Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Lumbung Pangan Masyarakat: Keberadaan dan Perannya dalam Penanggulangan Kerawanan Pangan Muchjidin Rachmat; Gelar Satya Budhi; nFN Supriyati; Wahyuning Kusuma Sejati
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v29n1.2011.43-53

Abstract

EnglishFood barns are the food reserve institution commonly developed in rural areas and play roles in addressing community food insecurity. Food barns exist along with the rice culture and become a part of public food reserve system. The existence of food barns tend to decline due to some, namely: (a) the movement of green revolution which introduces improved rice varieties and agricultural modernization incompatible with the traditional food barn development; (b) the existence of Bulog that plays it role in stabilizing supply of food and rice price which is a disincentive to storing grain; (c) globalization leading to invention of various processed foods distributed to rural areas has changed people’s consumption pattern, and (d) inconsistent and project-oriented technical assistance. Food barns are generally established in the areas accustomed to food insecurity due to lack of access. Food barns may play role to cope with common food insecurity however not capable of dealing with unpredictable food insecurity, e.g. due to disaster. To deal with transient food insecurity it is necessary that the government establishes mobile food reserves such as conducted by Bulog. Food reserves institution is necessary in the autonomy regions along with decreased role of Bulog. Local government’s food reserve institution may be Local Government Enterprises (BUMD), private institution, or collaboration between those of local governments and Bulog. Food insecurity management is also poverty alleviation exertion. Therefore, addressing food security is not only related to food production and provision but it is also infrastructure improvement and human resource development. IndonesianLumbung pangan merupakan lembaga cadangan pangan di daerah perdesaan, berperan dalam mengatasi kerawanan pangan masyarakat. Lumbung pangan telah ada sejalan dengan budaya padi dan menjadi bagian dari sistem cadangan pangan masyarakat. Keberadaan lumbung pangan cenderung menurun karena beberapa sebab, yaitu: (a) penerapan revolusi hijau yang mengintroduksikan teknologi padi unggul, dan modernisasi pertanian dinilai tidak  sesuai dengan lumbung tradisional masyarakat, (b) keberadaan Bulog yang berperan dalam stabilisasi pasokan dan harga pangan (gabah) di setiap wilayah pada setiap waktu menyebabkan tidak ada insentif untuk menyimpan gabah, (c) globalisasi yang menyebabkan terbangunnya beragam pangan, termasuk pangan olahan sampai ke perdesaan, telah merubah pola konsumsi, dan (d) kegiatan pembinaan yang tidak konsisten dan cenderung orientasi proyek menyebabkan pembinaan yang dilakukan tidak efektif. Keberadaan lumbung pangan saat ini umumnya berada di daerah yang secara tradional telah mengembangkan lumbung pangan di daerah rawan pangan  dengan kendala aksesibilitas. Lumbung pangan berperan mengatasi kerawanan pangan masyarakat di daerah rawan pangan kronis, namun belum mampu untuk mengatasi kerawanan pangan transien akibat kondisi tak terduga seperti bencana. Untuk mengatasi kerawanan pangan transien dibutuhkan penyediaan cadangan pangan oleh pemerintah yang memungkinkan mobilitas cadangan pangan antar wilayah sebagaimana dilakukan oleh Bulog. Dengan menurunnya peran Bulog diperlukan pemikiran untuk mengembangkan kelembagaan cadangan pangan pada era otonomi daerah. Pengembangan kelembagaan cadangan pemerintah daerah tersebut dapat berupa BUMD, Lembaga Swasta atau kerjasama Pemda dengan Bulog dalam pengadaan cadangan pangan daerah. Penanganan kerawanan pangan juga sangat berkaitan erat dengan pengentasan kemiskinan. Untuk itu penanggulangan kerawanan pangan tidak hanya berkaitan dengan aspek produksi dan penyediaan bahan pangan. Perbaikan kondisi kerawanan pangan dapat dilakukan dengan perbaikan  infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia.
Profil dan Permasalahan Peternakan Yusmichad Yusdja; Nyak Ilham; Wahyuning Kusuma Sejati
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v21n1.2003.44-56

Abstract

EnglishLivestock industry in Indonesia is prosperous despite some constraints. The objective of this paper is to critically review livestock industry development in the country. Assessment was based on Statistical Center Agency data, research results, and many opinions to describe the present livestock industry. Assessment was focused on problems identification faced by the livestock industry in connection with domestic and global markets.IndonesianKondisi peternak di Indonesia saat ini memberikan janji masa depan yang baik sekalipun masih banyak persoalan yang dihadapi.Tujuan utama kajian ini adalah melakukan review secara kritis terhadap perkembangan industri peternakan  di Indonesia. Kajian berdasarkan data BPS dan review literatur hasil penelitian dan pemikiran berbagai pihak dengan tujuan untuk menggambarkan keadaan industri peternakan dan masalah-masalah yang dihadapi saat ini. Fokus kajian adalah mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh industri permintaan dikaitkan dengan permintaan dalam pasar domestik dan global.
Kedaulatan Pangan sebagai Basis untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional nFN Syahyuti; nFN Sunarsih; Sri Wahyuni; Wahyuning Kusuma Sejati; Miftahul Azis
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v33n2.2015.95-109

Abstract

EnglishThe concept of food sovereignty officially becomes an objective and an approach in national food development such as depicted in Law No. 18/2012 on Food along with food self-sufficiency and food security. However, up to now formulation and understanding of food sovereignty is various and unclear. This article aims to review the concept of food sovereignty at international and national levels. Food sovereignty is a strategy to improve food security as the ultimate goal of food development because the concept is in fact consistent and complementary. Food sovereignty is related with farmers' rights and access to the entire agricultural resources including land, water, production factors, technology, and marketing as well as on consumption. This condition is measurable at various levels at individual, household, community, regional, and national levels. IndonesianKonsep kedaulatan pangan secara resmi telah menjadi tujuan dan juga pendekatan dalam pembangunan pangan nasional, sebagaimana tercantum dalam UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bersama-sama dengan kemandirian pangan dan ketahanan pangan. Namun demikian, sampai saat ini perumusan dan pemahaman tentang kedaulatan pangan masih beragam dan kurang jelas. Tulisan ini bertujuan melakukan review konsep kedaulatan pangan yang berlangsung di dunia internasional dan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah di Indonesia. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa kedaulatan pangan merupakan suatu strategi dasar untuk melengkapi ketahanan pangan sebagai tujuan akhir pembangunan pangan, karena kedua konsep ini sesungguhnya sejalan dan saling melengkapi. Hasil dari pendalaman terhadap berbagai konsep, dirumuskan bahwa kedaulatan pangan berkenaan dengan hak dan akses petani kepada seluruh sumber daya pertanian mencakup lahan, air, sarana produksi, teknologi, pemasaran, serta terhadap konsumsi. Kondisi ini dapat diukur pada berbagai level baik level individu, rumah tangga, komunitas, wilayah, dan juga nasional.
Upaya Pengembangan Agribisnis Sapi Perah dan Peningkatan Produksi Susu Melalui Pemberdayaan Koperasi Susu S. Rusdiana; Wahyuning Kusuma Sejati
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v27n1.2009.43-51

Abstract

EnglishRecently national milk production has not met the domestic consumption due to slow development of dairy cattle agribusiness. That is why the dairy cattle agribusiness needs to be developed to fulfill national milk consumption. Limited milk production is due to small dairy cattle agribusiness scale, low milk production capacity, and cheap selling price that is not equal to the relatively high production cost leading to low farmers’ low income. In dairy cattle agribusiness the farmers are integrated with the milk-oriented cooperatives that play important role in the development of dairy cattle agribusiness.   To encourage the development of dairy cattle agribusiness it is necessary to empower the cooperatives in order to improve agribusiness scale, to enhance milk production capacity, and to lower the production cost. Cooperatives empowerment is conducted through provision of improved female dairy cattle, high quality of concentrate at affordable price, and better management of the cooperatives. IndonesianKonsumsi susu nasional Indonesia sampai saat ini belum dapat dipenuhi melalui produksi dalam negeri, sebagai akibat lambannya perkembangan agribisnis sapi perah. Oleh karena itu pengembangan agribisnis sapi perah dipandang perlu dipacu agar produksi susu memenuhi kebutuhan susu nasional. Faktor utama penyebab ketidakmampuan produksi susu nasional dalam memenuhi permintaan konsumsi susu nasional adalah karena skala usaha yang kecil, kemampuan produksi susu rendah, harga jual susu yang tidak memadai dan biaya produksi yang relatif tinggi. Hal ini menjadikan pendapatan peternak menjadi rendah. Dalam agribisnis sapi perah, peternak tidak bisa lepas dari keberadaan koperasi. Untuk memacu perkembangan agribisnis sapi perah, perlu adanya pemberdayaan koperasi untuk meningkatkan skala usaha, meningkatan kemampuan produksi susu dan menekan biaya produksi. Pemberdayaan dilakukan melalui penyediaan sumber bibit sapi perah betina, penyediaan pakan konsentrat yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, maupun bisnis KPS.