Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Law Enforcement Against Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) Phenomena in The Qanun Jinayah in Aceh Khairani Khairani
al-'adalah Vol 16, No 1 (2019): AL-'ADALAH
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (226.605 KB) | DOI: 10.24042/adalah.v16i1.3912

Abstract

This study revealed the implementation of Islamic Law in Aceh, especially those relating to Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) Phenomena. The aim is to find out how the law is enforced and what things hinder its application. Although Aceh has enacted Islamic Shari'a, and Aceh's Jinayah Qanun has banned LGBT actions through which the perpetrators are subject to sanctions the whip, but the phenomenon of LGBT in this Province still exists. The study found the fact that the Jinayat Qanun in this region had not been fully able to ensnare LGBT perpetrators, especially Lesbians (musahaqah) and homosexual (liwath). This is because of two main obstacles: first, the formal aspects involving the evidentiary aspect, and, secondly, the material aspects relating to legal rules that can be used to punish the perpetrators of these crimes.
Faraq dalam Pernikahan Sindiket di Johor Malaysia dan Relevansinya dengan Penanganan Nikah Sirri di Indonesia Khairani Khairani
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 3, No 1 (2014)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v3i1.339

Abstract

Marriage sindiket almost similar meaning with marriage Sirri Indonesia. Johor Malaysia wedding sindiket has caused a lot of problems in the community, especially about the validity of his marriage. Faraq or annulment of marriage is a way for the completion of a dubious marriage. so immoral that occur from dubious marriage not continues. Faraq mechanism in this sindiket marriage has been defined in Enakmen 17 of 2003 Islamic Family Law. Court that decides whether the marriage can be forwarded or difaraq sindiket. The factors that led to a marriage should sindiket difaraq partly because the elements of the pillars of marriage are not met. Faraq provisions in this sindiket marriage should be able to consider in preventing and addressing issues arising from the consequences of marriage Sirri in Indonesia. Kata kunci: faraq, pernikahan sindiket, nikah siri
Effectiveness of Satpol PP and WH Performance in Controlling Civil Servants Based on Aceh Governor Regulation Number 139 of 2016 in Aceh Besar [Efektivitas Kinerja Satpol PP dan WH dalam Penertiban PNS Menurut Pergub Aceh Nomor 139 Tahun 2016: Studi Kasus di Kabupaten Aceh Besar] Safira Maulina; Khairani Khairani; Rispalman Rispalman
Legitimasi: Jurnal Hukum Pidana dan Politik Hukum Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Islamic Criminal Law Department, Faculty of Sharia and Law, UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/legitimasi.v9i2.8512

Abstract

Abstract: This paper is to answer the problem of the effectiveness of the performance of the Civil Service Police Unit and the Wilayatul Hisbah in controlling civil servants according to Aceh Governor Regulation number 139 of 2j016. Ideally, Satpol PP and WH are required to carry out their duties and authorities in controlling civil servants who are negligent during office hours and staff. Civil servants are required to comply with the regulations set out in the civil servant code of ethics and if not implemented, they will be subject to disciplinary punishment, whether it is a light, moderate or severe level of disciplinary punishment according to the violation. The formulation of the problem is first, how are the performance of Satpol PP and WH in controlling civil servants in Aceh Besar. Second, how the strategies implemented by the Satpol PP and WH in controlling civil servants in Aceh Besar have been implemented effectively. Third, how is the review of Islamic law on the implementation of controlling civil servants? This research was conducted using an empirical normative legal approach using the type of field research (Field Research) and literature (Library Research), namely reviewing written law as well as facts in the field using analytical descriptive patterns to describe or provide an overview of the object under study through data or samples collected. have been collected by concluding. From the results of the study, it was found that the Aceh governor regulation number 139 of 2016 has regulated the control of civil servants who leave without permission during office hours and the law of each violator has been regulated in the civil servant code of ethics itself. Satpol PP and WH are not fully effective in carrying out their duties because there are still many employees who are outside as well as the strategies to overcome obstacles that are carried out are also ineffective. Abstrak: Kajian ini untuk menjawab permasalahan efektivitas kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah dalam penertiban pegawai negeri sipil menurut peraturan gubernur Aceh nomor 139 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja satuan Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh . Idealnya, Satpol PP dan WH wajib melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam penertiban PNS yang lalai pada saat jam dinas dan para PNS wajib menaati peraturan yang telah ditetapkan dalam kode etik PNS dan apabila tidak dilaksanakan akan dikenakan hukuman disiplin baik itu hukuman disiplin tingkat ringan, sedang ataupun berat sesuai dengan pelanggaran. Rumusan masalahnya ialah pertama, Bagaimana Kinerja Satpol PP dan WH dalam penertiban PNS di Aceh besar. Kedua, Bagaimana strategi yang dijalankan oleh Satpol PP dan WH dalam penertiban PNS di Aceh besar sudah dilaksanakan secara efektif. Ketiga, Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan penertiban PNS. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan hukum normatif empiris menggunakan jenis penelitian lapangan (Field Research) dan kepustakaan (Library Research) yakni mengkaji hukum yang tertulis juga fakta di lapangan dengan menggunakan pola deskriptif analitik untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul dengan membuat kesimpulan. Dari hasil penelitian didapati bahwa dalam peraturan gubernur Aceh nomor 139 tahun 2016 telah mengatur penertiban terhadap PNS yang keluar tanpa izin pada saat jam dinas dan hukum setiap pelanggar telah diatur dalam kode etik PNS sendiri. Satpol PP dan WH tidak sepenuhnya efektif melaksanakan tugas karena masih banyak pegawai yang berada diluar begitupun dengan strategi untuk mengatasi hambatan yang dilakukan juga tidak efektif.
EXECUTION OF PENGADILAN TATA USAHA NEGARA JUDGES VERDICT FOR PDAM TIRTA DAROY BANDA ACEH TECHNICAL DIRECTOR DISMISSAL DISPUTE (Judge Case Study Decision Number 05 / B / 2015 / PT.TUN-MDN) Rispalman Rispalman; Khairani Khairani; Samsul Bahri
Dusturiyah: Jurnal Hukum Islam, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 11, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/dusturiyah.v11i1.8364

Abstract

Execution of Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) judges verdict in some nation administrative dispute resolution practice in Indonesia have not been properly implemented due to the absence of an executorial Instution as well as a strong legal basis lead to weak force power for  verdict of  the PTUN. Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara also do not explicitly and clearly regulate the issue of force of verdict PTUN and  the execution of the verdict really depends on the goodwill of the Tata Usaha Negara Entity or Officials in obeying the law. How was the execution of the PTUN judges verdict? What was the reason for the unexecuted  judges verdict? So that we can find out how the judges verdict was executed and the reasons why the judges verdict was not executed. We use sociological research method to search what happened. Executor of a decision required to overcome and minimize the PTUN judges verdict  that was not executed as well as improvements to the basis of the Law which is more concrete and forces the execution of PTUN  judges verdict so that no party were harmed. Pelaksanaan putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dalam praktek penyelesaian sengketa Administrasi negara di Indonesia sebahagiannya belum terlaksana sebagaimana semestinya yang disebabkan ketiadaan lembaga eksekutorial, maupun landasan hukum yang kuat mengakibatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tidak mempunyai daya paksa. Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara pun tidak mengatur dengan tegas dan jelas mengenai masalah daya paksa putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga dalam pelaksanaan Putusan benar-benar tergantung pada iktikad baik Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam mentaati hukum. Bagaimana pelaksanaan putusan hakim PTUN.? Apa sebab tidak terlaksananya eksekusi putusan hakim tersebut? Sehingga dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan putusan hakim  dan sebab mengapa tidak terlaksananya putusan hakim tersebut. Dalam meneliti sengekta ini penulis menggunakan metode (Sosiologis research) lebih kepada penelitian lapangan apa yang terjadi, untuk mengatasi dan meminimalisir putusan hakim PTUN yang tidak terlaksana diperlukan adanya eksekutor putusan, serta perbaikan pada landasan Undang-Undang yang bersifat lebih konkrit dan memaksa Pelaksanaan putusan hakim PTUN sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.  
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP EFEKTIFITAS PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE PADA ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM Khairani Mukdin; Novi Heryanti
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 6, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v6i2.7790

Abstract

Anak Berhadapan Hukum (ABH) adalah anak yang berkonflik dengan hukum. di wilayah provinsi Aceh kasus ABH menunjukkan angka yang relatif terus naik pada tiga tahun tarkhir untuk mengantisipasi tingginya ABH hal tersebut, Indonesia telah mempunyai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak yang subtansiya adalah mengenai restorative justice dan diversi  untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan. Namun kebijakan  tersebut tidak berpengaruh signifikan bagi menurunya kasus ABH. Metode penelitian ini adalah deskriptif analitis,  untuk  menemukan proses restorative justice dan diversi  yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam perkara ABH dan melihat efektivitas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 serta melihat tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan restorative justice dan diversi  serta efektifitasnya dalam menyelesaikan perkara ABH di wilayah provinsi Aceh.Sedangkan hasil penelitiannya adalah  proses restoratif justice dan diversi dalam menangani kasus ABH di Polres Kabupaten/Kota Provinsi Aceh merujuk Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 dan melibatkan lembaga-lembaga masyarakat lain seperti PEKSOS, BAPAS Aceh, keluarga korban dan pelaku serta perangkat Desa dengan jalan musyawarah. Efektivitas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 dalam menyelesaikan perkara ABH di wilayah provinsi Aceh pada Polres Lhoksemawe, Polres Aceh Tengah, Polres Aceh Bara dan Polres Aceh Selatan dianggap telah efektif. Namun ada beberapa kendala dan hambatan. Sedangkan dalam hukum Islam sangat menekankan penyelesaian perkara pidana di luar mekanisme peradilan, juga dapat ditelusuri dari berbagai konsep dalam Al Qur’am yakni konsep islah (perdamaian).
Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kerja Perempun Sebagai SPG (Sales Promotion Girls), Studi Pada Perusahaan Depstore Kota Banda Aceh Khairani Khairani; Lisna Safarni
INTERNATIONAL JOURNAL OF CHILD AND GENDER STUDIES Vol 5, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/equality.v5i1.5382

Abstract

Humans are social creatures who cannot live alone and need help from others, therefore humans are required to help each other and cooperate with each other. In terms of hiring other people, Islam through the concept of ijarah law expressly regulates the obligation to provide legal protection to workers. Women especially as SPG (Sales Promotion Girls) in one of the big retail companies in the city of Banda Aceh. The results of this study indicate that the legal protection of labor is reviewed in several aspects, namely the form and work system, wage systems, breaks and leave of these aspects, there are several problems, namely, the obligation of employees to always stand up, if a loss occurs, it is borne by the employee, if sick is not treated, work time is not in accordance with the contract, the salary provided is not in accordance with the quality of work, salary deductions are unclear and without the knowledge of the employee and the company's neglect of the prayer schedule of the employees Dalam praktiknya terdapat banyak pertentangan dan ketidak sesuaian perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan khususnya jika ditinjau menurut prinsip-prinsip hukum Islam khususnya dalam konsep Ijarah dalam Fikih Muamalah, ketidaksesuaian itu terdapat dalam beberapa aspek yaitu: kewajiban karyawan untuk selalu berdiri, jikalau terjadi kehilangan maka ditanggung oleh pihak karyawan, kalau sakit tidak diizinkan untuk pulang, waktu kerja tidak sesuai dengan kontrak, gaji yang diberikan tidak sesuai dengan kualitas kerja, pemotongan gaji tanpa sepengetahuan karyawan dan pengabaian perusahaan terhadap jadwal shalat para karyawan. Saran kepada perusahaan retail adalah untuk selalu memenuhi hak pekerja, dan kepada pekerja untuk memenuhi kewajibannya.
KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM ISLAM; STUDI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEPEMIMPINAN WALI KOTA BANDA ACEH TAHUN 2014 - 2017 Rizki Wahyuni; Khairani Khairani; Faisal Faisal
Takammul : Jurnal Studi Gender dan Islam Serta Perlindungan Anak Vol 8, No 1 (2019): TAKAMMUL
Publisher : Pusat Studi Wanita UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.58 KB) | DOI: 10.22373/takamul.v8i1.4863

Abstract

Masyarakat kota Banda Aceh dalam menanggapi kepemimpinan perempuan mengalami perbedaan pendapat, sehingga terjadilah pro dan kontrak terhadap kepemimpinan perempuan. Adapun tujuan penelitian yang penulis gunakan adalah untuk mengetahui pemahaman tentang adanya kepemimpinan perempuan sebagai wali kota menurut masyarakat kota Banda Aceh, dan untuk mengetahui persepsi masyarakat kota Banda Aceh tentang kepemimpinan Wali kota Banda Aceh. Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah kualitatif dengan sifat penelitian deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman tentang adanya kepemimpinan perempuan sebagai wali Kota Banda Aceh, yaitu memiliki dua tanggapan. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa kepemimpinan perempuan itu boleh dan tidak ada masalah bagi masyarakat kota Banda Aceh, alasannya karena kebanyakan suatu lembaga yang dipimpin oleh perempuan itu berhasil dan apabila suatu daerah telah memilih perempuan sebagai pemimpin berarti masyarakat tersebut telah memberikan kepercayaan mutlak kepada pemimpin tersebut. sedangkan sebagian masyarakat beranggapan bahwa kepemimpinan yang dipimpin oleh perempuan itu tidak boleh disebabkan bertentangan dengan hukum Islam, alasannya karena dalam alqu’ran surah An-Nisa ayat 34 sudah dijelaskan tidak bolehnya perempuan memimpin, disebabkan perempuan tersebut adalah makhluk yang lemah. Adapun persepsi masyarakat kota Banda Aceh tentang kepemimpinan wali kota Banda Aceh menurut masyarakat kota Banda Aceh yaitu berhasil dalam bidang sosial dan budaya. Keberhasilan selama kepemimpinan beliau mengalami perkembangan, buktinya dapat dilihat berdasarkan dari hasil data yang diperoleh penulis dari pada Badan Pusat Statistik yang membuktikan dengan jelas bahwa pada masa kepemimpinannya terbukti berhasil.Adapun saran dari penulis adalah jadilah pemimpin yang menjalankan amanah yang diberikan oleh masyarakat, jalankan tugas sesuai dengan aturan yang ditetapkan, tegakkan kebenaran dan berani menuntaskan kebathilan.
PELANGGARAN TERHADAP IHDAD OLEH WANITA YANG DITINGGAL MATI SUAMI DITINJAU DARI FIQH MUNAKAHAT (Studi Kasus di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan) Muhadir Saidi; Khairani Khairani; Rispalman Rispalman
Takammul : Jurnal Studi Gender dan Islam Serta Perlindungan Anak Vol 9, No 2 (2020): TAKAMMUL
Publisher : Pusat Studi Wanita UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/takamul.v9i2.12608

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi karena adanya wanita yang memakai wangi-wangian, bekerja dan keluar rumah pada masa ihdadnya padahal dalam Islam ditegaskan bahwa wanita yang ditinggal mati suaminya harus melaksanakan ihdad dengan tidak berhias, tidak keluar rumah, tidak memakai wangi-wangian yang mengundang syahwat. Akan tetapi, hal ini berbeda dengan yang terjadi di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan. Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk meneliti apa yang menjadi faktor terjadinya pelanggaran ihdad di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pelaksanaan ihdad tersebut. Adapun penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa bentuk pelanggaran ihdad seperti memakai wangi-wangian, keluar rumah untuk bekerja dan berhias. Sementara, faktor penyebab terjadinya pelanggaran ihdad oleh wanita yang ditinggal mati suami di Desa Paya Dapur Kecamatan Kluet Timur Kabupaten Aceh Selatan adalah karena faktor tanggung jawab yang dipikul oleh seorang wanita sebagai PNS, faktor ekonomi serta faktor interaksi yang selalu dilakukan kepada orang-orang seperti keharusan memakai wangi-wangian pada saat masa berkabung karena jarak untuk bekerja Sementara, tinjauan fiqh munakahat terhadap praktik ihdad yang dilakukan oleh wanita di desa tersebut adalah tidak melakukan pelanggaran. Hal ini dikarenakan bahwa seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya dapat melakukan aktivitas di luar rumah walaupun masih dalam masa ihdad selama wanita tersebut mengetahui batasan-batasan dirinya yaitu tidak memakai pakaian, perhiasan yang dapat mengundang syahwat orang lain. Kebolehan tersebut dapat terealisasi karena alasan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari—hari baik sebagai petani maupun pedagang, bekerja untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya karena wanita tersebut menjadi orang tua tunggal dan karena alasan tanggung jawab terhadap pekerjaan bagi seorang wanita karir seperti Pegawai Negeri Sipil.
PENELANTARAN EKONOMI DALAM KELUARGA (TINJAUAN FIQH DAN UU PKDRT) Khairani Khairani
Takammul : Jurnal Studi Gender dan Islam Serta Perlindungan Anak Vol 6, No 2 (2017): TAKAMMUL
Publisher : Pusat Studi Wanita UIN Ar-Raniry

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (700.471 KB) | DOI: 10.22373/t.v1i1.1362

Abstract

Nowadays, ignoring family often results separation inside the family, especially after the avail- ability of Law Domestic Violence (Domestic Violence Act). However, Islamic judiciance (Fiqh) looks differently toward this case so that it is necessary to study fiqh muqarran. Furthermore, this argument needs to be related to the phenomenon that occurs due to the Domestic Violence Act.
PENOLAKAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12/PUU-V/2007 Khairani Khairani
Jurnal Justisia : Jurnal Ilmu Hukum, Perundang-undangan dan Pranata Sosial Vol 2, No 2 (2017)
Publisher : Law Department, Sharia and Law Faculty.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/justisia.v2i2.2654

Abstract

Dalam bahwa dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-V/2007, secara jelas telah menolak permohonan uji materiil terkait beberapa ketentuan Pasal Undang-Undang Perkawinan yang dianggap menyalahi ketentuan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Secara keseluruhan, dipahami bahwa putusan tersebut menolak permohonan pemohon berdasarkan beberapa alasan dan pertimbangan seperti telah dikemukakan. Salah satu alasan yang menjadi pusat perhatian dan menjadi Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan ketentuan dan penerapan hukum Islam, terhadap kemaslahatan atau Maṣlāḥah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ketentuan hukum Islam, bahkan menjadi suatu tujuan utama dari ditetapkannya hukum, atau dalam istilah fikih disebut sebagai maqāşid al-syar’iyyah). Terdapat banyak kaidah tentang kemaslahatan (Maṣlāḥah), salah satunya yaitu dalam menetapkan dan mengambil suatu tindakan hukum harus sedapat mungkin menarik manfaat, kebaikan, dan sebaliknya kemudharatan atau kerusakan hendaknya dihilangkan. jika syarat adil tersebut tidak dapat dilakukan, (bahkan dalam surat an-Nisā’ ayat 129 menyatakan laki-laki memang tidak mampu untuk mewujudkan keadilan meski ia cenderung untuk ingin berbuat adil), maka poligami bukan lagi solusi untuk mendapatkan kemaslahatan, melainkan justru dapat menimbulkan kemudharatan atau kerusakan atas anak isteri. Dalam bagian ini, dapat dilihat pada dua sisi hukum. Sisi pertama, dalil kebolehan berpoligami telah ditegaskan secara ekplisit yang sifatnya tekstual, dan tekstual juga syarat pembolehannya, yaitu harus adil. Pada sisi lain, mengenai dampak dari tidak dapat berlaku adil dalam poligami, tentu dalilnya dilihat pada kenyataan di lapangan yang sifatnya kontekstual. Jika dampak tersebut sangat buruk, baik bagi isteri maupun anak bahkan seluruh keluarga besar pihak suami dan isteri, maka pelaksanaannya tidak diperbolehkan, karena syarat adil yang sifatnya tekstual tadi tidak dapat diterapkan dalam konteksual (dalam realita kehidupan suami isteri), dan ini terbukti adanya. Untuk itu, dalam kaitannya dengan putusan Hakim Konstitusi tersebut menurut penulis telah tepat. Artinya, Hakim konstitusi berusaha untuk menyeimbangkan berbagai konstruksi hukum, mulai dari konstruksi aturan hukum Islam, aturan hukum positis khususnya Pasal-Pasal yang dimohonkan oleh Pemohon (baik ketentuan Pasal Undang-Undang Pekawinan maupun Undang-Undang Dasar 1945), hingga pada kenyataan hukum yang ada dalam masyarakat.