Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

ETOS KERJA : KETELADANAN MASYARAKAT BANYUMAS AWAL ABAD XX Agus - Murdiyastomo
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 5, No 1 (2010): Mozaik
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (57.228 KB) | DOI: 10.21831/moz.v5i1.4339

Abstract

Abstrak Daerah Banyumas bagian selatan dikenal sebagai daerah yang subur penghasil padi, dan   mempunyai kepadatan penduduk yang cukup tinggi. Kesuburan tanah ini kemudian menarik para investor untuk menanamkan modalnya di daerah ini dengan membuka perkebunan tebu, dan pabrik gula. Masuknya usaha tersebut pada akhirnya menyerobot lahan tanaman pangan, karena syarat penanaman tebu kurang lebih sama dengan syarat penanaman padi. Usaha perkebunan dan berdirinya pabrik gula, telah menjadi daya tarik bagi penduduk dari luar untuk turut mengais rejeki di Banyumas. Dengan demikian  beban daerah ini semakin berat karena meningkatnya  jumlah penduduk pada setiap tahunnya.  Penggusuran lahan pertanian tentu mengurangi produksi pangan per tahun, yang pada akhirnya mengancam kesejahteraan  penduduk. Walaupun tekanan semakin menghimpit, tetapi  hidup harus tetap berlangsung, dan bagaimana usaha penduduk Karesidenan Banyumas menanggapi perkembangan situasi itu, dan dapat bertahan bahkan keluar dari tekanan ekonomi. Untuk merunut bagaimana penduduk Banyumas dapat bertahan hidup, dan bahkan  keluar dari tekanan ekonomi, maka digunakan metode  sejarah kritis, dengan mengkaji dokumen-dokumen yang berhasil dikumpulkan, ditunjang pula dengan bahan pustaka yang berhubungan dengan persoalan yang dikaji. Pengkajian terhadap persoalan yang hendak dipecahkan dilakukan dengan pendekatan ekologis, seperti yang dilakukan oleh Geertz,  dan menggali akar budaya Banyumas dengan pendekatan etnografis. Hasil kajian menunjukan bahwa Masyarakat Banyumas mampu bertahan dari tekanan ekonomi karena masyarakat Banyumas memiliki etos kerja yang tinggi. Kerja bagi masyarakat Banyumas bukan semata-mata untuk memperoleh penghasilan, tetapi kerja dilandasi dengan falsafah yang justru muncul dari stereotype orang Banyumas, yaitu terus terang dan apa adanya yang dalam dialek banyumas disebut dengan “cablaka”,  Hal ini pantas dikembangkan dalam rangka membangkitkan etos kerja yang dilandasi semangat nasionalisme, demi meraih Indonesia yang makmur dan sejahtera.
KEBIJAKAN SOSIAL EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN K.G.P.A.A. PAKU ALAM IV – K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII TAHUN 1864-1950 H.Y. Agus Murdiyastomo; Ririn Darini
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 11, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (218.957 KB) | DOI: 10.21831/moz.v11i1.45204

Abstract

Kadipaten Pakulaman merupakan negara dependen yang berbentuk kerajaan di Jawa. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan sesuai dengan perjanjian atau kontrak politik yang dibuat oleh negara induk bersama-sama dengan negara dependen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan-kebijakan sosial ekonomi yang diambil oleh K.G.P.A.A. Paku Alam IV – Paku Alam VIII khususnya pada aspek agraria dan perkebunan dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial ekonomi di Kadipaten Pakualaman.Kata Kunci: Kebijakan, Sosial Ekonomi, Pakualaman
REVITALISASI TEATER TRADISIONAL “KETOPRAK” HY. Agus Murdiyastomo
Mozaik: Kajian Ilmu Sejarah Vol 10, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.876 KB) | DOI: 10.21831/moz.v10i1.28769

Abstract

Di Era globalisasi yang diikuti perkembangan tekhnologi informasi seperti sekarang ini,  seolah negara tanpa batas, budaya asing dapat begitu saja masuk dan mempengaruhi masyarakat luas. Hal seperti ini sangat besar pengaruhnya terhadap tumbuhkembangnya seni tradisi termasuk seni ketoprak. Seni tradisi dianggap ketinggalan jaman, dan tidak menarik, sehingga ditinggalkan penonoton. Oleh sebab itu kegiatan penelitian  ini bermaksud untuk merunut masa lalu seni ketoprak, atau dengan kata lain merunut lahirnya seni ketoprak dan perkembangannya hingga mencapai puncaknya di tahun 1980-an awal. Setelah itu satu persatu kelompok-kelompok seni ketoprak profesional yang dikenal dengan ketoprak tobong tumbang. Begitu pula kelompok-kelompok ketoprak amatir yang ada di kalangan masyarakat luas, mereka tidak lagi aktif, alias mati suri. Penelitian ini bertujuan mencari tahu apakah seni ketoprak masih diminati oleh masyarakat, khususnya di DIY.  dan mengembangkannya menjadi atraksi yang bukan sekedar tontonan tetapi juga tuntunan, mengingat atraksi ini dapat disisipi dengan pesan moral.
NEDERLANDSCH INDISH SPOORWEG MATSCHAPPIJ: STUDI KASUS KARESIDENAN SURAKARTA AWAL 1870-1930 H.Y. Agus Murdiyastomo
ISTORIA: Jurnal Pendidikan dan Sejarah Vol 11, No 2 (2015): ISTORIA Edisi September 2015, Vol. 11, No.2
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/istoria.v11i2.7563

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui peranan Nederlandsch Indish Spoorweg Matschappij (NISM) dalam perkembangan transportasi di Karesidenan Surakarta, dan (2) Mengetahui dampak positif adanya NISM bagi masyarakat Karesidenan Surakarta. Metode yang digunakan peneliti dalam penulisan sejarah ini adalah metode penelitian menurut Kuntowijoyo. Adapun tahapan penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo mempunyai lima tahap yaitu pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi, dan penulisan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NISM memiliki peran yang besar dalam memajukan transportasi di Karesidenan Surakarta. Dengan adanya kereta api, mobilitas masyarakat semakin tinggi mencakup masyarakat yang tinggal di pedesaan. Adapun dampak positif adanya NISM yaitu:  memudahkan perdagangan yang nantinya akan menciptakan golongan menengah, memudahkan transportasi masyarakat, mempercepat pembangunan, meningkatkan interaksi masyarakat satu dengan yang lain. Kata kunci: NISM, kereta api, Surakarta
Squatters: Tombak Bermata Ganda Dalam Pembangunan Koloni di Australia HY. Agus Murdiyastomo
Informasi Vol 28, No 1 (2000): INFORMASI
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1829.391 KB) | DOI: 10.21831/informasi.v1i1.7192

Abstract

Australia yang kini dikenal sebagai salah satu negara maju di bela­han bumi bagian selatan, adalah sebuah negara yang dibangun dengan susah payah oleh para pendatang dari Inggris. Dilatarbelakangi dengan situasi sosial ekonomi Inggris yang kacau, maka pemerintah Inggris me­mutuskan untuk membangun penal coloni di Australia. Imigran pertama yang dikirim adalah para narapidana, tetapi ke­nyataan mereka bukanlah pekerja keras, sehingga koloni tidak berkem­bang, yang tentu justru akan menjadi beban pemerintah Inggris. Untuk mengatasi hal tersebut diambillah kebijakan baru dengan mengirim imi­gran bebas, yang memang berminat untuk membuka dan mengembangkan usaha di Australia. Temyata kehadiran mereka memang membawa keber­hasilan, karena mereka memang orang-orang yang mempunyai etas kerja yang tinggi. Dalam perjalanan menuju keberhasilan itu mereka temyata jl/ga tidak segar/-segan melakukan pelanggaran. Mereka menduduki tanah kosong dan menguasainya untuk membuka usaha pertanian dan peternakan. Olek sebab itulah maka mereka disebut sebago; Squatters. Mereka ini berkembang menjadi orang-orang kaya di Australia, dan tumbuh menjadi kelompok borjuis. Dengan kekayaannya, para Squatters kemudian merambab bidang kehidupan yang lain, banyak di antara mereka menjadi anggota parlemen. Kedudukan di dewan legislatif me­mang mereka perlukan untuk mengamankantanah yang mereka kuasai. Dengan kekayaan pula mereka mempengaruhi pemerintah dalam melaku­kan perubahan politik.
SOSIALISASI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DI SAMBISARI, KECAMATAN KALASAN, KABUPATEN SLEMAN, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM RANGKA BERPARTISIPASI MELESTARlKAN BENDA PENINGGALAN SEJARAH DAN PURBAKALA Prawoto Prawoto; A Dalimat; Agus Murdiyastomo; V. Indah Sri Pinasti
INOTEKS : Jurnal Inovasi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni Vol 1, No 1 (1999): INOTEK Vol 1 Thn 1 1999
Publisher : LPPM UNY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4174.305 KB) | DOI: 10.21831/ino.v1i1.5109

Abstract

Setelah  4 tahun  diterbitkannya    Undang-Undang    No.5    Tahun  1992  masih  saja  terjadi  pelanggaran-pelanggaran      yang-'.  at menganeam   kelestarian   benda-benda    eagar  budaya  sebagai  asel  nasional.   Pengabdian   masyarakat   ini  dimaksudkan secagai  upaya  sosialisasi   undang-undang    tersebut   dan  dilaksanakan   pada  masyarakat   sekitar  Candi  Sambi sari  mengingat'::--disipengamanan   eandi  ini masih  rawanPelaksanaan   sosialisasi   berlangsung   dan tanggal  8 Agustus  sarnpai  dengan  14 Agustus  1996.  lalah  melalui  3 jalur-jalur=~ikbud,       1alur Perangkat   Desa  dan  lalur  Informasi   langsung  kepada  penduduk,   yang  masing-rnasing   dilakukan   dengan::-~yelenggaraan   seminar,  sarasehan,   pentas  seni dan pemasangan   papan  petunjuk  dan papan  larangan.Hasil sosialisasi  adalah  semakin  dipahaminya   materi  dan isi Undang-Undang   No.5  Tahun  1992 oleh masyarakat  Kalasan. -  khususnya  penduduk  di sekitar  Candi  Sambisari  Dengan  dernikian  penduduk  pun lebih memiliki  sikap dan perilaku  untukI,!,"?artisipasi  dalam  melestarikan   benda-benda   peninggalan   sejarah  dan purbakala.
State and the statecract of the centrals of government Mataram Islam Kingdom in Java HY Agus Murdiyastomo
Journal of Social Studies (JSS) Vol 12, No 2 (2016): Journal of Social Studies (JSS)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/jss.v12i2.11634

Abstract

This study is aimed to examine the dynamic of Islamic Mataram kingdom, focusing more on administrative system in Islam Mataram. This research used the five stages historical research method according to Kuntowijoyo, which are topic selection, heuristic, verification, interpretation and writing. Panembahan Senopati defeated Pajang and built a palace in Kotagede which later was used by Mataram kings until their peak of glory under Sultan AgungHanyakrakusuma. However the defeat of Mataram from VOC caused them to lose their ground, moreover after Sultan AgungHanyakrakusuma deceased. His successor, Amangkurat I think that Kotagede as the central of economic activities considered to be no longer suitable for the central of government. Therefore he ordered to move the palace from Kotagede to Pleret. Raden Mas Rahmat, as ‘Amangkurat II’, didn’t want to go back to Pleret because it had been taken by Puger Prince, and then built new palace in Kartasura.  Amangkurat III escaped to the east when Kartasura was taken. But this palace would also be abandoned later, and moved to Surakarta when Pakubuwono II ruled the place. Mataram moved its government four times, from Kotagede, Plered, Kartasura, and lastly, Surakarta.Keywords: government, Islamic Mataram.
SERAT WEDATAMA AND CHARACTER EDUCATION HY Agus Murdiyastomo
Journal of Social Studies (JSS) Vol 13, No 1 (2017): Journal of Social Studies (JSS)
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/jss.v13i1.16974

Abstract

Many people understand that a character education is only related to politeness. This understanding is certainly too narrow because character in Javanese culture has broader meaning than just being polite. The ideas regarding character education have been presented by Mangkunegara IV through his work of Serat Wedatama. Problems arise when the work is written in the form of symbolic traditional songs, namely Pangkur, Sinom, Pocung, and gambuh. This paper aims at investigating the kinds of character messages presented in the first section of Serat Wedatama which was composed in the form of pangkur traditional songs. The method employed in this research is a historical research method, whose stages include heuristics, criticism, interpretation, and historiography. Considering the object of the study is a manuscript, content analysis and semantic approaches are utilized. The approach was chosen merely to obtain the clarity of the meaning which are implicitly expressed in the form a traditional song of pangkur. The results are traditional songs describes the atmosphere, circumstances, or will to be achieved. The first section of pangkur traditional song, in general, contains a message about the guidance to achieve the perfection of which can be attained by abandoning worldly things. Among the 14 traditional songs of Pangkur, their first section presents some basic thoughts namely Angkara, Ngelmu, Atining Tatakrama, Lumuh asor kudu unggul, puruhita, and manembahKeywords: Character, Education, Wedatama. 
Wabah malaria di Kulon Progo tahun 1930-an Shofi Sani; H.Y. Agus Murdiyastomo
Historiography: Journal of Indonesian History and Education Vol 3, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Negeri Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17977/um081v3i12023p73-81

Abstract

This study aims to examine malaria which was endemic in Kulon Progo in the 1930s, including the spread of the outbreaks, causes, and also the countermeasures taken to control it. The research uses historical research methods consisting of heuristics, verification, interpretation, and historiography. The results of this study indicate that in the 1930s, malaria outbreaks infected many people in Kulon Progo, especially in Adikarto Regency. Poor drainage was the main cause that drove malaria to become an epidemic in Kulon Progo. In this case, the malaria outbreak that was spreading in Kulon Progo was handled by bringing the orderlies to give medicine to the sufferers and improving the quality of water drainage.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tentang malaria yang mewabah di Kulon Progo pada tahun 1930-an, yakni meliputi persebaran, penyebab, dan juga penanggulangan yang dilakukan. Adapun metode penelitian yang digunakan menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri atas heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 1930-an, wabah malaria banyak menjangkit masyarakat di Kulon Progo terutama di Kabupaten Adikarto. Drainase yang tidak begitu baik menjadi penyebab utama yang mendorong malaria dapat mewabah di Kulon Progo. Wabah malaria yang menjangkit di Kulon Progo ditanggulangi dengan cara mendatangkan para mantri untuk memberikan obat kepada para penderita dan meningkatkan kualitas drainase air. 
History of Hoogere Kweekschool Purworejo-Bandung (1914-1931) Dimas Nurillah Setianingrum; HY Agus Murdiyastomo
Criksetra: Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 12, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/jc.v12i1.16484

Abstract

Abstract: Indonesia has a number of colonial educational buildings scattered in various regions. On the island of Java, there are many teaching schools that produce intellectual, artistic and political figures. Teacher schools have become one of the granaries for producing great Indonesian figures. This study aims to determine the actions of Hoogere Kweekschool as a teacher school in creating great figures in each of their careers. This study uses historical research methods in the form of heuristics, source criticism, interpretation and historiography based on qualitative data analysis. The results of the study stated that Hoogere Kweekschool (H.K.S) was first established in 1914 in Purworejo. The students come from the best graduates of all Kweekschools in the Dutch East Indies. H.K.S graduates are usually directly placed in either H.I.S or Schakelschool. In 1921 the H.K.S student association was formed called "De Broederschap". This association fights for further education for its graduates so that they can become gymnastics teachers in high schools or become heads of H.I.S. This association also opened up opportunities for Hoofdakte courses (principal teacher certificates) to be opened in Bandung and JakartaKeywords: Hoogere Kweekschool, Purworejo, Bandung.