Wiwin Setiawati
Unknown Affiliation

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Parasitoid E. argenteopilosus sebagai Agens Pengendali Hayati Hama H. armigera, S. litura, dan C. pavonana pada Tumpangsari Tomat dan Brokoli Wiwin Setiawati; Tinni S Uhan; A Somantri
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 4 (2005): Desember 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n4.2005.p%p

Abstract

Kehilangan hasil tomat akibat serangan H. armigera dapat mencapai 52%. Usaha pengendalian hingga saat ini masih mengandalkan pada penggunaan insektisida, namun masih belum mampu menekan serangan hama tersebut. Penggunaan parasitoid E. argenteopilosus dikombinasikan dengan insektisida diharapkan dapat menekan populasi H. armigera. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kemampuan/efikasi parasitoid E. argenteopilosus dalam menekan perkembangan populasi dan serangan hama H. armigera, S. litura, dan C. pavonana pada sistem tumpangsari tomat dan brokoli. Penelitian dilakukan di kebun percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang sejak bulan Juni sampai dengan November 2002. Rancangan percobaan yang digunakan adalah petak terpisah dengan 4 ulangan. Sebagai petak utama adalah pelepasan parasitoid yang terdiri atas tanpa pelepasan dan dengan pelepasan. Sebagai anak petak adalah penggunaan insektisida terdiri atas tanpa insektisida, Spinosad, dan Deltametrin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelepasan parasitoid E. argenteopilosus mampu menekan serangan C. pavonana dan S. litura pada tanaman brokoli masing–masing sebesar 24,71 dan 97,24% serta H. armigera pada tanaman tomat sebesar 18,45%. Penggunaan insektisida Spinosad 120 SC efektif untuk mengendalikan C. pavonana dan S. litura pada tanaman brokoli masing-masing sebesar 95,41 dan 100% serta H. armigera pada tanaman tomat sebesar 94,83%. Tingkat parasitasi E. argenteopilosus tertinggi terjadi pada H. armigera sebesar 38,96%, C. pavonana 25,83%, dan S. litura sebesar 24,44%. Pelepasan parasitoid E. argenteopilosus dan penggunaan insektisida mampu mempertahankan hasil panen brokoli dan tomat dengan hasil panen cukup tinggi. Penggunaan insektisida dapat mengurangi populasi E. argenteopilosus sebesar 3,27% untuk insektisida Spinosad dan 50,42% untuk insektisida Deltamethrin 25 EC. Perpaduan antara penggunaan parasitoid dan insektisida selektif diharapkan dapat menghasilkan teknologi ramah lingkungan dan hasil panennya aman dikonsumsi.Eriborus argenteopilosus as a bio–control of H. armigera, S. litura, and C. pavonana on tomato and broccoli cropping system. Yield loss due to H. armigera up to 52%. Chemical pesticide has been intensively used in pest control, but did not totally control the pests. Integration of parasitoid with insecticide can reduce population of pests. The purpose of this experiment was to know the efficacy of E. argenteopilosus against H. armigera, S. litura, and C. pavonana on tomato and broccoli cropping system. The experiment was conducted in the field of Indonesian Vegetables Research Institute from June to November 2002. Split plot design was used in this experiment with 4 replications. Released of parasitoid was used as main plot, consisted of released and without released of parasitoid. Insecticide was used as subplot, without insecticide, Deltamethrin and Spinosad insecticide. The results of this experiment indicated that augmentation released of E. argenteopilosus parasitoid can reduce population of C. pavonana and S. litura on broccoli ca. 24.71 and 97.24% respectively and H. armigera on tomatoes up to 18.45%. The use of Spinosad can reduce population of C. pavonana and S. litura on broccoli ca. 95.41 and 100% respectively and H. armigera on tomatoes up to 94.83%. The highest parasitism was found on H. armigera ca. 38.96%, C. pavonana ca. 25.83% and S. litura ca. 24.44%. Augmentation released of parasitoid and the use of insecticide gave the highest yield compare to control. The use of insecticide can reduce population of parasitoid up to 3.27% for Spinosad and 50.42% for Deltamethrin. Pest control using integration of parasitoid with selective insecticide could promote environmental and food safety.
Pengkajian Ex Ante Manfaat Potensial Adopsi Varietas Unggul Bawang Merah di Indonesia witono diyoga; Thomas Agus Soetiarso; Mieke Ameriana; Wiwin Setiawati
Jurnal Hortikultura Vol 19, No 3 (2009): September 2009
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v19n3.2009.p%p

Abstract

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-November 2006 dan ditujukan untuk melakukan simulasibesaran serta distribusi surplus ekonomik yang merupakan dampak potensial introduksi varietas unggul bawang merahdi Indonesia. Studi ini memanfaatkan teknik analisis surplus ekonomik berdasarkan asumsi sistem perekonomiantertutup dan produk tunggal bawang merah yang bersifat homogen. Perubahan teknologi yang diakibatkan olehintroduksi varietas unggul bawang merah dapat meningkatkan total dan domestik surplus sebagai konsekuensi daripeningkatan reduksi biaya dan produktivitas. Peningkatan produktivitas akan meningkatkan manfaat penggunaanteknologi varietas unggul bawang merah searah dengan dampak peningkatan reduksi biaya input per hektar. Hasilanalisis mengindikasikan bahwa inovasi varietas unggul baru ke dalam subsektor bawang merah Indonesia memilikipotensi dampak yang tinggi terhadap kesejahteraan ekonomi masyarakat. Semua skenario yang disimulasikan untukvarietas unggul bawang merah menghasilkan manfaat ekonomis tinggi. Skenario terburuk (P8) menghasilkan manfaatnasional sebesar Rp. 4,9 milyar, sedangkan skenario terbaik (P5) menghasilkan manfaat nasional sebesar Rp. 631,4milyar. Petani bawang merah masih tetap dapat memperoleh keuntungan walaupun harga satuan luarannya lebih rendah,karena teknologi baru (varietas unggul) akan meningkatkan produksi yang dapat dipasarkan dan menurunkan biayaproduksi. Tingkat adopsi varietas unggul baru bawang merah akan berpengaruh besar terhadap besaran manfaat danpada gilirannya akan bergantung pula kepada premium benih yang harus dibayar petani. Untuk petani atau perusahaanbenih, keuntungan akan meningkat sejalan dengan semakin tingginya mark-up benih dalam kondisi tertentu, tetapijuga akan menurun jika tingkat adopsinya lebih rendah. Dengan demikian, ada semacam economic trade-off antaramark-up benih dengan tingkat adopsi.ABSTRACT. Adiyoga, W., T. A. Soetiarso, M. Ameriana, and W. Setiawati. 2009. Ex-ante Assessment of PotentialBenefits for Adopting a New High Yielding Shallots Variety in Indonesia. The study carried out in April-November2006 was aimed to simulate the size and distribution of the economic surplus generated by the introduction and adoptionof new high yielding shallots variety in Indonesia. This study employed the economic surplus technique assumingthe existence of a closed economy, and dealt with a single homogeneous good. Technological change brought by theintroduction of high yielding shallots variety increased the total and domestic surplus change as a consequence ofincreases in cost reduction and yield. Increases in yield per hectare increased the benefits of the high yielding shallotsvariety technology in the same direction as increases in the cost reduction in input per hectare. The results indicatedthat high yielding variety innovations applied to Indonesia’s agricultural sector had a potential positive economicimpact and increased the society’s economic welfare. All the scenarios simulated for the high yielding shallots varietyincreased the domestic economic surplus. The worst scenario (P8) produced national benefits of Rp. 4.9 billion, whilefor the best scenario (P5), the national benefits were Rp. 631.4 billion. Shallot farmers would gain more profit evenwithout raising the output price, because the technology would increase the marketable yield and lower productioncosts. The extent of adoption of the shallots variety would largely influence the magnitude of the domestic benefitsand depend among other factors on the seed premium farmers had to pay. For the seed grower/company, profits mightincrease with higher seed mark-up under certain conditions, but through lower adoption rates they might also decrease.There was therefore an economic trade-off between the seed mark-up and the adoption rates
Kajian Teknis dan Ekonomis Sistem Tanam Dua Varietas Cabai Merah di Dataran Tinggi Thomas Agus Soetiarsi; Wiwin Setiawati
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 3 (2010): September 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v20n3.2010.p%p

Abstract

ABSTRAK. Penelitian bertujuan mengkaji kelayakan teknis dan ekonomis sistem tanam monokultur dan tumpangsaridua varietas cabai merah di dataran tinggi. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian TanamanSayuran Lembang, dari bulan September 2006 sampai dengan Februari 2007. Penelitian menggunakan perlakuanyang terdiri atas dua faktor, yaitu varietas cabai merah (Hot Chili dan Tanjung-2) dan sistem tanam (monokulturcabai merah dan tumpangsari cabai merah + kubis), seluas 2.500 m2/perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwasistem tanam tumpangsari antara cabai merah dengan kubis tidak memengaruhi pertumbuhan tanaman cabai merah.Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang menyerang pertanaman cabai merah selama percobaan berlangsungadalah gangsir, trips, kutukebul, kutudaun, layu bakteri, dan antraknos. Varietas Tanjung-2 terbukti relatif lebih tahanterhadap serangan OPT dibandingkan dengan varietas Hot Chili, serta mampu menekan kerusakan tanaman hingga50%. Secara teknis, hasil produksi varietas Tanjung-2 (monokultur dan tumpangari) lebih rendah dibanding HotChili. Secara ekonomis, penggunaan varietas Hot Chili yang ditumpangsarikan dengan kubis adalah yang palingmenguntungkan, dengan tingkat pengembalian marjinal yang lebih besar dari satu (>1) dan paling tinggi (458,95%)di antara perlakuan yang lain. Dengan diperolehnya teknologi sistem tanam cabai merah spesifik lokasi dataran tinggiyang secara teknis dapat diterapkan dan secara ekonomis menguntungkan, maka secara sosial akan mempunyaipeluang tinggi untuk diadopsi oleh petani.ABSTRACT. Soetiarso, T. A. and W. Setiawati. 2010. Technical and Economical Studies on Two Hot PepperVarieties Planting Systems in Highland Areas. The research was conducted to assess the technical and economicalfeasibility of two hot pepper varieties planting systems i.e. monoculture and intercropping in highland areas. It wascarried out in IVEGRI’s experimental garden from September 2006 to February 2007. The treatments used in theresearch consisted of two factors. The first factor was hot pepper varieties (Hot Chili and Tanjung-2) and the secondone was planting systems (monoculture of hot pepper and intercropping of hot pepper + cabbage). The results showedthat hot pepper intercropped with cabbage did not affect the growth of hot pepper. Some important pests and diseasesattacking hot pepper were crickets, thrips, bemisia, myzus, bacterial wilt, and anthracnose. Tanjung-2 was relativelymore resistant to pests and diseases than Hot Chili, and reduces of plant damage up to 50%. Agronomically, the yieldof Tanjung-2 as monocropped or intercropped was lower than Hot Chili. Compared to the other treatments, the use ofHot Chili variety intercropped with cabbage was the most profitable option economically. The marginal returns forthis option was greater than one (>1) and the highest (458.95%). The results suggest that the specifically-designedhighland hot pepper planting systems was not only technically feasible, but also economically viable. Hence, it hasgreat potential to be socially accepted and adopted by farmers as the end-users.
Penampilan Beberapa Klon Bawang Merah dan Hubungannya dengan Intensitas Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan Sartono Putrasamedja; Wiwin Setiawati; L Lukman; Ahsol Hasyim
Jurnal Hortikultura Vol 22, No 4 (2012): Desember 2012
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v22n4.2012.p349-359

Abstract

Perkembangan varietas-varietas bawang merah di suatu daerah ditentukan oleh keserasian dengan lingkungan, potensi hasil, toleransi terhadap serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), serta umur dan mutu hasil. Penelitian bertujuan untuk menguji penampilan beberapa klon bawang merah dan hubungannya dengan intensitas serangan OPT penting. Penelitian dilaksanakan di Brebes dan Tegal (Jawa Tengah) dari Bulan Juni sampai dengan September 2011. Perlakuan yang diuji ialah 10 klon bawang merah hasil silangan tahun 2004 dan 2005, serta dua varietas bawang merah sebagai pembanding (Bauji dan Bima Brebes). Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok dan diulang tiga kali. Parameter yang diamati ialah pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah anakan), hasil panen, dan serangan OPT penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon no. 2005/1 dapat beradaptasi dengan baik di Brebes dan Tegal, mampu menghasilkan produksi tertinggi masing-masing sebesar 9,95 dan 17,50 t/ha, mempunyai diameter umbi terbesar (1,87 dan 2,41 cm), bentuk umbi bulat, dan berwarna merah tua, sedangkan klon no. 2004/11 mempunyai pertumbuhan dan  produktivitas yang tinggi, relatif toleran terhadap serangan Spodoptera exigua, Alternaria porri, dan Colletotrichum gloeosporioides, diameter umbi (1,67 dan 1,96 cm), bentuk umbi bulat,  dan berwarna merah tua, sedangkan klon no. 2004/10 dan no. 2005/19 sangat rentan terhadap serangan hama S. exigua, penyakit A. porri, dan C. gloeosporioides. Klon-klon yang mempunyai tingkat serangan rendah/toleran terhadap OPT merupakan klon harapan bawang merah toleran/tahan OPT. Namun demikian, penggunaan pestisida sesuai dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT) masih tetap diperlukan terutama apabila serangan OPT tersebut mencapai ambang pengendalian yang ditetapkan. The development of shallots varieties in one location depends on the genetic adaptability, yield potential,  tolerance to pest and diseases, harvest date, yield and quality. The aim of study was to evaluate 10 clones and two local clones as check, Bima Brebes and Bauji were conducted in Brebes and Tegal (Central Java) from June to September 2011. The trial were laid out in a completely randomized block design and each treatment was replicated three times. The parameters used for evaluating these clones were plant height, no. of sprout,  no. of leaves, yield and pests and diseases incidence. The results showed that considering overall performance, clone no. 2005/1 gave the highest yield (9.95 and 17.50 t/ha), and diameter of bulb (1.87 and 2.41 cm) in Brebes and Tegal respectively, clone no. 2004/11 produced growth and good yield  and showed tolerance to Spodoptera exigua, Alternaria porri, and Colletotrichum gloeosporioides, bulb diameter (1.67 and 1.96 cm) with dark red color,  while clone no. 2004/10 and no. 2005/19 were identified as the most susceptible clones to S. exigua, A. porri, and C. gloeosporioides. This suggests that some of shallots clones could be good candidates for the new varieties of shallots. However, the use of pesticides in IPM concept were still needed especially if the incidence of pests and diseases reach the action threshold.
Efikasi dan Persistensi Minyak Serai sebagai Biopestisida terhadap Helicoverpa armigera Hubn. (Lepidoptera : Noctuidae) Ahsol Hasyim; Wiwin Setiawati; R Murtiningsih; Eri Sofiari
Jurnal Hortikultura Vol 20, No 4 (2010): Desember 2010
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v20n4.2010.p%p

Abstract

ABSTRAK. Helicoverpa armigera merupakan hama penting pada tanaman cabai merah. Kehilangan hasil akibat seranganH. armigera dapat mencapai 60%. Pengendalian yang umum dilakukan adalah menggunakan insektisida secara intensif,yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh berbagai konsentrasiminyak serai terhadap aktivitas biologi larva H. armigera. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah KasaBalai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang dari bulan Juni sampai Desember 2009 pada suhu 27±20C dan kelembaban75-80%. Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap kegiatan, yaitu pengaruh minyak serai terhadap: (1) repelensi larvaH. armigera instar II, (2) indeks nutrisi larva H. armigera instar III, (3) toksisitas larva H. armigera instar I, II, dan III,serta (4) persistensi minyak serai dalam pakan H. armigera dan pengaruhnya terhadap mortalitas larva H. armigerainstar III. Rancangan percobaan yang digunakan ialah acak kelompok yang terdiri atas enam perlakuan dengan empatulangan. Penelitian menggunakan metode pencelupan (dipping methods). Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyakserai dapat digunakan sebagai penolak larva H. armigera instar II, dengan tingkat repelensi kelas II (20-40%) dan kelasIII (40-60%). Aplikasi minyak serai pada konsentrasi 3.000-5.000 ppm dalam pakan dapat menurunkan laju konsumsirelatif, laju pertumbuhan relatif, efisiensi konversi makanan yang dicerna dan yang dimakan, serta dapat menghambatmakan larva H. armigera sebesar 50%. Penggunaan minyak serai dapat menurunkan bobot pupa H. armigera jantandan betina. Nilai LC50 untuk larva H. armigera instar I, II, dan III berturut-turut ialah 12.795,45, 8.327,42, dan 3.324,89ppm, sedang nilai LC95 untuk larva H. armigera instar I, II, dan III berturut-turut sebesar 10.564,59, 12.535,12, dan4.725,30 ppm. Residu minyak serai dalam pakan H. armigera hanya berkisar antara 1- 4 hari setelah pemaparan ataupada 5 HSP toksisitas menurun drastis. Minyak serai sebagai insektisida nabati mempunyai tingkat persistensi yangrelatif rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, minyak serai dapat digunakan sebagai insektisida yang potensialuntuk dikembangkan secara komersial dan ramah lingkungan dalam rangka pengendalian H. armigera.ABSTRACT. Hasyim, A., W. Setiawati, R. Murtiningsih, and E. Sofiari. 2010. Efficacy and Persistence of CitronellaOil as A Biopesticide Against Helicoverpa armigera Hubn.. The fruit borer, Helicoverpa armigera (Hubn.) is one ofthe key pests of chili pepper in Indonesia. Yield loss due to this insect pest is up to 60%. The chemical treatment forcontrolling this insect pest is ineffective and eventually leads to environmental pollution. Studies were conducted toassess the biological activity of citronella oil against tomato fruit worm, H. armigera from June to December 2009 atthe Laboratory and the Screenhouse at Indonesian Vegetables Research Institute. All the bioassays were conducted undercontrolled environmental conditions (27± 20C and 75-80% RH). Four bioassay steps were performed, i.e the effectof citronella oil on percentage repellency of second instar larvae of H. armigera, the antifeedant effect of citronellaoil against third instar larvae of H. armigera, toxicity of citronella oil on first, second, and third instar larvae of H.armigera and persistence of citronella oil and is effect of mortality of H. armigera. The results indicated that citronellaoil significantly repellened to second larvae of H. armigera with the repellency level of relative lowest II (20-40%) andIII (40-60%). Applications of citronella oil at 3,000 until 5,000 ppm concentrations reduced the food consumptionindex, growth rate, approximate digestability, efficiency of conversion of digested food and feeding deterrent was reducedby 50%. Citronella oil significantly decreased the growth and the development of both pupal male and female of H.armigera. The percentage of mortality rate varied significantly among the H. armigera larvae tested and the values ofLC50 for first, second, and third larvae instar of H. armigera were 12,795.45, 8,327.42, and 3,324.89 ppm, respectively.Meanwhile LC95 value at the first, second, and third larvae instar of H. armigera were 10,564.59, 12,535.12, and 4,725.30ppm, respectively. Residual activity of citronella oil were found to be moderately toxic to H. armigera. The residueof citronella on food H. armigera was about 1-4 days after treatment. However, toxicity decreased significantly after5 days. These results clearly showed that citronella oil was not persistent to the environment due to its volatile nature.These results suggested that the application of citronella oil is potential to be used as an ideal eco-friendly approach forthe control of the agricultural pests H. armigera.
Teknik Perbanyakan Masal Predator Menochilus sexmaculatus Pengendali Serangga Bemisia tabaci Vektor Virus Kuning pada Tanaman Cabai Agus Muharam; Wiwin Setiawati
Jurnal Hortikultura Vol 17, No 4 (2007): Desember 2007
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v17n4.2007.p%p

Abstract

ABSTRAK. Bemisia tabaci Genn. merupakan hama penting pada tanaman cabai merah. Peran penting lainnya adalah sebagai serangga vektor penular virus gemini yang menyebabkan penyakit kuning pada komoditas tersebut. Penelitian mengenai teknik perbanyakan masal predator Menochilus sexmaculatus pengendali serangga B. tabaci vektor virus kuning pada tanaman cabai telah dilaksanakan di Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang sejak bulan April sampai dengan November 2006. Penelitian ini terdiri dari 2 tahap, yaitu (1) perbanyakan M. sexmaculatus, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial, dengan 4 tanaman inang dan 2 serangga mangsa, dan (2) uji daya mangsa pada B. tabaci dan Myzus persicae, menggunakan rancangan acak kelompok dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara tanaman dan mangsa yang digunakan. Tanaman caisin dan mangsa M. persicae merupakan perlakuan yang terbaik untuk perbanyakan predator M. sexmaculatus dan dapat menghasilkan telur sebanyak 893,33 butir, diikuti oleh kombinasi antara tongkol jagung dan M. persicae serta caisin dan B. tabaci, seekor betina M. sexmaculatus mampu menghasilkan telur sebanyak 140-975 butir selama 8-11 hari atau 12-89 ekor/hari. Puncak peneluran terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-7, mortalitas larva M. sexmaculatus berkisar antara 28,66-45,47%, perbandingan antara jantan:betina 1:1, selama 24 jam M. sexmaculatus mampu memangsa B. tabaci sebanyak 51,50 ekor dan pada M. persicae sebanyak 168,50 ekor; daur hidup predator M. sexmaculatus berkisar antara 56 hingga 78 hari dengan rincian telur 4-5 hari, larva 20-25 hari, pupa 4-6 hari dan imago 28-42 hari. Stadia imago terutama betina lebih banyak memangsa B. tabaci dibandingkan dengan jantan ataupun stadia larva. Predator betina paling cepat menemukan mangsa dibandingkan dengan jantan ataupun larva. Predator M. sexmaculatus betina hanya memerlukan waktu 20,33 detik pada jumlah mangsa 120 ekor. Penggunaan M. sexmaculatus untuk pengendalian B. tabaci secara hayati sangat potensial untuk menekan penggunaan insektisida sintetis.ABSTRACT. Muharam, A. and W. Setiawati. 2007. The Mass Propagation Technique of Menochilus sexmaculatus, the Predator of Bemisia tabaci, the Chilli-Yellow-Viruses Transmitting Vector. Bemisia tabaci is apparently known as one of the major pests on chilli pepper. Another important role of the pest is the capability of transmitting gemini virus on chilli pepper causing yellow diseases. A study on mass propagation of M. sexmaculatus, the predator of B. tabaci, was carried out in Screenhouses of Indonesian Vegetable Research Institute, Lembang, from April to November 2006. Consecutive steps of the study were (1) propagation of the predator using a factorial randomized block design, with 4 host plants and 2 preys, and (2) the test of the capability of M. sexmaculatus as the predator of B. tabaci and Myzus persicae, utilyzing a randomized block design with 6 treatments and 4 replications. The results indicated that a correlation was occurred between host plants and preys. The combination of Brassica sinensis as a host plant with M. persicae as a prey resulted in the best treatment for propagation of the predator with eggs production of 893.33, followed by the combinations of Zea mays with M. persicae, and B. sinensis with B. tabaci. One female of M. sexmaculatus was able to produce 140 to 975 eggs within 8 to 11 days, or 12 to 89 eggs per day. The peak of egg production was occurred from the 5th to 7th day. Mortality of M. sexmaculatus larvae was between 28.66 and 45.47%. The best ratio of female and male of the predator was 1 : 1. Within 24 hours the predator was able to attack B. tabaci and M. persicae up to 51.50 and 168.50 larvae, respectively. Life cycle of the predator was between 56 and 78 days: egg 4-5 days, larvae 20-25 days, pupa 4-6 days, and imago for 28-42 days. Female predators attacked B. tabaci much more than male and larvae. Female predators found preys faster than male ones and larvae, 20.33 seconds for 120 preys. The application of M. sexmaculatus for biological control of B. tabaci will obviously decrease the use of synthetic insecticides.
Pengaruh Tumpangsari Tomat dan Kubis terhadap Perkembangan Hama dan Hasil - Subhan; Wiwin Setiawati; Nunung Nurtika
Jurnal Hortikultura Vol 15, No 1 (2005): Maret 2005
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v15n1.2005.p%p

Abstract

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hasil to tal tomat, kubis, serangan OPT, dan nilai kesetaraanlahan (NKL) dalam sistem tumpangsari tomat dan kubis. Tumpangsari yang dicoba adalah tomat monokultur, kubismonokultur, tumpangsari tomat + kubis, tumpangsari tomat + kubis + kubis + tomat, dan tumpangsari tomat + tomat +kubis + tomat + tomat. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dan ulangan lima kali. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa tumpangsari antara tomat + tomat + kubis + tomat + tomat merupakan kombinasiterbaik dan dapat menekan populasi hama Plutella xylostella sebesar 97% dan Crocilodomia binotalis sebesar 76,2%.Secara kuantitatif produksi tomat maupun kubis yang ditanam sistem ganda (intercropping) lebih tinggi daripadaditanam secara tunggal. Sistem penanaman tomat dan kubis secara tumpangsari memberikan keuntungan karena nilaidari NKL > 1, keuntungan tertinggi diperoleh dari sistem tumpangsari tomat + kubis + kubis + tomat sebesar Rp44.420.000,-/ha.Ef fect of intercropping be tween to mato and cab -bage to pests de vel op ment and yield. The ob jec tives were to eval u ate the to tal yield of to mato, cab bage, and landequiv a lent ra tio in to mato and cab bage intercropping sys tem. Treat ments con sisted of mono cul ture of to mato and cab -bage; intercropping of to mato + cab bage; to mato + cab bage + cab bage + to mato; and to mato + to mato + cab bage + to -mato + to mato. Ran dom ized block de sign with five rep li ca tions was used. The re sult in di cated that intercroppingsys tem of to mato + to mato + cab bage + to mato + to mato was the best com bi na tion to re duce pop u la tion of Plutellaxylostella (97%) and Crocilodomia binotalis (76.2%). Quan ti ta tively, the pro duc tion of to mato and cab bageintercropping sys tem was higher than mono cul ture sys tem. Intercropping sys tem of to mato + cab bage + cab bage +to mato gave the high est profit about Rp. 44.420.000,- per hect are.
Preferensi Beberapa Varietas Tomat dan Pola Infestasi Hama Kutu Kebul serta Pengaruhnya terhadap Intensitas Serangan Virus Kuning Wiwin Setiawati; Bagus Kukuh Budiarto; Neni Gunaeni
Jurnal Hortikultura Vol 17, No 4 (2007): Desember 2007
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v17n4.2007.p%p

Abstract

ABSTRAK. Preferensi Bemisia tabaci terhadap tanaman tomat dilakukan pada 6 varietas tomat, yaitu Gress, Idola, Ovation, BTM-855, Martha, dan Cosmonot. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang mulai bulan September hingga Desember 2005. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak kelompok dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati antara lain populasi telur, nimfa, dan imago yang terdapat pada daun atas, tengah, dan bawah, kerusakan tanaman, pola infestasi, intensitas, dan insiden penyakit virus kuning, dan hasil panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) varietas tomat yang paling disukai oleh B. tabaci adalah Gress, Idola, dan BTM-855, sedangkan varietas yang kurang disukai adalah Martha, Cosmonot, dan Ovation, (2) tidak terdapat varietas yang tahan terhadap serangan penyakit virus kuning, (3) varietas Martha relatif tahan terhadap serangan B. tabaci, H. armigera, dan penyakit virus kuning dengan hasil panen cukup tinggi (42,09 t/ha). Varietas Martha mempunyai kerapatan dan sekresi trikhoma yang cukup tinggi sehingga efektif dalam mengurangi populasi B. tabaci, dan (4) B. tabaci lebih menyukai daun atas dibandingkan dengan daun tengah dan daun bawah.ABSTRACT. Setiawati, W., B.K. Udiarto, and N. Gunaeni. 2007. Preference and Infestation Pattern of Bemisia tabaci (Genn) on Some Tomatoes Varieties and Its Effect on Gemini Virus Infestations. Six tomatoes varieties of Gress, Idola, Ovation, BTM-855, Martha, and Cosmonot were evaluated in this study. The experiment was conducted at experimental field of Indonesian Vegetable Research Institute from September to December 2005, and laid in a randomized complete block design with 6 treatments and 4 replications. The data observed were egg number, nymphal number, and adult number on the upper, middle, and lower of leaflets, plant damage, infestation pattern, percentage of infected plant, and marketable yield. The results of this experiment indicated that (1) the preferred varieties for oviposition and activity of B. tabaci were Gress, Idola, and BTM-855, while Martha, Cosmonot, and Ovation were the least preferred, (2) none of the varieties was found to be resistant against gemini virus, however Martha variety was somewhat resistant, (3) Martha variety was relatively resistant to B. tabaci, H. armigera, and gemini virus with the highest yield of 42.09 t/ha. This variety has high density of glandular trichome,which was effective in reducing oviposition and nymphal feeding, and (4) the number of B. tabaci was found higher at the upper leaf than the middle and lower leaf strata.
Interaksi Tanaman pada Sistem Tumpangsari Tomat dan Cabai di Dataran Tingg Suwandi -; Rini Rosliany; Wiwin Setiawati
Jurnal Hortikultura Vol 13, No 3 (2003): SEPTEMBER 2003
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v13n3.2003.p1-5

Abstract

Penelitian bertujuan mempelajari interaksi sinergis tanaman tomat dan cabai dalam sistem pertanaman tumpangsari di dataran tinggi. Kegiatan penelitian dilaksanakan di rumah kaca dan lapangan, di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, mulai bulai Mei sampai dengan Desember 2000. Perlakuan percobaan terdiri atas delapan macam perlakuan tanam tumpangsari, termasuk pertanaman monokrop sebagai pembandingnya. Percobaan rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua ulangan, sedangkan di lapangan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) interaksi sinergis tanaman terjadi pada tumpangsari tanaman tomat dan cabai terhadap komponen pertumbuhan tinggi (7 minggu), perkembangan luas daun, bobot kering tanaman pada fase pertumbuhan maksimum, serapan total NPK, dan komponen hasil buah tomat dan cabai (buah sehat dan rusak), (b) efek sinergis tanaman nyata terjadi searah dari tanaman cabai terhadap setiap parameter tanaman tomat; dan (c) sistem interaksi sinergis tanaman tumpangsari di dataran tinggi dipengaruhi cara pengelolaan tanaman  di lapangan. Selanjutnya pengaruh interaksi dua arah dari tanaman tumpangsari sayuran di dataran tinggi perlu diteliti lebih lanjut. Kata kunci: Lycopersicum esculentum;Capsicum annuum; Tumpangsari; Sinergisme; Interaksi; Tanaman sayuran. ABSTRACT. A series of experiment were conducted at screen house and experi- mental garden of  Research Institute for Vegetable, starting from  May to December 2000. Treatments consisted of eight kinds of intercropping systems including monocrop as its control treatment. A screen house experiment used a randomized complete design with two replications, while the randomized block design with three replications was ap- plied in the field experiment. The results showed that (a) the positive plant interaction occurred on tomato and hot pep- per intercropping as shown at growth component of plant height (7 weeks), leaf area, dry weight of crop at maximum growth stage, total uptake of NPK, and the yield components of tomato and hot pepper fruits (healthy fruit and damage fruit), (b) synergism affect of plants significantly occurred directly from hot pepper plant on tomato crop, and (c) the plant interaction system of tomato and hot pepper intercropping in the highland were closely related to cropping man- agement in field. Further study are needed to explore more information deeply in two ways interaction affects of crop- ping sytem on vegetables farming in the highland.
Dinamika Populasi dan Pola Infestasi Liriomyza huidobrensis Blanchard pada Tanaman Kentang di Musim Kemarau dan Musim Hujan Wiwin Setiawati; Aang Somantri; - Purwati
Jurnal Hortikultura Vol 12, No 4 (2002): Desember 2002
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v12n4.2002.p%p

Abstract

Liriomyza huidobrensis merupakan hama baru pada tanaman kentang. Hama ini pertama kali dilaporkan menyerangtanaman kentang di Puncak, Jawa Barat pada tahun 1994 dan diduga telah resisten terhadap berbagai jenis insektisidaseperti organofosfat, karbamat, dan piretroid sintetik. Upaya pengendalian diarahkan pada pengendalian hamaterpadu yang penerapannya bergantung pada bioekologi serangga hama. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui dinamika L. huidobrensis dan musuh alaminya, serta pola infestasi pada tanaman kentang di musimkemarau dan musim hujan. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang,sejak bulan Juni 1999 sampai dengan bulan Pebruari 2000. Rancangan percobaan yang digunakan adalah PetakBerpasangan, terdiri atas dua perlakuan dan diulang enam kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa L. huidobrensismulai menyerang tanaman kentang sejak umur tiga minggu setelah tanam (MST) dan mencapai puncaknya pada umurempat, enam, dan delapan MST. Keberadaan kompetitor sangat mempengaruhi fluktuasi populasi L. huidobrensis.Selain itu faktor lingkungan abiotik seperti suhu, kelembaban, dan angin juga mempengaruhi fluktuasi populasi L.huidobrensis. Keberadaan musuh alami H. varicornis tidak mampu menekan serangan L. huidobrensis. Penggunaaninsektisida bensultaf 50 WP cukup efektif untuk mengendalikan L. huidobrensis. Pada musim kemarau serangan L.huidobrensis lebih tinggi bila dibandingkan dengan musim hujan. L. huidobrensis lebih memilih daun bawah dantengah sebagai tempat peletakan telur.Kata kunci : Solanum tuberosum; Dinamika populasi; Pola infestasi; Liriomyza huidobrensis; Musim kemarau;Musim hujan.AB STRACT. Setiawati, W., A. Somantri, and Purwati. 2002. Pop u la tion dy namic and in fes ta tion pat tern ofLiriomyza huidobrensis on po tato in dry sea son and rainy sea son. The leafminer flies are newly re corded as a peston po tato in In do ne sia. It was firstly re ported to at tack po tato in Puncak, west Java in 1994 and its has be came re sis -tance to sev eral in sec ti cide such as organophospate, carbamat, and syn thetic pyrethroid. In te grated pest man age mentis the best way to con trol this pest and in for ma tion of bioecology of this pest is im por tant to sup port im ple men ta tion ofin te grated pest man age ment (IPM) tech nol ogy in the field. The ob jec tives of this ex per i ment were to know pop u la tiondy namic of L. huidobrensis and its nat u ral en e mies and in fes ta tion pat tern of this pest on po tato in dry and rainy sea -son. This ex per i ment was con ducted at Re search In sti tute for Veg e ta bles (Lembang, West Java) from June 1999 toFeb ru ary 2000. Comparation paired de sign was used in this ex per i ment with two treat ments and rep li cated six times.Re sults of this ex per i ment in di cated that L. huidobrensis in vaded and at tacked po tato plants start ing from the shootemer gence stage or at three weeks af ter plant ing. Pop u la tion of L. huidobrensis fluc tu ated dur ing the grow ing pe riodof plants, and there were three pop u la tion peaks oc curred at four, six, and eight weeks af ter plant ing. Com pet i tors andabiotic fac tors such as tem per a ture, hu mid ity, and wind were more in flu enced L. huidobrensis pop u la tion thanparasitoid ac tiv ity. Bensultaf 50 WP in sec ti cide was ef fec tive to con trol L. huidobrensis. Pop u la tion of L.huidobrensis was higher in dry sea son than in rainy sea son. The adult of L. huidobrensis pre ferred to feed and ovipositon leaves lo cated in the bot tom and mid dle part of po tato plants.