Chandra Muliawan
Dosen Fakultas Hukum Universitas Malahayati

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencabulan Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 di Pengadilan Negeri Tanjung Karang Duwi Lestari; Aditia Arief Firmanto; Chandra Muliawan; Rissa Afni Martinouva
Jurnal Hukum Malahayati Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Malayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jhm.v2i2.4322

Abstract

Penegakan hukum adalah sistem yang di dalamnya terdapat anggota pemerintah yang bertindak secara terorganisir untuk menegakkan hukum dengan cara menemukan, menghalangi, memulihkan, atau menghukum orang-orang yang melanggar undang-undang dan norma hukum yang mengatur masyarakat tempat anggota penegakan hukum tersebut berada. Jumlah data kasus pelecehan seksual di Bandar Lampung dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada Tahun 2017 tercatat ada sekitar 71 jumlah kasus pelecehan seksual, kemudian di Tahun 2018 ada 121 kasus dan yang terakhir pada tahun 2019 meningkat menjadi 183 kasus. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif Empiris (Terapan). Data primer diperoleh secara langsung dari penelitian di lapangan yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain, kemudian data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pencabulan yaitu Perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah memenuhi unsur-unsur tindak pidana pelecehan seksual sesuai dengan Pasal 290 ayat (1) KUHP, sehingga terdakwa dapat mempertanggungjawabkan atas perbuatannya. Dalam pertimbangan hakim hal yang memberatkan terdakwa yaitu perbuatan terdakwa tidak pantas karena seharusnya terdakwa memberikan contoh yang baik dan melindungi mahasiswa/mahasiswinya sebagai seorang dosen. Hal yang meringankan terdakwa yaitu terdakwa sopan dipersidangan, terdakwa mengakui perbuatannya, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa menyesali perbuatannya dan terdakwa mempunyai tanggungan keluarga. Saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini, aparat penegak hukum harus berperan optimal dalam penanganan tindak pidana pelecehan seksual tidak membedakan keluarga yang mampu dan tidak mampu, Diharapkan hakim dapat memberikan suatu putusan secara maksimal dalam memberikan putusan dan tidak sewenang-wenang dalam menegakkan keadilan.Kata Kunci : Penegakan Hukum, Tindak Pidana
Analisis Kesadaran Hukum Pelaku Usaha Mikro dalam Labelisasi Olahan Pangan Sebagai Bentuk Perlindungankonsumen ( Studi Usaha Keripik Singkong di Desa Sumamukti Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan) Nunung Rodliyah; Tio Rizki Fertika; Rissa Afni Martinouva; Chandra Muliawan
Jurnal Hukum Malahayati Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Malayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jhm.v2i1.4159

Abstract

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama sehingga harus  tersedia, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pelaku usaha pangan dalam melakukan produksi pangan harus memenuhi berbagai ketentuan mengenai kegiatan atau proses produksi pangan. Masyarakat juga perlu mendapatkan informasi yang jelas terkait dengan asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, dan keterangan lain dalam kemasan terhadap setiap produk yang akan dibeli ataupun dikonsumsi. Penelitian ini  membahas tentang kesadaran hukum pelaku usaha keripik singkong dalam labelisasi produk olahan pangan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, kendala yang dihadapi pelaku usaha keripik singkong dalam labelisasi produk olahan pangan, dan upaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam meningkatkan kesadaran pelaku usaha keripik singkong dalam labelisasi produk olahan pangan. Desa Sumamukti Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan masih banyak yang belum menyadari pentingnya labelisasi  guna Perlindungan Konsumennya. Penelitian ini adalah penelitian normatif empiris, objek penelitian ini adalah Pelaku Usaha Keripik Singkong di Desa Sumamukti Kecamatan Way Tuba. Upaya meningkatkan kesadaran pelaku usaha keripik singkong dilakukan oleh Sanitarian Penyelia (Kesling) dengan cara memberikan penyuluhan dan sosialisi tentang labelisasi produk olahan pangan dan upaya pengawasana agar produsen/pelaku usaha benar-benar memenuhi kewajiban sesuai ketentuan labelisasi produk olahan pangan. Jika pelaku usaha melanggar kesadaran hukumnya dapat diberikan sanksi atau peringatan.   Kata kunci: Kesadaran Hukum, Pelaku usaha, Labelisasi Produk
Perlindungan Hukum Konsumen dalam Transaksi Bisnis Fintech pada PT. Lampung Berkah Finansial Teknologi Fathul Mu'in; Bobby Oktavianda; Rissa Afni Martinouva; Chandra Muliawan
Jurnal Hukum Malahayati Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Malayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jhm.v2i1.4002

Abstract

Kebutuhan  pokok  yang  mendasar  bagi  setiap  manusia  terdiri  dari  kebutuhan  sandang, pangan, dan papan. Pada zaman yang modern ini kebutuhan manusia semakin beragam dan meningkat. Hal tersebut ditandai dengan semakin berkembangnya teknologi dan internet. Fintech (Financial Technology) merupakan sebuah terobosan baru bagi transaksi keuangan yang mengandalkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. PT. Lampung Berkah Finansial Teknologi menyediakan peminjaman dana bagi perseorangan dan/pelaku usaha secara cepat dan praktis melalui teknologi yaitu Fintech Peer to Peer Lending. Peer to Peer Lending yaitu penyelengaraan layanan jasa keuangan yang mempertemukan pemberi pinjaman dan peminjam untuk melakukan perjanjian. Permasalahan penelitian ini adalah yang pertama bagaimana bentuk perlindungan hukum konsumen dalam transaksi bisnis Fintech pada PT. Lampung Berkah Finansial Teknologi, yang kedua bagaimana upaya dan tindakan preventif terhadap transaksi bisnis Fintech pada PT. Lampung Berkah Finansial Teknologi,   dan   ketiga   bagaimana   upaya   dan   proses   penyelesaian   hukum   terhadap konsumen dalam transaksi bisnis Fintech pada PT. Lampung Berkah Finansial Teknologi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif-empiris dengan menggunakan metode  pendekatan  perundang-undangan  (statute  approach),  dan  pendekatan  konsep (conseptual approach). Pendekatan perundang-undangan yakni pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Pendekatan konsep merujuk pada doktrin-doktrin hukum yang ada.
Pelaksanaan Rujukan Oleh Bidan Kepada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Kebidanan di Kota Bandar Lampung Winardi Yusup; Chandra Muliawan; Rissa Afni Martinouva
Jurnal Hukum Malahayati Vol 2, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Malayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jhm.v2i1.4118

Abstract

Pelaksanaan perjanjian pembiayaan banyak kemungkinan adanya permasalahan-permasalahan yang ditemukan, misalnya obyek jaminan fidusia dijual pada pihak ketiga, obyek jaminan fidusia hilang atau rusak, debitur cidera janji. Adapun permasalahan yaitu bagaimana syarat peralihan kredit, bagaimana mekanisme peralihan kredit pembiayaan konsumen dan apa akibat hukum dari peralihan kredit kepada pihak ketiga PT Adira Finance Bandar Lampung. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa syarat peralihan kredit pembiayaan konsumen meliputi berkas dan dokumen serta kesediaan konsumen untuk disurvey. Mekanisme peralihan kredit di PT Adira Finance meliputi pelaporan, penyerahan sepeda motor, survey calon konsumen pengganti, penghapusan hutang oleh pihak PT Adira Finance Bandar Lampung kepada debitur awal sampai penandatanganan perjanjian pembiayaan oleh konsumen pengganti. Akibat Hukum dari proses peralihan kredit pembiayaan konsumen pada PT Adira Finance Bandar Lampung meliputi akibat hukum mengenai kedudukan dan hubungan para pihak dalam peralihan pembiayaan konsumen. Kedudukan para pihak meliputi: PT Adira Finance Bandar Lampung, debitur awal, dan debitur baru (konsumen yang menerima peralihan kredit)Kata kunci: Fidusia, Lembaga Pembiayaan
Aspek Hukum Jual Beli Dalam Keluarga Terhadap Harta Warisan (Studi Putusan Nomor 104/Pdt.G/2019/Pn.Tjk) Lina Azizah; Dina Haryati Sukardi; Chandra Muliawan; Rissa Afni Martinouva
Jurnal Hukum Malahayati Vol 3, No 1 (2022)
Publisher : Universitas Malayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jhm.v3i1.7134

Abstract

Pelaksanaan perjanjian jual beli sering terjadi suatu permasalahan, salah satu permasalahan yang sering terjadi yaitu perjanjian jual beli dalam keluarga. Perjanjian jual beli dalam keluarga sangat jarang terjadi, karena biasanya dalam keluarga yang terjadi adalah hibah. Putusan hakim Nomor : 104/Pdt.G/2019/PN.Tjk terjadi proses jual beli harta warisan dalam keluarga dan terdapat suatu permasalahan pada penelitian ini yaitu bagaimana kedudukan hukum jual beli dalam keluarga terhadap harta warisan menurut hukum perdata di Indonesia, bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam perkara Nomor : 104/Pdt.G/2019/PN.Tjk, dan apa akibat hukum dari putusan Nomor : 104/Pdt.G/2019/PN.Tjk bagi para pihak dan objek sengketa. Kedudukan hukum jual dalam kelurga terhadap harta warisan ini secara hukum perdata sah karena telah memenuhi syarat-syarat sah jual beli pasal 1320 KUHPerdata, adapun jual beli dalam keluarga yang tidak diperbolehkan oleh perdata yaitu jual beli antara suami dan istri, kecuali dalam 3 hal yang terdapat dalam pasal 1467 KUHPerdata. Dalam pertimbangan hakim, hakim mengabulkan eksepsi tergugat yang pada pokoknya gugatan penggugat cacat formil, tidak jelas dasar hukum atau dasar peristiwa gugatan pada posita gugatan serta ketidaksesuaian antara posita dan petitum, sehingga gugatan tidak dapat diterima. Mengenai akibat hukum, Secara yuridis, putusan tersebut memenangkan pihak tergugat, karena gugatan penggugat cacat formil. Dari hasil putusan Nomor 104/Pdt.G/2019/PN.Tjk ini penggugat kalah dan tergugat menguasai objek dalam perkara ini. akibat hukum yang timbul terhadap objek sengketa akibat putusan Nomor 104/Pdt.G/2019/PN.Tjk ini ialah objek tersebut dikuasai oleh pihak tergugat. Akibat putusan NO (Niet Onvankelijk Verklaard) penggugat bisa mengajukan ulang gugatan dengan gugatan baru dan tidak Ne Bis In Idem.
Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Penggelapan Berkaitan dengan Barang Sitaan dalam Perkara Pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan(Studi Putusan Nomor 293/Pid.B/2019/PN Kla) Masriyah Masriyah; Aditia Arief Firmanto; Chandra Muliawan
Jurnal Hukum Malahayati Vol 4, No 1 (2023)
Publisher : Universitas Malayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33024/jhm.v4i1.7021

Abstract

Penggelapan adalah digelapkannya suatu barang yang harus berada di bawah kekuasaan pelaku, dengan cara lain dari pada dengan melakukan kejahatan.Penggelapan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam Pasal 372 yang berbunyi:“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”. Penggelapan dalam hal ini berkaitan dengan barang sitaan, dimana barang sitaan atau disebut juga dengan penyitaan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada BAB I Ketentuan Umum dalam Pasal 1 angka 16 KUHAP, yang berbunyi : “Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan”.Seseorang dikatakan melakukan penggelapan dengan kualifikasi apabila dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya. Mengenai penggelapan, ada 4 (empat) bentuk pengualifikasiannya dan dapat dikatakan sebagai penggelapan biasa atau penggelapan pokok apabila memenuhi unsur-unsur yang ada dalam Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.