p-Index From 2019 - 2024
0.888
P-Index
This Author published in this journals
All Journal Jurnal Sain Veteriner
Yanuartono Yanuartono
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Identifikasi Serovar Penyebab Leptospirosis pada Anjing di Yogyakarta Guntari Titik Mulyani; Sri Hartati; Hastari Wuryastuty; Ida Tjahajati; Yuriadi Yuriadi; Irkham Widiyono; Yanuartono Yanuartono; Hary Purnamaningsih; Soedarmanto Indarjulianto; Slamet Raharjo; Alfariza Nururozi; Angeline Ganapragasam; Yeo Suan Jiao
Jurnal Sain Veteriner Vol 37, No 2 (2019): Desember
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.014 KB) | DOI: 10.22146/jsv.39201

Abstract

Leptospirosis is a zoonotic disease of global concern, and is caused by pathogenic serovar Leptospira interrogans. Canine Leptospirososis is widespread worldwide, dogs can act as incidental hosts or maintenance hosts for various serovars. The purpose of this research was to identify leptospire serovars that infect healthy and suspected leptospirosis dogs in Yogyakarta. A total of 56 dogs (36 healthy dogs and 20 suspect leptospirosis dogs) sera were taken from cephalica vein as much as 3 ml. Sera were examined for leptospirosis with Microscopic Aglutination Test (MAT) which conducted at the Research Center for Veterinary Science, Bogor. Microscopic Aglutination Test carried out on various Leptospire serovar, namely: Ichterohaemorrhagiae, Javanica, Celledoni, Ballum, Pyogenes, Cynopeteri, Rachmati, Australis, Pomona, Canicola, Grippotyphosa, Bataviae, Hardjo, and Tarrasovi. The results showed that Celledoni serovars infected 25% of healthy dogs and 5% of suspect leptospirosis dogs, Javanica serovar infected 19% of healthy dogs, Bataviae serovars infected 15% of suspect leptospirosis dogs, Grippotyphosa serovar infected 11% of healthy dogs, Tarrasovi serovar infected 10% of suspect leptospirosis dogs, serovars Cynopteri infects 5% of healthy dogs and 5% of suspect leptospirosis dogs, serovar Pyrogenes infects 5% of healthy dogs and 5% of suspect leptospirosis dogs, and serovar Rachmati infects 5% of suspect leptospirosis dogs. Seven healthy dogs (19%) and 2 suspect leptospirosis dogs (10%) were infected with more than 2 leptospire serovars. From the results of this study it can be concluded that Celledoni serovar of Leptospira interrogans infection causes subclinical leptospirosis, while Bataviae serovar infection causes clinical leptospirosis in dogs in Yogyakarta.
Bovine Ephemeral Fever (BEF) : Penyebab, Epidemiologi, Diagnosa, dan Terapi Alfarisa Nururrozi; Soedarmanto Indarjulianto; Yanuartono Yanuartono; Hary Purnamaningsih; Slamet Raharjo; Rusmihayati Rusmihayati
Jurnal Sain Veteriner Vol 38, No 1 (2020): April
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsv.41863

Abstract

Bovine ephemeral fever (atau 3-day sickness) adalah penyakit demam akut pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh Ephemerovirus dari keluarga rhabdoviridae dan ditularkan oleh vektor arthropoda. Penyakit tersebut biasa terjadi di daerah tropis dan subtropis. Dalam banyak kasus, dampak utamanya adalah pada penurunan produktivitas, produksi susu, kondisi tubuh, gangguan reproduksi, dan periode pemulihan yang lama pada beberapa hewan. Gejala klinis bervariasi pada setiap individu hewan, tetapi pada umumnya diawali dengan demam yang bersifat bifasik melanjut menjadi polifasik. Mortalitas biasanya rendah, namun, peningkatan kasus berakibat fatal telah dilaporkan dalam beberapa wabah akhir-akhir ini. Penyakit ini tersebar luas diberbagai daerah di Indonesia. Secara umum tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang besar, asalkan segera mendapatkan pertolongan medis yang memadai sehingga tidak terjadi komplikasi dengan penyakit lain. Tulisan ini bertujuan untuk mengulas penyebab, metode diagnosa, dan terapi yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kejadian BEF.
Undernutrition dan Anestrus Pada Kambing Bligon Betina Umur 2-3 Tahun: Sebuah Studi Kasus Kelviano Muqit; Irkham Widiyono; Yanuartono Yanuartono; Sarmin Sarmin; Tridjoko Wisnu Murti
Jurnal Sain Veteriner Vol 39, No 1 (2021): April
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsv.56917

Abstract

Kajian kasus ini ditujukan untuk mengungkap fenomena klinis dan reproduktif yang dialami 5 ekor kambing Bligon betina umur 2-3 tahun yang dipelihara oleh petani di Yogyakarta. Menurut informasi dari pemilik, kambing mengalami kekurusan dan tidak pernah menunjukkan gejala berahi. Hewan sudah diobati dengan ivermectin secara berkala. Pada hewan tersebut selanjutnya dilakukan kajian manajemen pemeliharaan serta observasi dan pemeriksan klinis (pemeriksaan fisik, uii berahi, pemeriksaan sitologi vagina terhadap organ reproduksi)dalam kurun waktu sekitar 60 hari (akhir Juli- awal September 2019). Pada akhir periode observasi hewan diberi perlakuan gertak berahi dengan pemberian injeksi PGF2-alfa dua kali dengan selang 11 hari dan pemeriksaan USG. Hasil pemeriksaan klini hewan tidak bunting, tidak ditemukan adanya ekto dan endoparasit, tidak ditemukan adanya perubahan fisik, dan tanda-tanda penyakit infeksi. Selama masa pengamatan hewan mendapat pakan berupa jerami kangkung pada level sekitar 2% bobot badan, pertambahan bobot badan harian yang negatif atau rendah, BCS buruk (1-1,5 dalam skala 1-5), tidak ditemukan berahi, gambaran sitologi bagina didominasi sel parabasal dan transisional, respon terhadap pemberian preparat PGF2-alfa tidak menunjukkan adanya perubahan fisik alat kelamin, perilaku berahi, dan gambaran sitologi apus vagina. Hasil pemeriksaan USG tidak menunjukkan adanya status ovarium yang aktif. Hewan didiagnosa mengalami Undernutrition dan anestrus. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pendukung dapat disimpulkan faktor lingkungan berupa asupan pakan yang rendah dan kondisi tubuh yang buruk berpotensi mengakibatkan gangguan reproduksi pada kambing Bligon betina di masa usia produktif.
Pemberian Gliserol secara Oral dengan Dosis 2-4 Ml/Kg Berat Badan Meningkatkan Kadar Fisiologik Glukosa Darah: Kajian pada Kambing Kacang (Capra Aegagrus Hircus) Christin Melkianus; Hary Purnamaningsih; Yanuartono Yanuartono; Irkham Widiyono
Jurnal Sain Veteriner Vol 41, No 1 (2023): April
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsv.75525

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh aplikasi gliserol secara oral drenching terhadap kadar glukosa darah pada kambing Kacang (Capra aegagrus hircus). Sebanyak 7 ekor kambing Kacang betina, umur ± 2 tahun, bobot badan 26 kg, kondisi tubuh BCS (2,5–3), tidak bunting, dan secara klinis sehat. Hewan dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok perlakuan dengan larutan gliserol (G) dan kelompok perlakuan dengan air (A) sebagai kontrol. Larutan gliserol dibuat dengan melarutkan gliserol dalam air dengan perbandingan 1:1. Setelah melampaui masa adaptasi sekitar satu bulan, setiap hewan pada kelompok G diberi 2 kali perlakuan oral drenching larutan gliserol dengan dosis 4 ml/kg BB (G2) dan 8 ml/kg BB (G4), sedang setiap hewan kelompok A diberi air dengan dosis 4 ml/kg BB (A4) dan 8 ml/kg BB (A8). Pelaksanaan kedua perlakuan pada setiap hewan berselang 3 pekan. Sampel darah diambil sebelum (pada menit ke-0) dan pada menit ke-60, 120, dan 180 menit setelah oral drencing. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA. P<0,05 ditentukan sebagai kriteria signifikansi. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemberian gliserol pada kelompok G2 dan G4 mengakibatkan peningkatan yang signifikan pada jam kedua dan belum menunjukkan penurunan sampai menit ke 180 yakni berada pada level 80.75 g/dL dan 88.30 mg/dL (P<0,05), sedang pemberian air dengan dosis yang sama pada kelompok A4 dan A8 tidak mengakibatkan perubahan kadar glukosa darah secara signifikan dan berada pada kisaran 58-66 mg/dL (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwan pemberian gliserol secara oral drenching dengan dosis sampai 2-4 ml/kg BB pada kambing Kacang potensial meningkatkan kadar glukosa darah secara cepat dan bertahan tidak kurang dari 3 jam setelah pemberian.