Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DI ERA GLOBALISASI Antara Ide dan Realita Mahfiana, Layyin
Justitia Vol 10, No 2 (2013)
Publisher : Justitia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Globalisasi merupakan perkembangan dunia yang tidak bisa terelakkan lagi. Setiap warga negara harus siap menghadapi era globalisasi ini begitu juga anak. Ada banyak aspek positif yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak untuk menunjang tumbuh kembang dan belajar mereka, akan tetapi banyak juga aspek negatif yang harus diwaspadai. Aturan hukum tentang perlindungan anak di era globalisasi ini sudah ditetapkan, oleh karena itu penegakan hukumnya dibutuhkan peran orang tua, masyarakat, sekolah, pemerintah untuk mewujudkan lingkungan yang layak terhadap perkembangan jiwa anak. Kata kunci: Hak-Hak Anak, Eksploitasi, Layak anak.
SENGKETA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DI KABUPATEN PONOROGO Mahfiana, Layyin
Kodifikasia Vol 7, No 1 (2013)
Publisher : Kodifikasia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fungsi dan manfaat tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, hal ini dapatdilihat dari banyaknya sengketa tanah yang sejak dahulu telah menjadi realitassosial dalam setiap masyarakat meskipun dalam bentuk dan identitasnya yangberbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dengananalisa data menggunakan model interaktif. Hasil penelitian menunjukkansengketa yang terjadi di masyarakat bermacam-macam antara sengketa warisan,hibah dan jualbeli tanah; faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya sengketatanah secara umum diantaranya nilai ekonomis tinggi; kesadaran masyarakatmeningkat; tanah tetap, penduduk bertambah; kemiskinan. Penyelesaian sengketadalam masyarakat secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macamcara yaitu melalui melalui pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (nonlitigasi). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang sering dilakukanmasyarakat meliputi melibatkan dua atau lebih pihak yang berkepentingan(negoisasi), proses penyelesaian sengketa di mana para pihak yang berselisihmemanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen sebagai mediator(penengah) dan melibatkan lebih dari dua pihak yang tugasnya membantu pihakyang berperkara dengan cara mencari jalan keluar secara bersama (fasilitasi).
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA ANAK SEBAGAI UPAYA UNTUK MELINDUNGI HAK ASASI ANAK (Studi di Wilayah Kepolisian Resot Kabupaten Ponorogo) Mahfiana, Layyin
Kodifikasia Vol 5, No 1 (2011)
Publisher : Kodifikasia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepribadian seorang anak sebagai individu belum matang sehinggamudah terkena pengaruh dari luar sehingga memungkinkan merekauntuk berperilaku, menyimpang antara lain adanya dampak negatifdari perkembangan pembangunan, pembangunan yang cepat, arusglobalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmupengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup sebagianorang tua, anak kurang memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingandan pembinaan dalam pengembangan sikap, perilaku, penyesuaiandiri, serta pengawasan dari orang tua, wali, atau orang tua asuh.Apabila hal tersebut dibiarkan, dapat mengakibatkan terjadinyapelanggaran hukum yang dilakukan oleh anak. Penyimpangan danpelanggaran tersebut jika dilakukan, maka anak tersebut dikatakansebagai anak nakal. Dalam menghadapi dan menanggulangiperbuatan dan tingkah laku anak nakal ini perlu dipertimbangkankedudukan anak dengan segala ciri dan sifatnya yang khas.Meskipun dalan realitanya kedudukan anak dengan ciri dan sifatyang khas ini seringkali dilanggar oleh penegak hukum, sehinggaanak kehilangan hak asasinya.Berdasarkan latar belakang di atas, penulis melakukan penelitiandengan mengambil permasalahan, bagaimanakah perlindunganhukum terhadap tersangka anak dalam proses penyidikan dikepolisian?; faktor‑faktor apa saja yang menjadi penghambatperlindungan hukum terhadap tersangka anak dalam prosespenyidikan di kepolisian. Jenis data yang digunakan dalam penelitianini adalah data primer yang diperoleh dari hasil pengumpulan datadi lapangan serta data sekunder yang diperoleh dari hasil-hasilpenelitian terdahulu maupun beberapa literatur. Pengumpulan data primer dilakukan dengan beberapa cara yaitu: wawancaramendalam (indepth interview) dan dokumentasi. Data yang berhasildikumpulkan kemudian dianalisis dengan model interaktif.Hasil Penelitian di lapangan menjelaskan bahwa 1) Dalam prosespenyidikan, guna melindungi hak asasi anak, anak mempunyaibeberapa hak diantaranya hak untuk segera diperiksa; penyidikwajib meminta pertimbangan atau saran dari pembimbingkemasyarakatan; penyidik tidak memakai pakaian dinas; hak anakyang dikenakan upaya paksa penahanan, maka tempat tahanananak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa, danselama anak ditahan, kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial anakharus tetap dipenuhi; hak mendapatkan bantuan hukum dariseorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu danpada setiap tingkat pemeriksaan; hak untuk memberi keterangandalam keadaan bebas, tidak butuh waktu lama, menggunakanbahasa lugas dan dimengerti anak; dalam penyidikan anak perludirahasiakan; dan lamanya waktu penahanan. Hak-hak tersebutdiatas, dalam prakteknya tidak semuanya terpenuhi dengan baikdengan beberapa alasan, diantaranya keterbatasan personel,ruangan yang terbatas, prosedur yang lambat, keterbatasandana dan kurangnya kesadaran dari penyidik; 2)Faktor-faktoryang menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap anakdiantaranya rata-rata tersangka anak itu adalah anaknya golonganmenengah kebawah, jadi tidak mampu membayar pengacara;Dalam proses penyidikan terkadang penyidik juga susah memintaketerangan kepada anak; Dalam aturan kasus anak harus tertutuptetapi dalam realitanya media selalu mencari cari berita, akhirnyaterexpose; Belum maksimalnya peran PPT (Pusat PelayananTerpadu) sehingga visum untuk perbuatan tindak pidana (korban/pelaku) khususnya anak harus bayar sendiri dan hasilnya kadangmembutuhkan waktu lama; Ruangan pemeriksaan dan shelter yangterbatas; Belum adanya LSM yang benar-benar konsen menanganimasalah anak yang bermasalah dengan hukum; Selama ini PPTterfokus pada perlindungan korban, sedangkan dalam aturan danprakteknya juga, masih sangat minim sekali perlindungan terhadappelaku terutama masalah pelayanan kesehatan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA ANAK SEBAGAI UPAYA MELINDUNGI HAK ANAK Mahfiana, Layyin
MUWAZAH Vol 3 No 1: Juni 2011
Publisher : IAIN Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1268.136 KB)

Abstract

Abstract: Any activities conducted within. Juvenile justice process, should be based on a principle, for the welfare, interests and future. front of them, of course, without, reducing attention to the interests of society. So when the child becomes a suspect protection is needed, which not only juridical but also non-juridical, which includes protection in the social, health, and education. It dimaksdukan to ensure children's rights as the nation's future generations.
SENGKETA KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH DI KABUPATEN PONOROGO Mahfiana, Layyin
Kodifikasia Vol 7, No 1 (2013)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.782 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v7i1.780

Abstract

Fungsi dan manfaat tanah sangat penting bagi kehidupan manusia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya sengketa tanah yang sejak dahulu telah menjadi realitas sosial dalam setiap masyarakat meskipun dalam bentuk dan identitasnya yang berbeda. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dengan analisa data menggunakan model interaktif.Hasil penelitian menunjukkan sengketa yang terjadi dimasyarakat bermacam­-macam antara sengketa warisan, hibah dan jual beli tanah; faktor­-faktor yang mengakibatkan terjadinya sengketa tanah secara umum di antaranya nilai ekonomis tinggi; kesadaran masyarakat meningkat; tanah tetap, penduduk ber tambah; kemiskinan. Penyelesai­an sengketa dalam masyarakat secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua macam cara yaitu melalui melalui pengadilan (litigasi) dan di luar pengadilan (non litigasi). Penyelesaian sengketa di luar pengadil­an yang sering dilakukan masyarakat meliputi melibatkan dua atau lebih pihak yang berkepentingan (negoisasi), proses penyelesaian sengketa di mana para pihak yang berselisih memanfaatkan bantuan pihak ketiga yang independen sebagai mediator (penengah) dan melibatkan lebih dari dua pihak yang tugasnya membantu pihak yang berperkara dengan cara mencari jalan keluar secara bersama (fasilitasi).
Perlindungan Hukum Terhadap Tersangka Anak Sebagai Upaya Untuk Melindungi Hak Asasi Anak: Studi Wilayah Kepolisian Resot Kabupaten Ponorogo Mahfiana, Layyin
Kodifikasia Vol 5, No 1 (2011)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.794 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v5i1.753

Abstract

Abstrak:Kedudukan  anak  dengan  segala  ciri  dan  sifatnya  yang khas  perlu dipertimbangkan  dalam  menghadapi  dan  menanggulangi  perbuatan dan tingkah laku anak nakal. Dalan realitanya kedudukan anak dengan ciri dan sifat yang khas ini seringkali dilanggar oleh penegak hukum, sehingga anak kehilangan hak asasinya. Artikel ini akan menjelaskan: pertama,  proses  penyidikan  guna  melindungi  hak  asasi  anak.  Anak mempunyai  beberapa  hak  di  antaranya  hak  untuk  segera  diperiksa; penyidik  wajib  meminta pertimbangan  atau  saran  dari  pembimbing kemasyarakatan;  penyidik  tidak  memakai  pakaian  dinas;  hak  anak yang dikenakan upaya paksa penahanan, maka tempat tahanan anak harus  dipisahkan  dari  tempat  tahanan  orang  dewasa,  dan  selama anak  ditahan,  kebutuhan  jasmani,  rohani,  dan  sosial  anak  harus tetap dipenuhi; hak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan; hak untuk memberi keterangan dalam keadaan bebas, tidak butuh waktu lama, menggunakan bahasa lugas dan dimengerti anak;  dalam  penyidikan  anak  perlu  dirahasiakan;  dan  lamanya waktu penahanan. Hak-hak tersebut diatas, dalam prakteknya tidak semuanya terpenuhi dengan baik dengan beberapa alasan, diantaranya keterbatasan personel, ruangan yang terbatas, prosedur yang lambat, keterbatasan  dana  dan  kurangnya  kesadaran  dari  penyidik.  Kedua, faktor-faktor yang menjadi penghambat perlindungan hukum terhadap anak. Rata-rata tersangka anak itu adalah anaknya golongan menengah kebawah, sehingga tidak mampu membayar pengacara. Dalam proses penyidikan terkadang penyidik juga susah meminta keterangan kepada anak. Dalam aturan kasus anak harus tertutup tetapi dalam realitanya media selalu mencari berita, akhirnya terekspos. Belum maksimalnya peran PPT (Pusat Pelayanan Terpadu) sehingga visum untuk perbuatan tindak pidana (korban/pelaku) khususnya anak harus bayar sendiri dan hasilnya kadang membutuhkan waktu lama; Ruangan pemeriksaan dan shelter yang terbatas; Belum adanya LSM yang benar-benar konsen menangani masalah anak yang bermasalah dengan hukum; Selama ini PPT terfokus pada perlindungan korban, sedangkan dalam aturan dan prakteknya  juga,  masih  sangat  minim  sekali  perlindungan  terhadap pelaku terutama masalah pelayanan kesehatan.
KETERLIBATAN PEREMPUAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK HARTA BERSAMA (Studi di Kabupaten Ponorogo) Mahfiana, Layyin
Kodifikasia Vol 10, No 1 (2016)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.797 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v10i1.809

Abstract

Pernikahan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa?.[1]Sedangkan tujuan perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam adalah mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.[2] Arso Sastroatmdjo mengatakan ?pernikahan itu disyariatkan supayamanusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sahmenuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat dibawah naungan cinta kasih dan ridho Ilahi.[3]Namun seringkali tujuan perkawinan harus kandas di perjalanan. Perkawinan harus putus di tengah jalan dikarenakan adanya konflik yang tidak bisa diselesaikan dengan jalan musyawarah sehingga sulit untuk terciptanya kehidupan keluarga yang berisikan semangat kasih sayang, ketentraman serta kebahagiaan. Dalam situasi seperti ini pasangan suami istri tidak bisa meneruskan bahtera rumah tangganya dan berakibat pada retak atau kacaunya rumah tangga, bahkan berujung pada terjadinya perceraian.   Perceraian adalah berakhirnya perkawinan yang telah dibina oleh pasangan suami istri yang disebabkan oleh beberapa hal seperti kematian, dan atas keputusan pengadilan. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku. Suatu perceraian membawa akibat hukum, diantaranya pengasuhan anah (hadhanah), nafkah anak, nafkah isteri, harta bersama.Harta Bersama adalah harta benda atau harta kekayaan yang diperoleh saat perkawinan atau karena perkawinan serta selama perkawinan. Di dalam KUHPerdata, Pasal 119 dijelaskan harta bersama adalah persatuan bulat antara harta kekayaan suami istri demi hukum sejak berlangsungnya perkawinan, sejauh tidak diatur dengan ketentuan lainnya.Di Indonesia, mengenai harta perkawinan (harta bersama) telah diatur dalam Bab VII, pasal 35-37; pasal  65 ayat 1 huruf b dan c Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, kemudian dilengkapi dan diperjelas dalam Bab XIII, pasal 85-97 Kompilasi Hukum Islam (KHI).[4]Pembagian harta bersama dalam perkawinan, sering menimbulkan konflik diantara pihak yang bersangkutan. Pasal 37 menetapkan bahwa apabila perkawinan putus karena perceraian, maka pembagian harta bersama dapat diatur menurut hukumnya masing-masing, namun dalam realitanya penyelesaian pembagian harta bersama seringkali belum memberikan kepastian bahkan di dalam pelaksanaannya pembagian harta bersama dilakukan oleh salah satu pihak tanpa kesepakatan pihak lain yang bersangkutan. Pasal 96 dan 97 Kompilasi Hukum Islam, menyebutkan bahwa pembagian harta bersama baik cerai hidup maupun cerai mati, masing-masing mendapat setengah dari harta bersama tersebut.Keberadaan harta bersama dalam pernikahan sangat diperlukan, baik itu selama perkawinan maupun setelah putusnya hubungan harta pekawinan yang ditandai dengan perceraian. Dalam pelaksanaannya setelah terjadi perselisihan hingga mengakibatkan terjadinya perceraian, harta itu akan menjadi sangat penting bagi suami maupun istri, sehingga mereka menghendaki agar pembagian harta bersama tersebut dilakukan secepatnya.
Pendampingan Manajemen Pengelolaan Sampah di Masyarakat Desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali Winarto, Winarto; Mahfiana, Layyin; Rosyidah, Zaidah Nur; Wicaksono, Andi
Dimas: Jurnal Pemikiran Agama untuk Pemberdayaan Vol 19, No 2 (2019)
Publisher : LP2M of Institute for Research and Community Services - UIN Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.383 KB) | DOI: 10.21580/dms.2019.192.5133

Abstract

This fostering program on waste management to the community of Gagaksipat is to provide the knowledge on how to manage waste properly. Further, it also aims not only to reduce waste but also to get beneficiat profit from the waste. The participants for this programm were 60 residents of Gagaksipat Village, Ngemplak, Boyolali through purposive sampling. As the partners for the programm is Team from the Kopen Tourism and Education Village (KWEK) Kopen 1/7 Ngadirejo Kartasura Sukoharjo. The technique carried out was in the form of training and continued with monitoring and evaluating at the end of the activity. The theoretical basis of this activity is UU No. 18 of 2008 concerning waste processing. The seriousness and necessity of waste management starts from upstream to downstream with the implementation of concepts such as 3R (Reuse, Reduse, Recycle) and then up to 5R (Revalue and Recovery). The results of this fostering progamm will make the community more aware of and contribute to good and healthy waste management; provide community supplies to manage organic waste properly through biopori activities and provide supplies to the community to manage inorganic waste through waste management skills. Program pendampingan ini bertujuan untuk memberikan pelatihan managemen pengelolaan sampah kepada masyarakat agar sampah dikelola dengan baik, tidak menumpuk yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan membahayakan kehidupan terutama bagi kesehatan masyarakat. Pendampingan ini mengupas tentang pengelolaan sampah dengan baik agar tidak membuat petaka, tetapi mendatangkan manfaat secara ekonomi bagi masyarakat.Subyek pendampingan ini adalah 60 warga Desa Gagaksipat Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali yang diperoleh melalui purposive sampling. Adapun mitra pendamping dalam pelatihan ini adalah Tim dari Kampung Wisata dan Edukasi Kopen (KWEK) Kopen 1/7 Ngadirejo Kartasura Sukoharjo.Teknik yang dilakukan dalam pendampingan ini berbentuk pelatihan dan dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi diakhir kegiatan. Landasan teori kegiatan ini adalah UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah. Keseriusan dan keharusan pengelolaan sampah mulai diperhatikan dari hulu sampai hilir dengan implementasi konsep seperti 3R (Reuse, Reduse, Recycle) kemudian sampai 5R (Revalue dan Recovery). Hasil dari pendampingan ini membuat masyarakat semakin menumbuhkan kesadaran dan peranan terhadap pengelolaan sampah yang baik dan sehat; memberikan bekal masyarakat untuk mengelola sampah organik dengan baik melalui kegiatan biopori dan memberikan bekal kepada masyarakat untuk mengelola sampah anorganik melalui keterampilan pengelolaan sampah.
Efektivitas Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) Rosidah, Zaidah Nur; Mahfiana, Layyin
TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law Vol 3, No 1 (2020): Tawazun: Journal of Sharia Economic Law
Publisher : Sharia Faculty Islamic Economic Law Study Department

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.358 KB) | DOI: 10.21043/tawazun.v3i1.7529

Abstract

This study aims to determine the application of sharia principles in sharia economic dispute resolution in the National Sharia Arbitration Agency (Basyarnas). This study uses a method of socio legal study, how sharia principles are applied in resolving sharia economic disputes so that they can provide justice for both parties. Secondary data collection is carried out through a literature study of primary legal materials and secondary legal material. Some data was requested for confirmation from the National Sharia Arbitration Agency (Basyarnas) in the Yogyakarta region. To obtain answers to the research problems, 3 activities were carried out simultaneously, namely data reduction, data presentation, conclusion drawing / syllogistic verification of deduction. The results of the research and discussion obtained several conclusions, namely first, Islamic principles have not been maximally implemented by Basyarnas, this can be seen from the basis of the consideration of Basyarnas law in its decision. Basyarnas should also correct in terms of the contract, whether it is in accordance with sharia principles or not so that the arising of the dispute is not solely due to the default of the customer but can also be caused by incompatibility with sharia principles. Second, according to Antony Allot's theory of legal effectiveness, the application of sharia principles in sharia economic dispute resolution has not been carried out in accordance with sharia principles, this is due to the lack of clarity in the case in Basyarnas' decision.
Kesaksian Wanita Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Mahfiana, Layyin
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 8 No. 1 (2009)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.2009.81.93-111

Abstract

The concept of female witness can be seen in two perspectives: first from the Islamic law, and second from a positive law. In the perspective of mainstream Islamic law, most Muslim scholars favor for not giving equal status and rights for women with that of men in acting as witnesses. The inequality is found in the number of male!female witnesses. A male alone can be a witness, while for female needs to be at least two women in order to make their witnesses legally sound. In the Indonesian positive law however, such distinction of number requirement is not found, and therefore a male and or a female can be a witness.