0.129 ind/m2.Kata kunci:  kepiting bakau; mangrove; pertumbuhanABSTRACTThe demand for mud crabs has increased over time, while meeting this demand still relies on catching them in the wild. It is feared that catching mud crabs that do not pay attention to their sustainability will reduce the population of mud crabs. The aim of the research is to determine the density, distribution pattern, size structure, growth pattern of mangrove crabs and mangrove density. Mud crab samples were collected using the line plot transect method. Mangrove community data was collected using the quadrat transect method. Based on the type of mangrove crab density, it was found that the Scylla tranquebarica type had the highest density, namely 0.0050 ind/m2, while the lowest density of the Scylla olivacea type was 0.0025 ind/m2. The distribution pattern of mud crabs is clustered with a value of Id=1.20. The caught mud crabs have a carapace measuring around 9-19 cm long and a width ranging from 12-22 cm, swimming legs ranging from 8-17 cm, walking legs I ranging from 10-22 cm, walking legs II ranging from 13-25 cm, walking legs III ranges from 12-23 cm, cheliped ranges from 15-35 cm and weighs around 0.34-4.0 kg. Analysis of the relationship between carapace length and weight obtained the equation W = 2.853L0.184 with a coefficient of determination (R2) of 0.994, while carapace width and weight obtained the equation W = 3.239L0.197 with a coefficient of determination (R2) value of 0.997. The type of mangrove obtained in the mangrove crab catchment area is Rhizophora spp. The highest was the Rhizophora stylosa type at 0.198 ind/m2 and the lowest was the Rhizophora apiculata at 0.129 ind/m2.Key words: mud crab; mangroves; growth