Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Sari Pediatri

Toksisitas Kemoterapi Leukemia Limfoblastik Akut pada Fase Induksi dan Profilaksis Susunan Saraf Pusat dengan Metotreksat 1 gram Ketut Ariawati; Endang Windiastuti; Djajadiman Gatot
Sari Pediatri Vol 9, No 4 (2007)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp9.4.2007.252-8

Abstract

Latar belakang. Toksisitas kemoterapi dipengaruhi oleh sifat antiproliferasi obat sitostatik dan akanmerusak sel yang mempunyai aktivitas proliferasi yang tinggi. Oleh sebab itu pemberian kemoterapi dapatmenimbulkan efek samping.Tujuan. Mengetahui efek samping kemoterapi leukemia limfoblastik akut (LLA) pada fase induksi danfase profilaksis susunan saraf pusat secara klinis maupun laboratoriumMetode. Penelitian retrospektif deskriptif terhadap semua pasien leukemia limfoblastik akut baru dalamperiode Januari 2005 – Desember 2006 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM JakartaHasil. Didapatkan 41 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dari 126 kasus baru LLA, terdiri dari pasienrisiko tinggi (12 orang), dan risiko biasa (29 orang). Median usia 5,5 tahun, median lama pengamatan 39minggu. Remisi setelah fase induksi didapatkan 86,2% pada risiko biasa, 75% pada risiko tinggi. Pada faseinduksi penurunan terendah terjadi setelah pemberian kemoterapi yang pertama dan kedua. Pada faseprofilaksis penurunan kadar hemoglobin, leukosit, ANC, trombosit yang terendah terjadi bervariasi yaitusetelah pemberian metotreksat (MTX) 1 g/m2 yang pertama, kedua, dan ketiga. Peningkatan kadar SGOT/SGPT yang tertinggi yaitu 7 – 12 kali normal terjadi pada fase induksi minggu kedua, sedangkan pada faseprofilaksis peningkatan tertinggi yaitu 8,5 – 10 kali normal terjadi setelah pemberian (MTX) 1 g/m2 yangpertama. Didapatkan 7 orang dengan neuropati perifer setelah pemberian vinkristin yang kedua.Kesimpulan. Toksitas kemoterapi LLA pada fase induksi terjadi setelah pemberian kemoterapi yang pertamadan kedua, sedangkan pada fase profilaksis SSP dengan MTX 1gram/m2 terjadi setelah pemberian pertama,kedua, dan ketiga.
Peran Suplementasi Seng dalam Menurunkan Intensitas Mukositis Oral Akibat Kemoterapi Fase Konsolidasi pada Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut Manik Trisna Arysanti; Ketut Ariawati; Ida bagus Subanada
Sari Pediatri Vol 23, No 1 (2021)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp23.1.2021.15-22

Abstract

Latar belakang. Mukositis oral merupakan salah satu efek samping kemoterapi yang dapat berdampak buruk terhadap pengobatan kanker. Mikronutrient seng diketahui dapat mempertahankan integritas mukosa oral.Tujuan. Mengetahui efek suplementasi seng dalam menurunkan intesitas mukositis oral akibat kemoterapi.Metode. Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dilakukan pada 40 pasien anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) yang menjalani kemoterapi fase konsolidasi, dengan membandingkan kejadian dan derajat mukositis oral pada kelompok yang mendapat suplementasi seng atau plasebo. Derajat mukositis oral dievaluasi menggunakan NCI-CTAE versi 3.0. Hasil. Kejadian mukositis oral lebih rendah pada kelompok seng (40%) dibandingkan plasebo (55%), tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan (p=0,342). Derajat keparahan mukositis oral lebih rendah secara signifikan pada kelompok seng dibandingkan plasebo (p=0,024; RR 0,306; IK95%;0,089 sampai 1,048). Analisis kesintasan Kaplan-Meier menunjukkan waktu munculnya mukositis oral beserta derajat keparahannya pada kedua kelompok hampir sama sampai minggu kedua, kemudian mulai menurun sampai akhir pengamatan pada kelompok seng. Analisis multivariat Cox Regression menunjukkan variabel akhir sebagai prediktor kuat terhadap kejadian mukositis adalah usia, status gizi, dan kadar seng.Kesimpulan. Pemberian suplementasi seng tidak dapat menurunkan kejadian mukositis oral akibat kemoterapi pada pasien anak dengan LLA, tetapi dapat menurunkan derajat keparahannya bila dibandingkan dengan plasebo.
Karsinoma Hepatoselular pada Anak Usia 11 Tahun NP Veny Kartika Yantie; K Ariawati; IGN Sanjaya
Sari Pediatri Vol 13, No 3 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14238/sp13.3.2011.179-84

Abstract

Karsinoma hepatoselular merupakan tumor epitelial ganas pada hepar dan menempati urutan ketiga tumor hepar terbanyak pada anak. Telah diketahui bahwa terdapat hubungan antara karsinoma hepatoselular dengan infeksi hepatitis B kronik. Gejala awal tidak khas, dapat dikenali setelah tumor mencapai ukuran bermakna yaitu pada stadium lanjut sehingga diagnosis menjadi terlambat. Seorang anak laki-laki, usia 11 tahun dengan masa multilobus pada hepar, berobat dalam stadium lanjut sehingga tidak dapat dilakukan operasi. Dilakukan pencitraan abdomen dengan CT-scandan evaluasi secara mikroskopis untuk memastikan diagnosis karsinoma hepatoselular. Hasil uji serologi terhadap infeksi hepatitis B menandakan hepatitis B kronik. Pasien mendapatkan kemoterapi siklus pertama dengan cisplatin dan doksorubisin. Prognosis pasien buruk, sehingga meninggal setelah satu setengah bulan didiagnosis.
Profil Pertumbuhan, Hemoglobin Pre-transfusi, Kadar Feritin, dan Usia Tulang Anak pada Thalassemia Mayor Arimbawa Made; Ariawati Ketut
Sari Pediatri Vol 13, No 4 (2011)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.109 KB) | DOI: 10.14238/sp13.4.2011.299-304

Abstract

Latar belakang. Thalassemia adalah kelainan bawaan sintesis hemoglobin, dan salah satu penyakit monogenetik paling banyak dijumpai. Di Indonesia diperkirakan akan lahir 2500 anak dengan thalassemia mayor setiap tahunnya. Berkat kemajuan penanganan medis, sebagian besar pasien akan mengalami pertumbuhan normal pada masa anak-anak namun selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan dan keterlambatan pubertas secara signifikan.Tujuan. Mengetahui gambaran tinggi badan, kecepatan tumbuh, usia tulang, kadar hemoglobin pretranfusi, dan kadar feritin serum pasien thalassemia.Metode. Laporan serial kasus pada anak yang menjalani rawat inap di Sub-bagian Hematologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dari bulan Desember 2010-Februari 2011. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel.Hasil. Limabelas subyek thalassemia mayor, berumur antara 1,9 tahun – 13,5 tahun, 7 laki-laki dan 8 perempuan. Dua anak berumur kurang dari 3 tahun dan 7 anak telah memasuki usia pubertas. Semua pasien telah menjalani terapi kelasi besi deferioksamin namun kualitasnya tidak memadai. Perawakan pendek ditemukan pada 4 anak (26%), semua subjek mempunyai kecepatan tumbuh <5 cm/tahun. Secara klinis satu orang dikategorikan sebagai pubertas terlambat. Kadar hemoglobin rata-rata pre-transfusi dapat dipertahankan ≥8 mg/dl (10), sisanya (5) memiliki hemoglobin rata-rata di bawah 8 mg/dl. Empat anak dengan feritin serum di atas 3000 ng/ml, dan semua subjek mempunyai perawakan pendek. Pada evaluasi radiologi manus sinistra 5 anak memiliki usia tulang terlambat. Kesimpulan. Perawakan pendek didapatkan pada 26% kasus dan semua subjek telah memasuki usia pubertas. Semua subjek mempunyai perawakan pendek dan memiliki kadar feritin serum >3000 ng/ml. Sari Pediatri2011;13(4):299-304.