Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Kewajiban Sertifikat Halal Untuk Produk Impor di Indonesia Syafrida, Syafrida; Hartati, Ralang
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 6, No 4 (2019)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v6i4.13718

Abstract

AbstractGlobalization and free trade cause increased circulation of products both imported and local in the community. The Republic of Indonesia as the country with the largest Muslim population in the world. Islamic Sharia requires its people to consume halal products and forbid products that are not halal. Article 4 UUJPH, all products circulating in the community must be halal certified. Many imported food and beverage products traded in the community have not provided protection and guaranteed halal products for Muslim consumers. The problem is, how is the halal certificate procedure for imported products in force in Indonesia. The research method used is library research using secondary data in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials, normative juridical research. The result of the research is that imported products that are certified overseas that have cooperated with the adjustment of halal certificates with the State of Indonesia, then imported products are no longer required to submit applications for halal certificates, but to register overseas halal certificates at BPJPH to obtain a halal registration number from the head of BPJPH. The halal registration number is listed next to the halal logo on the product packaging or in certain places that are easily seen, read by consumers.Keywords: Halal Certificate, Imported Products, UUJPH AbstrakGlobalisasi dan perdagangan bebas menyebabkan meningkatnya peredaran arus produk baik impor maupun lokal di masyarakat. Negara Republik Indonesia sebagai Negara berpenduduk muslim yang terbesar di dunia. Syariat Islam mewajibkan kepada umatnya untuk mengonsumsi produk halal dan mengharamkan produk yang tidak halal.  Pasal 4 UUJPH, semua produk yang beredar di masyarakat wajib bersertifikat halal. Banyak produk impor makanan dan minuman yang diperdagangkan di masyarakat yang belum memberikan perlindungan dan jaminan kehalalan produk bagi konsumen muslim.  Permasalahan, bagaimana prosedur sertifikat halal untuk produk impor yang berlaku di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, peneltian bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian bahwa produk impor yang bersertifikat luar negeri yang telah melakukan kerja sama penyesuaian sertifikat halal dengan Negara Indonesia, maka produk impor tidak diperlukan lagi mengajukan permohonan sertifikat halal, tetapi melakukan registrasi sertifikat halal luar negeri pada BPJPH untuk mendapatkan nomor registrasi halal dari kepala BPJPH. Nomor registrasi halal tersebut dicantumkan berdekatan dengan logo halal pada kemasan produk atau pada tempat tertentu yang mudah dilihat, dibaca oleh konsumen.Kata Kunci: Sertifikat Halal, Produk Impor, UUJPH
PERAN NEGARA DALAM PELAKSANAAN JAMINAN PRODUK HALAL Ralang Hartati
Jurnal ADIL Vol 10, No 1 (2019): JULI 2019
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.926 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v10i1.1066

Abstract

Penelitian ini meneliti mengenai pelaksanaan Pasal 4 UU No. 3 tahun 2014 tentang jaminan produk halal, yang hingga tahun 2019 belum efektif berlaku. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Jaminan Produk Halal ini, belum diatur Sanksi hukum untuk pelaku usaha yang tidak mengajukan sertifikasi. Sehingga perlu dipertanyakan Bagaimana peran Negara dalam pelaksanaan Pasal 4 dan Bagaimana sanksi Pidana atas Pelanggaran Pelaksanaan Jaminan Produk halal. Jenis Penelitian adalah yuridis normative dan empiris, menggunakan penelitian kepustakaan yang  disertai dengan penelitian lapangan melalui wawancara kepada fihak yang berwenang di BPJPH dan membagi kuesioner kepada 60 responden muslim secara acak. Hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa peran negara yang  menangani masalah Kehalalan suatu produk adalah lembaga MUI (Majelis Ulama Indonesia). Mulai Oktober 2017,Sejak diundangkannya UU. No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal wewenang tersebut dialihkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sanksi Pidana bagi pelanggaran pasal 4, yang terdapat dalam  Pasal 56 dan Pasal 57 UU JPH,  hanya diberlakukan   terhadap pelaku orang perseorangan. Oleh itu, ketentuan atau norma pidana atas Jaminan Produk Halal, merupakan peraturan tentang hukuman akibat pelanggaran kewajiban moral hazard dari subjek hukum pribadi atau korporasi.
HAMBATAN DALAM EKSEKUSI PERKARA PERDATA Ralang Hartati; Syafrida Syafrida
Jurnal ADIL Vol 12, No 1 (2021): Juli 2021
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/ajl.v12i1.1919

Abstract

Eksekusi  atau  pelaksanaan  putusan  Hakim  dalam  perkara  perdata  dilakukan terhadap  putusan  Hakim  berkekuatan  hukum  tetap  (  inkracht  van  gewisde). Eksekusi  dapat  dilakukan  secara  sukarela  atau  secara  paksa.  Pelaksanaan  putusan Hakim secara sukarela dilaksanakan langsung oleh pihak yang kalah tanpa campur tangan  pengadilan.  Dalam  praktek  pihak  yang  kalah  tidak  bersedia  melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, maka dilaksanak secara paksa melalui Pengadilan Negeri  yang memutus perkara. Hambatan pelaksanaan eksekusi antara lain objek eksekusi tidak jelas, telah berpindah ketangan pihak lain, terbitnya  sertifikat baru dan pihak yang kalah melakukan perlawanan. Sedangkan hambatan secara yuridis adanya  upaya  hukum  peninjauan  kembalii  yang  dilakukan  ileh  pihak  yang  kalah. Pihak ketiga mengajukan perlawanan ( derden verzet) karena ada hak pihak ketiga yang  terambil,  putusan  hakim  tidak  bersifat  penghukuman  (comdemnatoir)  tapi bersifat  decratoir  dan  konstitutief.  Untuk  mencegah  hambatan  dalam  pelaksanaan eksekusi dan menang hampa hanya menang diatas kertas, maka pihak kalah harus beritikad baik melaksanakan putusan Hakim secara sukarela, panitera atau jurusita pengadilan harus cermat dan teliti dalam penyitaan, pihak kalah tidak mengalihkan objek  sengketa  kepada  pihak  lain.  Untuk  kelancaran  pelaksanaan  eksekusi pengadilan  dapat  minta  bantuan  aparat  keAmanan  (  Polisi  dan  TNI  )  untuk melakukan  pengamanan  selama  pelaksanaan  eksekusi.  Pihak  yang  menghambat, mengancam  petugas  pelaksana  eksekusi  selama  pelaksanaan  eksekusi  dapat dikenai sanksi pidana.
Eksekusi Jaminan Fidusia Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/Puu/Xvii/2019) Syafrida Syafrida; Ralang Hartati
Jurnal ADIL Vol 11, No 1 (2020): JULI 2020
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/ajl.v11i1.1447

Abstract

Fidusia hak kebendaan bersifat memberikan jamina. Objek jaminannya  benda bergerak berwujud, tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang tidak dapat dijamin dengan hak tanggungan. Jaminan fidusia banyak digunakan oleh perusasaan pembiayaan. Debitur wanprestasi, pihak leasing mengeksekusi objek fidusia secara sepihak, hal ini dianggap bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3) Undang –Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dilakukan uji materil. Rumusan masalah, bagaimana eksekusi jaminan fidusia setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019. Metode penelitian, mengunakan penelitian kepustakaan berupa data sekunder. Penelitian bersifat Yuridis Normatif dan jenis penelitian kualitatif. Pembahasan setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 menyatakan Pasal 15 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 bertentangan dengan UUD tahun 1945. Kesimpulan, sebelum putusan Mahkamah Konstitusi eksekusi objek jaminan fidusia berdasarkan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.. Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 menyatakan  eksekusi jaminan tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh kreditur, tapi harus melalui putusan Pengadilan Negeri, kecuali ada kesepakatan mengenai cidera janji antara debitur dengan kreditur dan debitur menyerahkan secara sukarela objek jaminan fidusia. Saran, Otoritas Jasa Keuagan (OJK) memberikan sanksi kepada lembaga pembiayaan yang melakukan eksekusi sepihak objek jaminan
ANALISIS YURIDIS BENTUK PERJANJIAN ANTARA PERUSAHAAN ASURANSI KERUGIAN DENGAN PERUSAHAAN LOSS ADJUSTER Ralang Hartati
Jurnal ADIL Vol 3, No 1 (2012): JUNI 2012
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.13 KB) | DOI: 10.33476/ajl.v3i1.841

Abstract

Dalam prakteknya, perusahaan asuransi, sebelum membayar klaim tertanggung,selalu menggunakan jasa perusahaan Loss Adjuster, ketika penilaian lapangankerugian dianggap rumit dan sulit, dan nilai klaim cukup besar. Tulisan inidimaksudkan untuk menggambarkan secara singkat tentang bagaimana bentukperjanjian yang ada antara perusahaan adjuster asuransi kerugian denganperusahaan asuransi.
MEWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM DAN JAMINAN KEPASTIAN HAK KONSUMEN MUSLIM TERHADAP PRODUK HALAL (SUATU KAJIAN AJARAN GUSTAV RADBRUCH) Syafrida Syafrida; Ralang Hartati
Jurnal Hukum Replik Vol 7, No 1 (2019): JURNAL HUKUM REPLIK
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (343.763 KB) | DOI: 10.31000/jhr.v7i1.2416

Abstract

AbstrakTujuan Hukum menurut Ajaran Gustav Radbruch adalah memberikan keadilan, kepastian hukum dan kemanfataan. Penyelenggaran produk halal yang bertujuan untuk memberi perlindungan hukum hak konsumen terhadap produk halal. Pelaku usaha dalam menjalan kegiatan usahannya harus bertindak adil artinya peaku usaha tidak melakukan perbuatan yang melanggar hak konsumen terhadap produk halal. Keadilan akan dapat diwujudkan jika didukung oleh regulasi yang memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaran produk halal untuk melinduk hak konsumen muslim. Penyelenggaran produk halal yang didukung oleh unsur keadilan dan kepastian hukum peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan produk halal akan memberi manfaat melindungi hak konsumen muslim terhadap produk halal dan bermanfaat bagi pelaku usaha karena logo halal yang terdapat pada produk akan meningkatkan nilai tambah penjualan pelau usaha sehingga memberi keuntungan bagi pelaku usaha.Kata kunci, ajaran Gustav Radbruch, perlindungan, konsumen muslim  Abstract He purpose of the Law according to Gustav Radbruch's Teachings is to provide justice, legal certainty and humanity. Holding halal products that aim to provide legal protection for consumer rights to halal products. Business actors in carrying out their business activities must act fairly, meaning businesspeople do not commit acts that violate consumer rights to halal products. Justice will be realized if it is supported by regulations that provide legal certainty in the implementation of halal products to protect the rights of Muslim consumers. Holding halal products supported by justice and legal certainty of laws and regulations relating to halal products will provide benefits to protect Muslim consumers' rights to halal products and benefit business actors because the halal logo on the product will increase the added value of sales of business pelau so benefit the business actor. Keywords, the teachings of Gustav Radbruch, protection, Muslim consumers
GUGATAN WANPRESTASI DARI PENERIMA KUASA MENJUAL ATAS TANAH Ahmad Kamal Arifin Sitanggang; Ralang Hartati; Tihadanah
MAJALAH KEADILAN Vol 23 No 2 (2023): MAJALAH KEADILAN
Publisher : Universitas Prof. Dr. Hazairin, SH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32663/fzbg6451

Abstract

Prinsip hukum perjanjian, yang bersifat inklusif dengan memungkinkan pembuatan perjanjian tanpa harus ditetapkan oleh undang-undang, menciptakan kesempatan bagi individu untuk mengadakan berbagai jenis perjanjian, termasuk perjanjian pemberian kuasa. Atas dasar perjanjian pemberian kuasa, penerima kuasa mengajukan gugatan wanprestasi. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan menggunakan data jenis data sekunder yang diambil dari perundnag-undangan, buku, artikel yang berkaitan dengan gugatan wanprestasi atas dasar kuasa jual beli tanah. Hasil penelitian ini yaitu penerima kuasa hanya memiliki kewenangan sebagai perwakilan yang bertindak atas nama dan untuk kepentingan pemberi kuasa. Oleh karena itu, dalam hal tuntutan hukum, seperti gugatan wanprestasi di pengadilan, hanya pemberi kuasa yang memiliki hak untuk mengajukannya. Tindakan hukum yang diambil oleh penerima kuasa mengikat pemberi kuasa dan tidak mengikat penerima kuasa. Dengan demikian, yang berwenang untuk mengajukan gugatan terhadap pihak lain dalam konteks perjanjian yang dibuat oleh penerima kuasa atas nama pemberi kuasa adalah pemberi kuasa. Tuntutan pembatalan atas perjanjian jual beli tanah dalam kasus 734/Pdt.G/2017/PN. Bekasi tidak dapat didasarkan pada gugatan wanprestasi. Hal ini karena pembeli telah memenuhi kewajibannya kepada penjual sesuai dengan isi akta jual beli. Selain itu, perjanjian jual beli tanah dalam kasus tersebut telah dipenuhi dengan pemenuhan syarat formal, seperti pengalihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang sah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang dan telah dilakukan balik nama sesuai hukum. Pembatalan perjanjian jual beli tanah hanya dapat dimintakan jika terdapat cacat yuridis dalam syarat perjanjian, seperti adanya paksaan, penipuan, atau kesalahan.
PEMBERIAN HAK ASUH ANAK DILUAR PERKAWINAN DITINJAU DARI PASAL 14 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Novelia Crishtina Giro; Ralang Hartati; Tihadanah, Tihadanah
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 5 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i5.2340

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemberian hak asuh anak diluar perkawinan yang ditinjau dari pasal 14 undang-undang nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Yang dimana sengketa tentang pemberian hak asuh anak diluar perkawinan masih sangat sering terjadi karena berbagai faktor. Seperti kedudukannya secara hukum sebagai anak luar perkawinan. Dan apakah terdapat kemungkinan jika dikemudian hari ayah biologisnya ingin mengasuh anaknya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dalam mengumpulkan datanya menggunakan analisis data deskriptif-kualitatif yang merupakan mengemukakan data dan informasi kemudian dianalisis dengan memakai beberapa kesimpulan sebagai temuan dari hasil penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan anak diluar perkawinan masih rancu dalam hukum positif indonesia dan anak luar kawin hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya tidak dengan ayah biologisnya. Akan tetapi ayah biologisnya tetap berkewajiban memberikan nafkah kepada si anak apabila dapat dibuktikan dengan tes DNA atau alat bukti yang sah secara hukum sesuai dengan putusan MK Nomor 46/PUU/VIII/2010.
BALIK NAMA SERTIPIKAT HAK MILIK BERDASARKAN PERJANJIAN JUAL BELI DIBAWAH TANGAN YANG PENJUALNYA TIDAK DIKETAHUI KEBERADAANNYA (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 16/Pdt.P/2019/PN MRT) Rahayu Riyanti Putri; Ralang Hartati; M.Wira Utama
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 2 No. 5 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v2i5.2341

Abstract

Dalam kehidupan masyarakat, tidak jarang transaksi jual beli tanah ini hanya dibuatkan surat pernyataan bahwa tanah telah diserahkan dan uang pembayaran telah diterima oleh penjual, transaksi tersebut tidak dilakukan dihadapan PPAT sehingga tidak ada AJB yang membuktikan transaksi jual beli tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Sehingga timbul masalah dikemudian hari yaitu tidak bisa dilakukannya balik nama dari sertifikat hak atas tanah. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap putusan perkara Nomor: 16/Pdt.P/2019/PN MRT, Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif, yakni menerangkan dan menggambarkan data yang diperoleh melalui pengkajian putusan Nomor: 16/Pdt.P/2019/PN MRT, yang berkenaan dengan pertimbangan dan pembuktian yang diungkapkan dalam persidangan, kemudian dianalisa dengan menarik kesimpulan, dengan beracuan pada literatur kepustakaan.Berdasarkan hasil penelitian dan analisa oleh penulis, bahwa dari tinjauan hukum dapat dilihat bahwa jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta Jual Beli PPAT atau dibawah tangan akan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak pembeli, hal ini karena ia hanya dapat menguasai secara fisik akan tetapi tidak dapat membuktikan kepemilikannya tersebut secara hukum. Akan tetapi jual beli yang telah dilakukan antara penjual dan pembeli dianggap sah, karena jual beli tersebut terjadi karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak dan para pihak telah cakap menurut hukum, dan kesepakatan itu untuk hal jual beli (hal tertentu) dan hak atas tanah dan bangunan tersebut adalah benar milik pihak penjual. Bahwa keabsahan peralihan hak atas tanah karena jual beli yang dibuat dibawah tangan berkaitan dengan Putusan Nomor 16/Pdt.P/2019/PN MRT, tetap sah berdasarkan surat penyerahan hak/jual beli. Penyelesaian yang dapat dilakukan oleh pembeli, agar peralihan hak karena jual beli yang dilakukan tanpa akta PPAT atau dibawah tangan dapat mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan meminta Putusan Pengadilan Negeri yang memberikan kepastian hukum kepada pemohon atau pembeli sebagai pemilik yang sah atas tanah dan bangunan diatasnya. Dengan putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka pihak Kantor Pertanahan diwajibkan untuk melakukan proses balik nama Sertifikat Hak Milik.
AKIBAT HUKUM DARI MERGER ANTARA GOJEK DAN TOKOPEDIA Vishal Hilmawan Wijaya; Ralang Hartati; Erna Amalia
Jurnal Media Akademik (JMA) Vol. 2 No. 3 (2024): JURNAL MEDIA AKADEMIK Edisi Maret
Publisher : PT. Media Akademik Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62281/v2i3.226

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya merger gojek dan tokopedia dan akibat hukum yang timbul dari merger gojek dan tokopedia, merger perusahaan sering dilakukan di Indonesia, dimana peraturan mengenai merger tertuang dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif menggunakan studi kasus normatif yang berupa produk perilaku hukum, misalnya meneliti undang-undang yang mengatur tentang merger, yang kemudian data informasi tersebut dianalisis dengan menggunakan beberapa kesimpulan sebagai temuan penelitian, Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif. Penelitian hukum yuridis normatif ini dimana penulis mengacu pada norma-norma hukum yang ada pada peraturan perundang-undangan, literatur, pendapat para ahli, makalah-makalah dan hasil penelitian yang berkaitan dengan proses merger, Dari setiap perbuatan yang telah dilakukan pasti ada akibat hukum yang mengikutinya, berdasarkan Pasal 109 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ("UU Cipta Kerja") yang merubah Pasal 1 angka 9 UU 40/2007. Akibat hukum dari penggabungan itu sendiri Dimana suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan terbatas atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan terbatas lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan terbatas yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan terbatas yang menerima penggabungan.