Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Tezukuri dan Percaya Diri: Representasi Perempuan dalam Iklan Cokelat Lotte Ghana Edisi Valentine Pasaribu, Rouli Esther; Putri, Arnaisya Rachyu
Chi'e: Journal of Japanese Learning and Teaching Vol 8 No 2 (2020): CHI'E Jurnal Pendidikan Bahasa Jepang (Journal of Japanese Learning and Teaching)
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/chie.v8i2.40821

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perempuan direpresentasikan pada iklan cokelat Lotte Ghana di hari Valentine yang ditayangkan oleh televisi Jepang selama satu dekade terakhir (2010-2019). Penelitian ini menggunakan metode analisis teks dengan teori representasi dari Stuart Hall dan konsep stereotip sifat dan peran gender dari Mary E. Kite. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iklan cokelat Lotte Ghana mendukung wacana perempuan ideal yang sesuai dengan standar norma patriarki. Sekalipun perempuan dalam iklan ini memiliki karakteristik maskulin seperti aktif, percaya diri, berani, tetapi semua karakteristik itu tetap dibatasi dalam peran femininnya yang aktif di dapur dan membuat cokelat buatan tangan sendiri untuk laki-laki yang disukai. Hal ini menunjukkan bahwa pada hari Valentine perempuan di Jepang memiliki kuasa serta peran aktif untuk berekspresi, tetapi kuasa yang ditampilkan tetap ada kaitannya dengan menyenangkan hati laki-laki, terbatas hanya pada hubungan laki-laki dan perempuan dan tidak berfokus pada perempuan itu sendiri serta tetap berada di ranah domestik. Selain itu, perempuan dalam iklan juga digunakan sebagai alat untuk menarik pembeli cokelat demi meraup keuntungan besar, sehingga dapat disimpulkan pada pembacaan di level yang lebih dalam, iklan Lotte Ghana merupakan wujud kelindan antara wacana patriarki dan kapitalisme.
Revenge Through Haunting: Expression of Women’s Anger in the Movies, Tookaidoo Yotsuya Kaidan and Sundel Bolong Rouli Esther Pasaribu; Meilia Widya Ananda
Humaniora Vol 34, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Cultural Sciences, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jh.68223

Abstract

Tookaidoo Yotsuya Kaidan (1959) and Sundel Bolong (1981) are horror movies from Japan and Indonesia, respectively, about women who are oppressed by men and subsequently take revenge on them after their deaths. The key similarity between these two movies is that they have central female characters who turn into ghosts in order to express their anger towards their male oppressors. This study aimed to see how women's anger is depicted in Tookaidoo Yotsuya Kaidan and Sundel Bolong, using verbal and visual text analysis and the concept of power by Heilbrun, male gaze by Mulvey, and monstrous-feminine by Creed to read the meaning behind woman’s anger as it is expressed in the form of a ghost in these movies. The research found that these women cannot express their anger in the real world, which is controlled by the patriarchal order. Life after death is the only space where they can express their anger. Both movies can consequently be interpreted as cultural texts that internalize patriarchal ideology in Japanese and Indonesian society. 
Freeter, Arafo, House Husband: Shifting Values of Hegemonic Masculinity and Emphasized Femininity in Four Japanese Television Dramas Rouli Esther Pasaribu
IZUMI Vol 9, No 1 (2020)
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.153 KB) | DOI: 10.14710/izumi.9.1.48-57

Abstract

This study examines the shifting values of masculinity and femininity in four Japanese television dramas: At Home Dad (2004), Around 40: Chuumon no Ooi Onna Tachi (2008), Freeter, Buy a House (2010), and Wonderful Single Life (2012). This study employs a qualitative method, conducting a descriptive analysis method using Connell’s concepts of hegemonic masculinity and emphasized femininity.The findings of this study focus on the following: 1). Characters in the four television dramas challenge the dominant discourses of masculinity and femininity by living as freeters, house husbands, and arafos, 2). To criticize hegemonic masculinity and emphasized femininity, these dramas depict the negative aspects of living a rigid lifestyle encompassed by traditional gender roles and feature main characters who show alternative lifestyles of masculinity and femininity. 3). Hegemonic masculinity and emphasized femininity values shadow the emergence of alternative masculinity and femininity in contemporary Japanese society.  
Dinamika Maskulinitas dan Femininitas: Representasi Hubungan Amerika Serikat dan Jepang dalam Film Anime Banana Fish Yuelfa Azzahra; Rouli Esther Pasaribu
LINGUA : JURNAL ILMIAH Vol 16 No 1 (2020): Lingua : Jurnal Ilmiah
Publisher : STBA LIA - Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35962/lingua.v16i1.36

Abstract

Penelitian ini membahas bagaimana Jepang, Amerika dan hubungan kedua negara tersebut direpresentasikan dalam anime Banana Fish serta apa gagasan yang berada di balik representasi tersebut. Penulis menggunakan metode deskriptif analisis dan teori representasi dari Stuart Hall dan konsep gender dari Kite, penerapan konsep gender terhadap hubungan Amerika dan Jepang dari Dower. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam anime Banana Fish, Amerika dan Jepang digambarkan sebagai oposisi biner. Amerika sebagai pihak maskulin, direpresentasikan kuat, superior dan penuh kekerasan, sementara Jepang sebagai pihak feminim, direpresentasikan lemah, inferior dan cinta damai. Banana Fish merepresentasikan hubungan Amerika dan Jepang sebagai hubungan saling bergantung, di mana Amerika cenderung melindungi Jepang dan Jepang menyediakan dukungan untuk Amerika, seperti bagaimana femininitas dan maskulinitas diposisikan dalam relasi gender. Tetapi, film animasi Banana Fish juga menunjukkan bahwa di satu sisi terdapat pergeseran bahwa sebenarnya Jepang perlahan mendapatkan maskulinitasnya yang merujuk kepada gagasan untuk merevisi konstitusi Jepang, sebuah peninggalan Amerika pada masa okupasinya di Jepang. Dari pembacaan terhadap teks Banana Fish, dapat dikatakan bahwa Banana Fish menunjukkan refleksi dari dinamika hubungan Amerika-Jepang dan pergerakan perjanjian keamanan Amerika-Jepang. Kata Kunci: Representasi, anime Banana Fish, hubungan Amerika-Jepang, femininitas, maskulinitas.
STEREOTIP GENDER DAN RESISTENSI PEREMPUAN DALAM NOVEL GADIS KRETEK KARYA RATIH KUMALA Masnia Rahayu; Rouli Esther Pasaribu; Tommy Christomy
Kelasa Vol 16, No 2 (2021): Kelasa
Publisher : Kantor Bahasa Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26499/kelasa.v16i2.226

Abstract

AbstrakBerbicara perempuan merupakan sesuatu yang kompleks, salah satu permasalahan yang mendasar adalah stereotip yang dibangun oleh masyarakat Indonesia terhadap gender. Dengan meneliti novel Gadis Kretek karya Ratih Kumala, tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi stereotip gender sebagai kritik terhadap ideologi mayoritas dalam institusi keluarga dan dunia bisnis yang masih melanggengkan wacana patriarki. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teori naratologi Gerard Genette dan teori feminisme Ann Oakley yang berfokus pada gender sebagai konstruksi budaya. Fokalisasi dalam novel yang direpresentasikan oleh tokoh Lebas dan narator orang ketiga memperlihatkan teks menggugat pandangan negatif terhadap perempuan dan memperlihatkan perkembangan perempuan dalam dunia bisnis. Stereotip terhadap perempuan juga dihadirkan melalui komponen terkecil yaitu keluarga. Konstruksi resistensi perempuan merupakan upaya menggugat stereotip yang hadir dalam wacana dominasi melalui hubungan antara ibu dan anak perempuan serta perempuan dengan perempuan lainnya melalui proses pemberdayaan (empowerment).Kata-kata kunci:stereotip gender, resistensi perempuan, gadis kretek, budaya, pemberdayaan.AbstractTalking about women is a complex thing, one of the fundamental problems is the stereotype that is built by the Indonesian people towards gender. By examining Gadis Kretek novel by Ratih Kumala, the purpose of this study is to identify gender stereotypes as critique of the majority ideology in family institutions and the business world which still perpetuates patriarchal discourse. This study uses a qualitative method with Gerard Genette's narrative theory and Ann Oakley's feminist theory which focuses on gender as a cultural construct. The focalization in the novel, which is represented by the character Lebas and the third person narrator, shows the text challenging negative views of women and showing the development of women in the business world. Stereotypes against women are also presented through the smallest component, namely the family. The construction of women's resistance is an effort to challenge the stereotypes that are present in the discourse of domination through the relationship between mothers and daughters and women and other women through a process of empowerment.Keywords: gender stereotypes, women's resistance, gadis kretek, culture, empowerment.
Kajian Adaptasi Film Kaguya Hime No Monogatari: Refleksi Terhadap Masyarakat Patriarki Jepang Modern Deanita Adharani; Rouli Esther Pasaribu
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol 5 No 1 (2019): Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 5 No. 1
Publisher : Riset, inovasi dan PKM - Institut Kesenian Jakarta, DKI Jakarta.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (683.414 KB) | DOI: 10.52969/jsnc.v5i1.73

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan penggambaran tokoh utama Kaguya hime versi cerita rakyat dan versi adaptasi film Kaguya Hime no Monogatari (2013) produksi studi Ghibli dan mengaitkannya dengan kondisi sosial budaya masyarakat Jepang pada saat film ini diproduksi. Dari hasil pembacaan dekat terhadap teks primer dengan menggunakan pendekatan feminisme dan teori adaptasi Hutcheon, ditemukan bahwa Kaguya hime versi cerita rakyat digambarkan sebagai tokoh yang asing, berjarak, dan tidak merupakan bagian dari masyarakat tempatnya tinggal. Di sisi lain, Kaguya hime versi film adalah Kaguya hime yang digambarkan sebagai bagian darimasyarakat patriarki yang didiaminya dan kondisinya sebagai seorang perempuan membuatnya mengalami penindasan patriarki, seperti harus mengikuti pendidikan putri bangsawan dan dilecehkan dalam sebuah pesta. Kaguya hime versi film kaya dengan penggambaran perasaan dan pikiran pribadi, sementara pada versi cerita rakyat, penggambaran pikiran dan perasaan pribadi Kaguya hime tidak digambarkan secara detil. Jika dikaitkan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Jepang modern pada masa film ini diproduksi, maka film ini dapat dimaknai sebagai refleksi terhadap ideologi patriarki yang mengakar di Jepang dan secara tidak langsung berfungsi sebagai pembentukan kesadaran masyarakat terhadap isu penindasan patriarki agar masyarakat tidak menganggap masyarakat yang ditinggali saat ini adalah masyarakat yang “baik-baik saja.”
Signifikansi Otoritarianisme Dalam Film Adaptasi Puisi Wiji Thukul “ Istirahatlah Kata-Kata” Nahla Faizah; Rouli Esther Pasaribu
Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Vol 16, No 4: November 2021
Publisher : Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/nusa.16.4.353-367

Abstract

 Kecenderungan Soeharto yang totaliter dalam memimpin pemerintahan Orde Baru mengakibatkan tertutupnya aspirasi rakyat Indonesia terhadap pemerintah. Berbagai macam protes diupayakan, salah satunya melalui karya sastra. Salah satu sastrawan yang turut memperjuangkan demokrasi melalui sajak-sajak ialah Wiji Thukul. Artikel ini membahas kajian adaptasi puisi Wiji Thukul dan film adaptasinya dengan judul“Istirahatlah kata-kata dengan pemaknaan ideologi Otoritarianisme. Teori yang digunakan adalah teori adaptasi Linda Hutcheon (2006), serta Otoritarianisme oleh Swolik (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbeda dengan puisi asli Wiji Thukul yang menampilkan kritik terhadap Orde Baru secara terang-terangan, film Istirahatlah Kata-Kata menampilkan signifikansi otoritarianisme rezim Orde Baru secara implisit atau terselubung.
"R.A. Kartini" (1982) and "Kartini" (2017); Anguish and silent struggles in the narratives of Indonesian women’s empowerment role model Pratidina, Indah S.; Pasaribu, Rouli Esther
Wacana, Journal of the Humanities of Indonesia Vol. 24, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study compares the portrayal of R.A. Kartini, an Indonesian female national heroine, in the biopics Sjumandjaya’s R.A. Kartini (1982) and Bramantyo’s Kartini (2017). The films were produced in the New Order and post-Reformation eras respectively, with social and cultural values translating into context-shaped standpoints in interpreting the figure of Kartini’s. Kartini is a role model associated with empowered Indonesian women and equality in education; therefore, films produced in different social and political contexts retelling her story give insights into how these issues were framed during these eras. This study uses film discourse interpretation analysis referencing dialogues and gestures from the films to discuss power relations between male-female characters, the issue of silence and women’s voice, and sisterhood. The study finds that, although both films reconfirm the already imprinted patriarchal society’s images of Kartini in particular and women in general, there are collective efforts to rethink and question the status quo.