Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Sain Veteriner

Potensi Tepung Magot Black Soldier Fly (Hermetia illucens) sebagai Agen Antibakteri dan Immunomodulator Pakan Ternak Unggas secara In vitro Desy Cahya Widianingrum; Melinda Erdya Krismaputri; Listya Purnamasari
Jurnal Sain Veteriner Vol 39, No 2 (2021): Agustus
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsv.53347

Abstract

Tepung Magot dalam pakan unggas tidak hanya dapat digunakan sebagai alternatif sumber protein namun juga diharapkan memiliki efek antibakterial dan immunomodulator. Penelitian ini menggunakan metode in vitro untuk mengetahui efek antimikrobial dan immunomodulator tepung magot. Uji sensitivitas dilakukan dengan metode disc difusi agar, uji aktivitas fagositosis diamati pada makrofag peritoneum mencit Balb-C jantan berumur 8 minggu terhadap Staphylococcus aureus (S. aureus), serta uji tantang S. aureus terhadap tepung magot dilihat di bawah scanning electron microscopy (SEM). Data hasil uji sensitivitas dan pengamatan dengan teknik SEM dilaporkan secara deskriptif. Perbedaan aktivitas fagositosis makrofag antar perlakuan diuji dengan analisis varian satu arah dengan uji lanjut honestly significant difference (HSD) Berdasar hasil penelitian diketahui bahwa tepung memiliki 38,22% kandungan protein dengan profil asam amino yang lengkap. Kandungan asam amino tertinggi pada tepung magot adalah (7685,84 mg/kg), aspartat (5864,19 mg/kg), leusin (5034,31 mg/kg). Asam lemak esensial yang terkandung pada tepung magot adalah asam laurat (13,39%) Hasil uji sensitivitas diketahui tepung magot tidak memberikan zona hambat pada bakteri S. aureus. Introduksi tepung magot pada fagositosis secara in vitro dapat meningkatkan kinerja makrofag dengan perannya seperti opsonin berdasar pengamatan SEM. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tepung magot potensial digunakan sebagai imunomodulator natural dan pengganti protein pakan unggas.
Penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD) : Etiologi, Epidemiologi, Patogenesis, Gejala Klinis, Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Desy Cahya Widianingrum; Satrio Adi Prakoso; Mila Riskiatul Rohma; Muhammad Faza Hunafah; Muhammad Iqbal; Dhimas Yusantoro
Jurnal Sain Veteriner Vol 40, No 2 (2022): Agustus
Publisher : Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsv.56683

Abstract

Agen penyebab penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD) berasal dari bakteri Mycoplasma gallisepticum yang menginfeksi saluran pernapasan pada ternak unggas seperti ayam, itik, angsa, entok, kalkun, burung dara, dan lain-lain. Faktor yang dapat memperburuk terjadinya infeksi penyakit ini yakni umur ternak, jenis kelamin, stres, dan lingkungan. Infeksi bakteri ini lebih rentan pada ayam yang berumur muda dan ayam betina dibandingkan dengan ayam dewasa dan ayam jantan. Gejala klinis dari penyakit ini yaitu terdengarnya suara ngorok pada ayam di malam hari, keluarnya catarrhal dari rongga hidung, batuk, radang conjunctiva, dan bersin. Masa penyakit CRD berkisar antara 4 - 21 hari dan mudah menular. Metode uji laboratrium untuk mengidentifikasi pemeriksaan terhadap kontaminasi bakteri Mycoplasma gallispeticum di kandang diantarnya uji seroligi seperti HI (Hemaglutination Inhibition Test), RSA (Rapid Serum Aglutination Test), maupun ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay). Kejadian penyakit CRD hingga saat ini yang masih ditemukan di seluruh wilayah Indonesia menyebabkan kerugian bagi peternak. Kerugian ekonomis akibat penyakit ini dapat diminimalisir dengan pengetahuan peternak akan pentingnya program biosekuriti yang harus diterapkan secara konsisten, serta peningkatan imunitas ternak seperti vaksinasi serta penggunaan antimikroba yang aman dan tidak menimbulkan residu. 
The Prevalence of Dairy Goat’s Subclinical Mastitis Related to Udder Morphology and Farming Management Practices Himmatul Khasanah; Roni Yulianto; Nur Widodo; Desy Cahya Widianingrum; Riza Yuli Rusdiana
Jurnal Sain Veteriner Vol 42, No 2 (2024): Agustus
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsv.76090

Abstract

This study aimed to analyze the prevalence of subclinical mastitis (SCM) and the correlation between CMT positive score, udder morphology and management practice in dairy goats in several regencies in East Java. The SCM identification was tested using the California Mastitis Test (CMT) method. The obtained data were analyzed qualitatively and quantitatively, and the correlation was determined using Kendall’s tau_b coefficient correlation method. The results showed the prevalence of SCM in Blitar, Lumajang, and Jember amounted to 19,35%, 0,86%, and 25%, respectively. The control management of observed dairy farms was relatively similar such as the milking frequency, feeding management, health control, and cage type. Milk production was moderately correlated with CMT (tb =-0.417) and low correlation with the udder shape (tb =1.51), side udder cross-section (tb =-0,293), teat angle of separation between teat (tb =0,204), and degree of udder separation (tb =0,128). The CMT also has low correlation with the BCS (tb =0,146), udder symmetry (tb =0,126), sided udder cross-section (tb =0,153). Then CMT also has a moderate correlation with housing type (tb =-0,380) and milking frequency (tb =0.365). In conclusion, the prevalence of SCM was relatively low to moderate and its correlation with udder morphology were low to moderate.